Malam Penuh Cinta
Begitu Sienna keluar dari kamar mandi, ia sudah mendapati Alvaro duduk anteng menunggunya di ruang makan. Di meja sudah tersaji dua jenis hidangan berbeda, minuman, dan ada sebuah dessert.
“Wow,” ucap Sienna begitu netranya mendapati dessert kesukaannya berada di sana. Sebuah strawberry cheesecake yang nampak cantik dan lezat itu berhasil membuat Sienna ingin segera mencicipnya.
“Kamu pesen dessert-nya satu doang?” Sienna bertanya sembari menarik kursi di hadapan Alvaro, lalu ia duduk di sana.
“Iya, aku nggak makan dessert soalnya,” jawab Alvaro.
“Kenapa? Bukannya kamu suka makanan manis?” Sienna bertanay dengan alisnya yang bertaut.
“Pengen sih, tapi aku lagi ngurangin. Berat badan aku nggak boleh naik, nanti kena omel Kak Nat,” ujar Alvaro diiringi kekehannya.
“Ohhh…” Sienna lantas hanya beroh ria.
Sedikit banyak Sienna akhirnya tahu bahwa menjadi seorang aktor atau pun publik figure lainnya, nyatanya tidaklah mudah. Mereka yang melakukan profesi untuk terus tampil, harus selalu menjaga penampilan agar tetap terlihat menawan di hadapan kamera dan juga di mata para penggemar. Tentunya tidak mudah untuk tetap terlihat sempurna. Mereka harus mengatur pola makan, berolahraga secara rutin, dan tidak bisa semabarangan mengonsumsi makanan atau pun memakai produk perawatan.
Sienna sudah mulai menyantap ramen seafood-nya, perempuan itu tampak menikmatinya makanannya.
“Enak nggak ramennya? Harganya tadi lumayan mahal sih, sayang kan kalau rasanya nggak enak,” Alvaro lantas berujar sembari memperhatikan Sienna makan.
Sienna lantas mengalihkan atensinya dari mangkuk ramennya kepada Alvaro. “Enak, lumayan. Kamu mau cobain?”
Alvaro pun mengangguk, lalu ia mencondongkan tubuhnya sedikit. Sienna mengambilkan sesendok ramen lengkap dengan kuahnya dan toping udang, lalu ia bergerak menyuapi Alvaro.
“Hmmm … enak juga. Worth it lah ya sama harganya,” ujar Alvaro begitu ia sudah mengunyah dan menelan ramennya.
“Tumben kamu mikirin harga, biasanya engga,” ucap Sienna.
“Kamu kan yang sering ingetin aku buat nggak terlalu boros,” Alvaro tertawa pelan, ia lalu menyuap kembali makanan miliknya sendiri.
Sienna menatap Alvaro yang kembali menyantap makanan miliknya, lalu ia mengulaskan seuntai senyum. Sienna merasa bangga kepada Alvaro.
“Sky, aku sadar kalau uang itu hal yang berarti banget. Mungkin sekarang bagi aku bisa dibilang cukup mudah dapetin uang, tapi aku nggak tau apa yang terjadi beberapa tahun ke depan. Dan aku pernah ngerasain titik di mana aku bener-bener nggak punya uang, harusnya aku lebih bisa menghargai sesuatu yang dulu bikin aku mau kerja keras, sampai rasanya aku capek banget baru bisa dapetin uang.”
Mendengar penuturan Alvaro tersebut, Sienna sedikit tertegun. Setelah kalimat itu, tidak ada pembicaraan berarti di antara mereka selama menyantap makanan.
Selang beberapa menit mereka menghabiskan hidangan malam ini, Alvaro dan Sienna bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan melakukan rutinitas lainnya sebelum tidur.
“Al, tadi cheesecake-nya enak banget lho,” cetus Sienna begitu ia telah lebih dulu selesai menyikat giginya. Sienna juga telah mengaplikasikan skincare di wajahnya.
Alvaro rupanya lebih lama melakukan rutinitasnya, padahal Sienna pikir lelaki akan lebih singkat.
Alvaro masih berkumur untuk membersihkan sisa busa bekas sika gigi di mulutnya. Sienna di sana setia memperhatikan setiap gerakan yang Alvaro lakukan. Dari mulai pria itu mencuci wajah dengan face wash, lalu membasuh sisa busa di wajahnya dengan air, mengusap wajah dengan handuk agar kering, sampai pria itu selesai menggunakan empat buah step skincare malamnya.
“Rasanya kayak lagi liat shooting iklan produk skincare ya,” komentar Sienna.
Seketika tawa Alvaro membuncah. Karena Alvaro telah selesai dengan seluruh kegiatannya, ia segera beralih kepada Sienna. Di tatapnya Sienna dengan tatapan gemas, sampai Sienna mundur beberapa langkah karena ia merasa gugup.
“Kamu mau ke mana? Jangan jauh-jauh dong dari aku,” ucap Alvaro. Ia segera menghela pinggang Sienna agar perempuan itu kembali mendekat padanya.
“Kamu gugup ya?” tanya Alvaro sembari menatap lurus kepada Sienna.
“Engga tuh.”
“Kenapa kamu gugup?”
Akhirnya Sienna tidak bisa mengelak lagi. “Rasanya masih aneh aja sih, kita udah nikah. Terus sekarang aku udah jadi istri orang, aku udah punya suami.”
“Kamu pengennya jadi anak kecil terus gitu emangnya?”
“Iya, kalau bisa. Soalnya anak kecil hidupnya kayak nggak punya beban.”
Alvaro masih setia membiarkan dirinya berada di jarak yang begitu dekat dengan Sienna. Jadilah Sienna disuguhi pemandangan wajah Alvaro. Sedekat ini, dan seintens ini Alvaro menatapnya, dan hanya Sienna-lah yang memiliki tatapan ini.
“Suami aku beneran ganteng banget ya,” celetuk Sienna.
“Iyalah, masa boongan gantengnya,” balas Alvaro.
Sienna seketika mendecih kecil. “Kalau di layar biasa aja tuh kayaknya, tapi aslinya lebih ganteng sih,” ujarnya.
“Oke. Jadi lebih enak liat langsun gdari pada di layar ya,” cetus Alvaro.
Setelah pembicaraan itu, Sienna berujar lagi. “Tidur, yuk. Kamu udah ngantuk belum?”
“Aku belum ngantuk.”
“Kok gitu? Al … jangan bilang kamu…”
“Apa?”
“Kamu beneran mau kita lakuin itu malem ini?”
“Kalau aku bilang mau, gimana?” Alvaro menatap Sienna dengan tatapan jenaka dan menggoda khasnya, yang mana itu berhasil membuat Sienna langsung besemu. Kini kedua pipi Sienna tampak memerah, kontras dengan kulit putihnya.
“Yaa kalau kamu mau, aku nggak jadi tidur. Istri harus nurut sama suaminya, ya kan?” ujar Sienna.
Alvaro justru tertawa mendengar kalimat Sienna. “Iya, bener istri harus nurut sama suaminya. Tapi kalau kamu ngantuk sama cape, yaa besok nggak papa. Kita tidur aja sekarang.”
Alvaro baru akan meraih tangan Sienna untuk mengajaknya ke kamar, tapi Sienna tiba-tiba menahan pergerakannya.
“Al, ayo kita coba malam ini,” ucap Sienna.
“Kamu yakin?” Alvaro bertanya untuk memastikan, kedua alisnya tampak bertaut.
“Iya. Nggak tau, tapi aku juga pengen,” Sienna berucap dengan nada pelan, ia sejujurnya malu sekali mengatakannya.
Sienna pun mengulum bibirnya ke dalam, ia tampak gugup. Sienna menatap Alvaro dengan tatapan malu-malu, pasalnya ia terang-terangan mengatakannya. Entahlah, mulutnya rasanya tidak memiliki rem.
“Oke, kalau kamu mau. Kita bisa lakuin itu malam ini,” putus Alvaro.
“Oke, kamu tunggu di kamar dulu ya. Aku mau ganti baju,” tutur Sienna.
Mendengar penuturan itu, seketika wajah Alvaro tampak berseri-seri.
Sebelum berlalu meninggalkan Sienna di sana, Alvaro mencondongkan tubuhnya kepada Sienna. Kemudian dengan satu gerakan pasti, Alvaro memberikan kecupan di puncak kepala Sienna dan sekilas mengusap surai perempuannya.
“Aku tunggu ya,” ucap Alvaro sebelum akhirnya berlalu dari sana.
***
Cinta itu adalah perasaan yang sejatinya harus dapat dirasakan oleh hati manusia.
Pernah ada kalimat yang mengatakan jika dia mencintai kamu, maka kamu akan mengetahuinya, kamu tidak akan mencari tahu dan jadi kebingungan sendiri.
Hal itulah yang Sienna pahami ketika ia bertemu Alvaro an berakhir mencintai pria itu. Setiap saatnya, Sienna merasa dicintai. Sienna tidak pernah bertaya atau bingung apakah Alvaro mencintainya atau tidak, karena Sienna sudah tahu jawabannya.
Alvaro memperlakukan Sienna dengan sangat istimewa dan penuh cinta. Rasanya Sienna betul-betul bahagia. Ia menikah dengan seorang pria yang dulu mengincarnya, pria yang saat ini tergila-gila padanya, dan pria yang amat mencintainya.
Sienna rela menyerahkan dirinya seutuhnya untuk Alvaro. Malam ini, mereka sungguh akan melakukannya.
Mereka telah melakukan foreplay yang akhirnya itu berlangsung selama hampir 20 menit.
Keduanya kemudian beristirahat sejenak sebelum masuk ke bagian inti. Alvaro merebahkan tubuhnya di samping Sienna, setelah sebelumnya pria itu berada di atas Sienna.
Hembusan nafas Alvaro terdengar indah dan seksi memenuhi indera pendengaran Sienna. Sienna juga masih berusaha mengatur pernapasannya setelah melakukan kegaitan yang cukup menguras tenaga barusan. Tubuh Sienna yang setengah telanjang, lantas di bawa ke dekapan Alvaro. Katanya, supaya Sienna tidak kedinginan.
“Al, it was so amazing. Thank you,” ucap Sienna pelan.
Alvaro dengan pelan mengurai pelukan mereka, tapi masih tidak jauh-jauh dari Sienna. Alvaro menatap ke dalam iris gelap milik Sienna. “Sky, kamu tau, nggak ada perasaan yang lebih baik saat aku tau, orang yang aku cinta juga cinta sama aku.”
Sienna seketika merasakan matanya memanas setelah mendengar penuturan Alvaro. Sienna tidak tahu kenapa ia begitu merasa lebih melankolis malam ini. Alvaro memperhatikan Sienna dan tahu bahwa perempuannya itu akan menangis.
“Hei, don’t cry,” ucap Alvaro pelan. Namun Sienna tidak bisa menahan tangisnya, airmatanya tumpah begitu saja tanpa sebuah alasan yang pasti.
Alvaro segera membawa torso Sienna masuk ke dalam dekapannya. Masih sedikit sesunggukan, Sienna berujar di dekat Alvaro, “Al, kamu jangan terlalu ketat ya kurangin makannya. Nanti kamu bisa sakit.”
Alvaro sedikit tertegun mendapati ucapan Sienna itu. Namun setelahnya, kedua ujung bibirnya tertarik bersamaan membentuk sebuah senyuman. “Iya, Sayang. Aku diet sewajarnya kok. Kamu nggak perlu khawatir, yaa?”
Sienna perlahan mengurai pelukan mereka. Sienna menatap Alvaro dengan matanya yang nampak sedikit sembap. “Aku nggak tau sampe kapan aku bisa liat masa depan lewat mimpi. Aku tau bakal ada sedihnya, nggak selalu seneng. Tapi sekarang aku nggak khawatir lagi soal itu, Al.”
Sienna menjeda ucapannya sesaat. Atensi Alvaro hanya tertuju pada Sienna, setiap ucapan perempuan itu baginya adalah melodi indah yang selalu ingin ia dengar.
Sienna menghela napasnya dan setelah dirasa siap mengatakannya, Sienna pun berujar lagi. “Aku yakin sesulit apa pun rintangannya, aku akan bisa laluin itu kalau sama kamu. Aku bisa ngubah takdir dengan kemampuan aku, tapi kalau itu takdir buruk, aku lebih milih buat hadapain itu, biar aku tau cara ngatasinnya. Dari dulu aku selalu coba menghindar dan milih buat ngubah takdir buruk itu jadi takdir baik. Tapi pada akhirnya, justru itu yang buat aku makin lemah, karena aku nggak pernah tau cara ngatasin rasa sakit dan rasa sedihnya. Sekarang aku mau hadapin apa pun itu, asal sama kamu.”
Sienna memang bisa mengubah takdir, tapi kini ia telah sampai dititik di mana tidak lagi ingin mengubahnya. Sienna lebih memilih untuk melaluinya seburuk apa pun itu, agar ia bisa menemukan cara untuk mengatasinya. Jika ada luka, maka akan ada obat untuk menyembuhkannya. Jika ada hujan, maka akan ada pelangi setelahnya. Jika ada tangis, maka akan ada senyum sesudahnya..
“Sky, kita bakal selalui rintangan itu bareng, ya. Sesulit apa pun nantinya,” ujar Alvaro.
***

Jemari-jemari besar Alvaro terulur untuk dapat meraih jemari-jemari mungil Sienna. Dengan satu gerakan, Alvaro berhasil menggenggam tangan itu. Bibir lembap Alavro lantas mengecup punggung tangan Sienna, yang kemudian memberikan sensasi juga gelenyar menakjubkan kepada Sienna.
“Sienna …” Alvaro berucap dengan nada lemah. Sienna kini tengah duduk di atas pangkuan Alvaro, mereka baru saj berciuman untuk waktu yang lama.
“Hmm?” Sienna menyahut pelan. Netranya dan netra Alvaro saling bertemu. Pendar mata Alvaro yang teduh dan selalu menatapnya dengan tatapan memuja itu, membaut Sienna hanyut dalam dekapan hangat bernama cinta.
“Let’s make our love tonight. I want to feel you,” ujar Alvaro.
Sienna mengangguk satu kali. “Alright. I wanna feel you too,” lanjut Sienna.
Mereka sudah saling merasakan dan mencicipi setiap inci dari tubuh masing-masing, tapi masih ada satu inti yang belum mereka capai. Itu jadi memakan waktu yang cukup lama, karena yang terjadi adalah Alvaro dan Sienna malah tertawa ketika akan mencapai puncak tersebut.
“Al,” ujar Sienna.
“Iya, Sayang?”
“Kali ini serius ya, kamu jangan ketawa lagi.”
“Kamu juga ketawa, Sayang.”
“Iya. Aku ketawa karena kamu ketawa,” ucap Sienna dengan suaranya yang memelan karena ia merasa malu mengatakannya.
“Yaa ... aku gugup, Sayang. Tadi padahal udah pas banget itu momennya, tapi malah balik ke bentuk semula, jadi nggak bisa masuk deh.”
Sienna lantas menghela satu sisi wajah Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di permukaan kulit itu. “Coba serius dikit, okey? Tadi dikit lagi udah mau masuk, tapi nggak jadi lagi karena kita berdua malah ketawa.”
“Iya, Sayang. Yuk kita coba lagi, ya?”
Alvaro mengulum bibirnya ke dalam, ia berusaha serius dan tidak lagi tertawa. Namun tadi Alvaro memang tidak bisa menahan tawanya. Pasalnya Sienna telah melihat adik kecilnya menegang dan mengeras, tapi begitu akan menembus milik Sienna, Alvaro malah terlalu gugup hingga membuat juniornya kembali ke bentuk semula.
“Bener mau sekarang?” Sienna bertanya pada Alvaro untuk memastikan.
Alvaro mengangguk sekali dengan yakin.
Kemudian Alvaro kembali memposisikan dirinya berada di atas Sienna. Pandangan mereka bertemu dengan jarak yang cukup intim, lalu Alvaro kesekian kalinya mengecup belah bibir Sienna. Saat Alvaro melakukannya, Sienna mengusap bagian belakang kepala Alvaro. Sienna mendesahkan napasnya tanda kenikmatan, lalu dengan isyarat gerakan tangan, Sienna meminta Alvaro untuk turun, untuk mengecup puncak dadanya.
Di permukaan kulit dada Sienna, Alvaro menjalarkan lidahnya di sana setelah sebelumnya jemarinya yang bermain menyentuh kedua benda itu.
Sienna melenguh sampai melengkungkan punggungnya ke atas begitu Alvaro semakin mahir menyentuhnya. Dari ujung kepala hingga kaki, seluruh milik Sienna telah dirasakan oleh Alvaro.
“Sayang, aku masuk sekarang ya?” Alvaro bertanya setelah sekitar 5 menit lebih mereka melakukan make out.
“Hmm,” Sienna mengiyakan sembari mengangguk pelan.
Peluh yang membanjiri kening Sienna hingga pelipisnya, diusap pelan oleh Alvaro.
“Al, every inch you touch me, I feel like I’m in heaven,” ucap Sienna.
Alvaro lantas menorehkan senyumnya. Senyum itu terasa menyejukkan dan menyirami hati Sienna, membautnya merasa damai.
Sienna sudah siap melakukannya, meski masih ada rasa gugup, ia pikir itu normal. Itulah rasa cinta yang tengah dirasakannya, dan artinya Sienna akan melakukannya dengan orang yang tepat.
Sienna kembali mendapati milik Alvaro yang sudah menegang. Ia menyentuh benda panjang dan keras itu dengan tangannya selama beberapa detik, baru setelahnya Alvaro mulai bergerak maju untuk melakukan penyatuan mereka.
Alvaro mengecup bibir Sienna dengan halus begitu miliknya mulai menyapa milik Sienna di bawah sana. Sienna merasakannya, matanya membeliak secara otomatis begitu ada rasa kurang nyaman di bawahnya. Ada sesuatu yang tengah menyentuh area sensitifnya. Dari yang awalnya hanya menyentuh, akhirnya benda itu mendobrak untuk memasuki relungnya.
“Al, udah masuk ya?” Sienna bertanya dengan nada lirih karena tengah berusaha menahan rasa sakit.
“Hmm,” Alvaro bergumam pelan.
“Sayang, ini bakal lebih sakit. Kamu tahan ya,” ucap Alvaro lagi.
Begitu Alvaro memperdalam miliknya untuk seluruhnya memasuki Sienna, Alvaro mendapati Sienna menangis. Airmata perempuan itu luruh begitu saja, tapi sebuah senyum manis terukir di wajah cantiknya.
“Al, we did it,” ucap Sienna.
“Yes, Babe,” balas Alvaro sembari menghembuskan nafasnya dengan helaan panjang.
Sienna mengamati paras Alvaro, tangisnya justru semakin menjadi. Sienna terisak, sebuah isak tanda bahagia.
“I love you, Al,” ucap Sienna dengan suara lemahnya.
“I love you ..” balas Alvaro lalu kembali mengecup bibir Sienna.
Alvaro juga menangis, Sienna dapat merasakan air mata lelaki itu di atas wajahnya, menyatu dengan air mata miliknya.
Selama kurang lebih 5 menit, Alvaro masih membiarkan dirinya berada di dalam Sienna. Selama melakukannya, Sienna hampir tidak memejamkan matanya, ia ingin menatap cintanya, hanya itu saja.
Netra penuh cinta mereka saling menatap ketika Alvaro menggerakkan pinggangnya dengan gerakan yang luwes, guna melancarkan miliknya di dalam Sienna. Sienna sesekali melenguh dan ia mendaratkan tangannya di pundak Alvaro, memberi sedikit cakaran di sana guna mencari kekuatan.

“Al, masih lama ya?” Sienna bertanya.
“Sebentar Sayang,” Alvaro sekali kali menghentakkan miliknya di sana, hingga Sienna merasa begitu penuh dan ada hangat yang menjalar di dalam dirinya. Sienna merasa ada cairan yang menembus sampai ke perutnya, dan itu sukses membuatnya tertegun karena kenikmatan.
“Tadi aja susah masuk, sekarang nggak mau keluar,” celetuk Sienna.
Alvaro sukses tertawa. “Berulah dia, Sayang. Pas udah masuk malah betah,” ujar Alvaro.
Setelah beberapa detik kemudian, Alvaro akhirnya melepaskan adik kecilnya dari Sienna.
“Hei, Junior, thank you. You did a great job,” ujar Sienna setelah adegan pelepasan itu terjadi.
Alvaro pun bergerak merebahkan tubuhnya di samping Sienna. Sienna menarik bed cover untuk menyelimuti dirinya dan juga Alvaro.
Alvaro dan Sienna mendekatkan tubuh, kemudian saling memeluk untuk menghangatkan raga polos yang digelitik oleh dinginnya hawa tengah malam.
Sienna tertawa pelan, lalu ia menutup mulutnya dengan satu tangan.
“Tuh kan, kamu ketawa lagi,” ucap Alvaro.
Sienna lantas berusaha menghentikan tawanya, lalu ia menatap Alvaro dengan tatapan gemas. Kemudian diusapnya sisi wajah prianya dan tidak lupa diberi sebuah kecupan singkat. “Habis kamu lucu banget. Dari awal kita nangis-nangis dulu, ketawa, terus akhirnya nangsi lagi pas udah masuk. Lama lagi angkatnya pas udah masuk.”
“Aku nangis karena kamu nangis. Sakit ya Sayang?”
“Sakit sih, lumayan. Tapi aku happy.”
“Oke, that’s a good news.”
“Sayang,” ujar Alvaro.
“Hmm?”
“Kalau lama angkat, katanya kemungkinan bisa cepet hamil.”
“Iya, bisa jadi sih. Tadi lama banget, kan? Ada kali hampir 15 menit.”
“Kamu hebat banget, Sayang,” tambah Sienna.
“Kamu juga. Padahal seharian ini kita sama-sama capek. Tapi kamu hebat banget.”
Akhirnya tawa mereka bersamaan membuncah lagi. Rasanya malu ketika mengingat dan terpaksa jadi membayangkannya lagi, tapi itulah adanya. Toh mereka memang akan melakukannya, tidak ada lagi yang perlu ditahan. Mereka telah menikah dan seharusnya tidak ada rasa canggung atau menutup diri dari pasangan.
“Al,” ujar Sienna ketika mereka sudah akan memejamkam mata. Namun Sienna kembali membuka netranya, membuat Alvaro melakukan hal yang sama dengan yang perempuan itu lakukan.
“Kenapa Sayang?” Alvaro menatap Sienna sembari bertanya.
“Aku belum bisa tidur, tiba-tiba nggak ngantuk. Boleh ceritain sesuatu nggak? Gio bilang, kamu sering ceritain dia cerita lucu kalau nggak bisa tidur. Aku juga mau didongengin,” ujar Sienna.
“Oke,” Alvaro tersenyum. “Kamu mau diceritain apa?” Alvaro lalu sedikit melonggarkan pelukan mereka, agar ia bisa menatap pada netra Sienna.
Sienna kemudian mengatakan bahwa ia ingin tahu perjalanan karir Alvaro. Lebih tepatnya ketika Alvaro akhirnya menetap tinggal di Bali setelah meninggalkan kota Jakarta.
“Waktu itu baru beberapa hari aku masuk sekolah SMP, Papa meninggal karena serangan jantung. Papa nggak ninggalin harta yang cukup untuk aku sama Mama, ekonomi keluarga saat itu langsung merosot gitu aja.”
Alvaro menjeda ucapannya. Alvaro dapat menceritakan masa lalunya, itu karena ia telah berdamai dengan semua yang kelam itu dan mengambil pelajaran baik dari apa yang dialaminya.
“Keluarga Papa awalnya bilang mau bantu, tapi kenyataannya engga. Akhirnya aku sama Mama mutusin buat pindah ke Bali. Untuk aku dan sama Mama, Jakarta cuma ngaush luka.”
Inggit memiliki sanak keluarga yang memang tinggal menetap di Bali. Akhirnya di sana Alvaro dan Inggit mencoba memulai kehidupan mereka yang baru.
“Aku terpaksa pindah sekolah dan harus adaptasi lagi sama lingkungan di sana. Rasanya di awal agak berat, tapi aku pikir aku harus bisa lulus sekolah. Biar aku bisa bikin Mama bangga dan nanti bisa cari uang.”
Sienna mendengarkan cerita itu dengan seksama. Setiap kalimat yang terucap dari bibir Alvaro, rasanya seperti mengiris hati Sienna.
Sienna mengatakan ia tidak ingin mendengarnya lagi. Namun Alvaro bertekad menyelesaikan ceritanya. Alvaro yakin bahwa dirinya telah berdamai dengan itu semua, jadi tidak masalah untuk menceritakannya. Terlebih, Alvaro memang ingin Sienna mendengar langsung cerita tersebut darinya.
“Setengah tahun pertama di sekolah, wali kelas aku selalu bilang kalau beliau bangga sama nilai aku. Waktu ngambil rapot kenaikan kelas, aku dapet ranking 3 besar, dan Mama bangga untuk itu. Tapi aku sadar, pendidikan itu butuh biaya yang nggak sedikit. Waktu itu aku mikir kalau lebih baik aku nggak lanjutin sekolah, aku mau cari uang aja. Terus aku punya kesempatan buat kerja part time di tempat shooting.”
“Mama tau … kalau kamu kerja?”
Alvaro menggeleng. “Aku nggak mau Mama sampai tau, karena pasti beliau nggak akan setuju atau malah sedih.”
Sienna yang membayangkannya pun merasa miris. Bagaimana bisa seorang anak remaja yang masih di bawah umur sudah bekerja paruh waktu. Sienna ingat di saat yang sama di umurnya waktu itu, dirinya hanya memikirkan sekolah, bermain, dan kerja kelompok dengan teman-temannya. Rupanya kehidupan Alvaro jauh berbeda jika dibandingkan dengan hidupnya. Betapa beratnya saat-saat itu bagi Alvaro.
“Waktu itu aku cuma anak kecil yang berharap suatu hari aku bisa berakting kayak aktor-aktor itu. Setiap ngeliat mereka di depan kamera, aku selalu merasa kagum. Mereka unik, hebat, dan pekerjaan seni peran itu nggak semudah yang mayoritas orang pikirin.”
Alvaro menjeda lagi ucapannya, ia lalu menorehkan senyum lembutnya.
“Karena aku lumayan sering ada di tempat shooting, ada satu produser yang akhirnya nawarin aku buat casting. Beliau bilang kalau beliau butuh pemeran sampingan untuk anak laki-laki remaja, dan dia tertarik untuk ngajak aku shooting. Mama belum tau, padahal aku udah ikut casting. Aku sering latihan akting di tempat shooting, diajarin juga sama beberapa aktor senior di sana. Sampai akhirnya aku lulus casting, aku mau gak mau harus bilang ke Mama untuk dapet izin main film. Mama awalnya nggak setuju dan pengen aku fokus belajar aja. Mama bilang beliau masih bisa biayain aku sekolah. Mama sedih banget tau aku selama ini kerja buat cari uang. Aku hampir kehilangan harapan waktu itu, tapi Tuhan ternyata ngasih aku kesempatan.”
Alvaro menjeda ucapannya, netranya mengarah pada langit-langit kamar. Tentu masih ada rasa sedih kala mengingat masa-masa sulit itu.
Alvaro kembali mengarahakan tatapannya pada Sienna, lalu ia berujar lagi, “Mama tiba-tiba dateng ke tempat shooting. Beliau liat latihan akting dan akhirnya izinin aku buat main film.”
Dari satu peran pendamping yang Alvaro lakoni saat itu, karirnya di dunai seni peran pun dimulai. Sosok aktor remaja bernama Alvaro Zachary mulai dikenal dan menarik perhatian beberapa sutradara serta pemilik rumah produksi film.
Dari satu film tersebut, akhirnya Alvaro mendapat lagi tawaran peran di film lainnya maupun untuk membintangi sebuah iklan yang sesuai dengan usianya kala itu.
Alvaro mendapat pundi-pundi uang dari hasil kerja kerasnya dan sampai bisa membeli sebuah rumah yang cukup besar untuk mamanya di Jakarta, tepatnya di kawasan Menteng. Rumah yang waktu itu Sienna datangi, itu adalah bentuk nyata dari hasil jerih payah Alvaro.
“Setelah beli rumah, aku ngajak Mama untuk pindah ke Jakarta. Mama awalnya nggak mau, karena beliau pikir Jakarta ninggalin luka yang belum sembuh untuk aku. Tapi akhirnya Mama setuju untuk pindah, karena aku bilang, Jakarta itu kebahagiaan aku. Aku nggak pernah ngasih tau Mama alasan aku mau balik lagi ke Jakarta.”
“Jadi sampai sekarang Mama nggak tau alasannya?” Sienna bertanya.
Alvaro mengangguk, “Sampai sekarang, cuma bang Aufar yang tau. Beliau tau karena beliau udah kerja sama aku dari aku mulai karir di film pertama. Bang Aufar juga yang bantu aku buat wujudin cita-cita aku pindah ke Jakarta lagi.”
Sienna mengernyitkan alisnya. “Aku boleh tau alasan itu?” Dengan wajah lugunya, Sienna bertanya. Ekspresi Sienna itu lantas membaut Alvaro tertawa.
“Boleh. Habis ini aku kasih tau, ya,” ujar Alvaro.
“Habis pindag ke Jakarta, aku dapet tawaran peran utama film pertamaku. Waktu itu Pak Parvez percaya banget sama aku, padahal aku ragu. Waktu itu aku masih lanjutin sekolah, walaupun pendidikan jadi yang nomor dua, karena aku harus banyak ikut kelas akting, dan itu nyita waktu banget.”
Berkat usaha keras Alvaro, dan ada waktu tidur yang dikorbankan, waktu belajar dan bermian yang juga tersingkirkan, pada akhirnya Alvaro berhasil membuat film pertmanya meledak di pasaran.
Penontonnya mencapai angkat 10 juta dalam waktu penayangan satu bulan, dan hal tersebut merupakan pencapaian yang fantasis.
“Bang Aufar masih bantuin aku buat nyari orang yang aku cari, orang yang bikin aku pengen balik ke Jakarta. Selama proses itu, aku ketemu Marsha dan yaa … kita akhirnya berhubungan. Aku lupa sama tujuan aku ke Jakarta untuk ketemu lagi sama perempuan itu.”
Saat itu Alvaro hampir menyerah dan berpikir bahwa mungkin dirinya dan gadis itu tidak berjodoh. Jadi alasan Alvaro ingin tinggal di Jakarta lagi adalah karena ia ingin mencari dan bertemu sosok gadis yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta. Gadis tersebut adalah cinta pertama Alvaro saat masih di Sekolah Dasar. Gadis yang tidak disangka kini telah menjadi wanitanya, yang kini mendengar cerita masa lalunya sambil didekap hangat oleh kedua lengannya.
Bendungan air mata Sienna yang tadi tertahan akhirnya membeludak begitu saja. Sienna terkejut, ia tidak menyangka bahwa sedari tadi alasan yang dibicarakan Alvaro itu adalah dirinya.
“Waktu itu aku ungkapin perasaan aku ke dia sebelum lulus sekolah. Karena yang aku pikirin kalau kita lulus sekolah, aku nggak akan ketemu dia lagi. Pikiran itu kayaknya konyol banegt, mana ada anak SD yang mikirin hal kayak gitu, tapi itu kenyataannya. Aku nggak terlalu paham arti cinta dan suka sama seseroang, tapi yang jelas, aku nggak mau jauh dari dia. Aku pengen ketemu dia lagi, walaupun mungkin dia bakal lari kalau ketemu aku.”
Sienna dibawa kembali pada 14 tahun lalu. Saat itu Alvaro menyatakan perasaan padanya ketika mereak masih sama-sama belia. Di depan teman-teman sekelas mereka, Alvaro mengatakan bahwa ia menyukasi Sienna dan ingin menjadi pacarnya. Namun Sienna langsung menolak Alvaro dan setiap mereka bertemu, Sienna akan langsung lari sejauh mungkin dari Alvaro.
“Sienna, aku berusaha cari keberadaan kamu, tapi aku nggak nemuin kamu. Sampai akhirnya kita ketemu lagi, aku sempet nyalahin diriku sendiri karena aku punya masa lalu sama Marsha. Aku takut aku bakal kehilangan kamu lagi kayak dulu. Aku laki-laki yang punya masa lalu yang mungkin nggak bisa diterima dengan mudah. Aku punya anak dari hasil hubungan aku sama Marsha, sampai akhirnya aku tau kalau Marsha bohong sama aku tentang Gio. Malam itu aku hangover dan nggak inget apa pun, tapi beberapa minggu setelahnya Marsha bilang ke aku kalau dia hamil anak aku. Aku dan Marsha nikah, tapi dia tiba-tiba pergi dan aku nggak bisa nemuin dia.”
Air mata Sienna telah kering, kini berganti air bening itu meluncur mulus dari pelupuk mata Alvaro.
Siapa yang menyangka bahwa rasa sakit yang dulu terjadi di hidup Alvaro, kini justru membawanya bertemu dengan gadis yang pernah membautnya jatuh cinta. Berkali-kali, Sienna telah berhasil membuat Alvaro mencintainya
Ditinggalkan oleh sosok yang sebelumnya Alvaro cintai, membuat Alvaro menyadari sesuatu. Bahwa sebesar apa pun cinta yang ia berikan untuk seeorang, kalau orang itu ingin pergi, maka dia akan tetap pergi. Tidak ada yang dapat menahan seseorang untuk tinggal kecuali orang itu ingin tinggal. Dari masa lalunya dengan Marsha, Alvaro ingin kembali menata hidupnya agar menjadi lebih baik. Alvaro ingin menemukan seseorang yang benar-benar bisa menyayanginya dan juga menyayangi anaknya.
“Aku hampir pengen nyerah waktu Papa kamu nggak restuin hubungan kita. Aku nggak mungkin menikahi kamu tanpa restu orang tua, karena bagi aku itu juga hal yang penting.” Suara Alvaro terdengar begetar, isak kecil keluar mulus dari belah bibirnya.
“Tapi akhirnya aku mutusin buat tetep perjuangin kamu, buat masa depan kita. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sienna.”
Sienna menatap Alavro lekat, lalu deitk berikutnya ia berujar, “Al, kamu udah ngelaluin banyak hal. Kamu hebat, dan semua orang tau itu. Mama kamu, beliau bangga banget sama kamu. Kamu udah berjuang sejauh ini, nggak cuma untuk diri kamu, tapi untuk Mama, untuk Gio, dan untuk masa depan kita,” Sienna mengakhiri ucapannya dan ia membawa torso Alavro ke dalam pelukannya. Sienna masih terisak kecil, tapi isakan Alvaro justru lebih kencang darinya.
Apa yang sekarang Alvaro tuai, merupakan hasil jerih payahnya sejak kecil, merupakan hasil lelah dan letihnya. Kehidupan yang serba berkecukupan sekarang, berhasil didapati Alvaro setelah melewati berbagai masa yang tidak mudah.
Sienna yang baru mendengar kisah hidup Alvaro pun dibuat tidak sanggup berkata-kata. Sienna berderai air mata karena membayangkan kerasnya kehidupan yang harus Alvaro lalui di usianya yang pada saat itu masih belia.
Alvaro bahkan pernah tidak punya uang jajan saat di sekolah menengah pertama. Alvaro telah melewati masa sulitnya dengan perjuangan yang tidak main-main. Alvaro memiliki cita-cita menjadi orang yang sukses di masa depan, alasannya jelas karena ia tidak sanggup melihat orang-orang yang disayanginya kesulitan.
Maka dari itu, Alvaro ingin tuntas melakukannya. Jadi bukan hanya berjuang untuk memiliki kehidupan yang layak, tapi juga berjuang untuk cintanya. Alvaro ingin punya seseorang yg menyayanginya, yang menjaganya di saat ia kesulitan tidur, yang menyambut paginya dengan sebuah dekapan hangat. Jadi sesulit apapun itu, Alvaro akan berjuang untuk Sienna. Alvaro tidak akan kembali membiarkan dirinya kehilangan Sienna.
Ketika menjalani hubungan dengan Sienna, Alvaro tetaplah sosok yang sama dalam hal menunjukkan kasih sayangnya. Namun Alvaro kerap kali menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh sebelum ia dan Sienna resmi terikat oleh pernikahan. Alvaro begitu mencintai SIenna dan ingin membangun rumah yang nyaman untuk akhirnya nanti mereka tinggalin dengan anak-anak mereka.
Sienna adalah sosok gadis yang berhasil membuat Alvaro jauh cinta untuk yang kesekian kalinya, setelah bertahun-tahun Alvaro telah coba melupakan perasaannya pada Sienna. Sienna juga begitu menyayangi anaknya, jadi Alvaro tidak ingin mundur begitu saja waktu papa Sienna tidak setuju terhadap hubungan mereka. Alvaro gigih dalam menunjukkan bahwa ia bisa berubah menjadi orang yang lebih baik dari Alvaro yang dulu, dan menunjukkan pada orang tua Sienna kalau ia pantas untuka putri mereka. Itu memang tidak mudah, tapi pada akhirnya Alvaro berhasil membuktinnya dan mewujudkan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭