alyadara

Ketika Raegan sampai di rumah, pria itu lekas mempercepat langkahnya kala melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Rupanya begitu sampai di ruang tamu, Raegan mendapati Kaldera berada di sana.

Raegan lantas melirik jam di dinding, jarum pendek dan jarum panjangnya sama-sama menunjuk ke angka 12. “Kamu kenapa belum tidur?” tanya Raegan sembari berjalan menghampiri Kaldera.

Kaldera bukannya menjawab pertanyaan Raegan, tapi fokusnya hanya tertuju pada wajah Raegan yang terluka.

“Kamu tunggu di sini, aku ambil kotak obat dulu buat obatin luka kamu,” tutur Kaldera. Detik berikutnya Kaldera sudah beranjak dari hadapan Raegan. Raegan lantas mengambil tempat di sofa dan menunggu Kaldera kembali.

Tidak beberapa lama ketika Kaldera kembali, perempuan itu segera menyiapkan peralatan untuk mengobati luka di wajah Raegan. Ada juga di dekat bibir yang lumayan parah, jadi ketika Kaldera mentotolkan kasa di ujung bibir itu, Raegan meringis pelan dan menjauhkan wajahnya dari Kaldera.

“Tahan sebentar aja, yaa?” tutur Kaldera.

Raegan akhirnya mengangguk pelan dan menurut saja, ia mendekatkan kembali wajahnya dan membiarkan Kaldera melanjutkan kegiatannya. Selama Kaldera mengobatinya, Raegan justru keasyikan memandangi wajah Kaldera yang berjarak cukup dekat dengannya.

“Kamu nggak penasaran sama hasilnya?” tanya Raegan.

“Hasil apa?” Kaldera masih fokus mengobati luka itu, jadi ia tidak melihat Raegan yang rupanya tengah berusaha menahan senyuman.

“Soal Aquiver yang bobol markas Tacenda,” ujar Raegan lagi.

“Ohh soal itu. Emang gimana Mas hasilnya?” tanya Kaldera yang kini telah bersitatap dengan Raegan. Terlihat pancaran sendu dari mata Raegan, jadi Kaldera menebak mungkin hasilnya belum berakhir dengan baik.

“Mas, apapun itu hasilnya, jangan terlalu kecewa apalagi sampai nyalahin diri kamu sendiri.” Kaldera kini telah selesai mengobati luka Raegan, perempuan itu lantas bergegas merapikan peralatan yang digunakannya dan memasukkannya kembali satu persatu ke dalam kotak obat.

“Kal, aku belum berhasil menemukan Leonel ataupun sesuatu yang bisa membuktikan perbuatannya yang mesabotase dokumen negara. Aku baru bisa melumpuhkan anggota Leonel dan bisnis ilegalnya satu persatu,” ungkap Raegan. Raegan menceritakan bahwa kedepannya masih banyak hal yang perlu ia dan Aquiver lakukan. Ini belum ada apa-apanya. Mungkin akan banyak rasa khawatir, kecewa, sedih, maupun rasa takut yang akan Raegan berikan kepada Kaldera.

Setelah obrolan yang cukup mendalam dan serius itu berakhir, Kaldera meminta Raegan untuk segera beristirahat. Raegan mengucapkan terima kasih pada Kaldera karena telah mengobati lukanya. Mereka akhirnya berjalan bersama menuju ke kamar. Letak kamar Kaldera berada tidak jauh dari kamar Raegan, jadi Raegan menunggu Kaldera sampai gadis itu masuk ke kamarnya lebih dulu. Setelah memastikan Kaldera memasuki kamarnya, Raegan baru berjalan menuju kamarnya.

Raegan masih merasakan sedikit nyeri di lukanya, tapi rasa sakit itu seperti teralihkan oleh perasaan gembira di dalam hatinya. Selama Raegan menjadi seorang mafia, belum pernah ia merasa sebahagia ini saat mendapatkan luka di wajahnya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Markas Aquiver

Mafia merupakan perkumpulan rahasia yang pekerjaannya bergerak di bidang kejahatan atau dikenal dengan kriminal. Mafia melakukan perlindungan ilegal, pengorganisasian kejahatan, menangani perselisihan antar kriminal, ataupun melakukan penegakan hukum sendiri. Beberapa kelompok mafia juga disebut turut menjalankan bisnis, guna memutar uang mereka dan menambah pundi-pundi organisasi. Sindikat mafia biasanya membuka sampingan praktek bisnis sah untuk mencuci keuntungan dari kejahatan-kejahatan mereka.

Selesai membaca cuplikan artikel tersebut, Raegan meletakkan ipad-nya di atas meja. Raegan baru saja membuka internet dan tiba-tiba pikirannya memerintahkannya mencari definisi tentang mafia. Apa yang baru saja dilakukannya? Raegan pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

“Ngapain lo?” suara tersebut menginterupsi Raegan. Tatapan Raegan langsung bertemu dengan Romeo yang baru saja melenggang masuk ke ruang kerjanya.

“Anak-anak udah pada dateng tuh. Katanya hari ini lo mau bahas misi khusus dari tim yang udah kita bentuk kemarin,” Romeo berucap lagi.

“Lo lagi banyak pikiran? Tentang apa emangnya?” seperti biasa Romeo bertindak seperti cenayang bagi Raegan.

Nothing,” ujar Raegan sembari beranjak dari kursinya. Namun saat Raegan akan berjalan melewati Romeo, pria itu menahannya. Raegan menatap Romeo dengan ekspresi datarnya, mengisyaratkan agar Romeo segera menyingkir dari hadapannya.

“Ini tentang misi khusus yang bakal kita lakuin?” tanya Romeo. Kalau Raegan keras kepala, maka Romeo adalah si lelaki pantang menyerah.

Raegan menghela napasnya dengan sedikit kasar, lalu pria itu mengangguk sekali.

“Ada masalah? Kayaknya kemarin lo semangat banget soal rencana ini.”

“Gue cuma takut soal satu hal,” aku Raegan akhirnya.

“Nggak mungkin kan lo takut sama musuh kita si Leonel itu? Yang bener aja,” Romeo tampak tidak percaya.

“Bukan itu. Gue takut soal pekerjaan yang selama ini kita lakukan. Lo tau yang namanya hukum alam dan karma, kan? Kita emang ngelakuin misi kali ini untuk mengungkap kebusukan Leonel. Tapi nggak munafik kalau kita sama seperti dia. We did the same thing. We are criminal, the fact and the history will never change,” ujar Raegan panjang lebar.

“Lo kenapa deh tiba-tiba jadi gini,” Romeo menatap Raegan dengan tatapan tidak percaya.

“Lo tau, gue ingin punya kehidupan yang normal,” ucap Raegan. Pandangan Raegan beralih dari Romeo, kini pria itu menatap pemandangan luar dari kaca jendela besar di ruangan itu. “Gue khawatir semua yang pernah gue lakuin sebelumnya akan jadi karma. Bukan untuk gue aja, tapi untuk keluarga kecil yang kelak gue, lo, Barra, dan Calvin akan bangun bersama orang yang kita cintai. Semuanya emang udah terlanjur terjadi, tapi gue terlalu takut akan masa depan gue sendiri.”

Romeo seketika mematung setelah mendengar penuturan Raegan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah seorang penjahat, yang mana tidak jauh berbeda dengan Leonel. Ini bukan soal tentang penyesalan semata, tapi lebih besar dari pada itu. Mereka sudah terlanjur berkecimpung di dunia kriminal ini, dan ketakutan terbesar adalah karma dari perbuatan dari masa lalu yang akan terus menghantui masa depan.

***

Raegan telah memilih beberapa orang anggota Aquiver untuk menjalankan sebuah misi khusus. Mereka akan membobol markas Leonel dengan tujuan mendapatkan Leonel hidup-hidup. Sebelumnya mereka telah menyusun rencana dengan matang, mulai dari menyiapkan strategi yang akan digunakan, mencari lokasi sasaran misi, serta persenjataan yang diperlukan saat nanti menjalankan misi.

Orang-orang yang telah dibagi ke dalam beberapa tim akan membobol markas Tacenda dan menemukan Leonel yang selama ini berhasil kabur dari kejaran polisi. Satu minggu sebelumnya para anggota tim telah dilatih secara fisik agar siap ketika melakukan eksekusi.

Di sini lah mereka saat ini, tidak jauh dari posisi sasaran mereka dan masih memantau keadaan. Tim pertama telah memasuki markas Tacenda melalui pintu belakang, sementara tim kedua bertugas mengawasi keadaan sekitar sampai tim pertama lolos masuk.

Beberapa hari sebelumnya tim yang berisi Raegan, Calvin, Alaric, dan Gifari telah berhasil melumpuhkan satu persatu bisnis illegal yang miliki oleh Leonel. Kehancuran Tacenda sudah dapat diprediksi, akan tetapi semuanya terasa percuma jika mereka tidak mendapatkan Leonel dalam keadaan hidup.

Tim Raegan kini telah dengan mulus berhasil memasuki markas. Pertarungan terjadi cukup sengit, sebagian dari mereka telah terluka, tapi ini bahkan belum apa-apa. Anggota Raegan bergerak menahan orang-orang Leonel yang akan memukuli bos mereka. Setelah pertarungan yang cukup sulit itu, Raegan dan Calvin akhirnya berhasil lolos dan akan melanjutkan perjalanan mereka mencari Leonel. Bangunan ini cukup besar, jadi mereka harus berusaha ekstra untuk menggeladah seisi tempat ini.

BUGH!!

Raegan menoleh ke belakangnya begitu mendengar suara hantaman yang cukup kuat. Matanya menatap ke arah seorang anggota Leonel yang baru saja memukul Calvin hingga pria itu tersungkur.

“Jangan pikirin gue, lo lanjut aja,” ujar Calvin dengan suaranya yang terdengar sedikit parau.

“Gue nggak akan lama. Romeo akan nolong lo sebentar lagi.” Itu yang Raegan ucapkan sebelum ia akhirnya pergi dari hadapan Calvin. Tepat saat anggota Leonel akan menyusul Raegan, Calvin dengan sisa kekuatannya mencoba bangkit dan langsung melayangkan bogem mentah ke arah lelaki tersebut.

Calvin meraih kerah kemeja lelaki itu, lalu kembali memukulinya dengan brutal. Saat Calvin akan mengeluarkan senjata tajam dari saku celananya dan akan melayangkannya pada lelaki di hadapannya, seseorang seketika menahan aksinya.

Orang itu adalah Romeo. Romeo langsung menjatuhkan pisau itu dan lekas menghabisi anggota Leonel dengan tangannya sendiri.

“Kenapa lo jatuhin pisaunya?!” ucap Calvin nampak tidak terima.

Detik setelahnya Barra datang menemui Calvin dan Romeo. Romeo masih brutal memukuli pria yang sudah hampir sekarat di tangannya itu.

Please, kali ini aja. Jangan pakai senjata tajam atau senjata tembak,” ujar Romeo.

“Lo udah gila ya, Rom? Mereka pakai senjata, masa kita enggak,” ucap Calvin.

“Buktiin kalau tanpa senjata kita bisa menang,” ujar Romeo.

“Udah, udah. Raegan di mana sekarang? Mending kita susul dia,” Barra menengahi perdebatan yang terjadi antara Romeo dan Calvin.

“Inget, kita ini tim. Kita nggak punya waktu untuk hal kayak gini. Ayo kita susul Raegan, dia pasti butuh bantuan,” tukas Barra.

Barra berjalan lebih dulu, tapi Calvin dan Romeo masih saling menatap dengan pandangan saling menghunus.

“Lo nggak takut sama yang namanya karma?” tanya Romeo.

“Sejak kapan mafia punya hati yang lemah kayak lo gini?” Setelah mengatakannya, Calvin berlalu meninggalkan Romeo.

Romeo masih diam di tempatnya. Romeo hanya berharap bahwa suatu saat dirinya, Raegan, Barra, Calvin dan anggota mereka lainnya tidak mendapatkan karma itu. Meski rasanya begitu nihil, tapi masih bolehkah Romeo memiliki keinginan untuk hidup normal seperti yang dikatakan Raegan tempo hari?

***

Leonel

Leonel melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan yang berada di rumah besar itu. Begitu sampai, Leonel meraih gagang pintu dan membuka pintu itu. Leonel mendapati sosok pria berusia 57 tahun di sana. Pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya ketika melihat Leonel, lalu satu tangannya meraih gelas berisi minuman anggur merah dari atas meja.

Abbas Pasha

Leonel menghampiri pria yang menatapnya dengan tatapan tajam itu. Pria itu meneguk minuman di gelasnya dengan satu kali tegukan sampai tidak ada sisa di gelas itu.

“Selama ini kamu telah dididik untuk menjadi mafia yang cerdas dan handal. Tapi apa yang baru saja terjadi?” pria itu memutari mejanya dan kini berada tepat di hadapan Leonel.

“Markas kamu dibobol oleh Raegantara dan anggotanya. Dia menyerang satu persatu bisnis ilegal kamu dan menghabisi anak buah kamu,” ujar pria itu lagi.

“Leonel, kamu telah membuat Papa muak!” tukasnya dengan penuh penekanan. Pria yang tengah berbicara dengan Leonel itu melepaskan kacamata dari batang hidungnya dan menggenggam dengan erat benda tersebut, hingga tampaknya kacamata tidak bersalah itu bisa hancur di tangannya sebentar lagi.

“Kamu dengar apa yang akan Papa katakan sama kamu,” ucap lelaki itu yang diketahui adalah Abbas Pasha.

Leonel lantas mengangkat wajahnya yang sebelumnya tertunduk, ia menatap pria yang selama ini berada di balik semua yang telah dilakukannya.

“Sesuai dengan tujuan awal kita, Papa ingin kamu menjalankan tugas utama,” ujar Abbas.

“Baik, Pah. Leonel akan melakukan itu,” jawab Leonel.

“Saat kamu melakukannya, pastikan tidak ada bukti yang tertinggal atau kecacatan dalam misi itu. Setelah itu, kamu harus pergi ke luar negeri untuk sementara waktu, untuk menghindari semuanya terungkap. Nama baik keluarga kita dan jabatan Papa, jangan sampai kamu mengotorinya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Begitu banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak yang telah diperjuangkan untuk dapat mengungkap kasus. Mulai dari waktu, tenaga, amarah, hingga air mata. Saat ini waktu menunjukkan pukul 10 malam. Raegan masih berada di markas The Ninety Seven karena harus mengurus beberapa hal terkait misi mereka dalam menemukan buktinya. Dari waktu 60 hari yang merupakan keputusan presiden, kini tersisa 3 hari lagi. Raegan harus segera menemukan bukti untuk membebaskan papanya dari tuduhan itu.

Romeo dan Calvin baru saja tertidur di sofa ruang kerja yang ada di pojok ruangan, sementara Barra sedang mengambil minuman di dapur. Raegan bergerak sedikit dari posisi duduknya, ia mengambil sekotak rokok dari laci meja kerja. Tidak lama berselang, Barra kembali sambil membawa dua buah gelas yang telah diisi oleh bir dengan kadar alkohol rendah.

Barra lantas menyodorkan satu gelas di tangannya kepada Raegan. Raegan baru akan menerima gelas tersebut, tapi tangannya terhenti kala ponsel miliknya di atas meja berdering. Otomatis Barra juga melihat ke layar ponsel itu dan begitu ia membaca ID call yang tertera di sana, Barra seketika menatap Raegan dengan tatapan memicing dan sebuah senyum yang tertahan.

“Angkat aja dulu,” ucap Barra menyuruh Raegan mengangkat telfonnya. Raegan berdecak karena Barra tidak berniat pergi untuk memberinya ruang privasi.

Raegan akhirnya menjawab panggilan tersebut. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi memegang sebatang rokok yang sebelumnya telah sempat dihisapnya. “Halo … Kal?” ucap Raegan.

“Halo, Mas. Kamu masih di markas?” ujar sebuah suara fameliar yang terdengar begitu lembut dari ujung sana.

“Masih,” ucap Raegan. Barra yang mendengar jawaban singkat sahabatnya itu, langsung menghembuskan napas panjang dan ekspresi di wajahnya menunjukkan bahwa ia telah kehabisan kesabaran.

Dengan gerakan tangannya sebagai isyarat, Barra mengatakan pada Raegan kalau lelaki itu tidak boleh menjawab dengan terlalu singkat. Raegan yang tidak terlalu mengerti dengan yang dimaksudkan oleh Barra, maka Raegan hanya melakukannya sesuai dengan apa kata hatinya.

“Mas kamu pulang atau nginep di sana?” tanya Kaldera lagi.

“Kayaknya malam ini nggak pulang,” jawab Raegan.

“Ohh oke kalau gitu. Berarti aku minta tolong pak Ardi buat kunci gerbang ya.”

“Hmm.”

Baiklah, Bara sudah sangat pasrah dengan kedua orang itu. Barra memutuskan berlalu dari hadapan Raegan setelah meletakkan gelas berisi bir di atas meja.

“Ada siapa di situ Mas?” tanya Kaldera lagi.

“Oh, tadi itu Barra, dia cuma lewat. Calvin sama Romeo udah tidur.”

“Okee. Yaudah Mas, aku tutup ya telfonnya?”

“Kal, tunggu,” ucap Raegan menahan Kaldera mengakhiri telfonnya.

“Iya?”

“Aku mau bilang makasih sama kamu,” ujar Raegan.

“Makasih untuk?”

I’m hearing your voice, and I’m feel so much better. Thank you,” ucap Raegan. Setelah Raegan mengucapkannya, keduanya pun hanya terdiam. Lebih tepatnya Kaldera sendiri sedang berusaha menetralkan jantungnya yang berdebar cukup kencang melebihi debaran normal. Sementara Raegan justru memikirkan ucapannya dan tentang bagaimana tanggapan Kaldera. Apakah ucapannya terlalu cheesy? Argh, Raegan bisa gila kalau terus berpikir dan kepalanya serasa ingin pecah.

“Halo … Mas?” ujar Kaldera akhirnya. Raegan pun tersadar dari keterdiamannya dan segera menjawab.

“Hmm … ini udah malem dan besok kamu harus sekolah, kan?” Raegan sedikit merutuki ucapannya yang mana itu terdengar seperti ingin menghindari situasi canggung yang terjadi. Padahal situasi tersebut juga tercipta berkat ulahnya sendiri.

“Oh iya bener, besok aku harus sekolah. Yaudah Mas aku tutup dulu ya telfonnya.”

Raegan pun mengiyakan dan menunggu Kaldera untuk menutup sambungannya lebih dulu. Namun sebelum sambungan tersebut ditutup, Kaldera kembali mengatakan sesuatu pada Raegan. “Mas, sejauh ini kamu udah ngelakuin yang terbaik. Waktu penentuannya tiga hari lagi, aku tau kamu akan berusaha keras untuk bawa bukti itu ke pengadilan. Tapi satu hal yang perlu kamu tau, mama dan papa kamu jauh lebih khawatir sama kamu dibandingkan apa pun.”

I knew,” ujar Raegan pelan. Usai mengucapkannya, mereka sempat terdiam selama beberapa detik.

“Oke, aku tutup ya telfonnya. Jangan terlalu keras sama diri kamu, Mas. Kamu boleh istirahat saat kamu udah ngerasa capek. It’s totally oke.”

***

3 hari kemudian.

Keputusan pengadilan mengenai tuntutan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua MK akan keluar hari ini. Tepat di 60 hari setelah pemberhentian jabatan sementara dan masa tunggu tersebut selesai, Satrio Malik Gumilar akan menerima keputusan tentang jabatannya.

Sidang putusan tersebut bersifat tertutup, artinya persidangan tidak boleh dihadiri oleh masyarakat umum dan hanya dapat dihadiri oleh pihak yang berperkara atau dalam kapasitas sebagai kuasa hukum.

“Sesuai dengan peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 4 tahun 2012 tentang tata cara pemberhentian hakim konstitusi, sesuai pasal 8 tentang pelanggaran kode etik dan pedoman hakim konstitusi, hakim memutuskan pemberhentian dengan tidak hormat resmi dibatalkan,” ujar hakim itu.

“Atas keputusan pengadilan bahwa ketua Mahkamah Konstitusi tidak bersalah, tuntutan akan dibatalkan dan terdakwa berhak mendapatkan pemulihan nama baik,” terang hakim sebelum mengakhiri sidangnya.

Sidang yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam tersebut akhirnya telah selesai. Sebelum masa 60 hari tersebut, berhasil dibawa bukti kepada kejaksaan bahwa dokumen penting milik Mahkamah Konstitusi telah disabotase oleh seorang oknum, jadi kekacauan administrasi tersebut bukan disebabkan oleh Sekretaris Jenderal dan Panitera MK.

Usai sidang berakhir, Satrio di damping oleh sekretarisnya menemui seorang jaksa yang tadi ikut menghadiri persidangan.

“Sidangnya telah selesai, selamat atas pengembalian jabatan Anda, Pak Satrio,” ujar jaksa itu sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Satrio.

“Terima kasih,” balas Satrio.

“Pak Ferdi, saya ingin berdiskusi dengan Anda tentang suatu hal yang cukup penting. Apakah besok siang kita bisa membicarakannya?” tanya Satrio.

Ferdi nampak mengernyitkan alisnya. “Kalau boleh saya tahu lebih dulu, hal penting apa yang akan kita bicarakan ya, Pak?” tanya Ferdi.

“Ini tentang dokumen administrasi negara yang telah disabotase. Saya ingin mengusut kasus ini melalui hukum,” ujar Satrio.

“Saya rasa Anda bisa membicarakan hal tersebut pada Mahkamah Konstitusi karena ini termasuk masalah internal lembaga Anda, Pak,” ucap Ferdi yang sepertinya enggan menerima permintaan yang diajukan Satrio.

Satrio mengulaskan senyum lugasnya, lalu Satrio meminta sekretarisnya untuk menjelaskan mengapa ia memerlukan bantuan Ferdi terkait hal ini.

“Pak Satrio telah memilih Anda untuk coba lebih dulu melihat kasus ini, Pak. Ketua jarang sekali memutuskan hal seperti ini. Jadi tolong pertimbangkan permintaan ini. Kami tunggu kabar baiknya ya Pak.”

***

“Saya ingin mengucapkan terima kasih secara langsung pada Raegan,” ujar Satrio yang kini tengah menatap Indri lurus-lurus.

“Indri, mungkin saya telah gagal menjadi papa yang baik untuk anak-anak kita. Tapi kamu tau, Raegan telah berhasil menjadi anak yang begitu berbakti pada orang tuanya.” Satrio mengungkapkannya. Kini ia baru menyadari kalau keluarga yang dulu ia miliki sangatlah berarti, tapi sekarang apa boleh buat semuanya sudah berbeda.

“Kamu tetap papanya anak-anak, perpisahan kita nggak akan mengubah fakta tersebut. Jadi sudah seharusnya Raegan berbakti sama kamu,” ujar Indri diiringi senyum hangat yang terulas di wajahnya.

Beberapa saat kemudian, kedatangan dua orang di ruang tamu rumah itu langsung memecah suasana hening antara Indri dan Satrio. Di dekat pintu, Raegan dan Kaldera tengah menatap ke arah Indri dan Satrio. Saat kontak mata tersebut terputus, Raegan segera melangkah masuk ke dalam dan menyalami tangan Satrio. Aksi Raegan itu juga diikuti oleh Kaldera yang meski nampak canggung karena baru pertama kali gadis itu menyapa Satrio.

Lantas Indri dan Kaldera membiarkan Raegan dan Satrio berbicara empat mata. Mereka beralasan pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang baru saja dibeli oleh Kaldera dan Raegan.

“Kalau Papa berkenan, kita bisa sekalian makan malam bersama. Ini sudah waktunya malam malam, kan? Gimana?” ujar Raegan membuka pembicarannya.

“Boleh, kita bisa makan malam bersama,” balas Satrio. Melalui tatapan pria paruh baya itu, ada pancaran kebahagiaan yang mungkin bagi sebagian orang makan bersama adalah hal yang sederhana. Namun konsep kebahagiaan seseorang tentunya berbeda-beda, bukan?

“Raegan, Papa ingin mengucapkan terima kasih sama kamu. Berkat bantuan kamu dan teman-teman kamu, Papa bisa bebas dari tuntutan pengadilan,” ujar Satrio.

Raegan terdiam setelah mendengarnya. Rasanya ia begitu rindu terhadap momen kebersamaan keluarga mereka. Melihat papanya hari ini datang ke rumah, tembok kokoh yang telah Raegan bangun selama ini rasanya seperti akan runtuh sedikit lagi.

“Sama-sama, Pah. Selamat juga atas kembalinya jabatan Papa. Soal kasus sabotase itu, apa Papa akan menuntut balik pelaku itu?” tanya Raegan.

“Tentu, Papa akan melakukan itu. Papa akan meminta kejaksaan untuk menyelidikinya. Jika memang benar perbuatan tersebut dilakukan oleh Leonel dan dia memiliki orang yang memerintahnya, maka tujuan kita bukan hanya Leonel. Di ranah hukum, seseorang sulit sekali jika bekerja sendiri, jadi hanya ada satu kemungkinan besar.”

“Apa kemungkinan itu Pah?” tanya Raegan.

“Leonel adalah antek mafia yang bekerja untuk pejabat tinggi. Mereka pasti saling menguntungkan satu sama lain dan memiliki suatu tujuan di balik semua ini.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Suasana kantor pemerintah Mahkamah Konstitusi pukul 1 siang ini sukses menjadi gempar. Pasalnya beberapa anggota kejaksaan datang membawa surat perintah untuk penggeledahan dan pemberhentian sementara jabatan ketua MK.

Dua orang petugas yang berjaga di depan ruang ketua MK mau tidak mau membiarkan pihak kejaksaan untuk melakukan pemeriksaan terhadap tuduhan yang mereka bawa. Petugas tidak dapat mencegah kejaksaan masuk, karena mereka membawa surat perintah yang terbukti valid.

Seorang kepala divisi kejaksaan mengeluarkan surat perintah yang dibawanya dan menunjukkannya kepada Satrio. Satrio Malik Gumilar yang sedang duduk di kursi kerjanya, menerima surat itu dan membacanya dengan seksama.

“Sesuai surat perintah pemeriksaan tersebut, kami dari pihak kejaksaan hari ini akan melakukan penggeledahan di kantor Anda. Anda dituntut telah melanggar kode etik ketua MK karena kekacauan administrasi negara yang dilakukan oleh sekretaris jenderal dan panitera MK. Anda sebagai ketua MK bertanggung jawab terhadap administrasi negara di lingkungan Mahkamah Konstitusi. Anda mendapat dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik,” terang pihak kejaksaan itu.

Satrio meletakkan surat perintah pemeriksaan tersebut di mejanya. “Saya akan kooperatif untuk menjalankan pemeriksaan sesuai dengan perintah,” ujar Satrio kemudian.

“Baik kalau begitu, Pak. Tim kejaksaan akan mulai menggeledah per hari ini. Untuk itu Anda akan diberhentikan sementara dari jabatan dengan keputusan presiden selama enam puluh hari,” jelas salah satu staf kejaksaan.

Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncul di sana tiga orang yang merupakan sekretaris jenderal dan panitera Mahkamah Konstitusi.

“Pak, apa yang terjadi? Mereka nggak bisa geladah kantor Bapak begitu saja,” ucap sekretaris jenderal MK itu. Pria dengan kisaran usia 40 tahun tersebut menahan para staf kejaksaan yang sudah mulai menyita berkas dan dokumen di ruangan itu.

Satrio lantas meminta sekretarisnya untuk membiarkan staf kejaksaan melakukan kembali aksi mereka.

“Pak, jelas-jelas rekap data administrasi kita telah dibobol. Dokumennya disabotase dari penyimpanan rahasia milik Mahkamah Konstitusi.” Kini giliran anggota Panitera MK yang bersuara.

“Kami akan tetap melakukan penyelidikan terkait kasus ini, sesuai dengan keputusan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh majelis kehormatan komite MK. Selama enam puluh hari masa pemeriksaan, kita akan bersama-sama mendapatkan hasilnya,” ujar kepala divisi kejaksaan itu dengan nada tenangnya.

Satrio beranjak dari kursinya, ia menatap sekilas papan nama jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi yang ada di atas mejanya. “Kalian bisa melakukan pemeriksaannya mulai hari ini. Setelah enam puluh hari, kalau saya terbukti tidak bersalah, saya akan pastikan untuk memulihkan nama, jabatan, serta seluruh divisi MK yang berkaitan dengan kasus ini,” ujar Satrio.

Sekretaris dan Panitera Mahkamah Konstitusi itu menatap Satrio dengan tatapan tidak percaya. Satrio memberi penjelasan pada bawahannya kalau memang ini sudah menjadi tanggung jawabnya. Satrio akan kooperatif menjalankan pemeriksaan. Selain itu satu hal yang sangat penting, iika ia terbukti tidak bersalah, Satrio akan kembali menuntut oknum yang telah mesabotase administrasi negara, tentunya dengan hukum yang seadil-adilnya.

***

Berita penggeledahan kantor Mahkamah Agung dengan cepat tersebar luas di berbagai media, baik di media konvensional seperti televisi dan koran, maupun di media modern seperti media sosial dan platform-platform berita online.

Berita tersebut ramai memenuhi media sejak kemarin sore. Berbagai tanggapan negatif dari masyarakat pun santer terdengar, bahkan ada yang nekat melakukan demo untuk langsung melengserkan jabatan ketua MK di depan kantor Mahkamah Konstitusi. Situasi yang semakin chaos tersebut membuat pihak keamanan kantor MK harus bekerja lebih ekstra untuk memastikan kericuhan tidak mengganggu jalannya proses pemeriksaan kasus tersebut.

Dikarenakan kondisi yang tidak kondusif itu, Satrio terpaksa mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor. Satrio meminta supirnya untuk mengantarnya kembali ke kediamannya. Mungkin Satrio akan mengurus beberapa hal yang harus diurusnya terkait kasus tersebut jika keadaan sudah lebih membaik dari pada hari ini.

Belum lama Satrio sampai di kediamannya, seorang asistennya memberitahu bahwa ia kedatangan tamu. Di ruang tamu di rumah besar itu, Satrio lekas menemui putra sulungnya, Raegantara.

“Kamu pasti sudah dengar beritanya,” ujar Satrio yang kini telah duduk di hadapan Raegan.

Dua buah cangkir teh hangat tersaji di hadapan mereka. Satrio meminta Raegan menyesap tehnya dulu sebelum anaknya itu berbicara.

Lantas setelah Raegan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja, Satrio mempersilakannya untuk mengatakan maksud kedatangannya. “Papa, tuduhan itu nggak benar, kan?” tanya Raegan. Satrio yang melihat ekspresi khawatir di wajah putra sulungnya seketika merasa tersentuh.

Tanpa Satrio menjawabnya, Raegan sudah tahu jawabannya. Raegan mengenal papanya, dan dari sikap Satrio yang tenang menghadapi kasus ini, sangat menjelaskan bahwa papanya memang tidak bersalah.

“Raegan udah baca beritanya dan minta pengacara untuk pelajari kasusnya,” ujar Raegan.

“Kamu melakukan itu untuk apa?” tanya Satrio.

“Raegan tau soal seseorang dan perbuatannya yang masabotase data yang berhubungan dengan administrasi negara, Pah. Dia orang yang sama yang telah membuat Zio meninggal,” terang Raegan.

“Raegan, kamu—” ucapan Satrio menggantung begitu saja. Justru kini Satrio yang nampak khawatir. Setelah beberapa detik terdiam, Satrio kembali berujar. “Kamu kembali melakukan pekerjaan sebagai mafia?” tanya Satrio dengan raut wajahnya yang berubah menjadi serius dan begitu tegas.

“Pah, maafin Raegan. Tapi Raegan nggak punya cara lain untuk menangkap orang itu. Papa bekerja di lembaga hukum dan Papa sendiri tau kalau hukum di negara kita bisa dimanipulasi, sekalipun oleh pejabat hukum itu sendiri. Leonel bukan orang sembarangan, Pah. Dia punya hubungan dengan ketua Mahkamah Agung.”

Semuanya kini terasa sedikit jelas bagi Satrio. Satrio mendapati fakta bahwa anak lelakinya kembali menjadi ketua mafia demi untuk mengungkap Leonel, yang mana Leonel juga merupakan ketua mafia dengan trek rekor kejahatan yang tidak dapat diremehkan.

“Oke. Jadi apa yang ingin kamu lakukan saat ini?” tanya Satrio.

“Raegan yakin kalau Leonel punya back up hukum yang kuat. Sebelum persidangan kasus Zio, Leonel tau kalau Kaldera akan bersaksi. Leonel mengancam Kaldera untuk nggak bersaksi di pengadian. Leonel punya hubungan dengan ketua Mahkamah Agung dan karena itu Raegan ingin cari tau, apakah yang dilakukan Leonel berhubungan dengan tuduhan yang dilayangkan ke Papa.”

“Raegan, ini bisa saja dua kasus yang berbeda. Kamu juga tau, kalau dunia politik ini begitu keras,” ucap Satrio.

“Raegan tau itu, Pah. Tapi Papa tenang aja, kita bisa menang karena kita punya bukti yang kuat. Kalau memang benar Leonel ada di balik semua ini dan kita berhasil membuktikan kalau data administrasi itu disabotase, kita bisa menjerat Leonel dengan pasal berlapis.” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Raegan mengatakan bahwa ia sudah mengirimkan bukti yang dimilikinya ke email Satrio, agar papanya bisa menilai sendiri bahwa bukti tersebut memang cukup kuat untuk membuktikan semuanya.

“Pah, sebaiknya sekarang Papa lebih hati-hati. Nggak ada satu pun orang yang bisa kita percaya, sekalipun itu teman kita sendiri. Kita hanya perlu fokus untuk sampai ke tujuan utama. Saat ini Leonel sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Zio, tapi polisi masih belum bisa nemuin keberadaannya. Raegan pastiinLeonel akan dihukum sesuai perbuatannya.”

“Kamu akan menemukan Leonel dengan cara kamu sendiri?” tanya Satrio.

Raegan dengan cepat menjawab pertanyaan Satrio dengan sebuah anggukan pati. Satrio merasa ragu, bukan terhadap kemampuan Raegan, tapi keraguannya tersebut berdasarkan rasa khawatirnya.

Sebelum Raegan pamit dari kediamannya. Satrio menahan Raegan dan mengatakan sesuatu. “Papa izinkan kamu untuk melakukannya. Tapi satu hal yang kamu harus tau. Di dunia politik kamu harus lebih berhati-hati. Kalau benar Leonel memiliki hubungan pekerjaan dengan ketua Mahkamah Agung, maka kemungkinan dia punya tujuan yang nggak sepele.”

Raegan mengangguk satu kali. “Papa tenang aja, Raegan akan berusaha agar semuanya tetap berjalan sebagaimana mestinya. Papa nggak perlu terlalu khawatir soal jabatan Papa. Papa nggak bersalah, jadi nggak ada seorang pun yang bisa menjatuhkan Papa dengan tuduhan itu.”

Tanpa Raegan menyadarinya, Satrio justru lebih mengkhawatirkan pilihan yang kembali diambil oleh Raegan, dari pada jabatannya sendiri. Satrio sudah merasakan kehilangan keutuhan keluarganya ditambah lagi kehilangan putra bungsunya. Satrio tidak ingin kembali mengalami kehilangan untuk yang kedua kalinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Siang ini para pejabat tinggi negara sedang mengadakan suatu pertemuan yang cukup penting. Ada beberapa hal yang akan dibahas oleh presiden, ketua DPR, ketua Mahkamah Konstitusi, dan ketua Mahkamah Agung.

Di sebuah restoran hotel bintang lima yang privasinya begitu dijaga tersebut, para petinggi negara sedang melakukan pembahasan mengenai penolakan MK terhadap permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Sambil menikmati makan siang berupa hidangan lezat ala hotel bintang lima, perbincangan pun mengalir.

“Bukankah seharusnya UU negara kita ini bisa menciptakan perdamaian, bukannya menghadirkan konflik teritorial,” ujar Abbas Pasha, sang Ketua Mahkamah Agung.

Abbas Pasha

Ucapan Abbas itu tentu saja langsung mengundang perhatian dari para petinggi yang hadir di sana. Abbas menyunggingkan senyum tenangnya, pria berusia 57 tahun itu lantas meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring makannya.

“Kalau boleh berpendapat, penguasaan dan kepemilikan wilayah adat dengan segala investasi yang sudah ada, sepertinya tidak memperhatikan keberadaan masyarakat adat di wilayah yang direncanakan akan menjadi Ibu Kota Negara itu,” ujar Abbas lagi.

Situasi pun berubah menjadi cukup tegang. Kegiatan menyantap makanan juga jadi terhenti dan pembahasan Abbas mengenai UU IKN itu tentu merujuk pada keputusan lembaga independen Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Satrio Malik Gumilar.

“Jadi bagaimana menurut Anda, Pak Satrio? Apakah MK akan tetap menutup telinga terhadap pemohonan uji formil Undang-Undang tersebut?” ujar Abbas lagi.

Satrio Malik Gumilar

Satrio yang duduk di seberang Abbas nampaknya terlihat cukup tenang. Satrio lantas meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring makannya. “Begini Pak Abbas, Pak Dewandi, dan Pak Danu. Saya izin menjelaskan alasan MK menolak pengajuan permohonan uji formil tersebut. Seharusnya memang penolakan undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 45 diajukan dalam waktu 45 hari sejak undang-undang tersebut diundangkan. Sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ada, maka pengajuan permohonan telah melewati tenggang waktu 45 hari sejak undang-undang IKN diundangkan. Jadi permohonan para pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan di Mahkamah Konstitusi. Selain itu para pemohon yang mengajukan uji formil dan materil telah kami nilai tidak memiliki kerugian langsung atas terbentuknya undang-undang IKN,” terang Satrio dengan begitu lugas.

Dewandi Wirawan yang merupakan presiden tampak takjub dengan jawaban tenang dan penurutan Satrio yang jelas dan runtut. “Jawaban yang bagus, Pak Satrio. Lembaga eksekutif juga telah menyelidiki hal tersebut. Seperti yang kita ketahui, permohonan para pemohon tidak jelas pada bagian kedudukan hukum, posita, dan petitum. Jadi keputusan MK saya rasa sudah sangat tepat,” ujar Dewandi.

“Saya setuju dengan penolakan itu. Bagaimanapun negara tetap harus berorientasi pada Undang-Undang Dasar yang sudah kita buat. Bukankah begitu, Pak Abbas?” ujar Danuarta, sang ketua DPR.

“Semua memang setuju dengan hal tersebut, Pak. Tapi bagaimana dengan konflik teritorial yang terjadi berkat penolakan yang dilakukan MK?” Abbas mengarahkan tatapannya pada Dewandi, lalu beralih pada Satrio.

Sebuah senyum sekilas terbit di wajah Abbas. Dewandi yang duduk di samping Abbas lantas menatap satu persatu petinggi negara yang ada di ruangan itu. Detik berikutnya, Dewandi pun berujar, “Saya yakin Pak Satrio akan dapat mengatasi hal tersebut dengan baik. Konflik teritorial itu dapat ditangani oleh kita sebagai pemerintah, terlebih apabila para lembaga tinggi negara bisa bekerja sama dengan lebih baik ke depannya.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Hotel tempat makan-makan Aquiver

Raegan memilih sebuah private room di restoran khas itali untuk mewujudkan acara makan-makan bersama para anggota gengnya. Sebenarnya acara makan malam ini terasa lebih bermakna dari acara-acara sebelumnya bagi Raegan. Awalnya Raegan tidak berpikir bahwa Kaldera bersedia untuk ikut dengannya, tapi Kaldera rupanya mengiyakan ajakan tersebut. Keikutsertaan Kaldera menjadi salah satu bagian terbaik untuk acara malam ini.

Romeo, Barra, dan Calvin juga datang ke acara tersebut. Mereka terlihat sedikit terkejut dan canggung saat melihat Kaldera di sana. Romeo dan Calvin bertemu dengan Kaldera begitu keduanya akan mengambil makanan di prasmanan yang telah disediakan.

Romeo lantas mempersilakan Kaldera untuk lebih dulu mengambil makanannya. Calvin justru menghampiri Kaldera dan langsung bertanya. “Kayaknya habis acara ini lo sama Raegan punya acara berdua ya?” tanya Calvin dengan nada bergurau.

Kaldera pun menoleh dan wajahnya tampak bingung setelah mendengar pertanyaan Calvin.

Romeo yang mendapati tingkah jahil Calvin itu segera menghampiri keduanya. “Kal, nggak usah didengerin. Lo ambil makanan aja.” Setelah mengatakannya, Romeo pun segera menarik Calvin untuk menjauh dari Kaldera. Calvin terlihat mendumel, lelaki itu nampak tidak terima Romeo memotong pembicaraannya dengan Kaldera.

***

Ini pertama kalinya bagi Kaldera melihat dan bertemu dengan para anggota geng mafia, bahkan makan di satu meja yang sama dengan para pria itu. Kaldera berpikir hidupnya telah berubah menyerupai alur di film-film thriller yang pernah ditontonnya. Namun kenyataannya tidak seperti apa yang Kaldera pikirkan. Mereka, para anggota geng Aquiver tidak terlihat seperti mafia menyeramkan yang Kaldera bayangkan sebelumnya.

Di meja berbentuk lingkaran itu, mereka berbincang-bincang ringan setelah menikmati menu hidangan utama. Kini beberapa orang sedang menikmati dessert di piring kecil mereka. Kemudian ditengah-tengah obrolan itu, salah seorang anggota mengeluarkan pemantik dan siap untuk menyalakan sebatang rokok di tangannya.

You cannot smoke here,” ujar Raegan to the point. Raegan mengarahkan tatapannya ke arah seorang lelaki jangkung yang duduk tepat di seberangnya. Seketika semua mata mengarah pada Dean, lelaki yang akan merokok itu.

Alright alright, Boss,” ucap Dean sambil mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Kemudian Dean melenggang untuk pergi ke balkon restoran yang dibatasi oleh sebuah dinding kaca.

It must because of you,” bisik seseorang di dekat Kaldera yang seketika membuat Kaldera menoleh. Rupanya orang itu adalah Barra, pria itu baru saja melewati kursi Kaldera sambil membawa sajian dessert di tangannya.

Begitu netra Kaldera besinggung tatap dengan Barra, lelaki itu mengulaskan senyum tipisnya. Barra terlihat tenang di kursinya sembari menikmati pudding coklat di piringnya, tapi tatapannya terus tertuju ke arah Kaldera.

Kaldera lantas memikirkan ucapan Barra padanya. Kaldera masih belum menemukan jawabannya. Kaldera penasaran, tapi tidak mungkin ia menanyakannya pada Barra. Kemudian ada dua orang lagi yang ingin merokok, mereka sempat mempertanyakan mengapa tidak boleh merokok di ruangan ini, padahal ruangannya telah disewa secara privat. Toh selama ini mereka sering melakukannya, karena mereka semua yang ada di sini adalah seoran perokok.

Please respect her,” ujar Raegan akhirnya. Seketika Kaldera menoleh ke samping kanannya dan netranya langsung bersitatap dengan Raegan. Raegan hanya menatapnya dengan tatapan minim ekspresi, lalu kontak itu terputus begitu saja dan baik Raegan maupun Kaldera sama-sama mengalihkan tatapan ke arah lain.

Kini Kaldera mendapat jawaban atas pertanyaan yang tadi singgah di benaknya. Kaldera pun mengerti maksud perkataan Barra tadi. Detik berikutnya, tanpa Kaldera dapat cegah, ada sebuah desiran hangat yang perlahan-lahan memenuhi di rongga dadanya. Kaldera tidak dapat membohongi perasaannya. Perasaan ini jelas-jelas adalah perasaan yang sama ketika Raegan memberikan blazer jaketnya saat mereka pergi ke taman waktu itu.

***

Acara makan malam itu selesai sekitar pukul sembilan. Beberapa masih mempunyai acara yang akan dilakukan bersama. Mereka akan pergi ke bar untuk meneguk botol bir sambil menikmati karaoke di sebuah ruangan privat yang disediakan oleh tempat hiburan itu.

“Lo nggak ikut anak-anak ke bar?” tanya Barra pada Raegan.

“Kali ini nggak dulu. Maybe next time,” balas Raegan. Barra lantas mengangguk-angguk dan sepertinya pria itu sudah memiliki jawaban mengapa kali ini Raegan tidak turut serta. Alasannya tentu adalah seorang perempuan yang nampaknya begitu diperlakukan layaknya seorang ratu oleh sang bos mafia itu.

Sebelum Raegan dan Kaldera berjalan menuju di mana mobil Raegan terparkir, Romeo, Barra, dan Calvin menahan langkah keduanya.

“Ada yang mau kita omongin sebentar sama Kaldera,” ujar Romeo lebih dulu. Raegan seketika menatap Romeo dengan tatapannya khasnya, yakni kedua alis yang bertaut dan timbul kerutan di keningnya.

“Kita mau minta maaf sama lo Kal,” ujar Calvin kemudian.

Kaldera yang mendapati kalimat tersebut terlihat tidak mengerti maksud dari perkataan Calvin.

“Kenapa minta maaf?” tanya Kaldera setelah mereka hanya saling menatap.

“Maaf karena kita udah merahasiakannya dari lo. Saat lo udah tau identitas kita, gue pikir sikap lo akan berubah ke kita, tapi ternyata enggak. Kita selalu berharap lo nggak menganggap kita orang-orang jahat,” jelas Romeo panjang lebar.

Calvin dan Barra mengatakan hal yang hampir serupa dengan Romeo. Mereka sempat berpikir bahwa hubungan ketiganya dengan Kaldera akan berubah. Waktu-waktu yang telah mereka lalui bersama, membuat mereka cemas kalau Kaldera akan menjauh setelah mengetahui semuanya.

Beberapa detik setelahnya, Kaldera mengulaskan senyum lembutnya. “Nggak ada yang berubah sama sekali,” ujar Kaldera sambil menatap satu persatu anggota The Ninety Seven dengan tatapan penuh artinya.

Calvin tampak lega setelah mendengar penuturan Kaldera. Lelaki itu lantas tersenyum cerah sekali. “Gue tadi agak kaget sih lo mau dateng ke acara makan-makan malam ini,” celetuk Calvin. Kemudian Calvin melirik Raegan dan Kaldera secara bergantian, “Makanya gue kira lo sama Raegan ada acara privat berdua habis ini,” tambah Calvin sambil melemparkan senyuman menggoda.

“Nggak ada acara apa-apa,” ucap Raegan cepat.

“Santai aja dong, Bos,” sergah Romeo.

Guys, enough. Nih sekarang di luar anginnya lagi kenceng banget, udah malem juga. Mending lo anter Kaldera pulang deh sana,” suruh Barra yang kemudian lekas diangguki oleh Raegan.

Sebelum berpamitan pulang, Kaldera mengatakan sesuatu pada Romeo, Barra, dan Calvin. Kaldera mengatakan bahwa meskipun ia belum dapat memahami pekerjaan yang dilakukan oleh The Ninety Seven, Kaldera dapat merasakan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik dan akan selalu melindunginya. Kaldera tidak membenarkan pekerjaan mereka, tindak kriminal memang akan selalu salah. Namun mereka yang Kaldera kenal adalah orang yang berbeda dengan pekerjaan yang mereka jalani. Itu seperti dua hal yang terpisah, begitulah kira-kira.

Kaldera akhirnya berpamitan dan masuk ke mobil lebih dulu. Raegan masih di sana dan ditahan oleh teman-temannya.

“Jadi sekarang Kaldera tinggak di rumah lo?” tanya Romeo diiringi alisnya yang bertaut.

Yes. As you see,” jawab Raegan santai. Sementara Romeo tertegun mendengar jawaban itu. Sepertinya Romeo dan Raegan sudah 0-1 sekarang. Romeo tidak main-main soal ketertarikannya pada Kaldera, tapi kenyataan pahitnya adalah saingannya merupakan sahabatnya sendiri.

“Gerak cepat juga lo,” timpal Calvin.

Are you officially her boyfriend?” tanya Barra ikut menimpali.

“Hmm … not yet,” ujar Raegan. Pria itu terdiam beberapa detik, lalu ia kembali berujar, “But I’ll make it happen soon,” sambung Raegan dengan nada yang terdengar penuh keyakinan.

Romeo dan Calvin sukses dibuat takjub dengan pernyataan Raegan soal keseriusannya dengan Kaldera. Kalau Raegan sudah mengatakannya, maka Raegan akan sungguh-sungguh mewujudkannya. Selama ini sosok itulah yang mereka kenal sejak keempatnya bergabung di dalam geng yang sama. Kali ini Raegan tidak ingin menyerah terhadap urusan percintaannya, berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya. Biasanya Raegan mudah menyerah terhadap perempuan, tapi kali ini sepertinya pria itu begitu serius ingin berjuang.

Sebelum berbalik dan meninggalkan teman-temannya, Raegan kembali berujar, “I didn’t take her home,” ujar Raegan.

What do you mean?” tanya Calvin.

From now until she’ll be mine, she will always going home with me,” tukas Raegan.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Leonel telah ditetapkan sebagai tersangka sejak keputusan sidang beberapa hari yang lalu. Namun polisi masih melakukan pencarian dan belum menemukan keberadaan Leonel.

Aksa telah bebas dari penjara, lelaki itu dapat menjalani hari-harinya seperti remaja lelaki pada umumnya. Namun ada yang terasa hilang dari dalam dirinya. Aksa memang mendapatkan kembali hidupnya, tapi ia kehilangan sosok sahabat terbaiknya. Sahabatnya harus kehilangan nyawa karena berniat menyelamatkannya, rasanya Aksa akan selalu dihantui oleh perasaan bersalah itu.

Sore ini sepulang sekolah setelah Aksa berziarah dari makam Zio, kini Aksa berada di depan sebuah rumah yang terlihat sangat megah. Tidak lama setelah Aksa menekan bel di dekat sebuah pagar besar, seorang lelaki bertubuh tinggi dan kekar membukakan pagar untuknya. Aksa dipersilakan masuk dan langsung diantar ke tempat tujuannya.

Hari ini Aksa telah sepakat untuk melakukan diskusi dengan Raegan dan Kaldera. Begitu memasuki ruangan dengan pintu ganda putih, Aksa tidak hanya menemukan Raegan dan Kaldera di sana, tapi ada tiga orang lelaki yang tidak Aksa kenali.

“Lo duduk dulu,” ujar Raegan mempersilakan Aksa untuk duduk. Aksa mengangguk sekali dan beranjak untuk menduduki kursi di hadapannnya.

“Kenalin mereka adalah Romeo, Barra, dan Calvin.” Raegan mengenalkan tiga orang lelaki yang adaa di ruangan itu kepada Aksa. Aksa lantas melirik Kaldera yang duduk di sampingnya. Kaldera hanya mengangguk sekali, mengisyaratkan kalau ia sudah lebih dulu mengenal orang-orang tersebut.

“Apa dia bisa dipercaya?” tanya Barra sambil menatap lurus ke arah Aksa. Seketika Raegan, Romeo, Calvin, dan Kaldera menatap ke arah Barra. Barra mengedikkan kedua bahunya, pria itu masih menatap Aksa dengan tatapan intens dan sedikit mengintimidasi.

“Dia bisa dipercaya,” ucap Raegan kemudian. Raegan beranjak dari duduknya, lalu ia melangkah ke arah sebuah lemari dan membuka salah satu lacinya. Sekembalinya Raegan, lelaki itu menunjukkan sebuah pistol di tangannya dan mengarahkannya kepada Aksa.

Aksa nampak terkejut dan matanya membelalak menatap ke arah pistol yang ada di tangan Raegan. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, aksi Raegan itu sudah dapat menjelaskan bahwa Aksa akan berurusan bukan dengan orang sembarangan. Jadi Aksa harus dapat dipercaya dan jika berkhianat, harusnya lelaki itu sudah tahu apa konsekuensi yang akan dihadapinya.

Raegan masih mengarahkan pistolnya kepada Aksa, tapi saat Kaldera meminta Raegan menjauhkan benda itu dari Aksa, Raegan perlahan-lahan akhirnya menjauhkannya.

“Seiring berjalannya waktu, lo akan tau sendiri lo berurusan dengan siapa. Kalau lo mengkhianati kepercayaan kita sekecil apa pun itu, lo akan tau akibatnya,” terang Romeo. Aksa lantas mengangguk dengan cepat dan berjanji bahwa ia bisa dipercaya.

Calvin sedikit bergerak dari posisi duduknya, pria itu meletakan kedua lengannya di atas meja. “Polisi sampai sekarang belum bisa menemukan keberadaan Leonel. Jadi kita harus cari cara, tanpa bantuan polisi atau bahkan siapa pun, kita harus bisa menemukan Leonel hidup-hidup.” Calvin menjelaskan apa yang akan menjadi topik utama pembicaraan mereka saat ini.

“Status Kaldera yang akan jadi saksi di persidangan waktu itu masih bersifat rahasia, tapi Leonel mengetahui itu. Jadi kemungkinan besar Leonel memang memiliki koneksi dengan pejabat tinggi negara atau mungkin penegak hukum itu sendiri,” ujar Raegan. Semua yang ada di ruangan itu memikirkan perkataan Raegan dan mereka akhirnya setuju dengan pemikiran tersebut.

Sesuai yang diungkapkan oleh Kaldera soal Leonel yang mengetahui bahwa Kaldera akan bersaksi, mereka pun sepakat berasumsi kalau Leonel punya hubungan dengan pejabat negara yang memiliki jabatan tinggi.

“Gue masih nyimpen bukti yang mungkin bisa dipakai untuk menyelidiki Leonel,” ujar Aksa tiba-tiba. Seluruh pasang mata di ruangan itu seketika menatap ke arah Aksa.

“Mungkin bukti ini bisa jadi jalan pembuka untuk menemukan Leonel,” tambah Aksa sambil mengeluarkan sebuah memory card dari ponselnya.

***

Kaldera menemukan Aksa begitu ia melangkah keluar dari kelasnya. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, kini murid-murid satu persatu mulai berhamburan keluar dari kelas mereka.

“Kal, hari ini gue akan pergi ke suatu tempat untuk ngelacak bukti yang ada di memory card itu,” terang Aksa.

Aksa dan Kaldera berjalan bersisian keluar dari gedung sekolah. Saat langkah mereka sudah sampai di depan gerbang, Kaldera menoleh pada Aksa dan bertanya, “Lo yakin bisa ke ngelakuinnya sendiri?”

Aksa mengangguk. “Gue bisa, Kal. Nanti kalau udah berhasil gue cari tau, gue akan infoin ke lo.”

“Kal,” ujar Aksa lagi.

“Hmm?” Kaldera segera menoleh pada Aksa dan memberikan perhatiannya kepada lelaki itu.

“Apa lo tau siapa sebenarnya mas Raegan dan teman-temannya? Lo keliatan percaya banget sama mereka,” ujar Aksa.

Kaldera lantas mengulaskan senyumnya. “Lo akan tau nanti, tapi mungkin nggak sekarang. Yang jelas mereka orang-orang baik dan gue percaya sama mereka,” ujar Kaldera.

Tidak lama setelah itu, sebuah mobil hitam berhenti di depan Aksa dan Kaldera. Kaldera yang sudah fameliar dengan mobil itu, lantas berujar kepada Aksa. “Sa, gue balik dulu ya. Kalau lo butuh bantuan buat ngelacak bukti itu, kasih tau gue atau mas Raegan aja. Oke?”

“Oke,” ujar Aksa diiringi senyum kecilnya.

Kaldera pun mengangguk dan lantas melangkahkan kakinya menuju sisi kiri mobil. Saat Kaldera sudah memasuki mobil itu, kaca di sisi pengemudi mobil itu terbuka. Aksa masih di sana, jadi ia sempat bersinggung tatap dengan Raegan.

Tidak lama setelahnya, Raegan kembali menutup kaca mobilnya dan segera menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran sekolah. Aksa memang dibuat penasaran tentang siapa sebenarnya Raegan dan teman-temannya. Aksa merasa bahwa mereka bukanlah orang sembarangan dan mereka mereka memiliki kemampuan untuk dapat menemukan Leonel. Namun jika Kaldera mempercayai Raegan dan teman-temannya, maka Aksa pikir ia bisa membuat dirinya untuk percaya juga.

***

Keesokan harinya …

Bukti yang ada pada memory card Aksa telah berhasil dilacak. Aksa yang sejak bekerja pada Leonel dan penasaran dengan sesuatu yang tidak sengaja ditemukannya, telah menduplikat bukti tersebut. Aksa adalah hacker muda yang pintar dan cerdik. Tepat saat Aksa ingin kabur bersama bukti itu, Leonel menemukannya dan akan menghabisinya malam itu juga.

Bukti di dalam memory card tersebut menunjukkan bahwa ternyata Leonel melakukan sabotase dokumen rahasia yang berhubungan dengan administrasi negara. Dari sana kecurigaan pun mulai bermunculan. Jelas sekali jika Leonel memanfaatkan koneksi dengan pejabat negara yang memiliki jabatan tinggi untuk mengetahui status Kaldera sebagai saksi yang padahal itu masih menjadi rahasia. Tidak mungkin Leonel bisa melakukan semuanya sendiri, pasti Leonel memiliki orang yang menjadi back up-nya.

Hari ini Raegan memerintahkan dua anggota gengnya untuk melakukan sebuah misi. Mereka harus membuntuti anggota geng Tacenda untuk mencari tahu koneksi yang dimiliki oleh Leonel itu. Mereka memerlukan informasi Leonel bekerja untuk siapa dan apa tujuan Leonel mesabotase dokumen rahasia negara.

Setelah dua hari membuntuti secara sembunyi-sembunyi, hari ini akhirnya Alaric dan Gifari berhasil mendapatkan jejak keberadaan anggota Leonel. Dua anggota geng Raegan itu menggunakan drone untuk dapat mengetahui situasi yang tengah terjadi.

Dari atas sebuah rooftop, mereka menerbangkan drone untuk merekam situasi di ruangan privat di sebuah restaurant milik hotel mewah.

Hotel tempat ketemu

Drone kita nggak bisa menjangkau ruangan itu. Kita nggak bisa melihat siapa mereka,” ujar Alaric dengan raut wajahnya yang tampak kesal.

“Tapi target kita sudah masuk ke dalam. Kita harus secepatnya mendapatkan informasi,” ucap Gifari.

“Oke, gini aja. Lo tetap jalanin drone-nya, gue akan nyamar dan masuk ke dalam unutk dapetin informasi lebih.” Alaric dengan cepat memutar otaknya untuk merubah sedikit rencana awal yang sudah mereka rencanakan.

***

Alaric dan Gifari berhasil mendapatkan beberapa foto dari kegiatan mereka membuntuti anggota geng Leonel itu. Salah satu tangan kanan Leonel yang bernama Taraka menemui seseorang yang diduga merupakan orang penting pemerintah. Beberapa anggota lainnya lantas segera membuat mind mapping yang bisa membantu mereka untuk memecahkan teka-teki tersebut.

Foto-foto bukti

Mind mapping

Malam ini Raegan datang ke markas Aquiver dan di sana anggota gengnya telah berkumpul. Begitu Raegan melangkah memasuki ruangan itu, semua yang ada di sana langsung beranjak dari posisi mereka. Mereka lantas sedikit membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada ketua mereka.

Setelah Raegan menarik kursinya dan duduk di sana, Alaric menghampirinya dan menunjukkan hasil foto yang diminta oleh Raegan.

Raegan melihat hasil foto-foto itu dengan seksama. Dugaan mereka selama ini tepat sasaran. Leonel memang memiliki back up orang yang punya jabatan tinggi di hukum.

Raegan lantas meletakkan kembali foto-foto itu di atas meja. “Cari tau siapa orang yang di foto itu,” ujarnya.

“Kami sudah mencari tau itu Bos,” ujar Alaric.

Raegan menatap anggotanya dengan alis yang tertaut. Namun detik berikutnya, sebuah smirk terulas di wajah tegasnya.

“Orang yang menemui Taraka adalah sekretaris dari ketua Mahkamah Agung,” ujar Gifari kemudian.

“Kalian sudah memastikan kalau itu benar?” Raegan berdiri dari kursinya. Ia menatap satu persatu anggotanya yang telah ia didik dengan penuh ketelatenan selama bertahun-tahun. Meskipun sempat vakum dari pekerjaan ini, begitu Raegan kembali anggotanya tetaplah orang-orang yang handal dan setia kepadanya.

“Sudah, Bos. Kami dapat pastikan kalau orang yang ditemui Taraka adalah seorang sekretaris yang bekerja untuk ketua Mahkamah Agung,” jawab Alaric.

Raegan lantas mengangguk sekilas. “Oke, kerja yang bagus.”

“Bos, apa setelah ini ada acara makan-makan seperti dulu yang sering kita lakukan?” tanya seorang anggota begitu Raegan baru akan melangkah pergi dari sana.

Raegan pun berbalik dan muncul sebuah kerutan di keningnya. Detik berikutnya pria itu mengangguk dan mengiyakan ide tersebut. “Sebelum kalian harus bekerja lebih keras lagi kedepannya, kalian berhak mendapatkannya. Saya akan atur jadwal makan malam untuk besok.”

“Terima kasih Bos,” ujar mereka secara bergantian. Terlihat raut-raut bahagia di wajah para lelaki bertubuh kekar itu. Sudah cukup lama mereka tidak melakukannya. Kali ini Raegan akan kembali melakukan tradisi tersebut bersama para anggota gengnya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Hari ini ada dua orang penyidik dari kejaksaan yang datang ke rumah untuk melakukan wawancara singkat dengan Kaldera. Penyidik ingin memeriksa dan akan memberi keputusan apakah Kaldera nanti dapat kembali bersaksi di pengadilan. Jadi wawancara tersebut akan sangat berpengaruh pada keputusan yang nantinya dikeluarkan oleh kejaksaan.

Kaldera harus mengatakan yang sejujurnya kepada penyidik, alasan mengapa ia tidak dapat menghadiri sidang minggu lalu. Setelah sekitar 30 menit Kaldera menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, wawancara pun akhirnya selesai. Raegan lantas mengantar kedua penyidik itu sampai ke halaman rumah. Begitu Raegan berbalik dari sana, ia menemui Kaldera dan keduanya saling bertatapan.

“Mas, ada yang mau aku omongin sama kamu,” ucap Kaldera.

“Soal apa?” tanya Raegan.

“Soal kejadian malam itu.”

“Bukannya kamu udah ceritain semuanya sama penyidik tadi?” Raegan justru melemparkan pertanyaan kepada Kaldera.

“Aku nggak bisa kasih tau semuanya ke penyidik, Mas,” ujar Kaldera.

***

Kini Raegan dan Kaldera duduk berhadapan di sofa ruang tamu. Raegan menatap Kaldera lurus-lurus. Raegan menunggu Kaldera menjelaskan mengapa gadis itu tidak mengatakan seluruh kejadian yang terjadi pada malam itu.

“Aku nggak jelasin ke penyidik alasan sebenarnya aku nggak hadir di persidangan,” ujar Kaldera.

“Kenapa?” tanya Raegan dengan raut bingungnya.

“Malam itu Leonel ngancam aku. Katanya kalau aku sampai bersaksi di pengadilan, dia akan memastikan anggotanya menghabisi Aquiver malam itu juga,” Kaldera menjeda ucapannya sesaat. Kaldera memang belum mengatakan hal ini pada siapa pun dan Raegan adalah orang pertama yang mendengarnya dari Kaldera. Malam saat Kaldera diculik, markas Aquiver juga diserang oleh sekelompok orang tidak dikenal. Raegan pun sekarang tahu bahwa itu semua ulah Leonel dan gengnya.

“Waktu wawancara tadi, aku cuma bilang ke penyidik kalau aku nggak bisa datang karena alasan sakit,” jelas Kaldera. Kaldera tidak memenuhi syarat umum sebagai seorang saksi, di mana seorang saksi harus sehat secara jasmani dan rohani. Kaldera memang berbohong pada penyidik, tapi ia tidak sepenuhnya berbohong dan memiliki alasan kuat dibalik tindakannya tersebut.

“Kal, apa alasan kamu ngelakuin itu?” tanya Raegan.

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat. “Aku ngelakuin itu karena aku takut Leonel akan berbuat sesuatu lagi. Aku nggak ingin Leonel mencelakai Aquiver atau pun orang-orang yang aku sayang,” ucap Kaldera.

Raegan seketika terdiam seribu bahasa begitu mendengar ucapan Kaldera. Kaldera tidak menceritakan soal penculikan yang dialaminya karena suatu alasan yang tidak Raegan sangka akan keluar dari mulut Kaldera.

“Mas,” ujar Kaldera.

“Iya?”

“Aku ingin mengungkapkan semuanya saat di persidangan nanti. Tunggu sampai hari persidangan ya Mas. Setelah itu kamu akan mengerti, alasan kenapa aku nggak bisa ceritain kejadian penculikan itu ke penyidik,” tutur Kaldera.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Ruang persidangan siang itu telah dihadiri oleh beberapa orang yang akan menyaksikan jalannya persidangan. Tim jaksa berada di sisi kiri, sementara terdakwa dan pengacara pembela berada di sisi kanan. Saat hakim ketua memasuki ruang sidang dan menempati kursinya, sidang akhirnya siap untuk dimulai.

Jaksa penuntut maju ke depan dan membacakan dakwaan kepada tersangka. “Saudara Aksa Prameswara, Anda didakwa telah melukai saudara Redanzio Nawasena Gumilar dengan senjata tajam hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Sesuai bukti yang ditemukan oleh tim kejaksaan di tempat kejadian perkara, saudara Aksa Prameswara dituntut atas dugaan pembunuhan,” ujar jaksa penuntut.

Setelah membacakan dakwaan, jaksa penuntut kembali ke tempatnya. Kini giliran pengacara pembela maju ke tengah-tengah dan akan menyampaikan pembelaannya untuk Aksa. Erwin menghadap kepada tim hakim di depannya dan mengatakan bahwa kliennya memiliki saksi yang akan bersaksi untuk membelanya.

“Baik, kepada saksi yang telah disetujui oleh kejaksaan, silakan memasuki ruang sidang,” ujar hakim ketua.

Detik berikutnya semua orang yang hadir di sana menatap ke arah pintu ruang persidangan. Di sana nampak seorang gadis yang tengah berjalan ke depan. Begitu Kaldera melangkah di sana, matanya sempat bertemu dengan Raegan dan Barra yang hari ini juga menghadiri di persidangan. Kaldera tersenyum sekilas yang lantas dibalas anggukan yakin oleh Raegan. Raegan yakin bahwa Kaldera dapat melakukannya dengan baik hari ini.

Hingga akhirnya langkah Kaldera sampai di depan meja hakim, ia dipersilakan untuk duduk di kursi saksi yang telah disediakan. Kaldera lantas menarik kursi di hadapannya dan duduk di sana.

“Kepada saudari Kaldera Ruby Rinjani, silakan beri kesaksian Anda di hadapan hakim dan seluruh hadirin yang di ruangan ini,” ujar Erwin. Setelah itu Erwin kembali ke tempatnya dan kini semua pandangan yang ada di ruang sidang itu tertuju pada Kaldera.

Kaldera mengangguk satu sekali, lalu satu tangannya meraih stand microphone di hadapannya untuk mendekat padanya. “Saat malam kejadian, saya ada di sana. Saya melihat dengan jelas bahwa yang melakukan pembunuhan itu bukan Aksa. Orang yang melakukan itu adalah Leonel Nathan Tarigan,” ujar Kaldera.

Erwin kembali maju ke depan dan mengatakan kalau Kaldera tidak hanya melihat kejadiannya, tapi Kaldera juga memiliki bukti. Lantas Erwin segera memberikan bukti foto kepada hakim ketua yang kemudian ditampilkan di layar di ruang sidang itu.

Semua hadirin nampak terkejut begitu melihat foto yang terpampang di layar. Meskipun foto tersebut tidak begitu jelas karena penerangan yang minim, tapi tetap terlihat bahwa seseorang tengah menusukkan benda tajam kepada Redanzio. Di sana memang ada Aksa, tapi bukan Aksa yang melukai Redanzio.

“Bagaimana hakim ketua? Apakah kesaksian dan foto dapat membuktikan jelas kalau klien saya tidak bersalah?” tanya Erwin.

Jaksa penuntut lalu bergerak dari tempatnya. “Mohon maaf hakim ketua, tapi bukti foto tersebut tidak cukup jelas. Bagaimana kita bisa langsung mempercayai foto itu?”

“Klien saya jelas tidak melakukan penusukan tersebut. Kami juga punya saksi mata yang melihat kejadiannya secara langsung,” balas Erwin dengan nadanya yang masih terdengar sangat tenang.

“Pengacara pembela dan jaksa penuntut, silakan kembali ke tempat Anda masing-masing,” ujar hakim ketua.

Hakim ketua lantas melakukan diskusi dengan dua hakim yang duduk di sisi kanan dan kirinya. Putusan hakim ketua memerlukan pertimbangan dari para hakim di dalam timnya, di mana notabenenya tim hakim akan memberi usulan atau saran terhadap hal-hal lainnya yang berkaitan dengan keputusan final.

Setelah beberapa menit melakukan diskusi, hakim ketua pun menyampaikan keputusannya. Dengan palu yang diangkat kemudian diketukkan sebanyak tiga kali, hakim memutuskan bahwa Aksa tidak bersalah.

Status terdakwa Aksa kini telah dicabut dan ia terbukti tidak melakukan tindak pidana. Bukti foto yang ada juga sudah sangat cukup untuk membebaskan Aksa. Setelah sidang selesai, bukti foto diserahkan pada pihak kejaksaan. Kasus akan dilanjutkan karena dari pihak penuntut umum ingin mengusut kasusnya sampai tuntas dan memberi hukuman setimpal kepada pelaku sebenarnya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Hari ini ada dua orang penyidik dari kejaksaan yang datang ke rumah untuk melakukan wawancara singkat dengan Kaldera. Penyidik ingin memeriksa dan akan memberi keputusan apakah Kaldera nanti dapat kembali bersaksi di pengadilan. Jadi wawancara tersebut akan sangat berpengaruh pada keputusan yang nantinya dikeluarkan oleh kejaksaan.

Kaldera harus mengatakan yang sejujurnya kepada penyidik, alasan mengapa ia tidak dapat menghadiri sidang minggu lalu. Setelah sekitar 30 menit Kaldera menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, wawancara pun akhirnya selesai. Raegan lantas mengantar kedua penyidik itu sampai ke halaman rumah. Begitu Raegan berbalik dari sana, ia menemui Kaldera dan keduanya saling bertatapan.

“Mas, ada yang mau aku omongin sama kamu,” ucap Kaldera.

“Soal apa?” tanya Raegan.

“Soal kejadian malam itu.”

“Bukannya kamu udah ceritain semuanya sama penyidik tadi?” Raegan justru melemparkan pertanyaan kepada Kaldera.

“Aku nggak bisa kasih tau semuanya ke penyidik, Mas,” ujar Kaldera.

***

Kini Raegan dan Kaldera duduk berhadapan di sofa ruang tamu. Raegan menatap Kaldera lurus-lurus. Raegan menunggu Kaldera menjelaskan mengapa gadis itu tidak mengatakan seluruh kejadian yang terjadi pada malam itu.

“Aku nggak jelasin ke penyidik alasan sebenarnya aku nggak hadir di persidangan,” ujar Kaldera.

“Kenapa?” tanya Raegan dengan raut bingungnya.

“Malam itu Leonel ngancam aku. Katanya kalau aku sampai bersaksi di pengadilan, dia akan memastikan anggotanya menghabisi Aquiver malam itu juga,” Kaldera menjeda ucapannya sesaat. Kaldera memang belum mengatakan hal ini pada siapa pun dan Raegan adalah orang pertama yang mendengarnya dari Kaldera. Malam saat Kaldera diculik, markas Aquiver juga diserang oleh sekelompok orang tidak dikenal. Raegan pun sekarang tahu bahwa itu semua ulah Leonel dan gengnya.

“Waktu wawancara tadi, aku cuma bilang ke penyidik kalau aku nggak bisa datang karena alasan sakit,” jelas Kaldera. Kaldera tidak memenuhi syarat umum sebagai seorang saksi, di mana seorang saksi harus sehat secara jasmani dan rohani. Kaldera memang berbohong pada penyidik, tapi ia tidak sepenuhnya berbohong dan memiliki alasan kuat dibalik tindakannya tersebut.

“Kal, apa alasan kamu ngelakuin itu?” tanya Raegan.

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat. “Aku ngelakuin itu karena aku takut Leonel akan berbuat sesuatu lagi. Aku nggak ingin Leonel mencelakai Aquiver atau pun orang-orang yang aku sayang,” ucap Kaldera.

Raegan seketika terdiam seribu bahasa begitu mendengar ucapan Kaldera. Kaldera tidak menceritakan soal penculikan yang dialaminya karena suatu alasan yang tidak Raegan sangka akan keluar dari mulut Kaldera.

“Mas,” ujar Kaldera.

“Iya?”

“Aku ingin mengungkapkan semuanya saat di persidangan nanti. Tunggu sampai hari persidangan ya Mas, dan kamu akan ngerti alasan kenapa aku nggak bisa ceritain kejadian penculikan itu ke penyidik,” tutur Kaldera.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂