alyadara

Satrio telah mendapat penanganan medis yang terbaik segera setelah dilarikan ke rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didiagnosa bahwa ada kandungan arsenik dengan kadar yang cukup tinggi di tubuh Satrio.

Beruntungnya Satrio segera dilarikan ke rumah sakit. Arsenik dengan kadar yang tinggi dapat menjadi racun jika dikonsumsi. Racun arsenik adalah arsenik buatan atau disebut juga dengan arsenik anorganik, yang umumnya digunakan untuk keperluan pertambangan, termasuk tambang batu bara dan peleburan tembaga.

Jika tidak segera mendapat pertolongan, keracunan arsenik dapat menyebabkan kematian.

Kalimat yang dikatakan dokter terus terngiang-ngiang di dalam benak Indri. Indri terduduk di depan ruang rawat Satrio. Indri berusaha mempersiapkan dirinya sebelum menemui mantan suaminya. Perasaan Indri campur aduk, ia panik dan khawatir mendapati kenyataan bahwa Satrio hampir saja tidak terselamatkan.

Begitu mendengar kabar tentang Satrio, Indri segera menuju ke rumah sakit. Meskipun status Satrio adalah mantan suaminya, tapi Indri masih menghormatinya dan ingin membantu merawatnya. Indri melakukannya karena Satrio adalah ayah dari anak-anaknya.

Indri beranjak dari duduknya, ia meraih gagang pintu dan kemudian membukanya. Begitu melihat kehadiran Indri di sana, Satrio berusaha bergerak dari posisi tidurannya. Kini Satrio dengan posisi duduknya menatap Indri lurus-lurus.

“Makasih sudah datang,” ucap Satrio dengan suara pelannya.

Indri balas menatap Satrio. Setelah perpisahan mereka, Indri baru menyadari bahwa dirinya masihlah perempuan yang mengkhawatirkan Satrio saat lelaki itu tidak baik-baik saja.

“Indri, saya ingin meminta maaf sama kamu,” ujar Satrio. Indri seketika nampak terkejut mendengarnya.

“Kamu minta maaf untuk apa?” Indri bertanya, ia tidak mengerti alasan Satrio mengatakan itu.

“Saya minta maaf atas perpisahan kita. Saya sadar kalau semuanya terjadi karena keegoisan saya. Indri, saya terlalu memikirkan pekerjaan dan selalu berpegang teguh pada apa yang saya yakini benar, tanpa memikirkan kamu dan anak-anak kita,” ungkap Satrio dengan tatapan penuh penyesalannya.

Indri seketika terdiam, perempuan itu tidak dapat merespon kata-kata Satrio. Rasanya memang menyakitkan mengingat momen perpisahan itu. Namun kini rasanya lebih sakit bagi Indri ketika melihat Satrio merasakan sakit akan semua yang telah terjadi di antara mereka.

“Indri, kamu sudah berusaha bertahan semampu kamu. Tapi pada akhirnya, kembali lagi saya yang selalu menyakiti kamu. Saya mohon maafkan semua kesalahan saya,” ujar Satrio dengan suaranya yang sedikit bergetar.

Indri berusaha mengalihkan tatapannya dari kedua mata Satrio. Sesuatu telah mendesak untuk keluar dari pelupuk matanya, tapi Indri masih berusaha menahannya.

“Indri, saya ingin memperbaiki semuanya,” Satrio menjeda ucapannya sesaat. Satrio menatap Indri lekat-lekat, tepat di iris matanya. “Tolong izinkan saya untuk berubah menjadi yang lebih baik untuk kamu dan untuk keluarga kita.” Satrio lantas meraih satu tangan Indri, membuat Indri langsung menoleh dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

“Saya ingin rujuk sama kamu dan akan saya menunjukkan kesungguhan saya. Sampai saat ini, saya masih mencintai kamu dan akan selalu seperti itu,” terang Satrio.

Tepat setelah itu air mata Indri lolos juga dari pelupuk matanya. Tatapan mendalam dan penuh cinta ketika Satrio menatapnya, membuat Indri akhirnya sadar bahwa perasaannya terhadap Satrio sama sekali tidak berubah hingga detik ini. Dengan sebuah anggukan yakin, Indri pun akhirnya memutuskan. Indri mengizinkan Satrio untuk menunjukkan kesungguhannya, untuk memperbaiki apa yang sebelumnya sempat hancur di antara mereka.

***

Saat hari sudah mulai sore, Raegan dan Kaldera datang menjenguk Satrio di rumah sakit. Sesaat lagi waktu besuk akan berakhir, jadi Indri dan Kaldera memutuskan memberi ruang pada Satrio dan Raegan untuk berbicara berdua.

Satrio pun memulai pembicaraan lebih dulu. “Raegan, Papa ingin meminta maaf atas semuanya,” ucap Satrio.

Raegan seketika menatap Satrio lurus-lurus. “Minta maaf untuk apa Pah?” tanya Raegan dengan raut bingungnya.

“Papa minta maaf atas keluarga kita yang akhirnya jadi tercerai-berai. Papa sadar kalau kesalahan terbesarnya ada di Papa,” ungkap Satrio.

Raegan lantas terdiam sesaat. Pandangannya yang semula menatap lantai, kini beralih pada Satrio. “Papa udah berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga kita.”

Raegan akhirnya memaafkan papanya. Sekeras dan secuek apa pun sikap Raegan pada papanya sejak perceraian orang tuanya, Raegan tetap menyayangi papanya dan rela berdarah untuk melinduginya. Seperti janji Raegan pada diri sendiri, Raegan akan melindungi orang-orang yang ia sayangi. Orang tuanya, teman-temannya, dan tentu Kaldera.

Satrio juga menyampaikan kesungguhannya untuk rujuk dengan Indri. Kala mendengar itu, Raegan sempat tidak percaya. Namun akhirnya ia ikut bahagia untuk itu. Bagi Raegan yang terpenting adalah kebahagiaan orang-orang yang ia cintai. Jika rujuk dapat membuat Indri dan Satrio bahagia, Raegan tentu akan mendukung keputusan itu.

“Raegan, mama kamu udah cerita semuanya,” ujar Satrio.

“Cerita soal apa, Pah?” tanya Raegan.

“Soal kamu yang ingin berhubungan serius dengan Kaldera,” ucapan Satrio itu seketika membuat Raegan tertegun. Raegan memang telah menceritakan pada Indri tentang perasaannya terhadap Kaldera. Raegan pun akhirnya juga terbuka pada papanya soal perempuan yang ia cintai dan soal Kaldera yang masih menganggap Raegan sebagai seorang kakak, bukannya seorang pria.

“Apa benar Kaldera termasuk ke dalam orang-orang yang kamu sayang yang kamu ingin lindungi?” tanya Satrio.

Raegan menjawab pertanyaan itu dengan sebuah anggukan yang terlihat sungguh-sungguh. Dari tatapan Raegan, sebagai seorang ayah tentunya Satrio dapat melihat kesungguhan Raegan terhadap Kaldera.

“Raegan, kalau Papa boleh memberi kamu saran, kamu harus berusaha lebih keras lagi untuk membuat Kaldera yakin sama kamu,” ujar Satrio.

“Tapi Raegan bingung gimana caranya, Pah. Kalau suatu hari memang Raegan nggak bisa meyakinkan Kaldera, Raegan akan melepas Kaldera. Kaldera berhak untuk bahagia dan selalu merasa aman. Raegan takut nggak bisa memberikan itu kepada Kaldera,” aku Raegan, tatapan lelaki itu tampak nanar.

Satrio lantas menyunggingkan senyumnya, sejenis senyum seorang ayah yang begitu telah memahami apa yang sedang dirasakan dan dihadapi oleh anaknya. “Dengar perkataan Papa, Raegan. Semakin sulit seorang perempuan untu kamu digapai, artinya perempuan itu semakin berharga selayaknya sebuah berlian. Kamu tau kan, untuk mendapat berlian, tentu jalan yang harus kamu tempuh tidak mudah,” ujar Satrio panjang lebar.

Satrio dapat melihat perubahan baik pada diri putra sulungnya dan itu terjadi juga karena eksistensi Kaldera di hidupnya. Raegan ingin meninggalkan pekerjaan sebagai mafia karena Kaldera, gadis itu adalah alasan utamanya. Kaldera memasuki hidup Raegan dan membuatnya ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi Satrio berpikir bahwa Kaldera adalah perempuan yang tepat untuk anaknya.

“Papa punya dua anak laki-laki dan dua-duanya jatuh cinta pada perempuan yang sama. Papa jadi penasaran, sebaik dan semengagumkan apa perempuan itu. Mama kamu pasti sudah mengenal Kaldera lebi jauh dari pada Papa. Kalau boleh, Papa juga ingin mengenal calon menantu Papa. Gimana, menurut kamu?”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Dulu saat Satrio mengetahui tentang pekerjaan Raegan sebagai ketua mafia, tentu sebagai orang tua Satrio pun marah besar. Bagaimana bisa dirinya yang seorang penegak hukum justru memiliki anak yang pekerjaannya sangat berbahaya dan berpotensi besar berurusan dengan hukum itu sendiri. Raegan sempat meninggalkan pekerjaan beresiko tinggi itu dan memutuskan memulai karirnya di dunia bisnis. Raegan sebenarnya sudah sangat mapan dengan pekerjaannya, tapi Satrio memaksa anak sulungnya untuk melanjutkan bisnis batu bara miliknya sejak saat Raegan lulus dari sekolah bisnisnya.

Satrio menemui Raegan yang sedang memerintahkan orang-orangnya untuk memasang CCTV di hampir seluruh penjuru rumahnya. Raegan melakukannya untuk antisipasi terhadap hal buruk yang kemungkinan bisa terjadi.

“Raegan,” panggil Satrio. Raegan langsung menoleh ke arah Satrio. Pemasangan kamera CCTV telah selesai, jadi Raegan meminta orang-orangnya untuk memberi ruang untuk dirinya dan Satrio.

“Mama kamu dan Kaldera, mereka ada di tempat yang aman kan sekarang?” tanya Satrio kemudian.

Raegan mengangguk sekali. “Iya, Pah. Raegan akan pastiin mereka selalu aman dan dalam pengawasan orang-orang terpercaya,” terang Raegan.

“Pah, kita memang belum tau apa motif ketua Mahkamah Agung mesabotase data itu, tapi Raegan yakin dia adalah orang yang ada dibalik semua rencana ini,” ujar Raegan lagi.

“Raegan, tapi dia tidak memiliki keuntungan untuk melakukan itu. Tidak ada motif baginya untuk mesabotase data tersebut,” ucap Satrio.

“Kadang kita nggak bisa menduga alasan seseorang melakukan sesuatu, Pah. Sekarang Papa nggak perlu memikirkan terlalu banyak hal. Raegan pastikan Papa aman di rumah ini,” ujar Raegan.

Setelah semua urusan selesai, Raegan hendak berpamitan pada Satrio. Namun sebelum Raegan berbalik, Satrio menahannya.

“Kapan-kapan kenalin Papa ke teman-teman kamu ya. Mereka udah membantu banyak sekali, Papa harus mengucapkan terima kasih secara langsung. Siapa nama mereka?”

“Calvin, Barra, dan Romeo. Lain waktu nanti Raegan pasti kenalin mereka ke Papa. Tapi Papa nggak akan penjarakan mereka, kan?” ucap Regan dengan nada berguraunya. Satrio langsung tertawa dan menepuk dua kali pundak anak sulungnya itu.

“Bukan tugas Papa, itu tugasnya polisi dan yang nanti membuat putusan hukuman adalah tanggung jawab Mahkamah Agung,” balas Satrio.

Raegan pun tersenyum. Momen bergurau antara ia dan papanya rasanya sudah begitu langka. Raegan merindukan momen tersebut dan tidak menyangka akan kembali mendapatinya meskipun di situasi seperti ini.

“Raegan, apa setelah kasus ini selesai kamu nggak ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan itu untuk selamanya?” Satrio bertanya lagi. Kali ini obrolan mereka menjadi serius.

“Raegan punya keinginan itu Pah,” jawab Raegan.

Satrio tampak tertegun mendengar jawaban Raegan. Detik berikutnya Satrio mengulaskan senyum bangganya dan nampak sedikit terharu.

“Kira-kira apa alasan yang membuat kamu ingin meninggalkan pekerjaan itu?” Satrio menyatukan alisnya, ia tampak penasaran.

Raegan terdiam selama beberapa detik. Setelah memikirkannya dan yakin akan jawabannya, Raegan lantas menjawab dengan nadanya yang terdengar sungguh-sungguh. “Raegan ingin membahagiakan orang-orang yang Raegan sayang, Pah. Raegan ingin memastikan mereka hidup nyaman, aman, dan nggak pernah merasakan ketakutan atau kecemasan lagi.”

***

Ruang kerja Satrio

Satrio masih berada di ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Nama dan jabatannya telah kembali dipulihkan, jadi Satrio dapat kembali menangani kasus persidangan di Mahkamah Konstitusi, menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya. Saat terdengar bunyi ketukan di pintu ruangan itu, Satrio lekas membiarkan orang di luar sana masuk.

“Permisi Pak, silakan ini tehnya,” ucap asisten yang bekerja di rumahnya itu. Satrio hanya mengangguk sekilas begitu asisten tersebut meletakkan secangkir teh jasmine di atas meja kerjanya. Asisten laki-laki tersebut kemudian berlalu dari ruang kerja Satrio setelah sedikit membungkukkaan badan.

Beberapa pekerjaan Satrio telah selesai, ia meregangkan sedikit otot tubuhnya yang terasa pegal. Kemudian Satrio memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya. Tatapan Satrio lanas mengarah pada secangkir teh di mejanya. Tangannya pun bergerak untuk mengambil cangkir putih itu. Satrio hanya meminum tehnya dua tegukan, lalu ia kembali meletakkan cangkir itu di atas meja.

Selang sekitar 15 menit kemudian saat berada di kamar tidurnya, Satrio merasakan sakit yang cukup hebat di kepalanya. Padahal beberapa saat kondisinya masih baik-baik saja. Semakin waktu berjalan, Satrio merasakan sesak napas dan kram otot di hampir seluruh tubuhnya, hingga ia kesulitan untuk bergerak dari kasurnya.

Satrio masih berusaha melakukannya, ia mencoba bangkit dari posisinya dan mengambil ponselnya di samping nakas tempat tidur. Saat Satrio akan menghubungi seseorang melalui ponselnya, tepat saat itu juga ia melihat sebuah ID call terpampang di layar ponselnya. Nama Indri muncul di sana, nama yang sudah begitu lama tidak dilihat olehnya.

Satrio baru ingin menjawab panggilan itu, tapi ia tidak sempat melakukannya. Satrio lebih dulu terjatuh ke lantai setelah mengalami kejang dan tubuh yang kini terasa kaku. Pandangan matanya pun mengabur dan detak jantungnya terdengar kian melemah. Bersamaan dengan itu, terlihat air bening yang mengalir dari pelupuk mata Satrio, hingga akhirnya perlahan-lahan kedua mata itu terpejam.

***

Geng mafia 1

Geng mafia 2

Suasana rumah megah berlantai 2 yang merupakan kediaman Satrio itu telah dipenuhi oleh beberapa orang. Segera setelah Satrio terjatuh di kamarnya, melalui rekaman CCTV, orang-orang yang Raegan perintahkan untuk memastikan keamanan di rumah papanya segera membawa Satrio ke rumah sakit. Satrio perlu mendapatkan pertolong utama. Atasan geng Aquiver yang ada di sana pun memerintahkan beberapa orang untuk mencari tahu penyebab kejadian ini.

Beberapa anggota Aquiver segera berpencar untuk mencari tahu sumber masalahnya. Sebagian ada yang pergi ke ruang CCTV untuk melihat menit-menit terakhir sebelum Satrio jatuh ke lantai.

Pintu ruang kerja Satrio yang tiba-tiba dibuka itu sontak membuat anggota Aquiver yang ada di sana menoleh. Mereka mendapati kedatangan Romeo dan Barra.

“Kita telah kehilangan pengkhianat itu,” ujar Romeo dengan air mukanya yang terlihat menahan amarah.

“Ada pengkhianat yang menyelinap, Bos?” tanya salah seorang di sana.

Barra lantas berjalan ke arah meja kerja Satrio. Barra mengambil secangkir teh di sana, lalu ia memperhatikan teh itu dan detik berikutnya ia meminta teh tersebut untuk diamankan.

“Kemungkinan Om Satrio diracun dengan teh itu. Pastikan kita akan mendapat pengkhianat yang menaruh sesuatu di minumannya om Satrio,” ujar Barra.

Anggota itu segera mengangguki perintah atasannya, “Baik Bos,” ujarnya.

“Gue baru aja ngabarin Raegan soal kejadian ini dan dia langsung ke rumah sakit sekarang. Calvin dan anggotanya akan coba melacak ke mana perginya pengkhianat itu.”

“Sialan, gimana bisa itu orang ngeracunin om Satrio,” decak Romeo.

“Dari informasi bodyguard-nya om Satrio, orang itu udah lama kerja sebagai asisten di rumah ini. Kemungkinan dia udah ngerencanain semua ini dan dia adalah salah satu anteknya Abbas Pasha,” ujar Barra.

“Sebelum polisi ngecek rumah ini, ada baiknya kita lakukan pengecekan lebih dulu. Siapa tau ada barang bukti dari pengkhianat itu yang tertinggal di sini,” ujar Romeo.

“Oke. Pastiin satu hal, dari anggota lo maupun anggota gue, nggak ada lagi pengkhianat semacam itu,” ujar Barra pada Romeo.

Romeo mengangguki ucapan Barra. Kemudian keduanya segera melangkah pergi untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka bersumpah bukan hanya akan menemukan Leonel, tapi mereka juga akan menemukan pejabat negara yang telah merencanakan semua ini.

Salah satu pekerjaan sekelompok mafia adalah membedah hal-hal kriminal sampai ke akar-akarnya, tidak pandang bulu dan tidak peduli siapa lawan mereka. Apalagi ini menyangkut langsung orang-orang yang berharga bagi mereka. Aquiver akan membuat sejarah baru bagi penjahat kelas kakap semacam Leonel. Mereka akan membuat Leonel merasakan bagaimana pedihnya hukum, yang sebelumnya pria itu anggap telah berada di genggaman tangannya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Siang ini para pejabat tinggi negara sedang mengadakan suatu pertemuan yang cukup penting. Ada beberapa hal yang akan dibahas oleh presiden, ketua DPR, ketua Mahkamah Konstitusi, dan ketua Mahkamah Agung.

Di sebuah restoran hotel bintang lima yang privasinya begitu dijaga tersebut, para petinggi negara sedang melakukan pembahasan mengenai penolakan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Sambil menikmati makan siang berupa hidangan lezat ala hotel bintang lima, perbincangan pun mengalir. “Bukankah seharusnya UU negara kita ini bisa menciptakan perdamaian, bukannya menghadirkan konflik teritorial,” ujar Abbas Pasha, sang Ketua Mahkamah Agung.

Abbas Pasha

Ucapan Abbas itu tentu saja langsung mengundang perhatian dari yang hadir di sana. Abbas menyunggingkan senyum tenangnya, pria berusia 57 tahun itu lantas meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring makannya.

“Kalau boleh berpendapat, penguasaan dan kepemilikan wilayah adat dengan segala investasi yang sudah ada, sepertinya tidak memperhatikan keberadaan masyarakat adat di wilayah yang direncanakan akan menjadi Ibu Kota Negara itu,” ujar Abbas lagi.

Situasi pun berubah menjadi hening. Kegiatan menyantap makanan juga jadi terhenti dan pembahasan Abbas mengenai UU IKN itu tentu merujuk pada keputusan lembaga indeenden Mahkamah Agung yang diketuai oleh Satrio Malik Gumilar.

“Jadi bagaimana menurut Anda, Pak Satrio? Apakah Mahkamah Konstitusi akan tetap menutup telinga terhadap pemohonan uji formil Undang-Undang tersebut?” papar Abbas lagi.

Satrio Malik Gumilar

Satrio yang duduk di seberang Abbas nampaknya terlihat tenang. Satrio lantas meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring makannya. “Begini Pak Abbas, Pak Pak Dewandi, dan Pak Danu. Saya izin menjelaskan alasan Mahkamah Konstitusi menolak pengajuan permohonan uji formil tersebut. Seharusnya memang penolakan undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar diajukan dalam waktu 45 hari sejak undang-undang tersebut diundangkan. Sesuai dengan fakta-fakta hukum tersebut, maka pengajuan permohonan telah melewati tenggang waktu 45 hari sejak undang-undang IKN diundangkan. Jadi permohonan para pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan di Mahkamah Konstitusi. Selain itu para pemohon yang mengajukan uji formil dan materil dinilai tidak memiliki kerugian langsung atas terbentuknya undang-undang IKN,” terang Satrio dengan begitu lugas.

Dewandi Wirawan yang merupakan presiden tampak takjub dengan jawaban tenang dan penurutan Satrio yang jelas dan runtut. “Jawaban yang bagus, Pak Satrio. Lembaga eksekutif juga telah menyelidiki hal tersebut. Seperti yang kita ketahui, permohonan para pemohon tidak jelas pada bagian kedudukan hukum, posita, dan petitum. Jadi keputusan Mahkamah Konstitusi saya rasa sudah sangat tepat,” ujar Dewandi.

“Saya setuju dengan penolakan itu. Bagaimana pun negara tetap harus berorientasi pada Undang-Undang Dasar yang sudah kita buat. Bukankah begitu, Pak Abbas?” ujar Danuarta, sang ketua DPR.

“Semua memang setuju dengan hal tersebut, Pak. Tapi bagaimana dengan konflik teritorial yang terjadi berkat penolakan ini?” Abbas mengarahkan tatapannya pada Dewandi, lalu beralih pada Satrio.

Sebuah senyum sekilas terbit di wajah Abbas. Dewandi yang duduk di samping Abbas lantas menatap satu persatu petinggi negara yang ada di ruangan itu. Detik berikutnya, Dewandi pun berujar, “Saya yakin Pak Satrio akan dapat mengatasi hal tersebut dengan baik. Konflik teritorial itu dapat ditangani oleh kita sebagai pemerintah, terlebih apabila para lembaga tinggi negara bisa bekerja sama dengan lebih baik ke depannya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Hands

Jauh sebelum Kaldera datang ke hidupnya, Raegan tidak pernah berpikir bahwa ia menyesal menjadi seorang mafia. Namun sekarang Raegan berkeinginan untuk memiliki kehidupan yang normal, membangun keluarga kecilnya sendiri, dan hidup tanpa diselimuti oleh perasaan takut maupun cemas.

Namun ketakutan Raegan kian semakin besar. Raegan takut ia tidak bisa memberikan jaminan keamanan dan hidup yang tentram pada Kaldera. Sejak menyadari perasaannya terhadap Kaldera, Raegan memiliki pemikiran bahwa ia tidak ingin menyerah. Raegan tidak ingin menyerah terhadap kisah asmara dan masa depannya yang ingin ia wujudkan bersama Kaldera. Namun setelah semua yang terjadi, atau haruskah Raegan melepaskan Kaldera dan kembali menyerah pada urusan percintaan dalam hidupnya?

Raegan sekarang belum memiliki jawaban tersebut. Raegan kembali memberikan ketakutan pada Kaldera dan mama, dua orang yang begitu ia cintai. Malam ini ketika mereka tengah tidur dengan nyaman di rumah, sekitar pukul 1 malam tiba-tiba rumah mereka dibobol orang sekelompok orang.

Raegan segera meminta Indri dan Kaldera untuk keluar melalui pintu belakang. Di sana telah ada dua orang bodyguard yang menunggu mereka dan akan mengamankan keduanya. Mereka harus segera pergi dari rumah. Rumah pun bahkan sudah bukan menjadi tempat yang aman.

Seperti yang sudah-sudah, Kaldera dan Indri tampak khawatir. Raegan berusaha meyakini keduanya bahwa ia akan segera membereskan masalah tersebut, yang terpenting sekarang adalah keselamatan Indri dan Kaldera karena mereka adalah kelemahan bagi Raegan. Seorang lawan pasti akan menyerang titik lemah lawannya, bukankah begitu? Indri telah masuk ke mobil lebih dulu, tapi rupanya Kaldera malah berbalik dan kembali menghampiri Raegan.

“Mas, kamu—”

“Kal, kamu pergi sekarang ya,” Raegan menyela ucapan Kaldera dan memintanya untuk segera pergi dengan mobil itu.

Terdengar suara langkah kaki dan barang-barang pecah yang dijatuhkan ke lantai dari arah rumah bagian dalam. Di halaman belakang rumah itu, Raegan mendapati tatapan penuh ketakutan bercampur khawatir di wajah gadis yang dicintainya.

Raegan segera meraih tangan Kaldera dan menggenggamnya. Raegan menatap Kaldera lekat-lekat, lalu itu mengusapkan ibu jarinya di punggung tangan itu. “Aku janji semuanya akan baik-baik aja.” Raegan tahu apa yang dikatakannya adalah hanya sebatas pengharapan, bukannya sebuah janji yang sungguh-sungguh.

Kaldera masih menatap Raegan, gadis itu tidak mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sampai akhirnya Raegan meraih tangan Kaldera, tapi kali ini Raegan menggenggamnya untuk membawa Kaldera segera memasuki mobil. Setelah mengatakan sesuatu pada Arjuna soal lokasi tujuan untuk Indri dan Kaldera, kaca mobil pun segera di tutup.

Begitu mobil mulai berjalan, dari kaca di sisi kiri Raegan masih mendapati Kaldera yang tidak melepaskan tatapannya darinya. Raegan sengaja mengalihkan tatapannya ke arah lain. Semakin ia melihat mata itu, maka akan semakin sulit bagi Raegan untuk membiarkan Kaldera pergi darinya.

***

Sekretaris Satrio yang bernama Hermawan serta Erwin yang merupakan pengacara keluarga mereka, baru saja kembali dari kantor kejaksaan. Jaksa yang secara sembunyi-sembunyi diminta Satrio untuk menyelidiki kasus sabotase data, telah menemukan bukti kalau data administrasi negara yang disabotase digunakan untuk kepentingan Mahkamah Agung. Selain itu mereka menemukan kalau duplikat datanya ditemukan di kantor Mahkamah Agung.

Raegan tadinya ingin pergi ke kantor kejaksaan juga, tapi Satrio melarangnya untuk ke sana. Maka dari itu di sinilah Raegan sekarang, di kediaman Satrio.

“Raegan, untuk urusan dengan kejaksaan, tolong jangan gunakan cara kamu.”

“Maksud Papa?” tanya Raegan.

“Papa tau kamu bisa melakukannya. Tapi ini ranah hukum, Raegan.”

“Apa papa percaya sama orang kejaksaan itu?”

Satrio terdiam tidak dapat segera menjawab pertanyaan Raegan.

“Lantas apa yang ingin kamu lakukan?” Satrio justru malah melempar pertanyaan balik pada Raegan.

“Sekarang situasi kita semua udah nggak aman, Pah. Kemarin malam rumah dibobol,” terang Raegan. Seketika Satrio membelalakkan matanya dan tampak kekhawatiran di wajah pria paruh baya itu.

“Raegan yakin kalau sindikat Leonel cukup luas. Sekarang sulit bagi kita untuk percaya sama orang luar, termasuk orang-orang lembaga hukum itu sendiri. Jadi tolong Pah, tolong izinin Raegan untuk pakai cara Raegan sendiri. Papa tolong bantu diakhir nanti. Papa dapat memastikan Leonel dan orang dari lembaga hukum yang bersindikat dengannya akan merasakan hukum itu sendiri, sebagaimana seharusnya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Ketika Raegan sampai di rumah, pria itu lekas mempercepat langkahnya kala melihat bahwa lampu di ruang tamu masih menyala. Rupanya begitu sampai di ruang tamu, Raegan mendapati Kaldera berada di sana.

Raegan lantas melirik jam di dinding, jarum pendek dan jarum panjangnya sama-sama menunjuk ke angka 12. “Kamu kenapa belum tidur?” tanya Raegan sembari berjalan menghampiri Kaldera.

Kaldera bukannya menjawab pertanyaan Raegan, tapi fokusnya justru tertuju pada wajah Raegan yang terluka.

“Kamu tunggu di sini, aku ambil kotak obat dulu buat obatin luka kamu,” tutur Kaldera. Detik berikutnya Kaldera sudah beranjak dari hadapan Raegan. Raegan lantas mengambil tempat di sofa dan menunggu Kaldera kembali.

Tidak beberapa lama ketika ldera kembali, perempuan itu segera menyiapkan peralatan untuk mengobati luka di wajah Raegan. Ada juga di dekat bibir Raegan yang lumayan parah, jadi ketika Kaldera mentotolkan kasa di ujung bibir itu, Raegan meringis pelan dan menjauhkan wajahnya dari Kaldera.

“Tahan sebentar aja yaa,” tutur Kaldera.

Raegan mengangguk pelan dan menurut saja, ia mendekatkan kemabli wajahnya dan membiarkan Kaldera melanjutkan kegiatannya. Selama Kaldera mengobatinya, Raegan justru keasyikan memandangi wajah Kaldera yang berjarak cukup dekat dengannya.

“Kamu nggak penasaran sama hasilnya?” tanya Raegan.

“Hasil apa?” Kaldera masih fokus mengobati luka itu, jadi ia tidak melihat Raegan yang rupanya tengah menahan senyumannya.

“Soal Aquiver yang bobol markas Tacenda,” ujar Raegan lagi.

“Ohh soal itu. Emang gimana Mas hasilnya?” tanya Kaldera yang kini telah bersitatap dengan Raegan. Terlihat pancaran sendu dari mata Raegan, jadi Kaldera menebak mungkin hasilnya belum berakhir dengan baik.

“Mas, apapun itu hasilnya, jangan terlalu kecewa apalagi sampai nyalahin diri kamu sendiri.” Kaldera kini telah selesai mengobati luka Raegan, perempuan itu lantas bergegas merapikan peralatan yang digunakannya dan memasukkannya kembali satu persatu ke dalam kotak obat.

“Kal, aku belum berhasil menemukan Leonel ataupun sesuatu yang bisa membuktikan perbuatannya yang mesabotase dokumen negara. Aku baru bisa melumpuhkan anggota Leonel dan bisnis ilegalnya satu persatu,” ungkap Raegan. Raegan menceritakan bahwa kedepannya masih banyak hal yang perlu ia dan Aquiver lakukan. Ini belum ada apa-apanya. Mungkin akan banyak rasa khawatir, kecewa, sedih, maupun rasa takut yang akan Raegan berikan kepada Kaldera.

Setelah obrolan yang cukup mendalam dan serius itu berakhir, Kaldera meminta Raegan untuk segera beristirahat. Mereka akhirnya berjalan bersisian menuju ke kamar. Raegan berterimakasih pada Kaldera karena telah mengobati lukanya.

Letak kamar Kaldera berada tidak jauh dari kamar Raegan, jadi Raegan menunggu Kaldera sampai gadis itu masuk ke kamarnya lebih dulu. Setelah memastikan Kaldera memasuki kamarnya, Raegan baru berjalan menuju kamarnya.

Raegan masih merasakan sedikit nyeri di lukanya, tapi rasa sakit itu seperti teralihkan oleh perasaan gembira di dalam hatinya. Selama Raegan menjadi seorang mafia, belum pernah ia sebahagia ini ketika mendapatkan luka di wajahnya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Markas Aquiver

Mafia merupakan perkumpulan rahasia yang pekerjaannya bergerak di bidang kejahatan atau dikenal dengan kriminal. Mafia melakukan perlindungan ilegal, pengorganisasian kejahatan, menangani perselisihan antar kriminal, ataupun melakukan penegakan hukum sendiri. Beberapa kelompok mafia juga disebut turut menjalankan bisnis, guna memutar uang mereka dan menambah pundi-pundi organisasi. Sindikat mafia biasanya membuka sampingan praktik bisnis sah untuk mencuci keuntungan dari kejahatan-kejahatan mereka.

Selesai membaca cuplikan artikel tersebut, Raegan meletakkan ipad-nya di atas meja. Raegan baru saja membuka internet dan tiba-tiba pikirannya memerintahkannya mencari definisi tentang mafia. Apa yang baru saja dilakukannya? Raegan pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

“Ngapain lo?” suara tersebut menginterupsi Raegan. Raegan mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan Romeo yang baru saja melenggang masuk ke ruang kerjanya.

“Anak-anak udah pada dateng tuh. Katanya hari ini lo mau bahas misi khusus dari tim yang udah kita bentuk kemarin kan,” Romeo berucap lagi.

“Lo lagi banyak pikiran? Tentang apa emangnya?” seperti biasa Romeo bertindak seperti cenayang bagi Raegan.

Nothing,” ujar Raegan sembari beranjak dari kursinya. Namun saat Raegan akan berjalan melewati Romeo, pria itu menahannya. Raegan menatap Romeo dengan ekspresi datarnya, mengisyaratkan agar Romeo segera menyingkir dari hadapannya.

“Ini tentang misi khusus yang akan kita lakukan?” tanya Romeo. Kalau Raegan keras kepala, maka Romeo adalah si lelaki pantang menyerah.

Raegan lalu menghela napasnya dengan sedikit kasar, lalu pria itu mengangguk sekali.

“Apa ada masalah? Kayaknya kemarin lo semangat banget soal rencana ini.”

“Gue cuma takut soal satu hal,” aku Raegan akhirnya.

“Nggak mungkin kan lo takut sama musuh kita si Leonel itu? Yang bener aja,” Romeo tampak tidak percaya.

“Bukan itu. Gue takut soal pekerjaan yang selama ini kita lakukan. Lo tau yang namanya hukum alam dan karma, kan? Kita emang ngelakuin misi kali ini untuk mengungkap kebusukan Leonel. Tapi nggak munafik kalau kita sama seperti dia. We do the same thing. We are criminal, the fact and the history will never change,” ujar Raegan panjang lebar.

“Lo kenapa deh tiba-tiba jadi gini,” Romeo menatap Raegan dengan tatapan tidak percayanya.

“Lo tau, gue ingin punya kehidupan yang normal,” ucap Raegan. Pandangan Raegan beralih dari Romeo, kini pria itu menatap pemandangan luar dari kaca jendela besar di ruangan itu. “Gue khawatir semua yang pernah gue lakuin sebelumnya akan jadi karma. Bukan untuk gue aja, tapi untuk keluarga kecil yang kelak gue, lo, Barra, dan Calvin akan bangun bersama orang yang kita cintai. Semuanya emang udah terlanjur terjadi, tapi gue terlalu takut akan masa depan gue sendiri.”

Romeo seketika bungkam setelah mendengar penuturan Raegan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah seorang penjahat, yang jauh tidak berbeda dengan Leonel. Ini bukan soal tentang penyesalan semata, tapi lebih besar dari pada itu. Mereka sudah terlanjur berkecimpung di dunia kriminal ini, dan ketakutan terbesar adalah karma dari perbuatan dari masa lalu yang akan terus menghantui masa depan.

***

Raegan telah memilih beberapa orang anggota Aquiver untuk menjalankan sebuah misi khusus. Mereka akan membobol markas Leonel dengan tujuan mendapatkan Leonel hidup-hidup. Mereka telah menyusun rencana dengan matang, mulai dari strategi yang akan digunakan, lokasi sasaran misi, serta persenjataan yang diperlukan saat nanti menjalankan misi.

Beberapa orang yang telah dibagi ke dalam tim akan membobol markas Tacenda dan menemukan Leonel yang selama ini berhasil kabur dari kejaran polisi. Satu minggu sebelumnya para anggota tim telah dilatih agar siap ketika melakukan eksekusi.

Di sini lah mereka saat ini, tidak jauh dari posisi sasaran mereka dan masih memantau keadaan. Tim pertama telah memasuki markas Tacenda melalui pintu belakang, sementara tim kedua bertugas mengawasi keadaan sekitar sampai tim pertama lolos masuk.

Beberapa hari sebelumnya tim yang berisi Raegan, Calvin, Alaric, dan Gifari telah berhasil melumpuhkan satu persatu bisnis illegal yang miliki Leonel. Kehancuran Tacenda sudah dapat diprediksi, akan tetapi semuanya terasa percuma jika mereka tidak mendapatkan Leonel hidup-hidup.

Tim Raegan kini telah dengan mulus berhasil memasuki markas. Pertarungan terjadi cukup sengit, sebagian anggota telah terluka, tapi ini bahkan belum apa-apa. Anggota Raegan bergerak menahan orang-orang Leonel yang akan memukuli bos mereka. Setelah pertarungan yang cukup sulit itu, Raegan dan Calvin akhirnya berhasil lolos dan akan melanjutkan perjalanan mereka mencari Leonel.

BUGH!!

Raegan menoleh ke belakangnya begitu mendengar suara hantaman yang cukup kuat. Matanya menatap ke arah seorang anggota Leonel yang baru saja memukul Calvin hingga pria itu tersungkur.

“Jangan pikirin gue, lo lanjut aja,” ujar Calvin dengan suaranya yang terdengar sedikit parau.

“Calvin, gue nggak akan lama. Romeo akan nolong lo sebentar lagi.” Itu yang Raegan ucapkan sebelum ia segera pergi dari hadapan Calvin. Tepat saat anggota Leonel akan menyusul Raegan, Calvin dengan sisa kekuatannya mencoba bangkit dan langsung melayangkan bogem mentah ke arah lelaki tersebut.

Calvin meraih kerah kemeja pria itu, lalu kembali memukulinya dengan brutal. Saat Calvin akan mengeluarkan senjata tajam dari saku celananya dan akan melayangkannya pada lelaki di hadapannya, seseorang seketika menahan aksinya.

Orang itu adalah Romeo. Romeo langsung menjatuhkan pisau itu dan lekas menghabisi anggota Leonel dengan tangannya sendiri.

“Kenapa lo jatuhin pisaunya?!” ucap Calvin nampak tidak terima.

Detik setelahnya Barra datang menemui Calvin dan Romeo. Romeo masih brutal memukuli pria yang sudah hampir sekarat di tangannya itu.

Please, kali ini aja. Jangan pakai senjata tajam atau senjata tembak,” ujar Romeo.

“Lo udah gila ya, Rom? Mereka pakai senjata, masa kita enggak,” ucap Calvin.

“Tanpa senjata kita bisa menang. Buktiin itu.”

“Udah, udah. Raegan di mana sekarang? Mending kita susul dia,” Barra menengahi perdebatan yang terjadi antara Romeo dan Calvin.

“Inget, kita ini tim. Kita nggak punya waktu untuk hal kayak gini. Ayo kita susul Raegan, dia pasti butuh bantuan kita,” tukas Barra.

Barra berjalan lebih dulu, tapi Calvin dan Romeo masih saling menatap dengan pandangan saling menghunus.

“Lo nggak takut sama yang namanya karma?” tanya Romeo.

“Bro, sejak kapan mafia punya hati yang lemah kayak lo gini?” Setelah mengatakannya, Calvin berlalu lebih dulu dari sana.

Romeo masih diam di tempatnya. Suatu saat Romeo hanya berharap bahwa dirinya, Raegan, Barra, Calvin dan anggota mereka lainnya tidak mendapatkan karma itu. Meski rasanya nihil, tapi masih bolehkah Romeo memiliki keinginan untuk hidup normal seperti yang dikatakan Raegan tempo hari?

***

Leonel

Leonel melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan yang berada di rumah besar itu. Begitu sampai, Leonel meraih gagang pintu dan membuka pintu itu. Leonel mendapati sosok pria berusia 57 tahun di sana. Pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya ketiak melihat Leonel, lalu satu tangannya meraih gelas berisi minuman anggur merah dari atas meja.

Abbas Pasha

Leonel menghampiri pria yang menatapnya dengan tatapan tajam. Pria itu meneguk minuman di gelasnya dan dengan satu kali tegukan, minuman itu akhirnya tandas.

“Selama ini kamu telah dididik untuk menjadi mafia yang cerdas dan handal. Tapi apa yang baru saja terjadi?” pria itu memutari mejanya dan kini berada tepat di hadapan Leonel.

“Markas kamu dibobol oleh Raegantara dan anggotanya. Dia menyerang bisnis ilegal kamu satu persatu dan menghabisi anak buah kamu,” ujar pria itu lagi.

“Leonel, kamu telah membuat Papa muak!” ucapnya dengan penuh penekanan. Pria yang tengah berbicara dengan Leonel itu melepaskan kacamata dari batang hidungnya dan menggenggam dengan erat benda tersebut, hingga tampaknya kacamata tidak bersalah itu bisa hancur di tangannya sebentar lagi.

“Kamu dengarkan apa yang akan Papa katakan sama kamu,” ucap lelaki itu yang diketahui adalah Abbas Pasha, sang ketua Mahkamah Agung.

Leonel lantas mengangkat wajahnya yang sebelumnya tertunduk, ia menatap pria yang selama ini berada di balik apa yang dilakukannya.

“Sesuai dengan tujuan awal kita, Papa ingin kamu melakukan tugas utama,” ujar Abbas.

“Baik, Pah. Leonel akan melakukan itu,” jawab Leonel.

“Saat kamu melakukannya, pastikan tidak ada bukti yang tertinggal atau kecacatan dalam misi itu. Setelah itu, kamu harus pergi ke luar negeri untuk sementara waktu, untuk menghindari semuanya terungkap. Nama baik keluarga kita dan jabatan Papa, jangan sampai kamu mengotorinya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Markas Aquiver

Mafia merupakan perkumpulan rahasia yang pekerjaannya bergerak di bidang kejahatan atau dikenal dengan kriminal. Mafia melakukan perlindungan ilegal, pengorganisasian kejahatan, menangani perselisihan antar kriminal, ataupun melakukan penegakan hukum sendiri. Beberapa kelompok mafia juga disebut turut menjalankan bisnis, guna memutar uang mereka dan menambah pundi-pundi organisasi. Sindikat mafia biasanya membuka sampingan praktik bisnis sah untuk mencuci keuntungan dari kejahatan-kejahatan mereka.

Selesai membaca cuplikan artikel tersebut, Raegan meletakkan ipad-nya di atas meja. Raegan baru saja membuka internet dan tiba-tiba pikirannya memerintahkannya mencari definisi tentang mafia. Apa yang baru saja dilakukannya? Raegan pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

“Ngapain lo?” suara tersebut menginterupsi Raegan. Raegan mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan Romeo yang baru saja melenggang masuk ke ruang kerjanya.

“Anak-anak udah pada dateng tuh. Katanya hari ini lo mau bahas misi khusus dari tim yang udah kita bentuk kemarin kan,” Romeo berucap lagi.

“Lo lagi banyak pikiran? Tentang apa emangnya?” seperti biasa Romeo bertindak seperti cenayang bagi Raegan.

Nothing,” ujar Raegan sembari beranjak dari kursinya. Namun saat Raegan akan berjalan melewati Romeo, pria itu menahannya. Raegan menatap Romeo dengan ekspresi datarnya, mengisyaratkan agar Romeo segera menyingkir dari hadapannya.

“Ini tentang misi khusus yang akan kita lakukan?” tanya Romeo. Kalau Raegan keras kepala, maka Romeo adalah si lelaki pantang menyerah.

Raegan lalu menghela napasnya dengan sedikit kasar, lalu pria itu mengangguk sekali.

“Apa ada masalah? Kayaknya kemarin lo semangat banget soal rencana ini.”

“Gue cuma takut soal satu hal,” aku Raegan akhirnya.

“Nggak mungkin kan lo takut sama musuh kita si Leonel itu? Yang bener aja,” Romeo tampak tidak percaya.

“Bukan itu. Gue takut soal pekerjaan yang selama ini kita lakukan. Lo tau yang namanya hukum alam dan karma, kan? Kita emang ngelakuin misi kali ini untuk mengungkap kebusukan Leonel. Tapi nggak munafik kalau kita sama seperti dia. We do the same thing. We are criminal, the fact and the history will never change,” ujar Raegan panjang lebar.

“Lo kenapa deh tiba-tiba jadi gini,” Romeo menatap Raegan dengan tatapan tidak percayanya.

“Lo tau, gue ingin punya kehidupan yang normal,” ucap Raegan. Pandangan Raegan beralih dari Romeo, kini pria itu menatap pemandangan luar dari kaca jendela besar di ruangan itu. “Gue khawatir semua yang pernah gue lakuin sebelumnya akan jadi karma. Bukan untuk gue aja, tapi untuk keluarga kecil yang kelak gue, lo, Barra, dan Calvin akan bangun bersama orang yang kita cintai. Semuanya emang udah terlanjur terjadi, tapi gue terlalu takut akan masa depan gue sendiri.”

Romeo seketika bungkam setelah mendengar penuturan Raegan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah seorang penjahat, yang jauh tidak berbeda dengan Leonel. Ini bukan soal tentang penyesalan semata, tapi lebih besar dari pada itu. Mereka sudah terlanjur berkecimpung di dunia kriminal ini, dan ketakutan terbesar adalah karma dari perbuatan dari masa lalu yang akan terus menghantui masa depan.

***

Raegan telah memilih beberapa orang anggota Aquiver untuk menjalankan sebuah misi khusus. Mereka akan membobol markas Leonel dengan tujuan mendapatkan Leonel hidup-hidup. Mereka telah menyusun rencana dengan matang, mulai dari strategi yang akan digunakan, lokasi sasaran misi, serta persenjataan yang diperlukan saat nanti menjalankan misi.

Beberapa orang yang telah dibagi ke dalam tim akan membobol markas Tacenda dan menemukan Leonel yang selama ini berhasil kabur dari kejaran polisi. Satu minggu sebelumnya para anggota tim telah dilatih agar siap ketika melakukan eksekusi.

Di sini lah mereka saat ini, tidak jauh dari posisi sasaran mereka dan masih memantau keadaan. Tim pertama telah memasuki markas Tacenda melalui pintu belakang, sementara tim kedua bertugas mengawasi keadaan sekitar sampai tim pertama lolos masuk.

Beberapa hari sebelumnya tim yang berisi Raegan, Calvin, Alaric, dan Gifari telah berhasil melumpuhkan satu persatu bisnis illegal yang miliki Leonel. Kehancuran Tacenda sudah dapat diprediksi, akan tetapi semuanya terasa percuma jika mereka tidak mendapatkan Leonel hidup-hidup.

Tim Raegan kini telah dengan mulus berhasil memasuki markas. Pertarungan terjadi cukup sengit, sebagian anggota telah terluka, tapi ini bahkan belum apa-apa. Anggota Raegan bergerak menahan orang-orang Leonel yang akan memukuli bos mereka. Setelah pertarungan yang cukup sulit itu, Raegan dan Calvin akhirnya berhasil lolos dan akan melanjutkan perjalanan mereka mencari Leonel.

BUGH!!

Raegan menoleh ke belakangnya begitu mendengar suara hantaman yang cukup kuat. Matanya menatap ke arah seorang anggota Leonel yang baru saja memukul Calvin hingga pria itu tersungkur.

“Jangan pikirin gue, lo lanjut aja,” ujar Calvin dengan suaranya yang terdengar sedikit parau.

“Calvin, gue nggak akan lama. Romeo akan nolong lo sebentar lagi.” Itu yang Raegan ucapkan sebelum ia segera pergi dari hadapan Calvin. Tepat saat anggota Leonel akan menyusul Raegan, Calvin dengan sisa kekuatannya mencoba bangkit dan langsung melayangkan bogem mentah ke arah lelaki tersebut.

Calvin meraih kerah kemeja pria itu, lalu kembali memukulinya dengan brutal. Saat Calvin akan mengeluarkan senjata tajam dari saku celananya dan akan melayangkannya pada lelaki di hadapannya, seseorang seketika menahan aksinya.

Orang itu adalah Romeo. Romeo langsung menjatuhkan pisau itu dan lekas menghabisi anggota Leonel dengan tangannya sendiri.

“Kenapa lo jatuhin pisaunya?!” ucap Calvin nampak tidak terima.

Detik setelahnya Barra datang menemui Calvin dan Romeo. Romeo masih brutal memukuli pria yang sudah hampir sekarat di tangannya itu.

Please, kali ini aja. Jangan pakai senjata tajam atau senjata tembak,” ujar Romeo.

“Lo udah gila ya, Rom? Mereka pakai senjata, masa kita enggak,” ucap Calvin.

“Tanpa senjata kita bisa menang. Buktiin itu.”

“Udah, udah. Raegan di mana sekarang? Mending kita susul dia,” Barra menengahi perdebatan yang terjadi antara Romeo dan Calvin.

“Inget, kita ini tim. Kita nggak punya waktu untuk hal kayak gini. Ayo kita susul Raegan, dia pasti butuh bantuan kita,” tukas Barra.

Barra berjalan lebih dulu, tapi Calvin dan Romeo masih saling menatap dengan pandangan saling menghunus.

“Lo nggak takut sama yang namanya karma?” tanya Romeo.

“Bro, sejak kapan mafia punya hati yang lemah kayak lo gini?” Setelah mengatakannya, Calvin berlalu lebih dulu dari sana.

Romeo masih diam di tempatnya. Suatu saat Romeo hanya berharap bahwa dirinya, Raegan, Barra, Calvin dan anggota mereka lainnya tidak mendapatkan karma itu. Meski rasanya nihil, tapi masih bolehkah Romeo memiliki keinginan untuk hidup normal seperti yang dikatakan Raegan tempo hari?

***

Leonel

Leonel melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan di rumah besar itu. Begitu akhirnya tangannya meraih gagang pintu dan membuka pintu itu, seketika Leonel mendapati sosok pria berusia 57 tahun di sana. Pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya. lalu satu tangannya meraih gelas berisi minuman anggur merah dari atas meja.

Abbas Pasha

Leonel menghampiri pria yang kini menatapnya dengan tatapan tajam. Pria itu lantas meneguk minuman di gelasnya dan dengan satu kali tegukan, minuman itu telah tandas.

“Selama ini kamu telah dididik untuk menjadi mafia yang cerdas dan handal. Tapi apa yang baru aja terjadi?” pria itu memutari mejanya dan kini berada tepat di hadapan Leonel.

“Markas kamu dibobol oleh Raegantara dan anggotanya. Dia menyerang bisnis ilegal kamu satu persatu dan menghabisi anak buah kamu,” ujar pria itu lagi.

“Leonel, kamu telah membuat Papa muak!” ucapnya dengan penuh penekanan. Pria yang tengah berbicara dengan Leonel itu melepaskan kacamata dari batang hidungnya dan menggenggam dengan erat benda tersebut, hingga tampaknya kacamata tidak bersalah itu bisa hancur di tangannya sebentar lagi.

“Kamu dengarkan apa yang akan Papa katakan sama kamu,” ucap lelaki itu yang diketahui adalah Abbas Pasha, sang ketua Mahkamah Agung.

Leonel lantas mengangkat wajahnya yang sebelumnya tertunduk, ia menatap pria yang selama ini berada di balik apa yang dilakukannya.

“Sesuai dengan tujuan awal kita, Papa ingin kamu melakukan tugas utama,” ujar Abbas.

“Baik, Pah. Leonel akan melakukan itu,” jawab Leonel.

“Saat kamu melakukannya, pastikan tidak ada bukti yang tertinggal atau kecacatan dalam misi itu. Setelah itu, kamu harus pergi ke luar negeri untuk sementara waktu, untuk menghindari semuanya terungkap. Nama baik keluarga kita dan jabatan Papa, jangan sampai kamu mengotorinya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Markas Aquiver

Mafia merupakan perkumpulan rahasia yang pekerjaannya bergerak di bidang kejahatan atau dikenal dengan kriminal. Mafia melakukan perlindungan ilegal, pengorganisasian kejahatan, menangani perselisihan antar kriminal, ataupun penegakan hukum sendiri. Beberapa kelompok mafia juga disebut turut menjalankan bisnis guna memutar uang mereka dan menambah pundi-pundi organisasi. Sindikat mafia biasanya membuka sampingan praktik bisnis sah untuk mencuci keuntungan dari kejahatan-kejahatan mereka.

Selesai membaca cuplikan artikel tersebut, Raegan meletakkan ipad-nya di atas meja. Raegan baru saja membuka internet dan tiba-tiba pikirannya memerintahkannya mencari definisi tentang mafia. Apa yang baru saja dilakukannya? Raegan pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

“Ngapain lo?” suara tersebut menginterupsi Raegan. Raegan mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan Romeo yang baru saja melenggang masuk ke ruang kerjanya.

“Anak-anak udah pada dateng tuh. Katanya hari ini lo mau bahas misi khusus dari tim yang udah kita bentuk kemarin kan,” Romeo berucap lagi.

“Lo lagi banyak pikiran? Tentang apa emangnya?” seperti biasa Romeo bertindak seperti cenayang bagi Raegan.

Nothing,” ujar Raegan sembari beranjak dari kursinya. Namun saat Raegan akan berjalan melewati Romeo, pria itu menahannya. Raegan menatap Romeo dengan ekspresi datarnya, mengisyaratkan agar Romeo segera menyingkir dari hadapannya.

“Ini tentang misi khusus yang akan kita lakukan?” tanya Romeo. Kalau Raegan keras kepala, maka Romeo adalah si lelaki pantang menyerah.

Raegan lalu menghela napasnya dengan sedikit kasar, lalu pria itu mengangguk sekali.

“Apa ada masalah? Kayaknya kemarin lo semangat banget soal rencana ini.”

“Gue cuma takut soal satu hal,” aku Raegan akhirnya.

“Nggak mungkin kan lo takut sama musuh kita si Leonel itu? Yang bener aja,” Romeo tampak tidak percaya.

“Bukan itu. Gue takut soal pekerjaan yang selama ini kita lakukan. Lo tau yang namanya hukum alam dan karma, kan? Kita emang ngelakuin misi kali ini untuk mengungkap kebusukan Leonel. Tapi nggak munafik kalau kita sama seperti dia. We do the same thing. We are criminal, the fact and the history will never change,” ujar Raegan panjang lebar.

“Lo kenapa deh tiba-tiba jadi gini,” Romeo menatap Raegan dengan tatapan tidak percayanya.

“Lo tau, gue ingin punya kehidupan yang normal,” ucap Raegan. Pandangan Raegan beralih dari Romeo, kini pria itu menatap pemandangan luar dari kaca jendela besar di ruangan itu. “Gue khawatir semua yang pernah gue lakuin sebelumnya akan jadi karma. Bukan untuk gue aja, tapi untuk keluarga kecil yang kelak gue, lo, Barra, dan Calvin akan bangun bersama orang yang kita cintai. Semuanya emang udah terlanjur terjadi, tapi gue terlalu takut akan masa depan gue sendiri.”

Romeo seketika bungkam setelah mendengar penuturan Raegan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah seorang penjahat, yang jauh tidak berbeda dengan Leonel. Ini bukan soal tentang penyesalan semata, tapi lebih besar dari pada itu. Mereka sudah terlanjur berkecimpung di dunia kriminal ini, dan ketakutan terbesar adalah karma dari perbuatan dari masa lalu yang akan terus menghantui masa depan.

***

Raegan telah memilih beberapa orang anggota Aquiver untuk menjalankan sebuah misi khusus. Mereka akan membobol markas Leonel dengan tujuan mendapatkan Leonel hidup-hidup. Mereka telah menyusun rencana dengan matang, mulai dari strategi yang akan digunakan, lokasi sasaran misi, serta persenjataan yang diperlukan saat nanti menjalankan misi.

Beberapa orang yang telah dibagi ke dalam tim akan membobol markas Tacenda dan menemukan Leonel yang selama ini berhasil kabur dari kejaran polisi. Satu minggu sebelumnya para anggota tim telah dilatih agar siap ketika melakukan eksekusi.

Di sini lah mereka saat ini, tidak jauh dari posisi sasaran mereka dan masih memantau keadaan. Tim pertama telah memasuki markas Tacenda melalui pintu belakang, sementara tim kedua bertugas mengawasi keadaan sekitar sampai tim pertama lolos masuk.

Beberapa hari sebelumnya tim yang berisi Raegan, Calvin, Alaric, dan Gifari telah berhasil melumpuhkan satu persatu bisnis illegal yang miliki Leonel. Kehancuran Tacenda sudah dapat diprediksi, akan tetapi semuanya terasa percuma jika mereka tidak mendapatkan Leonel hidup-hidup.

Tim Raegan kini telah dengan mulus berhasil memasuki markas. Pertarungan terjadi cukup sengit, sebagian anggota telah terluka, tapi ini bahkan belum apa-apa. Anggota Raegan bergerak menahan orang-orang Leonel yang akan memukuli bos mereka. Setelah pertarungan yang cukup sulit itu, Raegan dan Calvin akhirnya berhasil lolos dan akan melanjutkan perjalanan mereka mencari Leonel.

BUGH!!

Raegan menoleh ke belakangnya begitu mendengar suara hantaman yang cukup kuat. Matanya menatap ke arah seorang anggota Leonel yang baru saja memukul Calvin hingga pria itu tersungkur.

“Jangan pikirin gue, lo lanjut aja,” ujar Calvin dengan suaranya yang terdengar sedikit parau.

“Calvin, gue nggak akan lama. Romeo akan nolong lo sebentar lagi.” Itu yang Raegan ucapkan sebelum ia segera pergi dari hadapan Calvin. Tepat saat anggota Leonel akan menyusul Raegan, Calvin dengan sisa kekuatannya mencoba bangkit dan langsung melayangkan bogem mentah ke arah lelaki tersebut.

Calvin meraih kerah kemeja pria itu, lalu kembali memukulinya dengan brutal. Saat Calvin akan mengeluarkan senjata tajam dari saku celananya dan akan melayangkannya pada lelaki di hadapannya, seseorang seketika menahan aksinya.

Orang itu adalah Romeo. Romeo langsung menjatuhkan pisau itu dan lekas menghabisi anggota Leonel dengan tangannya sendiri.

“Kenapa lo jatuhin pisaunya?!” ucap Calvin nampak tidak terima.

Detik setelahnya Barra datang menemui Calvin dan Romeo. Romeo masih brutal memukuli pria yang sudah hampir sekarat di tangannya itu.

Please, kali ini aja. Jangan pakai senjata tajam atau senjata tembak,” ujar Romeo.

“Lo udah gila ya, Rom? Mereka pakai senjata, masa kita enggak,” ucap Calvin.

“Tanpa senjata kita bisa menang. Buktiin itu.”

“Udah, udah. Raegan di mana sekarang? Mending kita susul dia,” Barra menengahi perdebatan Romeo dan Calvin itu.

“Kita ini tim. Kita nggak punya waktu untuk hal kayak gini. Ayo kita susul Raegan, dia pasti butuh bantuan kita,” tukas Barra.

Barra berjalan lebih dulu, tapi Calvin dan Romeo masih saling menatap dengan pandangan saling menghunus.

“Lo nggak takut sama yang namanya karma?” tanya Romeo.

“Bro, sejak kapan mafia punya hati yang lemah kayak lo gini?” Setelah mengatakannya, Calvin berlalu lebih dulu dari sana.

Romeo masih diam di tempatnya. Suatu saat Romeo hanya berharap bahwa dirinya, Raegan, Barra, Calvin dan anggota mereka lainnya tidak mendapatkan karma itu. Meski rasanya nihil, tapi masih bolehkah Romeo memiliki keinginan untuk hidup normal seperti yang dikatakan Raegan tempo hari?

***

Leonel

Leonel melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan di rumah besar itu. Begitu akhirnya tangannya meraih gagang pintu dan membuka pintu itu, seketika Leonel mendapati sosok pria berusia 57 tahun di sana. Pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya. lalu satu tangannya meraih gelas berisi minuman anggur merah dari atas meja.

Abbas Pasha

Leonel menghampiri pria yang kini menatapnya dengan tatapan tajam. Pria itu lantas meneguk minuman di gelasnya dan dengan satu kali tegukan, minuman itu telah tandas.

“Selama ini kamu telah dididik untuk menjadi mafia yang cerdas dan handal. Tapi apa yang baru aja terjadi?” pria itu memutari mejanya dan kini berada tepat di hadapan Leonel.

“Markas kamu dibobol oleh Raegantara dan anggotanya. Dia menyerang bisnis ilegal kamu satu persatu dan menghabisi anak buah kamu,” ujar pria itu lagi.

“Leonel, kamu telah membuat Papa muak!” ucapnya dengan penuh penekanan. Pria yang tengah berbicara dengan Leonel itu melepaskan kacamata dari batang hidungnya dan menggenggam dengan erat benda tersebut, hingga tampaknya kacamata tidak bersalah itu bisa hancur di tangannya sebentar lagi.

“Kamu dengarkan apa yang akan Papa katakan sama kamu,” ucap lelaki itu yang diketahui adalah Abbas Pasha, sang ketua Mahkamah Agung.

Leonel lantas mengangkat wajahnya yang sebelumnya tertunduk, ia menatap pria yang selama ini berada di balik apa yang dilakukannya.

“Sesuai dengan tujuan awal kita, Papa ingin kamu melakukan tugas utama,” ujar Abbas.

“Baik, Pah. Leonel akan melakukan itu,” jawab Leonel.

“Saat kamu melakukannya, pastikan tidak ada bukti yang tertinggal atau kecacatan dalam misi itu. Setelah itu, kamu harus pergi ke luar negeri untuk sementara waktu, untuk menghindari semuanya terungkap. Nama baik keluarga kita dan jabatan Papa, jangan sampai kamu mengotorinya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Begitu banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak yang telah dikorbankan, mulai dari waktu, tenaga, bahkan air mata. Ini sudah pukul 10 malam. Raegan masih berada di markas The Ninety Seven karena harus mengurus beberapa hal terkait misi mereka menemukan buktinya. Dari waktu 60 hari yang merupakan keputusan presiden, kini tersisa 3 hari lagi. Raegan harus segera menemukan bukti untuk membebaskan papanya dari tuduhan itu.

Romeo dan Calvin baru saja tertidur di sofa ruang kerja yang ada di pojok ruangan, sementara Barra sedang mengambil minuman di dapur. Raegan bergerak sedikit dari posisi duduknya, ia mengambil sekotak rokok dari laci meja kerja. Tidak lama berselang, Barra kembali sambil membawa dua buah gelas yang telah diisi oleh bir dengan kadar alkohol rendah.

Barra lantas menyodorkan satu gelas di tangannya kepada Raegan. Raegan baru akan menerima gelas tersebut, tapi tangannya terhenti kala ponsel miliknya di atas meja berdering. Otomatis Barra juga melihat ke layar ponsel itu dan begitu ia membaca ID call yang tertera di sana, Barra seketika menatap Raegan dengan tatapan penuh selidiknya.

“Angkat aja dulu,” ucap Barra menyuruh Raegan mengangkat telfonnya. Raegan berdecak karena Barra tidak berniat pergi untuk memberinya ruang privasi.

Raegan akhirnya menjawab panggilan tersebut. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi memegang sebatang rokok yang sebelumnya telah sempat dihisapnya. “Halo … Kal?” ucap Raegan.

“Halo, Mas. Kamu masih di markas?” ujar sebuah suara fameliar yang terdengar begitu lembut dari ujung sana.

“Masih,” ucap Raegan. Barra yang mendengar jawaban singkat sahabatnya itu, langsung menghembuskan napas panjang dan ekspresi di wajahnya menunjukkan bahwa ia telah kehabisan kesabaran.

Dengan gerakan tangannya sebagai isyarat, Barra mengatakan pada Raegan kalau lelaki itu tidak boleh menjawab dengan terlalu singkat. Raegan yang tidak terlalu mengerti dengan yang dimaksudkan oleh Barra, maka Raegan hanya melakukannya sesuai dengan apa kata hatinya.

“Mas kamu pulang atau nginep di sana?” tanya Kaldera lagi.

“Kayaknya malam ini nggak pulang,” jawab Raegan.

“Ohh oke kalau gitu. Berarti aku minta tolong pak Ardi buat kunci gerbang ya.”

“Hmm.”

Baiklah, Bara sudah sangat pasrah dengan kedua orang itu. Barra lantas melenggang dari hadapan Raegan setelah meletakkan gelas berisi bir di atas meja.

“Ada siapa di situ Mas?” tanya Kaldera lagi.

“Oh tadi itu Barra, dia cuma lewat. Calvin sama Romeo udah tidur.”

“Oke. Yaudah Mas, aku tutup yaa telfonnya?”

“Kal, tunggu,” ucap Raegan menahan Kaldera mengakhiri telfonnya.

“Iya?”

“Aku mau bilang makasih sama kamu,” ujar Raegan.

“Makasih untuk?”

I’m hearing your voice, and I’m feel so much better. Thank you,” ucap Raegan. Setelah Raegan mengucapkannya, keduanya pun hanya terdiam. Lebih tepatnya Kaldera sendiri sedang berusaha menetralkan jantungnya yang berdebar cukup kencang melebihi debaran normal. Sementara Raegan justru memikirkan ucapannya dan tentang bagaimana tanggapan Kaldera. Apakah ucapannya terlalu cheesy? Argh, Raegan bisa gila kalau terus berpikir dan kepalanya serasa ingin pecah.

“Halo … Mas?” ujar Kaldera akhirnya. Raegan pun tersadar dari keterdiamannya dan segera menjawab.

“Hmm … ini udah malem dan besok kamu harus sekolah, kan?” Raegan sedikit merutuki ucapannya yang mana itu terdengar seperti ingin menghindari situasi canggung padahal situasi tersebut juga tercipta karena ulahnya sendiri.

“Oh iya bener, besok aku harus sekolah. Yaudah Mas aku tutup dulu ya telfonnya.”

Raegan pun mengiyakan dan menunggu Kaldera menutup sambungannya lebih dulu. Namun sebelum sambungan tersebut ditutup, Kaldera kembali mengatakan sesuatu pada Raegan. “Mas, sejauh ini kamu udah ngelakuin yang terbaik. Waktu penentuannya tiga hari lagi, aku tau kamu akan berusaha keras untuk bawa bukti itu ke pengadilan. Tapi satu hal yang perlu kamu tau, mama dan papa kamu jauh lebih khawatir sama kamu dibandingkan apa pun.”

I knew,” ujar Raegan pelan. Usai mengucapkannya, mereka sempat terdiam selama beberapa detik.

“Oke, aku tutup ya telfonnya. Jangan terlalu keras sama diri kamu, Mas. Kamu boleh istirahat saat kamu udah ngerasa capek. It’s totally oke.”

***

3 hari kemudian.

Keputusan pengadilan mengenai tuntutan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua Mahkamah Konstitusi akan keluar hari ini. Tepat di 60 hari setelah pemberhentian jabatan sementara dan masa tunggu tersebut akhirnya selesai, Satrio Malik Gumilar akan menerima keputusan tentang jabatannya.

Sidang putusan tersebut bersifat tertutup, artinya persidangan tidak boleh dihadiri oleh masyarakat umum dan hanya dapat dihadiri oleh pihak yang berperkara atau dalam kapasitas sebagai kuasa hukum.

“Sesuai dengan peraturan mahkamah konstitusi nomor 4 tahun 2012 tentang tata cara pemberhentian hakim konstitusi, sesuai pasal 8 tentang pelanggaran kode etik dan pedoman hakim konstitusi, hakim memutuskan pemberhentian dengan tidak hormat resmi dibatalkan,” ujar hakim itu.

“Atas keputusan pengadilan bahwa ketua Mahkamah Konstitusi tidak bersalah, tuntutan akan dibatalkan dan terdakwa berhak mendapatkan pemulihan nama baik,” terang hakim sebelum mengakhiri sidangnya.

Sidang yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam tersebut akhirnya telah selesai. Sebelum masa 60 hari tersebut, berhasil dibawa bukti kepada kejaksaan bahwa dokumen penting milik Mahkamah Konstitusi telah disabotase, jadi kekacaukan administrasi tersebut bukan disebabkan oleh Sekretaris Jenderal dan Panitera MK.

Usai sidang berakhir, Satrio di damping oleh sekretarisnya menemui seorang jaksa yang tadi ikut menghadiri persidangan tersebut.

“Sidangnya telah selesai, selamat atas pengembalian jabatan Anda, Pak Satrio,” ujar jaksa itu sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Satrio.

“Terima kasih,” balas Satrio.

“Pak Ferdi, saya ingin berdiskusi dengan Anda tentang suatu hal yang cukup penting. Apakah besok siang kita bisa membicarakannya?” tanya Satrio.

Ferdi nampak mengernyitkan alisnya. “Kalau boleh saya tahu lebih dulu, hal penting apa yang akan kita bicarakan ya, Pak?” tanya Ferdi.

“Ini tentang dokumen administrasi negara yang telah disabotase. Saya ingin mengusut kasus ini dengan hukum yang seadil-adilnya,” ujar Satrio.

“Saya rasa Anda bisa membicarakan hal tersebut pada Mahkamah Konstitusi karena ini termasuk masalah internal lembaga Anda, Pak,” ucap Ferdi yang sepertinya akan menolak permintaan yang diajukan Satrio.

Satrio lantas mengulaskan senyum lugasnya, lalu Satrio meminta sekretarisnya untuk menjelaskan mengapa ia memerlukan bantuan Ferdi terkait hal ini. “Pak Satrio telah memilih Anda untuk coba lebih dulu melihat kasus ini, Pak. Kemampuan Pak Ferdi selama menjadi jaksa selama ini sangat bagus dan ketua jarang sekali memutuskan hal seperti ini. Jadi tolong pertimbangkan permintaan ini ya Pak. Kami pamit dulu kalau begitu, permisi.”

***

“Saya datang ke sini karena ingin mengucapkan terima kasih secara langsung pada Raegan,” ujar Satrio yang kini tengah menatap Indri lurus-lurus.

“Indri, mungkin saya telah gagal menjadi papa yang baik untuk anak-anak kita. Tapi kamu tau, Raegan telah berhasil menjadi anak yang begitu berbakti pada orang tuanya.” Satrio mengungkapkannya. Kini rasanya baru ia menyadari kalau keluarga yang dulu ia miliki sangatlah berarti, tapi sekarang apa boleh buat semuanya sudah berbeda.

“Kamu tetap papanya anak-anak, perpisahan kita nggak akan mengubah fakta tersebut. Sudah seharusnya Raegan berbakti sama kamu,” ujar Indri diiringi senyum hangat yang tercetak di wajahnya.

Beberapa saat kemudian, kedatangan dua orang di ruang tamu rumah itu langsung memecah suasana hening antara Indri dan Satrio. Di dekat pintu masuk, Raegan dan Kaldera tengah menatap ke arah Indri dan Satrio. Saat kontak mata tersebut terputus, Raegan segera melangkah masuk ke dalam dan menyalami tangan Satrio. Aksi Raegan itu juga diikuti oleh Kaldera yang meski nampak canggung karena baru pertama kali gadis itu menyapa Satrio.

Lantas Indri dan Kaldera membiarkan Raegan dan Satrio berbicara empat mata. Mereka beralasan pergi ke dapur untuk menghangatkan makan malam yang baru saja dibeli oleh Kaldera dan Raegan.

“Kalau Papa berkenan, kita bisa sekalian makan malem bersama. Ini udah waktunya malam malam, kan? Gimana?” ujar Raegan membuka pembicarannya.

“Boleh, kita bisa makan malam bersama,” balas Satrio. Melalui tatapan pria paruh baya itu, ada pancaran kebahagiaan yang mungkin bagi sebagian orang makan bersama adalah hal yang sederhana. Namun konsep kebahagiaan seseorang tentunya berbeda-beda, bukan?

“Raegan, Papa ingin mengucapkan terima kasih ke kamu. Berkat bantuan kamu dan teman-teman kamu, Papa bisa bebas dari tuntutan pengadilan,” ujar Satrio.

Raegan terdiam setelah ndengarnya. Rasanya ia begitu rindu terhadap momen langka kebersamaan keluarga mereka. Melihat papanya hari ini datang ke rumah, tembok kokoh yang telah Raegan bangun selama ini rasanya seperti akan runtuh sedikit lagi.

“Sama-sama, Pah. Selamat juga atas kembalinya jabatan Papa. Soal kasus sabotase itu, apa Papa akan menuntut balik pelaku itu?” tanya Raegan.

“Tentu, Papa akan melakukan itu. Papa akan meminta kejaksaan untuk menyelidikinya. Jika memang benar perbuatan tersebut dilakukan oleh Leonel dan dia memiliki orang yang memerintahnya, maka tujuan kita bukan hanya Leonel. Di ranah hukum, seseorang sulit sekali jika bekerja sendiri, jadi hanya ada satu kemungkinan yang besar.”

“Apa kemungkinan itu Pah?” tanya Raegan.

“Leonel adalah antek mafia yang bekerja untuk pejabat tinggi itu. Mereka pasti saling menguntungkan satu sama lain dan memiliki suatu tujuan di balik semua ini.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Suasana kantor pemerintah Mahkamah Konstitusi pukul 1 siang ini sukses digemparkan. Pasalnya beberapa anggota kejaksaan datang membawa surat perintah untuk penggeledahan dan pemberhentian sementara jabatan ketua Mahkamah Konstitusi.

Dua orang petugas yang berjaga di depan ruang ketua Mahkamah Konstitusi mau tidak mau membiarkan pihak kejaksaan untuk melakukan pemeriksaan terhadap tuduhan yang mereka bawa.

Seorang kepala divisi kejaksaan mengeluarkan surat perintah yang dibawanya dan menunjukkannya kepada Satrio. Satrio Malik Gumilar yang sedang duduk di kursi kerjanya, menerima surat itu dan membaca isinya dengan seksama.

“Sesuai surat perintah pemeriksaan tersebut, kami dari pihak kejaksaan hari ini akan melakukan penggeledahan di kantor Anda. Anda dituntut telah melanggar kode etik ketua Mahkamah Konstitusi karena kekacauan administrasi negara yang dilakukan oleh sekretaris jenderal dan panitera Mahkamah Konstitusi. Anda sebagai penanggung jawab umum administrasi negara di lingkungan Mahkamah Konstitusi, mendapat dugaan bahwa Anda telah melakukan pelanggaran kode etik.”

Satrio lantas meletakkan surat perintah pemeriksaan tersebut di mejanya. “Saya akan kooperatif untuk menjalankan pemeriksaan sesuai dengan perintah,” ujarnya kemudian.

“Baik kalau begitu. Tim kejaksaan akan mulai menggeledah per hari ini. Untuk itu Anda akan diberhentikan sementara dari jabatan dengan keputusan presiden selama enam puluh hari,” jelas salah satu staf kejaksaan.

Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncul di sana tiga orang yang mana merupakan sekretaris jenderal dan panitera Mahkamah Konstitusi.

“Pak, apa yang terjadi? Mereka nggak bisa geladah kantor Bapak begitu saja,” ucap sekretaris jenderal MK itu. Pria dengan kisaran usia 40 tahun tersebut menahan para staf kejaksaan yang sudah mulai menyita berkas dan dokumen di ruangan itu.

Satrio lantas meminta sekretarisnya untuk membiarkan staf kejaksaan melakukan kembali aksi mereka.

“Pak, jelas-jelas rekap data administrasi kita telah dibobol. Dokumennya disabotase dari penyimpanan rahasia milik Mahkamah Konstitusi.” Kini giliran anggota Panitera MK yang bersuara.

“Kami akan tetap melakukan penyelidikan terkait kasus ini, sesuai dengan keputusan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh majelis kehormatan komite MK. Selama enam puluh hari masa pemeriksaan, kita akan bersama-sama mendapatkan hasilnya,” ujar kepala divisi kejaksaan itu dengan nada tenangnya.

Satrio beranjak dari kursinya, ia menatap sekilas papan nama jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi yang ada di atas mejanya. “Kalian bisa melakukan pemeriksaannya mulai hari ini. Setelah enam puluh hari, kalau saya terbukti tidak bersalah, saya akan pastikan untuk memulihkan nama, jabatan, serta seluruh divisi MK yang berkaitan dengan kasus ini,” ujar Satrio.

Sekretaris dan Panitera Mahkamah Konstitusi itu menatap Satrio dengan tatapan tidak percaya. Satrio memberi penjelasan pada bawahannya kalau memang ini sudah menjadi tanggung jawabnya. Satrio akan kooperatif menjalankan pemeriksaan dan satu hal yang juga sangat penting. Jika ia terbukti tidak bersalah, Satrio akan kembali menuntut oknum yang telah mesabotase administrasi negara, tentunya dengan hukum yang seadil-adilnya.

***

Berita penggeledahan kantor Mahkamah Agung dengan cepat tersebar luas di berbagai media, baik di media konvensional seperti televisi dan koran, maupun di media modern seperti internet dan platform-platform berita online.

Berita tersebut ramai memenuhi media sejak kemarin sore. Berbagai tanggapan negatif dari masyarakat pun santer terdengar, bahkan ada yang nekat melakukan demo untuk langsung melengserkan jabatan ketua MK di depan kantor Mahkamah Konstitusi. Situasi yang semakin chaos tersebut membuat pihak keamanan kantor MK harus bekerja lebih ekstra untuk memastikan kericuhan tidak mengganggu jalannya proses pemeriksaan kasus tersebut.

Dikarenakan kondisi yang tidak kondusif itu, Satrio terpaksa mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor. Satrio meminta supirnya untuk mengantarnya kembali ke kediamannya. Mungkin Satrio akan mengurus beberapa hal yang harus diurusnya terkait kasus tersebut jika keadaan sudah lebih membaik dari pada hari ini.

Belum lama Satrio sampai di kediamannya, seorang asistennya memberitahu bahwa ia kedatangan tamu. Di ruang tamu di rumah besar itu, Satrio lekas menemui putra sulungnya, Raegantara.

“Kamu pasti sudah dengar beritanya,” ujar Satrio yang kini telah duduk di hadapan Raegan.

Dua buah cangkir teh hangat tersaji di hadapan mereka. Satrio meminta Raegan menyesap tehnya dulu sebelum anaknya itu berbicara.

Lantas setelah Raegan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja, Satrio mempersilakannya untuk mengatakan maksud kedatangannya. “Papa, tuduhan itu nggak benar, kan?” tanya Raegan. Satrio yang melihat ekspresi khawatir di wajah putra sulungnya seketika merasa tersentuh.

Tanpa Satrio menjawabnya, Raegan sudah tahu jawabannya. Raegan mengenal papanya, dan dari sikap Satrio yang tenang menghadapi kasus ini, sangat menjelaskan bahwa papanya memang tidak bersalah dan melakukan pelanggaran kode etik tersebut.

“Raegan udah baca beritanya dan minta pengacara untuk pelajari kasusnya,” ujar Raegan.

“Kamu melakukan itu untuk apa?” tanya Satrio.

“Raegan tau soal seseorang dan perbuatannya yang masabotase data yang berhubungan dengan administrasi negara, Pah. Dia orang yang sama yang telah membuat Zio meninggal,” terang Raegan.

“Raegan, kamu—” ucapan Satrio menggantung begitu saja. Justru kini Satrio yang nampak khawatir. Setelah beberapa detik terdiam, Satrio kembali berujar lagi. “Kamu kembali melakukan pekerjaan sebagai mafia?” tanya Satrio dengan raut wajahnya yang berubah menajdi serius dan begitu tegas.

“Pah, maafin Raegan. Tapi Raegan nggak punya cara lain untuk menangkap orang itu. Papa bekerja di lembaga hukum dan Papa sendiri tau kalau hukum di negara kita bisa dimanipulasi bahkan oleh pejabat hukum itu sendiri. Leonel bukan orang sembarangan, dia punya hubungan dengan ketua Mahkamah Agung.”

Semuanya kini terasa sedikit jelas bagi Satrio. Satrio mendapati fakta bahwa anak lelakinya kembali menjadi ketua mafia demi untuk mengungkap Leonel, yang mana Leonel juga merupakan ketua mafia dengan trek rekor kejahatan yang tidak dapat diremehkan lagi.

“Oke. Jadi apa yang ingin lakukan saat ini?” tanya Satrio.

“Raegan yakin kalau Leonel punya back up hukum yang kuat. Sebelum persidangan kasus Zio, Leonel tau kalau Kaldera akan bersaksi. Leonel mengancam Kaldera untuk nggak bersaksi di pengadian. Leonel punya hubungan dengan ketua Mahkamah Agung dan karena itu Raegan ingin cari tau apa yang dilakukan Leonel berhubungan dengan tuduhan yang dilayangkan ke Papa.”

“Raegan, ini bisa saja dua kasus yang berbeda. Kamu tau juga bukan, kalau dunia politik ini begitu keras,” ucap Satrio.

“Raegan tau itu, Pah. Tapi Papa tenang aja, kita bisa menang karena kita punya bukti yang kuat. Kalau memang benar Leonel ada di balik semua ini dan kita berhasil membuktikan kalau data administrasi itu disabotase, kita bisa menjerat Leonel dengan pasal berlapis.” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Raegan mengatakan bahwa ia sudah mengirimkan bukti yang dimilikinya ke email Satrio, agar papanya bisa menilai sendiri bahwa bukti tersebut mungkin memang cukup kuat untuk membuktikan semuanya.

“Pah, sebaiknya sekarang Papa lebih hati-hati. Nggak ada satu pun orang yang bisa kita percaya, sekalipun itu teman kita sendiri. Kita hanya perlu fokus untuk sampai ke tujuan utama. Saat ini Leonel sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Zio, tapi polisi masih belum bisa nemuin keberadaannya. Raegan pastiin Raegan akan menghukum Leonel dengan hukum negara yang sesuai dengan perbuatannya.”

“Kamu akan menemukan Leonel dengan cara kamu sendiri?” tanya Satrio.

Raegan dengan cepat menjawab pertanyaan Satrio dengan sebuah anggukan yakin. Satrio awalnya ragu, bukan terhadap kemampuan Raegan, tapi keraguannya tersebut berdasarkan rasa khawatirnya.

Sebelum Raegan pamit dari kediamannya. Satrio menahan Raegan dan mengatakan sesuatu. “Papa izinkan kamu untuk melakukannya. Tapi satu hal yang kamu harus tau. Di dunia politik kamu harus lebih berhati-hati. Kalau benar Leonel memiliki hubungan pekerjaan dengan ketua Mahkamah Agung, maka kemungkinan dia punya tujuan yang nggak sepele.”

Raegan mengangguk satu kali. “Papa tenang aja, Raegan akan berusaha agar semuanya tetap baik-baik aja. Papa nggak perlu terlalu khawatir soal jabatan Papa. Papa nggak bersalah, jadi nggak ada seorang pun yang bisa menjatuhkan Papa dengan tuduhan itu.”

Tanpa Raegan menyadarinya, Satrio justru lebih mengkhawatirkan pilihan yang kembali diambil oleh Raegan, dari pada jabatannya sendiri. Satrio sudah merasakan kehilangan keutuhan keluarganya ditambah lagi kehilangan putra bungsunya. Satrio tidak ingin kembali mengalami kehilangan untuk yang kedua kalinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂