alyadara

Setelah dua bulan lalu melangsungkan acara lamaran resmi, kini persiapan pernikahan sudah berjalan sejauh 60%. Hari ini Alvaro dan Sienna memiliki agenda untuk mengunjungi venue yang nantinya akan digunakan untuk acara resepsi.

The Hotel

Alvaro dan Sienna telah sampai lebih dulu, sementara Inggit dan Renata masih dalam perjalanan menuju tempat tersebut. Di tengah kesibukan pekerjaan keduanya, Alvaro dan Sienna tetap ingin meluangkan waktu agar bisa terjun langsung mempersiapkan pernikahan mereka. Meskipun telah menggunakan jasa wedding organizer dan mereka bisa tinggal duduk manis menanti hasil, tapi Alvaro dan Sienna ingin mengambil peran serta punya andil juga dalam mempersiapkan pernikahan mereka.

Alvaro dan Sienna sedang menelusuri area ballroom hotel bergaya modern dengan nuansa serba putih ; menjadikan tempat ini tampak mewah. Mereka tengah melihat-lihat area gedung ditemani oleh 2 orang dari pihak hotel, agar sekaligus bisa bertanya kalau ada pertanyaan yang ingin diajukan sebelum melakukan dealing.

“Sayang, gimana? Mau jadi yang ini aja venue-nya?” Alvaro bertanya pada Sienna.

Sienna lantas menoleh kepada Alvaro yang berada di sampingnya, kedua matanya seketika nampak berbinar. “Bagus sih ya gedungnya. Aku suka. Kalau menurut kamu gimana?” ujarnya.

“Dari sejauh opsi yang kita punya, ini yang terbaik sih. Menurut aku, dari segi interiornya dan kapasitas tamu, sesuai sama yang kita mau. Aku setuju kalau kamu mau yang ini,” ujar Alvaro.

Alvaro lantas beralih pada Filo, sang manager hotel untuk menanyakan beberapa hal. “Nanti untuk vendor acara bisa pakai dari kita atau hotel ini punya daftar vendor sendiri ya?” tanya Alvaro pada Filo.

“Untuk kami di sini vendornya ada dari kami Mas, tapi kalau ingin pakai vendor sendiri, kami persilakan,” terang Filo.

Tidak lama setelah itu, kedatangan Inggit dan Renata menginterupsi pembicaraan tersebut. Kedua orang tua mereka akhirnya juga diajak untuk melihat-lihat venue yang sudah menjadi pilihan ketiga dari dua venue yang sebelumnya dipilih.

Venue

Mereka mengunjungi ruangan yang biasa digunakan untuk acara resepsi pernikahan. Di sana lengkap telah ada beberapa meja dan kursi-kursi yang memang dijadikan mock up contoh agar calon penyewa bisa memiliki gambaran.

“Al, Sienna, bagus ya gedung pilihan kalian. Mama suka sama gedung yang ini,” ujar Inggit sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.

“Gimana menurut Mbak?” Inggit bertanya pada Renata setelah mengomentari gedung yang dipilih Alvaro dan Sienna sebagai opsi ketiga ini.

Renata menoleh pada calon besannya itu. “Bagus sih ya Mbak gedungnya. Saya suka, tapi balik lagi biar Al dan Sienna aja yang memutuskan.”

“Oke, tetep keputusan di mereka ya kalau gitu,” ujar Inggit akhirnya. Sementara para orang tua masih melihat-lihat, Alvaro dan Sienna ingin memastikan tanggal pernikahan mereka dengan availability sewa gedung ini.

“Untuk tanggal 26 sama 27, dua hari rencananya. Gimana Mas Filo untuk tanggal segitu?” Alvaro bertanya pada Filo.

“Kita jadinya dua hari, Al?” Sienna sedikit menginterupsi pembicaraan tersebut.

“Iya, Sayang. Kan resepsinya tanggal 26 itu dari sore sampe malem. Maksud aku, tanggal 27-nya kita sewa beberapa kamar untuk nginep, untuk kita sama keluarga inti.”

“Oh gitu. Yaudah berarti dua hari,” ucap Sienna akhirnya.

“Oke. Iya jadi gitu Mas Filo, untuk tanggal 27, rencananya mau sewa presiden suite room dan beberapa kamar.”

Setelah menunggu beberapa saat untuk pengecekan, akhirnya Alvaro dan Sienna mendapatkan jawabannya. Gedung ini available untuk dua tanggal yang mereka inginkan. Inggit dan Renata segera tahu kabar tersebut dan sudah merasa cocok juga dengan gedungnya, jadi tidak ada pertimbangan lagi sebelum akhirnya melakukan dealing.

Agenda terakhir mereka adalah mengunjungi presiden suite room yang nantinya akan dijadikan kamar pengantin untuk Alvaro dan Sienna.

Ruangan tersebut terbilang cukup luas. Di sana terdapat sebuah kamar dengan spring bed berukuran king size, satu buah bathroom dengan jacuzzi, dan ada area sauna. Selain itu, terdapat ruang tamu terpisah dengan meja panjang dan sebuah TV, serta ada walk in closet yang cukup luas juga.

Sienna yang sedang melihat area kamar, tiba-tiba menoleh begitu sadar ada orang lain di sana. Sienna langsung menemukan Alvaro yang tengah melempar senyum ke arahnya. “Gimana Sayang? Bagus nggak kamarnya?” tanya Alvaro.

“Bagus dan gede banget sih. Ini dua kali tim makeup aku juga muat di sini kayaknya,” ucap Sienna.

“Ohiya?” Alvaro terkekeh pelan. Kemudian ia bertanya lagi. “Tapi kamu suka ngga?”

“Suka,” ujar Sienna sembari menampakkan gummy smile-nya.

“Oke. We’ll take this one. Ohiya, habis ini kita jadi ya ke kantor IMD?” Alvaro menjeda ucapannya selama beberapa detik. Sebelumnya mereka telah mendiskusikan hal ini.

“Sayang, orang kantor belum ada yang tau selain manager aku.” Alvaro mendekat pada Sienna, lalu satu lengannya bergerak memeluk pinggang ramping perempuannya. Alvaro menatap Sienna dari samping dengan tatapan yang selalu sama, tatapan penuh cinta dan memuja. “Jadi, hari ini aku mau ngasih tau management soal pernikahan kita. Sekalian aku mau ngenalin calon istriku.”

Sienna seketika tersenyum setelah mendengarnya. ‘Calon istri’ yang rasanya terdengar masih cukup asing baginya, tapi ketika diucapkan mampu menggelitik perutnya, rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan di dalam sana.

“Oke, aku ikut kamu ke kantor,” putus Sienna.

***

Ini pertama kalinya Alvaro mengajak Siena ke kantor milik IMD Pictures. Ada beberapa pertimbangan yang membuat Alvaro menunda memberi tahu pernikahannya kepada management yang menaungi dan telah membesarkan namanya.

Begitu sampai di sana, Alvaro langsung bertemu dengan beberapa rekan kerjanya sesama artis. Alvaro mengenalkan Sienna pada mereka dan kemudian bertemu dengan beberapa orang yang bekerja di kantor ini. Di sana ada dari tim produksi, tim kreatif, dan divisi penata kostum. Alvaro menyapa mereka yang sudah ia kenal dan layaknya seperti keluarganya sendiri.

“Hai Bro, mau ada urusan apa nih ke kantor?” celetuk seorang lelaki yang sebelumnya telah disapa oleh Alvaro.

“Ada urusan sama Pak Parvez sama Kak Nat sebentar, mau ada yang gue omongin,” ujar Alvaro.

Terang saja beberapa orang di sana nampak penasaran ketika Alvaro datang, pasalnya lelaki itu tidak muncul sendiri. Seorang perempuan berada di sampingnya, Alvaro bahkan menggenggam tangannya.

“Mas Arkan, Mas Bima, dan teman-teman divisi lain, sekalian gue mau ngenalin sama seseorang. Kenalin, ini Sienna, calon istri gue,” ujar Alvaro yang akhirnya menjawab pertanyaan yang sedari tada bersarang di dalam benak orang-orang di sana.

Alvaro lantas beralih pada Sienna, “Sayang, kenalin ini Mas Arkan, Mas Bima, Kak Devi, dan ini Fauzan.”

Semua mata di sana masih tertuju pada Sienna, sampai detik berikutnya Sienna menyapa mereka satu persatu. “Halo, salam kenal, Mbak. Aku Sienna,” ujar Sienna sebagai awal perkenalannya dengan para karyawan dari beberapa divisi yang bekerja di perusahaan itu.

“Halo. Salam kenal juga. Aku Devi,” ujar Devi yang pertama berjabatan tangan dengan Sienna. Kemudian disusul oleh sisanya yang ada di sana, sampai akhirnya acara perkenalan tersebut selesai.

Alvaro mengenalkan Sienna sebagai calon istrinya, dan memberitahu bahwa sebentar lagi ia dan Sienna akan menikah. Tentunya kabar tersebut mengejutka dan Alvaro sempat meminta maaf karena baru memberitahu kabar pernikahannya sekarang. Mereka akhirnya memaklumi hal tersebut. Bagaimana pun Alvaro membutuhkan ruang dan waktu untuk fokus mengurus pernikahannya. Mereka yakin, Alvaro tidak akan lama-lama menyimpan kabar bahagia itu sendiri, karena bagi pria itu, perusahaan ini sudah seperti rumah keduanya.

***

Setelah menyapa beberapa karyawan IMD Pictures, Alvaro pun mengajak Sienna ke sebuah ruangan. Ruangan yang saat ini Sienna jajaki terlihat sangat ekslusif dan mewah. Terang saja, ruangan tersebut adalah ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan pertemuan antara para petinggi perusahaan dengan artisnya. Biasanya mereka akan mendiskusikan beberapa hal yang memerlukan privasi di ruangan ini.

“Tunggu sebentar ya, pak Parvez masih ada di ruang meeting lantai tiga,” ujar Natalie begitu memasuki ruangan. Natalie lantas menarik kursi di hadapan Alvaro dan Sienna. Natalie mengulaskan senyum ramahnya ke arah Sienna, lalu lebih dulu mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Halo, kenalin. Aku Natalie,” ujar Natalie begitu tangannya dan Sienna berjabatan.

“Halo, Kak Nat. Aku Sienna,” balas Sienna.

“Al udah cerita banyak tentang kamu. Akhirnya kita bisa ketemu ya. Kalau Al udah bawa kamu ke sini, itu artinya kamu spesial buat dia,” celetuk Natalie dengan nada bergurau. Perempuan berusia 30 tahunan itu lantas tertawa kecil.

Alvaro belum mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya, tapi Natalie seolah sudah dapat membaca apa yang membawa Alvaro ke sini dan bahkan lelaki itu mengajak Sienna.

“Jadi ... ada kabar apa nih?” blak-blakan Natalie bertanya.

Namun belum sempat Alvaro menjawab pertanyaan tersebut, pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Di sana tampak sosok lelaki berusia 40 tahunan yang lantas disapa oleh Alvaro. Baru setelah itu, Alvaro mengenalkan Sienna pada sosok tersebut.

Sienna berjabat tangan dengan Parvez, dan pria itu nampak udah mengenalinya.

“Ohh iya Sienna, saya sudah dengar banyak tentang kamu dari Al,” ujar Parvez sembari menarik kursi di samping Natalie lalu ia duduk di sana.

“Jadi ada hal penting apa nih hari ini?” tanya Parvez sambil menatap Alvaro dan Sienna lurus-lurus.

“Jadi gini, Pak Parvez, Kak Nat. Hari ini gue ke sini karena mau nyampein sesuatu yang penting.” Alvaro menjeda ucapannya, ia menoleh ke samping kanannya di mana Sienna berada.

“Gue sama Sienna akan menikah, dalam beberapa bulan lagi,” ujar Alvaro akhirnya. Natalie tampak tidak terkejut mendengar pernyataan itu, begitupun dengan Parvez. Sebenarnya mereka memang sudah menduga bahwa Alvaro akan menikahi kekasihnya, tapi mereka tidak mengira bahwa rencana tersebut akan direalisasikan dalam waktu dekat pasca perceraian Alvaro dan Marsha.

Rencana pernikahan yang sudah berjalan 60 %, terang saja membuat Parvez dan Natalie sedikit bingung. Pasalnya mereka memikirkan tanggapan publik akan hal ini nantinya. Alvaro baru saja bercerai dan membuat pernyataan bahwa tidak ada orang ketiga yang menjadi penyebab perceraian. Namun dengan melangsungkan pernikahan yang secepat ini, dikhawatirkan keadaannya akan memburuk dan publik semakin yakin akan kebenaran rumor orang ketiga tersebut.

Alvaro jelas mengerti akan hal tersebut dan mengatakan pada Parvez dan Natalie kalau ia telah memikirkan ini dengan matang. Sebagai seorang publik figur, Alvaro tahu ia tidak bisa bertindak semaunya. Namun mau sampai kapan, ia hidup di balik rumor yang sebenarnya tidaklah benar.

“Kak Nat, Pak Parvez, gue memang peduli sama karir gue. Tapi jauh di atas itu, keluarga gue tetep jadi prioritas utama untuk gue,” terang Alvaro akhirnya.

Dari dua kalimat itu, Natalie dan Parvez mengerti makna dan maksud dari pembicaraan ini. Bahwa sejatinya Alvaro mengesampingkan perkataan buruk orang-orang tentang dirinya. Alvaro tahu mungkin publik tidak akan menerima dengan mudah kabar pernikahannya. Namun Alvaro telah siap untuk itu, ia tidak akan tinggal diam jika cacian itu tertuju pada Sienna dan juga, kebahagiaan keluarganya tetaplah menjadi yang utama baginya.

Alvaro ingin menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis untuk Gio. Alvaro ingin menikahi Sienna, membahagiakan perempuan yang ia cintai, dan memiliki kehidupan pernikahan yang lebih baik dari sebelumnya.

“Oke, kalau itu emang udah jadi keputusan lo, Al. Gimana pun, kita nggak bisa mengatur hidup lo terlau jauh. Kita juga mau lo bahagia dan berharap yang terbaik buat lo. So, go ahead. You two deserves to be happy.” Natalie menatap Alvaro lalu beralih menatap Sienna seraya mengulaskan senyumnya. “Congrats for your wedding ya, Al, Sienna,” lanjut Natalie.

IMD pada akhirnya tidak bisa melarang keputusan tersebut, meski sebenarnya mereka merasa khawatir. Kabar pernikahan Alvaro bisa jadi memperburuk masalah yang sebelumnya sudah ada, tapi bagaimana pun, mereka tidak bisa mengatur terlalu jauh kehidupan pribadi artis mereka.

Alvaro memutuskan tetap memprioritaskan keluarganya di atas karirnya. Jadi sewaktu-waktu, Alvaro bisa saja hengkang dari dunia entertainment. Atau kemungkinan lebih buruknya, Alvaro akan meninggalkan management ini dan beralih pada perusahaan lain yang bisa memahami akan batasan-batasan yang jadi prioritasnya.

Perusahaan pun tidak munafik, mereka tidak ingin kehilangan Alvaro. Sebagai sebuah perusahaan, tentu mereka tidak bodoh untuk melepas artis mereka begitu saja, terlebih Alvaro telah memiliki nama yang cukup besar di dunia entertain. Tidak mungkin kan, mereka mengorbankan waktu dan usaha mereka selama ini yang telah membesarkan nama Alvaro.

Mereka memang sudah layaknya keluarga bagi Alvaro, yang telah membesarkan namanya dan mendukungnya sejak awal Alvaro memulai karirnya. Namun tetap saja, di atas perusahaan ini, Alvaro memiliki prioritas utamanya dan itu adalah keluarganya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Setelah dua bulan lalu melangsungkan acara lamaran resmi, kini persiapan pernikahan sudah berjalan sejauh 60%. Hari ini Alvaro dan Sienna memiliki agenda untuk mengunjungi venue yang nantinya akan digunakan untuk acara resepsi.

The Hotel

Alvaro dan Sienna telah sampai lebih dulu, sementara Inggit dan Renata masih dalam perjalanan menuju tempat tersebut. Di tengah kesibukan pekerjaan keduanya, Alvaro dan Sienna tetap ingin meluangkan waktu agar bisa terjun langsung mempersiapkan pernikahan mereka. Meskipun telah menggunakan jasa wedding organizer dan mereka bisa tinggal duduk manis menanti hasil, tapi Alvaro dan Sienna ingin mengambil peran serta punya andil juga dalam mempersiapkan pernikahan mereka.

Alvaro dan Sienna sedang menelusuri area ballroom hotel bergaya modern dengan nuansa serba putih ; menjadikan tempat ini tampak mewah. Mereka tengah melihat-lihat area gedung ditemani oleh 2 orang dari pihak hotel, agar sekaligus bisa bertanya kalau ada pertanyaan yang ingin diajukan sebelum melakukan dealing.

“Sayang, gimana? Mau jadi yang ini aja venue-nya?” Alvaro bertanya pada Sienna.

Sienna lantas menoleh kepada Alvaro yang berada di sampingnya, kedua matanya seketika nampak berbinar. “Bagus sih ya gedungnya. Aku suka. Kalau menurut kamu gimana?” ujarnya.

“Dari sejauh opsi yang kita punya, ini yang terbaik sih. Menurut aku, dari segi interiornya dan kapasitas tamu, sesuai sama yang kita mau. Aku setuju kalau kamu mau yang ini,” ujar Alvaro.

Alvaro lantas beralih pada Filo, sang manager hotel untuk menanyakan beberapa hal. “Nanti untuk vendor acara bisa pakai dari kita atau hotel ini punya daftar vendor sendiri ya?” tanya Alvaro pada Filo.

“Untuk kami di sini vendornya ada dari kami Mas, tapi kalau ingin pakai vendor sendiri, kami persilakan,” terang Filo.

Tidak lama setelah itu, kedatangan Inggit dan Renata menginterupsi pembicaraan tersebut. Kedua orang tua mereka akhirnya juga diajak untuk melihat-lihat venue yang sudah menjadi pilihan ketiga dari dua venue yang sebelumnya dipilih.

Venue

Mereka mengunjungi ruangan yang biasa digunakan untuk acara resepsi pernikahan. Di sana lengkap telah ada beberapa meja dan kursi-kursi yang memang dijadikan mock up contoh agar calon penyewa bisa memiliki gambaran.

“Al, Sienna, bagus ya gedung pilihan kalian. Mama suka sama gedung yang ini,” ujar Inggit sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.

“Gimana menurut Mbak?” Inggit bertanya pada Renata setelah mengomentari gedung yang dipilih Alvaro dan Sienna sebagai opsi ketiga ini.

Renata menoleh pada calon besannya itu. “Bagus sih ya Mbak gedungnya. Saya suka, tapi balik lagi biar Al dan Sienna aja yang memutuskan.”

“Oke, tetep keputusan di mereka ya kalau gitu,” ujar Inggit akhirnya. Sementara para orang tua masih melihat-lihat, Alvaro dan Sienna ingin memastikan tanggal pernikahan mereka dengan availability sewa gedung ini.

“Untuk tanggal 26 sama 27, dua hari rencananya. Gimana Mas Filo untuk tanggal segitu?” Alvaro bertanya pada Filo.

“Kita jadinya dua hari, Al?” Sienna sedikit menginterupsi pembicaraan tersebut.

“Iya, Sayang. Kan resepsinya tanggal 26 itu dari sore sampe malem. Maksud aku, tanggal 27-nya kita sewa beberapa kamar untuk nginep, untuk kita sama keluarga inti.”

“Oh gitu. Yaudah berarti dua hari,” ucap Sienna akhirnya.

“Oke. Iya jadi gitu Mas Filo, untuk tanggal 27, rencananya mau sewa presiden suite room dan beberapa kamar.”

Setelah menunggu beberapa saat untuk pengecekan, akhirnya Alvaro dan Sienna mendapatkan jawabannya. Gedung ini available untuk dua tanggal yang mereka inginkan. Inggit dan Renata segera tahu kabar tersebut dan sudah merasa cocok juga dengan gedungnya, jadi tidak ada pertimbangan lagi sebelum akhirnya melakukan dealing.

Agenda terakhir mereka adalah mengunjungi presiden suite room yang nantinya akan dijadikan kamar pengantin untuk Alvaro dan Sienna.

Ruangan tersebut terbilang cukup luas. Di sana terdapat sebuah kamar dengan spring bed berukuran king size, satu buah bathroom dengan jacuzzi, dan ada area sauna. Selain itu, terdapat ruang tamu terpisah dengan meja panjang dan sebuah TV, serta ada walk in closet yang cukup luas juga.

Sienna yang sedang melihat area kamar, tiba-tiba menoleh begitu sadar ada orang lain di sana. Sienna langsung menemukan Alvaro yang tengah melempar senyum ke arahnya. “Gimana Sayang? Bagus nggak kamarnya?” tanya Alvaro.

“Bagus dan gede banget sih. Ini dua kali tim makeup aku juga muat di sini kayaknya,” ucap Sienna.

“Ohiya?” Alvaro terkekeh pelan. Kemudian ia bertanya lagi. “Tapi kamu suka ngga?”

“Suka,” ujar Sienna sembari menampakkan gummy smile-nya.

“Oke. We’ll take this one. Ohiya, habis ini kita jadi ya ke kantor IMD?” Alvaro menjeda ucapannya selama beberapa detik. Sebelumnya mereka telah mendiskusikan hal ini.

“Sayang, orang kantor belum ada yang tau selain manager aku.” Alvaro mendekat pada Sienna, lalu satu lengannya bergerak memeluk pinggang ramping perempuannya. Alvaro menatap Sienna dari samping dengan tatapan yang selalu sama, tatapan penuh cinta dan memuja. “Jadi, hari ini aku mau ngasih tau management soal pernikahan kita. Sekalian aku mau ngenalin calon istriku.”

Sienna seketika tersenyum setelah mendengarnya. ‘Calon istri’ yang rasanya terdengar masih cukup asing baginya, tapi ketika diucapkan mampu menggelitik perutnya, rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan di dalam sana.

“Oke, aku ikut kamu ke kantor,” putus Sienna.

***

Ini pertama kalinya Alvaro mengajak Siena ke kantor milik IMD Pictures. Ada beberapa pertimbangan yang membuat Alvaro menunda memberi tahu pernikahannya kepada management yang menaungi dan telah membesarkan namanya.

Begitu sampai di sana, Alvaro langsung bertemu dengan beberapa rekan kerjanya sesama artis. Alvaro mengenalkan Sienna pada mereka dan kemudian bertemu dengan beberapa orang yang bekerja di kantor ini. Di sana ada dari tim produksi, tim kreatif, dan divisi penata kostum. Alvaro menyapa mereka yang sudah ia kenal dan layaknya seperti keluarganya sendiri.

“Hai Bro, mau ada urusan apa nih ke kantor?” celetuk seorang lelaki yang sebelumnya telah disapa oleh Alvaro.

“Ada urusan sama Pak Parvez sama Kak Nat sebentar, mau ada yang gue omongin,” ujar Alvaro.

Terang saja beberapa orang di sana nampak penasaran ketika Alvaro datang, pasalnya lelaki itu tidak muncul sendiri. Seorang perempuan berada di sampingnya, Alvaro bahkan menggenggam tangannya.

“Mas Arkan, Mas Bima, dan teman-teman divisi lain, sekalian gue mau ngenalin sama seseorang. Kenalin, ini Sienna, calon istri gue,” ujar Alvaro yang akhirnya menjawab pertanyaan yang sedari tada bersarang di dalam benak orang-orang di sana.

Alvaro lantas beralih pada Sienna, “Sayang, kenalin ini Mas Arkan, Mas Bima, Kak Devi, dan ini Fauzan.”

Semua mata di sana masih tertuju pada Sienna, sampai detik berikutnya Sienna menyapa mereka satu persatu. “Halo, salam kenal, Mbak. Aku Sienna,” ujar Sienna sebagai awal perkenalannya dengan para karyawan dari beberapa divisi yang bekerja di perusahaan itu.

“Halo. Salam kenal juga. Aku Devi,” ujar Devi yang pertama berjabatan tangan dengan Sienna. Kemudian disusul oleh sisanya yang ada di sana, sampai akhirnya acara perkenalan tersebut selesai.

Alvaro mengenalkan Sienna sebagai calon istrinya, dan memberitahu bahwa sebentar lagi ia dan Sienna akan menikah. Tentunya kabar tersebut mengejutka dan Alvaro sempat meminta maaf karena baru memberitahu kabar pernikahannya sekarang. Mereka akhirnya memaklumi hal tersebut. Bagaimana pun Alvaro membutuhkan ruang dan waktu untuk fokus mengurus pernikahannya. Mereka yakin, Alvaro tidak akan lama-lama menyimpan kabar bahagia itu sendiri, karena bagi pria itu, perusahaan ini sudah seperti rumah keduanya.

***

Setelah menyapa beberapa karyawan IMD Pictures, Alvaro pun mengajak Sienna ke sebuah ruangan. Ruangan yang saat ini Sienna jajaki terlihat sangat ekslusif dan mewah. Terang saja, ruangan tersebut adalah ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan pertemuan antara para petinggi perusahaan dengan artisnya. Biasanya mereka akan mendiskusikan beberapa hal yang memerlukan privasi di ruangan ini.

“Tunggu sebentar ya, pak Parvez masih ada di ruang meeting lantai tiga,” ujar Natalie begitu memasuki ruangan. Natalie lantas menarik kursi di hadapan Alvaro dan Sienna. Natalie mengulaskan senyum ramahnya ke arah Sienna, lalu lebih dulu mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Halo, kenalin. Aku Natalie,” ujar Natalie begitu tangannya dan Sienna berjabatan.

“Halo, Kak Nat. Aku Sienna,” balas Sienn.

“Al udah cerita banyak tentang kamu. Akhirnya kita bisa ketemu ya. Kalau Al udah bawa kamu ke sini, itu artinya kamu spesial buat dia,” celetuk Natalie dengan nada bergurau. Perempuan berusia 30 tahunan itu lantas tertawa kecil.

Alvaro belum mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya, tapi Natalie seolah sudah dapat membaca apa yang membawa Alvaro ke sini dan bahkan lelaki itu mengajak Sienna.

“Jadi ... ada kabar apa nih?” blak-blakan Natalie bertanya.

Namun belum sempat Alvaro menjawab pertanyaan tersebut, pintu ruangan itu sudah terbuka. Di sana tampak sosok lelaki berusia 40 tahunan yang lantas disapa oleh Alvaaro. Baru setelah itu, Alvaro mengenalkan Sienna pada sosok tersebut.

Sienna berjabat tangan dengan Parvez, dan pria itu nampak udah mengenalinya.

“Ohh iya Sienna, saya sudah dengar banyak tentang kamu dari Al,” ujar Parvez sembari menarik kursi di samping Natalie lalu ia duduk di sana.

“Jadi ada hal penting apa nih hari ini?” tanya Parvez sambil menatap Alvaro dan Sienna lurus-lurus.

“Jadi gini, Pak Parvez, Kak Nat. Hari ini gue ke sini karena mau nyampein sesuatu yang penting.” Alvaro menjeda ucapannya, ia menoleh ke samping kanannya di mana Sienna berada.

“Gue sama Sienna akan menikah, dalam beberapa bulan lagi,” ujar Alvaro akhirnya. Natalie tampak tidak terkejut mendengar pernyataan itu, begitupun dengan Parvez. Sebenarnya mereka memang sudah menduga bahwa Alvaro akan menikahi kekasihnya, tapi mereka tidak mengira bahwa rencana tersebut akan direalisasikan dalam waktu dekat pasca perceraian Alvaro dan Marsha.

Rencana pernikahan yang sudah berjalan 60 %, terang saja membuat Parvez dan Natalie sedikit bingung. Pasalnya mereka memikirkan tanggapan publik akan hal ini nantinya. Alvaro baru saja bercerai dan membuat pernyataan bahwa tidak ada orang ketiga yang menjadi penyebab perceraian. Namun dengan melangsungkan pernikahan yang secepat ini, dikhawatirkan keadaannya akan memburuk dan publik semakin yakin akan kebenaran rumor orang ketiga tersebut.

Alvaro jelas mengerti akan hal tersebut dan mengatakan pada Parvez dan Natalie kalau ia telah memikirkan ini dengan matang. Sebagai seorang publik figur, Alvaro tahu ia tidak bisa bertindak semaunya. Namun mau sampai kapan, ia hidup di balik rumor yang sebenarnya tidaklah benar.

“Kak Nat, Pak Parvez, gue peduli sama karir gue. Tapi jauh di atas itu, keluarga gue tetep jadi prioritas utama untuk gue,” terang Alvaro akhirnya.

Dari dua kalimat itu, Natalie dan Parvez mengerti makna dan maksud dari pembicaraan ini. Bahwa sejatinya Alvaro mengesampingkan perkataan buruk orang-orang tentang dirinya. Alvaro tahu mungkin publik tidak akan menerima dengan mudah kabar pernikahannya. Namun Alvaro telah siap untuk itu, ia tidak akan tinggal diam jika cacian itu tertuju pada Sienna dan juga, kebahagiaan keluarganya tetaplah menjadi yang utama baginya.

Alvaro ingin menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis untuk Gio. Alvaro ingin menikahi Sienna, membahagiakan perempuan yang ia cintai, dan memiliki kehidupan pernikahan yang lebih baik dari sebelumnya.

“Oke, kalau itu emang udah jadi keputusan lo, Al. Gimana pun, kita nggak bisa mengatur hidup lo terlau jauh. Kita juga mau lo bahagia dan berharap yang terbaik buat lo. So, go ahead. You deserves to be happy.” Natalie menatap Alvaro lalu beralih menatap Sienna seraya mengulaskan senyumnya. “Congrats for your wedding ya, Al, Sienna,” lanjut Natalie.

IMD pada akhirnya tidak bisa melarang keputusan tersebut, meski sebenarnya mereka merasa khawatir. Kabar pernikahan Alvaro bisa jadi memperburuk masalah yang sebelumnya sudah ada, tapi bagaimana pun, mereka tidak bisa mengatur terlalu jauh kehidupan pribadi artis mereka.

Alvaro memutuskan tetap memprioritaskan keluarganya di atas karirnya. Jadi sewaktu-waktu, Alvaro bisa saja hengkang dari dunia entertainment. Atau kemungkinan lebih buruknya, Alvaro akan meninggalkan management ini dan beralih pada perusahaan lain yang bisa memahami akan batasan-batasan yang jadi prioritasnya.

Perusahaan pun tidak munafik, mereka tidak ingin kehilangan Alvaro. Sebagai sebuah perusahaan, tentu mereka tidak bodoh untuk melepas artis mereka begitu saja, terlebih Alvaro telah memiliki nama yang cukup besar di dunia entertain. Tidak mungkin kan, mereka mengorbankan waktu dan usaha mereka selama ini yang telah membesarkan nama Alvaro.

Mereka memang sudah layaknya keluarga bagi Alvaro, yang telah membesarkan namanya dan mendukungnya sejak awal Alvaro memulai karirnya. Namun tetap saja, di atas perusahaan ini, Alvaro memiliki prioritas utamanya dan itu adalah keluarganya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Di suatu hari yang nampak cerah, Alvaro memiliki schedule untuk interview bersama majalah ternama yang tugasnya menyoroti kehidupan para artis. Alvaro datang ke sana ditemani oleh Sienna dan juga putri kecil mereka, Amanda.

Amanda tampak selalu excited saat melihat papanya melakukan shooting. Jadi ketika sempat, anak itu akan ikut Alvaro bekerja. Interview baru akan dimulai setelah sempat dilakukan pemotretan untuk editorial foto rubik majalah yang berjudul 'Deep Talk' yang berisi hasil wawancara dengan Alvaro Zachary.

Sienna dan Amanda menonton Alvaro dari backstage, mereka dapat langsung melihat dari sebuah layar ketika Alvaro sedang melakukan wawancara.

Di sana Alvaro ditanya soal bagaimana rasanya menjalani pernikahan selama 12 tahun lamanya.

Dengan lugas, Alvaro pun menjawab pertanyaan itu. Sebelum datang ke studio, pihak media telah memberinya script untuk dihafalkan, tapi akhirnya Alvaro melakukan improvisasi yang justru membuat itu terlihat lebih natural dan apa adanya.

Saat ditanya apa arti pendamping hidup baginya, Alvaro menjawab kalau istrinya adalah sebagian dari dirinya dan orang yang tepat untuknya.

Alvaro juga menjelaskan makna soulmate baginya. Sebagai sesi terakhir yang akan menutup wawancara itu, Alvaro lantas diminta untuk mendeskripsikan sosok istrinya.

Tentunya, Alvaro sangat mengenal kepribadian istrinya. Setelah 12 tahun bersama mengarungi bahtera pernikahan, Alvaro menganggap Sienna bukan hanya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Namun Sienna juga sosok sahabat baginya. Sosok sahabat, sejatinya adalah teman dekat yang paling mengerti dirimu, dan yang jadi tempatmu mencurahkan senang maupun sedih secara sukarela. Jadi, Alvaro bisa berbagi apa pun kepada istrinya. Alvaro dan Sienna, mereka layaknya seperti partner hidup, bukan sekedar suami istri dan kedua orang tua untuk anak-anak mereka.

***

Ketika di perjalanan pulang, Amanda di dalam mobil berceloteh dan memuji sosok papanya.

“Papa tadi keren banget pas difoto, iya kan Bunda?” ucap Amanda sambil bergantian menatap Alvaro dan Sienna.

“Iya, Papa keren banget ya, Dek. Tadi tuh aku sama Manda nonton kamu pas diwawancara, dari layar di backstage,” papar Sienna, tatapannya pun tidak luput dari Alvaro.

I’m so proud of you, Papa,” Amanda kembali berujar sembari menatap Alvaro.

Alvaro seketika mengulaskan senyumnya. Kemudian Alvaro menghela Amanda untuk mendekat padanya, lalu dengan gemas ia memberi kecupan sayang di pipi gembil putrinya.

Sienna lantas menambahkan kalau dirinya tersentuh mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Alvaro saat interview tadi. Sienna sempat melihat script yang dihafalkan Alvaro sebelum berangkat, tapi ia tertegun karena yang tertulis di script berbeda dengan yang Alvaro ucapkan. Kalimat yang diucapkan Alvaro rasanya begitu tulus dari dalam hati, dan akhirnya mampu menyentuh hati Sienna.

Amanda kemudian mengadu kepada Alvaro kalau tadi Sienna sempat menangis.

“Masa sih? Bener emang Bunda nangis?” tanya Alvaro memastikan.

“Bener, Papa. Terus Manda cup cup-in Bunda, deh. Biar Bunda nggak sedih lagi,” cerita Amanda.

“Bunda nggak sedih, Sayang. Bunda terharu dan happy banget, makanya sampai nangis,” terang Alvaro akhirnya.

Amanda yang sebelumnya tidak paham, mengira bahwa Sienna tengah bersedih, padahal Sienna hanya menangis karena bahagia.

“Oh gitu ya.” Akhirnya Amanda mengangguk mengerti. Meski sebenarnya bocah itu tidak sepenuhnya paham, tapi ketika melihat Bundanya sudah kembali tersenyum, maka ia tidak lagi khawatir.

Alvaro dan Sienna merasa telah berhasil mendidik anak mereka. Sosok Amanda yang masih kecil sudah dapat paham perasaan sedih seseorang dan ikut merasa simpati ketika ada orang di sekitarnya yang bersedih. Naluri alamiah yang penyayang dan penuh kasih seorang anak, akan mudah muncul jika di lingkungan sekitarnya mendidiknya demikian.

Alvaro masih menatap penuh afeksi pada Sienna, lalu beralih pada Amanda. “Sienna, she's totally like you. She's sweet, kind, and pretty,” ucap Alvaro. Dua orang perempuan yang ada di hidupnya ini, Alvaro memiliki dua versi sekaligus, yakni versi full size dan versi mini size-nya. Jadi rasanya komplit sudah kebahagiaannya.

Sienna yang Alvaro kenal, baginya masihlah Sienna yang sama hingga detik ini. Sienna adalah sosok yang Alvaro kagumi karena kecerdasannya, kebaikan hatinya, yang pada akhirnya berhasil berkali-kali membuat Alvaro jatuh cinta sedalam ini. Bertahun-tahun, rasanya tidak ada yang berubah dari sosok yang dicintainya itu. Sienna menjadi seorang ibu untuk anak-anaknya dan merawat mereka dnegan penuh kasih sayang, yang mana selalu membuat Alvaro bangga akan hal tersebut.

Hidup bersama seorang yang Alvaro cintai dan melihat anak-anak mereka bertumbuh pintar dan sehat, merupakan wujud bahagia yang sebelumnya hanya dapat didambakan oleh Alvaro. Namun kini, berkat perjuangannya, Alvaro telah berhasil untuk memiliki takdir cinta yang bahagia bersama orang tepat untuknya. Memang benar kehidupan mereka tidak selalu bahagia, ada juga tangisnya, tapi mereka akan bisa menghadapinya ketika bersama.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Saat acara di rumah tersebut benar-benar akan selesai, Alvaro di sana tengah mencari-cari keberadaan Sienna. Tersisa satu tamu pentingnya yang ingin pamit pulang, tapi justru istrinya tidak terlihat keberadaannya.

Alvaro telah bertanya pada beberapa orang di sana, seperti anak-anaknya dan juga asisten yang bekerja di rumahnya, tapi mereka mengatakan hal yang sama. Mereka tidak melihat keberadaan Sienna.

Setelah mencari-cari, Alvaro akhirnya menemukan Sienna di kamar tidur mereka. Alvaro pun sedikit merutuki kebodohannya, kenapa ia tidak terpikirkan bahwa istrinya berada di kamar.

“Sayang, aku cariin kamu lho. Ternyata kamu di sini,” ujar Alvaro begitu ia melangkah menghampiri Sienna.

Alvaro lantas mengatakan bahwa tamu pentingnya ada yang ingin pamit pulang, jadi ia mencari keberadaan Sienna.

“Kamu tadi ngapain ke sini?” Alvaro bertanya.

“Aku ngecek sesuatu. Aku kan belum datang bulan, aku kira tadi aku hari pertama. Nggak taunya belum juga pas aku cek,” ujar Sienna.

Sienna lantas memperhatikan raut wajah Alvaro, ada sesuatu yang coba pria itu sembunyikan. “Al, kenapa? Ada sesuatu?” Sienna bertanya.

“Sky, aku takut. Semalem aku mimpi kamu ninggalin aku,” ucap Alvaro dengan suaranya yang sedikit tertahan.

Alvaro masih menatap Sienna, pria itu memandangi paras wanita yang dicintainya dengan lekat, seolah Sienna bisa melakukan teleportasi dan menghilang dari hadapannya begitu saja.

“Sayang, hei. Dengerin aku ya,” Sienna dengan lembut menangkup kedua sisi wajah Alavro menggunakan kedua tangannya. Sambil menatap Alvaro dengan tatapan penuh arti, Sienna lantas berujar, “Aku nggak akan ninggalin kamu, kecuali aku pergi ninggalin dunia ini, Al. Selama aku masih hidup, aku mau selalu ada di samping kamu.”

Hanya jika takdir kematian yang membuat Sienna harus pergi meninggalkan dunia, maka Sienna akan pergi dari Alvaro. Namun jika bukan karena itu, Sienna tidak akan meninggalkan pria di hadapannya ini.

***

Ketika semua tamu benar-benar sudah meninggalkan rumah mereka dan anak-anak sedang bermain di lantai dua, Alvaro mengajak Sienna untuk masuk ke kamar.

Alvaro segera mengunci pintu kamar ketika Sienna sudah melangkah masuk. Sienna menoleh kepada Alvaro, wanita itu melemparkan senyum penuh selidiknya pada suaminya.

“Kenapa harus dikunci sih, Al?” celetuk Sienna sambil tetap mengarahkan tatapannya pada setiap gerakan Alvaro.

“Harus dikunci, Sayang. Nanti anak-anak tiba-tiba masuk, kan gawat,” tutur Alvaro.

“Apanya yang gawat? Emangnya kita mau ngapain?”

Pertanyaan Sienna itu dengan cepat mengundang senyum tipis nan menggoda di wajah Alvaro.

“Jahilnya Manda, ekspresinya, persis kamu banget kalau kayak gini,” cetus Sienna begitu jarak Alvaro sudah sangat dekat dengannya. Hanya tersisa 1 centi, jadi Sienna dapat dengan puas menikmati pemandangan paras suaminya yang memang mirip sekali dengan putri mereka.

“Amanda itu kamu versi cewek, persis banget. Wajah kalian, bener-bener plek ketiplek,” ucap Sienna lagi.

“Jahilnya kamu juga nurun ke Edgar, ya. Dia mirip kamu banget.” Setelahnya mereka tertawa bersama mengingat bahwa anak mereka mendapat jatah yang adil.

Dari bentuk wajah dan proporsinya, Edgar memang mirip sekali dengan Sienna, hampir tidak mengambil gen apa pun dari Alvaro. Sementara Amanda hampir 100% mewarisi gen Alvaro, baik dari bentuk mata, hidung, serta bibir. Selain itu, anak perempuan mereka cara bicaranya mirip sekali dengan Alvaro dan sifat jenakanya yang juga menurun dari papanya.

“Ini kita mau ngapain ya di dalem kamar, terus segala dikunci pintunya?” celetuk Sienna.

“Kamu ngiranya aku mau ngapain?” Alvaro malah bertanya.

“Nggak tau. Mau minta jatah kali,” ucap Sienna dengan enteng.

Alvaro seketika tertawa. Sienna mencebikkan bibirnya dan nampak sebal. “Yaudah kalau nggak mau,” ujar Sienna.

“Mau, Sayang. Aku mana bisa nolak kamu, sih. Nanti malem ya, sekarang kita tidur siang aja dulu sambil cuddle,” tutur Alvaro.

Alvaro kerap kali masih senang menjaili Sienna, itu tidak berubah setelah bertahun-tahun mengarungi pernikahan. Selain itu, cinta mereka rasanya masih sama ketika pertama kali berkencan. Seringkali pernikahan diragukan spark-nya akan menghilang setelah 5 tahun, tapi itu tidak bisa disamaratakan untuk semua orang, bukan? Sejatinya cinta itu bisa dipupuk secara terus menerus. Ibaratnya sebuah taman bunga, tentu perlu disirami dengan air, diberi pupuk, dan dirawat dengan baik agar tetap subur serta bunga-bunga di dalamnya dapat tumbuh dengan indah.

Sebelum memejamkan mata karena kantuk yang mulai datang, Alvaro dan Sienna melakukan rutinitas mereka yang selalu tidak pernah tertinggal. Alvaro mengecup bibir Sienna dengan lembut, lalu perlahan gerakannya semakin dalam, hingga saliva mereka akhirnya saling bertukar.

I love you, Baby. I always do,” ucap Alvaro sebelum akhirnya mengakhiri pagutannya di bibir Sienna.

Sienna mengulaskan senyumnya, lalu matanya yang sudah terasa berat segera terpejam begitu saja. Sienna merasakan Alvaro memeluk torsonya, membuatnya merasa nyaman dan jadi lebih cepat terlelap.

***

Beberapa jam setelah Sienna dan Alvaro terlelap, tiba-tiba Sienna terjaga dari tidurnya. Kedua kelopak matanya membuka secara spontan. Terdengar hembusan nafas tidak teratur yang lekas membuat Alvaro ikut terjaga dari tidurnya.

“Sayang, kamu habis mimpi ya?” Alvaro bertanya sembari menatap Sienna dengan tatapan khawatir.

Sienna lantas mengangguk pelan.

Setelah sekian lama, Sienna mendapatkan mimpi itu lagi. Mimpinya terasa jelas, jadi Sienna pikir itu adalah mimpi pembaca masa depan. Awalnya Alvaro mengira bahwa itu mimpi buruk, tapi ternyata sebaliknya, Sienna mendapat sebuah mimpi baik.

“Al, barusan aku mimpi kalau kita bakal punya anak lagi,” tutur Sienna. Itu memang mimpi baik, tapi yang membuat Sienna khawatir adalah tentang usianya yang tidak lagi muda.

“Kamu masih bisa hamil lagi, Sayang. Kan kamu masih 38, kata dokter yang rentan itu di usia 40, kan?” ucap Alvaro ketika ia ingat yang dikatakan oleh dokter obgyn.

“Oh, iya sih ya,” Sienna lantas membenarkan itu. Bisa saja dirinya mengandung lagi, dan memang kemungkinannya cukup besar untuk terjadi.

“Sayang, gimana kalau kita coba bikin mimpi kamu jadi kenyataan?” celetuk Alvaro.

Sienna seketika menoleh pada Alvaro dan menatap pria itu dengan tatapan malu-malu khasnya. Sienna merasakan jantungnya berdebar dengan tidak normal. Debaran itu kuat sekali, dan ia masih tetap merasakannya bahkan setelah hampir 12 tahun usia pernikahan mereka. Rasanya masih sama, Sienna masih mencintai sedalam ini.

Alvaro lantas membujuk Sienna agar mereka making love. Alvaro meminta Sienna mengenakan gaun sutranya, gaun yang selalu nampak cantik dikenakan oleh Sienna, dan Alvaro sangat menyukainya.

Manusia berhak berusaha mengubah takdirnya menjadi lebih baik, atau justru memilih diam saja dan membuatnya menjadi lebih buruk. Manusia pun diberi kesempatan untuk menentukan akhir dari hidupnya. Hal tersebut tergantung dari perjuangannya, usahanya, dan juga tekad kuat dari dalam dirinya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Food 1

Food 2

Di sebuah Minggu siang di kediaman yang megah, tampak orang-orang berlalu lalang tengah sibuk mempersiapkan sesuatu.

Di teras depan rumah yang cukup luas, telah tersaji berbagai jenis makanan yang tampak lezat dan menggoda di meja putih panjang.

Ketika memasuki rumah dan mengintip ke dalamnya, ditemukan lagi sajian prasmanan yang telah ditata rapi. Terdapat menu makanan pembuka, ada makanan utama, serta makanan penutup. Berbagai jenis minuman juga tersaji dan para tamu apa mengambilnya sendiri. Bisa diperkirakan bahwa memang ada acara penting yang diadakan oleh sang tuan rumah.

Kemunculan sosok lelaki bertubuh jangkung, dengan rambut berpotongan mullet yang tampak stylish untuknya, serta sebuah senyum tampan yang mengembang di wajahnya—seketika mampu menarik perhatian semua pasang mata di sana.

Gio

Mereka rupanya juga telah menunggu hadirnya sosok tersebut. Kehadiran lelaki itu tidak sendiri, muncul sosok laki-laki yang terlihat lebih muda dan seorang anak perempuan yang lebih kecil lagi. Giorgino Gavi Zachary merupakan si anak yang paling besar itu, ia memiliki adik laki-laki dan adik perempuan yang sangat ia sayangi. Edgar Archie Zachary merupakan adik pertamanya dan adik keduanya, Amanda Belvania Zachary.

Meskipun ketiganya lahir dari rahim perempuan yang berbeda, tapi mereka mempunyai cinta yang sama dan saling menyayangi satu sama lain.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Alvaro dan Sienna memutuskan menjaga rahasia itu dari Gio. Jadi Gio hanya sebatas tahu bahwa orang tua kandungnya adalah Alvaro dan Marsha. Kedua orang tuanya bercerai, dan Alvaro menikah untuk kedua kalinya dengan Sienna. Gio memiliki ibu smbung dan adik satu bapak beda ibu. Ada alasan mereka memutuskan menjaga kebenaran itu. Semata-mata mereka hanya ingin menjaga nama baik Marsha di mata Gio. Karena bagaimana pun yang terjadi di masa lalu, Marsha tetaplah ibu kandung Gio, dan pasti berat bagi seorang anak mengetahui bahwa ibunya telah mengkhianati pernikahan dengan ayahnya. Sampai sekarang, sosok yang merupakan ayah biologis Gio tidak pernah muncul, jadi lebih baik Gio tidak mengetahui sosok itu dan hanya tahu bahwa ayahnya adalah Alvaro.

Gio sangat menyayangi adik-adiknya. Kenyataan adanya DNA yang berbeda yang mengalir di tubuh mereka, tidak menjadi penghalang dan adanya batasan dalam hal saling mengasihi. Gio, Edgar, dan Amanda memiliki kedua orang tua yang sangat mencintai mereka, seorang papa dan bunda yang telah merawat dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang.

“Ini dia aktor kita yang ditunggu-tunggu,” cetus seorang wanita yang lantas segera dihampiri oleh Gio.

“Halo, Ibu Produser,” sapa Gio sembari menjabat tangan Natalie.

“Bener-bener udah tua ya gue dipanggil Ibu sama lo. Lo udah kayak anak gue sendiri tau gak. Dari gue liat lo sekecil piyik, sampe sekarang udah gede, udah jadi aktor di production house gue.”

Sejak menginjak usia 12 tahun, Gio telah memulai karirnya sebagai seorang aktor cilik pada masa itu. Hingga kini saat lelaki itu beranjak remaja dan berusia 19 tahun, telah banyak judul yang dibintangi olehnya dan membuat namanya sebagai aktor semakin besar hingga saat ini.

Sang tuan rumah di sana, Alvaro dan Sienna, mereka tampak serasi menggunakan pakaian berwarna senada. Keduanya menyambut para tamu yang diundang ke kediaman mereka dengan penuh suka cita.

Hari ini memang kebanyakan para tamu yang diundang ke sana adalah dari kalangan film maker maupun petinggi perusahaan rumah produksi film. Karena sejatinya acara tersebut diadakan sebagai bentuk perayaan atas pencapaian besar dari film layar lebar yang dibintangi oleh Gio.

Para anggota keluarga juga hadir, ada teman artis sejawat, dan sosok produser yang sudah kenal dekat dengan Alvaro, Parvez dan Natalie. Semua begitu bangga dengan kesuksesan yang diraih oleh Gio di usianya yang masih terbilang sanagt muda.

Gio berada di bawah naungan agensi milik Natalie, berbeda dengan agensi yang menaungi Alvaro yakni milik Pavez. Natalie membujuk Gio untuk bergabung dengan agensinya dan berniat membesarkan namanya, itu terbukti hingga saa ini, Natalie telah berhasil membuat nama Gio jadi besar di dunia seni peran.

“Al, gimana kalau kita bikin judul baru untuk mempertemukan dua aktor hebat kita ini? Untuk lo sama Gio, kayaknya bakal pecah banget,” ujar salah seorang sutradara dari Vicinema yang juga ada di sana.

“Boleh tuh, Mas. Nanti kita omongin aja, gampang lah itu,” ucap Alvaro.

“Kalau kira-kira temanya tentang keluarga gitu, apa nggak sekalian aja ajak istri lu baut main film?” Ghani kembali menyuarakan pendapatnya.

“Kalau itu harus ditanya dulu sama istri saya, Mas.”

Setelah mengatakannya, Alvaro lantas beralih pada Sienna. Ia memanggil istrinya setelah sebelumnya sedang berbincang dengan para tamu perempuan di sana.

“Gimana, Sayang? Mas Ghani nawarin kamu main film nih, bareng aku sama Gio,” ungkap Alvaro.

“Saya nggak bisa akting lho, Mas Ghani,” ujar Sienna kepada Ghani.

Lantas kehadiran Gio ditengah-tengah Alvaro, Sienna, dan Ghani menginterupsi percakapan mereka. “Bunda, kita nggak ada yang tau lho kalau belum dicoba. Siapa tau Bunda bisa akting, kan seru nanti kalau kita shooting sekeluarga barengan,” ujar Gio.

Di situasi tersebut, sebagai seorang CEO dan telah berkecimpung lama di dunia entertain, Parvez justru memberi tawaran utuk kedua adik Gio agar mengikuti jejak kakak mereka menjadi artis.

Alvaro lantas memanggil kedua anaknya, Edgar dan Amanda yang sebenarnya ketika ditanya soal berakting di depan kamera, mereka belum terlalu paham.

“Itu lho Dek, yang kayak Abang sama Papa. Shooting gitu, nanti adek jadi artis,” ujar Edgar yang tampaknya lebih paham dari si kecil Amanda.

“Kalau Abang mau, Adek juga mau. Tapi sama Bang Edgar, sama Bang Gio, sama Papa juga ya shooting-nya,: celoteh Amanda yang sukses mengundang orang-orang di sana. Sosok Amanda kecil yang fasih berceloteh, cantik, dan juga pintar, jelas menarik perhatian para produser film untuk menawari anak itu menjadi artis cilik. Sebenarnya sudah sejak lama ada omongan itu, tapi Alvaro mengira bahwa itu hanya sekedar wacana, ternyata Parvez cukup gencar membujuknyam memberi izin anak-anaknya terjun ke dunia entertain.

“Adek masih terlalu kecil. Abang Edgar aja dulu ya, Dek,” tiba-tiba Alvaro nampak tidak setuju dengan ide itu. Baginya putrinya masih terlalu kecil untuk terjun ke dunia entertainment.

“Papa, Adek kan mau juga,” Amanda cemberut, ia merasa bahwa dirinya sudah cukup besar untuk bisa ikut shooting. Padahal kenyataannya ia tidak tahu bahwa dunia hiburan begitu kompleks dan memiliki jalan yang terjal.

Di saat Alvaro memberikan pengertian pada putrinya, Sienna beralih menghampiri Gio untuk menanyakan sesuatu.

“Bang, kamu udah hubungin Mama? Mama jadi dateng ke sini, kan? Udah jam segini lho, coba kamu telfon deh Bang,” ujar Sienna pada Gio.

“Mama jadi dateng kok, Bun. Tadi Gio udah chat Mama. Mungkin masih di jalan, in ikan weekend, kayaknya lumayan macet deh,” terang Gio.

Tidak lama setelah Sienna berlalu dari Gio, Gio mendapati sosok yang tadi jadi perbincanganya dengan Sienna. Sosok itu terlihat kemunculannya di antara kerumunan orang yang lain. Gio yang mendapati sosok Marsha di sana segera menghampirinya.

Gio berjalan beberapa langkah, menembus orang-orang yang cukup padat memenuhi tempat itu. Ketika sampai di hadapan Marsha, Gio mengulaskan senyumnya.

“Nak, selamat ya buat film barunya,” ujar Marsha begitu mendapati sosok Gio di hadapannya. Tatapan wanita itu pada Gio nampak bangga dan berbinar-binar bahagia.

“Mama bangga bange sama kamu,” ujar Marsha lagi, suaranya terdengar sedikit tertahan. Ada kesedihan yang coba wanita itu sembunyikan, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya di hadapan Gio. Anaknya hari ini tengah berbahagia, jadi Marsha akan menunjukkan bahwa ia juga ikut bahagia.

“Iya, Mah. Makasih ya udah dateng,” balas Gio.

Terkadang Gio masih merasakan rasa perih itu di dalam hatinya saat mengingat apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di masa lalu. Namun sejatinya tidak seorang pun bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan. Perceraian Papa dan Mamanya adalah hal yang tidak mudah dilupakan olehnya. Meskipun saat itu masih kecil dan belum terlalu mengerti, Gio masih dengan jelas mengingat memori menyakitkan itu di dalam benaknya.

“Mah, ayo masuk. Papa sama Bunda ada di dalam, ada Oma juga,” ujar Gio yang lantas mengajak Marsha untuk masuk ke dalam rumah.

Marsha mengagguk sekilas, lalu ia mengikuti langkah Gio untuk masuk ke dalam.

Ketika Marsha menatap putranya yan gtelah beranjak akan dewasa, berbagai perasaan terasa campur aduk pun dirasakannya. Di satu sisi penyesalan itu masih ada. Marsha menyesal mendapati kenyataan bahwa bukan dirinyalah yang sepenuhnya membesarkan Gio sampai bisa jadi anak yang hebat dan membanggakan seperti ini.

Marsha memang belum bisa menjadi ibu yang baik untuk Gio, tapi Gio telah berhasil tumbuh menjadi anak yang begitu hebat. Marsha menyadari bahwa Gio bisa jadi seperti sekarang, itu karena peran seorang ayah dan ibu sambung yang juga begitu hebat. Marsha akan mengucapkan terima kasih kepada Alvaro dan Sienna hari ini, keduanya teah begitu berhasil mendidik dan membesarkan sosok Giorgino Gavi Zachary.

***

Beberapa tamu masih belum pamit pulang dari kediaman itu. Sebagian masih ada yang menikmati hidangan, berfoto, atau bahkan bernyanyi bersama di ruangan karaoke di lantai atas.

Acara meriah tersebut diramaikan terlebih oleh para teman sesama artis yang merupakan rekan kerja Gio. Mereka masih begitu muda dengan jiwa yang sangat membara untuk mengeksplor berbagai hal baru.

Namun tetap pada batasan mereka, Gio selalu meneapkan pada teman-temannya mengenai hal-hal yang menjadi batasannya dalam bergaul. Terlebih mereka juga mengenal dengan baik kedua orang tua Gio dan rumah ini seringkali dijadikan basecamp untuk mereka berkumpul.

“Sebentar ya, tadi Bunda sama Papa manggil gue,” ucap Gio kepada teman-temannya.

Gio lekas melenggang keluar dari ruangan karaoke dan berjalan mencari keberadaan keluarganya.

Ketika Gio sampai di ruang tamu, Sienna memberitahunya jika beberapa tamu mereka ingin pamit pulang. Jadi Gio harus menemui mereka dan mengantar sampai ke halaman depan.

“Makasih ya Ibu Nat, Mas Ghani, Pak Parvez,” ucap Gio sembari menyalami satu persatu dari tamu-tamunya.

“Sukses terus, semangat shooting pagi pulang pagi pokoknya,” ujar Natalie sebagai salam sebelum pamit untuk pulang.

“Siap, Bu,” ujar Gio sembari megulaskan senyumnya.

Sepeninggalan Natalie, Ghani, dan Parvez, kini di halaman rumah itu tersisa Gio, Alvaro, Sienna dan juga kedua bocah kecil yang sedari tadi aktif mengintili orang tuanya.

“Pah, tadi Gio sempet ngobrol sama Mas Ghani. Beliau ada ide mau bikin film yang temanya masih lumayan jarang di pasaran. Genre semi fantasi gitu Pah katanya,” cerita Gio pada Alvaro.

“Ohiya? Terus gimana? Naskahnya udah ada?”

“Nah, itu dia, belum ada. Lagi eksplor ide sih. Udah nemu penulis naskahnya, tapi lagi agak stuck sama idenya gitu. Gio ada ide buat ngasih inspirasi dari kemampuan Bunda yang bisa baca masa depan.”

“Kok Bunda? Maksudnya gimana Bang?” Sienna yang mendengar itu lantas menanyakannya pada Gio.

“Bunda mau main film ya Bang?” sahut Edgar yang ikutan nimbrung.

“Ihh Bunda keren, nanti aku liat Bunda sama Papa ada di bioskop,” Amanda pun ikut menimpali tanpa tahu apa kelanjutan pembicaraan tersebut.

“Bunda kan bisa baca masa depan dari mimpi. Nah itu kalau di dunia fiksi, kemampuan yang Bunda punya bisa masuk ke dalam cerita yang genrenya semi fantasi. Kalau Bunda setuju, nanti Gio bilang ke Mas Ghani dan mungkin penulisnya bakal observasi langsung ke Bunda, kayak wawancara gitu Bun. Kalau Bunda berkenan aja,” terang Gio panjang lebar.

Gio juga menjelaskan maksudnya kepada keluarganya. Dalam membuat sebuah naskah film, diperlukan sebuah observasi untuk riset dari ide utama yang sudah dipikirkan sebelumnya. Maka akan lebih matang dan bagus lagi jika ada narasumber langsung yang bisa jadi sumber informasi untuk mengembangkan ide cerita tersebut.

“Keren sih itu, Sayang. Idenya bagus kayaknya ya. Coba kamu pikirin aja dulu, baru nanti buat keputusan boleh atau enggaknya,” ujar Alvaro pada Sienna.

“Oke, nanti Bunda pikirin dulu ya. Tapi sebenernya udah lama lho Bunda nggak dapet mimpi itu lagi. Udah nggak sesering dulu, kadang-kadang aja,” terang Sienna akhirnya.

Anak-anak mereka memang telah tahu bahwa Sienna bisa membaca masa depan melalui mimpi. Namun akhir-akhir ini memang Sienna cukup jarang mendapatkan mimpi pembaca masa depan itu.

“Emang mimpi terakhir yang Bunda dapet tentang apa Bun?” Gio yang penasaran pun akhirnya bertanya.

Pertanyaan Gio tersebut lekas mengundang tatapan Alvaro, Edgar, dan Amanda untuk nenatap penasaran kepada Sienna.

“Kemarin malem Bunda sempet mimpi sih,” Sienna menahan senyumya sambil menatap satu persatu anggota keluarganya. Mereka tampak tidak sabar menunggu Sienna melanjutkan ucapannya.

“Jadi ... Bunda tuh mimpi kalau kalian bakal punya adek lagi. Tapi itu kan cuma mimpi ya, Bunda nggak tau bisa jadi kenyataan atau engga,” jelas Sienna.

“Sayang, bener kamu dapet mimpi kayak gitu? Kok nggak cerita sama aku?” seketika Alvaro berceletuk, pasalnya ia tidak tahu menahu soal hal tersebut. Biasanya Sienna menceritakan apa pun padanya, dan mereka sering terbuka dalam berbagai hal.

Bukan hanya Alvaro yang terkejut, tapi Gio dan kedua adiknya juga terkejut sekaligus antusias akan hal itu.

Pada akhirnya Sienna mengatakan bahwa barusan ia hanya bergurau. Seiring usianya yang menua, Seinna tidak bermimpi lagi tentang masa depan. Sienna juga tidak tahu mengapa demikian, tapi yaa memang begitulah kenyataannya.

“Bunda nggak dapet mimpi itu lagi. Maaf yaa, tadi Bunda cuma becanda,” Sienna berujar sambil menampakkan cengiran kecilnya.

Seketika para penonton kecewa dan mereka merasa sungguh telah tertipu oleh ucapan Sienna. Namun memang itulah kenyataannya, Sienna tidak mendapat mimpi apa pun soal dirinya yang akan kembali mengandung dan akan menghadirkan anggota keluarga baru di rumah mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sudah tiga hari belakangan sejak kembali dari bulan madu, Sienna jatuh sakit. Bahkan Sienna sampai tidak mengambil pekerjaannya dan harus menyerahkannya pada asistennya. Alvaro baru saja membantu Sienna untuk makan, karena istrinya tidak bernafsu terhadap makanan. Alvaro membujuk Sienna dan menyuapinya karena istrinya tetap harus mendapat asupan untuk tubuhnya.

“Al, gimana keadaan Sienna?” tanya Inggit begitu Alvaro melenggang ke ruang keluarga.

“Udah mau makan, walaupun dikit. Udah minum obat juga, sekarang lagi coba buat tidur,” ujar Alvaro.

“Gio,” Alvaro kemudian memanggil anaknya. Gio yang sebelumnya sedang bermain dengan mobil-mobilannya, segera berjalan menghampiri Alvaro.

“Kalau Papa lagi kerja, kamu jagain Bunda ya di rumah. Bunda lagi sakit soalnya,” ucap Alvaro.

“Siap, Papa. Gio bakal jagain Bunda. Emang Bunda sakit apa?”

“Bunda demam, sama nggak nafsu makan. Gio bujuk Bunda buat makan ya kalau Bunda nggak mau makan.”

“Al,” Inggit lantas menghampiri Alvaro. “Kamu sama Sienna udah coba cek belum?”

“Cek apa Mah?”

“Ya ampun, masa kamu nggak kepikiran sih. Coba, kapan terakhir Sienna datang bulan? Siapa tau istri kamu itu hamil, mending cek sekarang pake testpack atau ke dokter sekalian,” tutur Inggit.

Alvaro terdiam di tempatnya mendengar ucapan Inggit. Meskipun pernikahan Alvaro dan Sienna baru berusia 1 bulan, Alvaro dan Sienna memang cukup sering melakukannya, bahkan kadang tidak tau waktu juga. Pagi, siang, malam, asal Alvaro maupun Sienna tidak sibuk bekerja dan menjalani rutinitas lainnya, mereka pasti melakukannya. Jadi bisa saja kemungkinan yang dikatakan Inggit adalah benar adanya.

***

Alvaro menunggu Sienna dengan harap-harap cemas. Sudah cukup lama Sienna berada di dalam kamar mandi, setelah sebelumnya Alvaro menyerahkan sekantung bungkusan berisi beberapa merek alat testpack.

“Sayang …” Alvaro berucap pelan di dekat pintu.

Are you okey?” Alvaro bertanya, khawatir karena Sienna belum ada tanda-tanda akan membuka pintu setelah hampir 10 menit berada di dalam.

“Nggak papa yaa kalau belum, kita juga kan baru nikah,” Alvaro berujar lagi. Sebenarnya tanpa Inggit menyuruh mengecek, Alvaro dan Sienna sempat kepikiran juga kalau Sienna tengah mengandung. Alvaro tahu kekhawatiran Sienna, istrinya itu belum mau mengecek karena takut hasilnya akan negatif. Namun hari ini Sienna mengatakan ingin mencoba mengetesnya, karena jadwal datang bulannya juga telah terlambat beberapa hari.

Alvaro segera menegakkan punggungnya begitu pintu kamar mandi di hadapannya terbuka. Alvaro langsung mendapati wajah Sienna yang tampak sedikit pucat.

Sienna lantas meraih tangan Alvaro, mengajak pria itu untuk duduk di tepi kasur.

Sienna masih memegang dua buah testpack di tangannya yang belum ia perlihatkan kepada Alvaro.

“Sayang, gimana hasilnya?” Alvaro bertanya.

“Aku udah cek di internet. Katanya alatnya akurat, bisa sampe sembilan puluh persen. Kamu beliin beberapa merek, dan dari semua alatnya, hasilnya sama. Aku udah coba tes pake semua alatnya.”

Sienna menghela napasnya, kemudian menghembuskannya, “Al, aku hamil,” ucap Sienna, serta merta sebuah senyum terlukis di paras cantiknya.

Alvaro tampak tidak percaya mendengarnya, pria itu kehilangan kata-kata saking terkejutnya.

“Ini, kamu liat,” Sienna menunjukkan dua buah testpack yang ada di tangannya. Alvaro lekas melihat benda itu dan menemukan dua buah garis berada di sana.

Selesai melihatnya, Alvaro segera beralih menatap Sienna. Alvaro langsung memangkas jaraknya dengan Sienna, tanpa mengatakan apapun, pria itu langsung membawa torso Sienna ke pelukannya.

Sienna membalas pelukan itu, lalu ia berujar pelan, “Ayo kita kasih tau Mama sama Gio. Pasti mereka seneng banget tau kabar ini.”

***

Kemunculan Alvaro dan Sienna di ruang keluarga lekas mengundang perhatian Inggit. Gio sedang sibuk dengan mainannya, jadi tidak terlalu menghiraukan dan menyadari kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh Alvaro dan Sienna.

“Al, Sienna, gimana? Udah coba tes?” Inggit bertanya sembari beranjak dari posisi duduknya.

“Bener firasat Mama, Sienna hamil, Mah,” ucap Alvaro dengan wajah semringahnya.

Inggit yang mendengar kabar itu seketika wajahnya nampak berseri-seri. Inggit lekas menghampiri Sienna, lalu wanita itu membawa torso menantunya untuk di dekap hangat. “Sienna, selamat ya, Nak. Sehat terus ya ibu dan bayinya,” ucap Inggit.

“Iya, Mah. Makasih buat doanya,” balas Sienna.

Gio yang berada di tengah-tengah mereka tampak bingung mengapa ada acara peluk-pelukan yang mendadak ini.

“Ini ada apa? Oma kenapa peluk Bunda?” celetuk Gio yang telah meletakkan mainannya dan kini menghampiri mereka.

Sienna yang mendengar itu lantas beralih kepada Gio. Sienna mengajak Gio untuk duduk di sofa, dan juga Alvaro menyusul bersamanya.

“Gio, mau dipanggil apa kalau Gio punya adik?” Sienna bertanya sambil menatap paras anaknya.

Gio tidak langsung menjawab, ia bukannya tidak punya jawabannya, tapi bingung mengapa Sienna tiba-tiba menanyakan hal tersebut kepadanya.

“Gio mau dipanggil Abang,” jawab Gio akhirnya.

“Bunda, emang adiknya udah ada?” Gio bertanya. Wajahnya nampak polos sekali, ia bergantian menatap Alvaro kemudian menatap Sienna, mencoba mencari jawaban dari kedua orang tuanya.

“Papa, emang adiknya Gio di mana sih?” tanya Gio lagi dengan nada lucunya.

“Coba tanya sama Bunda. Kan yang hamil Bunda, bukan Papa,” ujar Alvaro.

“Adiknya belum lahir, Nak. Masih ada di perut Bunda,” jelas Sienna akhirnya.

“Ohiya? Adik itu di perut Bunda ya? Kok bisa ada adik? Siapa yang taro adik di perut Bunda?”

“Kalau kamu udah gede, kamu bakal paham, Gio. Oke?” ujar Alvaro tanpa menunggu lama.

Sienna lantas tertawa dan disusul oleh Alvaro yang ikut terkikik geli. Itu bukan sesuatu hal yang tabu, tapi mereka tidak bsia menjelaskannya saat ini kepada Gio. Suatu hari, Alvaro dan Sienna akan memberi pemahaman sebagai bentuk parenting kepada anak, tepatnya saat Gio sudah cukup umur untuk bisa mengerti.

“Karena ada adik di perut Bunda, Gio akan jagain Bunda. Papa tenang aja, kalau Papa kerja, ada Gio yang pastiin Bunda aman,” ucap Gio.

“Oke, Sayang. Terima kasih ya,” ujar Alvaro sembari mengusap puncak kepala Gio.

Gio lantas tersenyum lebar sekali dan tampak senang. Kemudian Sienna membiarkan Gio untuk menyentuh perutnya. Meski masih terasa rata, tapi Gio malah berakting seolah olah ia merasakan adiknya tengah menendang.

“Beneran ada adik di perut Bunda, lho. Tadi adiknya nendang. Gio bisa rasain,” Gio berucap dengan wajahnya yang sok dibuat serius.

“Hei Bocil, kamu jago akting ya. Mana ada adiknya nendang. Adik masih kecil, belum bisa nendang,” celetuk Alvaro. Lantas Gio hanya tertawa kesenangan karena telah merasa berhasil membohongi papanya.

“Al, kemarin Kak Nat bukannya nawarin Gio buat casting karena butuh aktor kecil cowok, ya? Gimana kalau Gio coba terima tawaran itu?” ujar Sienna yang tiba-tiba teringat akan cerita yang Alvaro katakan padanya beberapa hari lalu.

“Oh iya, aku baru inget. Kalau Gio mau, nanti Papa bilang ke Tante Natalie. Asal anaknya mau, aku sih oke aja, Sayang. Menurut kamu gimana?”

“Aku setuju. Selama Gio seneng jalaninnya, kenapa engga. Iya kan Mah?” Sienna juga bertanya persetujuan pada Inggit.

“Iya, Mama setuju. Asal Gio tetep bisa fokus sama sekolahnya,” sahut Inggit dari arah dapur.

Baiklah, setelah ini Alvaro akan coba mengajak anaknya berbicara. Gio cukup tertarik dengan dunia akting setelah sering melihat Alvaro berada di layar kaca. Meski banyaknya Alvaro tahu bahwa dunia entertain memiliki jalan yang cukup terjal untuk dilalui, tapi Alvaro tidak ingin menghalangi Gio untuk menemukan bakat dan takdir karirnya. Apa pun itu, asal Gio senang menjalaninya dan merasa passion-nya berada di sana, maka Alvaro dan Sienna akan mendukungnya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Setelah hampir satu berpacaran dan akhirnya menikah, Sienna jadi tahu bahwa Alvaro adalah tipe laki-laki yang loyal. Bukan hanya loyal kepada pasangan, tapi juga kepada keluarga dan teman-temannya.

Karena pernah merasakan titik terendah dalam hidup, saat sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang.

Alvaro pun cukup sering menunjukkan kasih sayangnya pada orang tersayangnya dengan memberikan barang-barang. Mayoritas yang diberikan Alvaro memang adalah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu. Alvaro harus bekerja, shooting dari pagi sampai pagi, dan tetek bengek lainnya yang harus ia lakukan sejak memutuskan menjadi seorang selebriti.

Alvaro juga sosok yang lembut dan perhatian. Hatinya tulus, maka ibaratnya seperti sebuah kayu yang telah rapuh oleh rayap, jika disenggol sedikit, bisa hancur seketika.

Ketika Sienna memutuskan untuk menikahi Alvaro, Sienna pun telah siap jika suatu saat Alvaro tidak memiliki waktu untuknya. Namun satu hal yang membuat Sienna tidak pernah merasa kesepian saat Alvaro pergi bekerja, yakni Sienna tahu bahwa Alvaro akan selalu berusaha meluangkan waktunya untuk kebersamaan mereka.

Dari sekian padatnya jadwal shooting film dan berbagai shooting lainnya, akhirnya Alvaro dapat menyisihkan waktu untuk mengajak Sienna bulan madu. Las Vegas, merupakan kota pertama yang mereka kunjungi untuk menikmati bulan madu setelah 1 bulan menikah.

Alvaro dan Sienna sama-sama menyukai Las Vegas. Alvaro mengatakan, saat musim panas di sini mirip seperti di Bali. Alvaro lebih suka cuaca panas dibanding dingin. Karena ia bisa berenang dan menikmati hangat matahari yang menyapa tubuhnya.

Siang ini setelah Alvaro dan Sienna menghabiskan waktu di pantai untuk berenang, akhirnya mereka memutuskan kembali ke penginapan. Sienna mengatakan kalau kepalanya sakit dan tubuhnya terasa agak demam, dan ia pikir itu karena cuaca yang cukup panas. Setelah menelan pil obat pereda sakit kepala, Sienna jauh merasa lebih baik dari sebelumnya.

“Sini, aku peluk. Nanti pasti lebih enakan lagi,” ujar Alvaro sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.

Sienna mencebikkan bibirnya. Karena Sienna tidak kunjung menghampirinya, Alvaro akhirnya memutuskan untuk menghampiri Sienna.

Dengan mudahnya, Alvaro menggendong tubuh Sienna ala bridal style. Sambil berjalan menuju kasur, Alvaro bergerak cepat untuk mencuri kecupan di bibir Sienna.

“Ada aja kesempatan buat cium-cium,” cetus Sienna.

Alvaro hanya tertawa kecil, lantas ia membaringkan Sienna secara perlahan di atas kasur. Alvaro pun segera menyusul, ia naik ke kasur kemudian mendekap torso Sienna dari samping dan mengusap lembut puncak kepala istrinya.

“Udah mendingan atau masih pusing?” tanya Alvaro.

“Udah mendingan, kok.”

“Kalau udah mendingan, aku pengen cium kamu sampe kamu pingsan Boleh nggak?”

“Ada-ada aja omongan kamu,” Sienna otomatis menyemburkan tawanya mendengar kalimat Alvaro.

“Becanda, Sayang. Nggak mungkin lah aku bikin kamu pingsan, nanti aku sedih kalau kamu pingsan.”

“Al,” Sienna berujar setelah beberapa detik mereka hanya saling diam.

“Ya?”

“Siang-siang enak kali ya? Kita malem terus kan, nggak pernah coba pas siang.”

Alvaro seketika memicingkan matanya menatap Sienna. “Kamu lagi sakit lho, Sayang. Beneran mau emangnya?”

“Mau. Sebentar aja. Aku cuma pusing dikit kok,” ucap Sienna. Kedua matanya menatap Alvaro dengan tatapan puppy eyes.

“Oke. Sebentar ya, aku bilas mulut pake mouth wash dulu.”

Sienna menganggukinya sebelum akhirnya Alvaro menjauh darinya. Sienna menorehkan senyumnya, ia merasakan jantungnya di dalam sana berdebar dengan hebat.

***

Couple Kissing

“Al, jangan digigit. Sakit, tau.”

Alvaro malah cuma tertawa melihat Sienna yang mengomel kepadanya. Alvaro baru saja mencium bibir Sienna, tapi ciuman tersebut berubah menjadi gigitan yang terasa nyeri dan perih bagi Sienna.

“Kok kamu malah ketawa sih. KDRT ini namanya,” omel Sienna lagi.

“Bukan KDRT, Sayang. Ini cara aku mencintai kamu,” ujar Alvaro.

Alvaro kembali mencium Sienna, kali ini lumatan bibirnya turun ke puncak dada Sienna yang nampak sintal dan sudah menegang. Alvaro lamtas menggigit kecil di sana, membuat Sienna mengumpat lagi.

“Alvaro, kamu mah. Masa digigit lagi sih.”

Alvaro tidak kuasa menahan tawanya, ia terbahak sampai pelupuk matanya berarir.

“Al, berdarah. Liat ini kelakuan kamu,” seru Sienna saat melihat area yang menjadi sasaran Alvaro.

“Oh iya, berdarah. Sakit banget ya, Sayang?“ Alvaro bertanya dengan ekspresi khawatir yang jelas tergambar di wajahnya.

“Sakit ... ” Sienna berucap lirih.

“Sayang, maaf.”

“Tanggung jawab dong, obatin,” cetus Sienna.

“Oke, sebentar. Aku ambil obat luka dulu, semoga ada,” Alvaro mengusap kepala Sienna lalu bergerak menjauh darinya. Alvaro mengenakan celana dan kausnya, lalu ia melenggang dari kamar untuk mencari obat yang sekiranya dapat mengurangi rasa sakit itu.

Sekembalinya Alvaro dengan sebuah obat luka di tangannya, Sienna bergerak mengobati dirinya sendiri. Alvaro memasang tampang bersalahnya sambil masih menatap Sienna.

“Sky, aku minta maaf ya. Aku kelepasan banget tadi. Nggak ada niat bikin kamu kayak gini.”

“Iya,” jawab Sienna.

“Habis kamu gemesin banget. I lost my control, I’m sorry.”

Sienna malah tertawa mendengar permintaan maaf Alvaro dan tampang pria itu yang tampak sungguhan menyesal.

“Kok kamu ketawa sih?” kedua alis Alvaro pun bertaut kala memperhatikan Sienna yang cepat sekali berubah.

Sienna lantas meletakkan obatnya di nakas samping kasur, lalu ia mendekatkan diri pada Alvaro dan dengan cepat bergerak mendekap torso Alvaro.

“Sky,” ujar Alvaro, mereka masih dengan posisi berpelukan sambil duduk.

“Iya?“ tanya Sienna.

“Aku nggak gigit lagi deh, janji. Kita lakuin 1 ronde lagi, yuk?”

Detik berikutnya, Sienna mengurai pelukannya dan menatap Alvaro, “Oke, satu kali lagi. Aku bakal pegang omongan kamu. Kalau sampe gigit, hukumannya nggak ada jatah selama satu bulan.”

“Lama banget dong, Sayang. Masa satu bulan sih?”

“Itu sebentar, Al. Lebih lama sembuhnya kalau udah luka kayak tadi.”

“Ya kan aku pengen bikin kamu cepet hamil. Pasti lucu kalau ada bayi di rumah. Gio juga udah pengen banget punya adek, kasian dia kesepian.”

“Halah, maunya kamu itu mah. Setiap kamu ngajakin, aku mau ya. Malah kadang aku ajak duluan. Tapi aku sebel, kamu gigit terus.”

Alvaro sukses kembali tergelak begitu mendengar penuturan Sienna yang satu itu.

Bed

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Setelah hampir satu berpacaran dan akhirnya menikah, Sienna jadi tahu bahwa Alvaro adalah tipe laki-laki yang loyal. Bukan hanya loyal kepada pasangan, tapi juga kepada keluarga dan teman-temannya.

Karena pernah merasakan titik terendah dalam hidup, saat sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang.

Alvaro pun cukup sering menunjukkan kasih sayangnya pada orang tersayangnya dengan memberikan barang-barang. Mayoritas yang diberikan Alvaro memang adalah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu. Alvaro harus bekerja, shooting dari pagi sampai pagi, dan tetek bengek lainnya yang harus ia lakukan sejak memutuskan menjadi seorang selebriti.

Alvaro juga sosok yang lembut dan perhatian. Hatinya tulus, maka ibaratnya seperti sebuah kayu yang telah rapuh oleh rayap, jika disenggol sedikit, bisa hancur seketika.

Ketika Sienna memutuskan untuk menikahi Alvaro, Sienna pun telah siap jika suatu saat Alvaro tidak memiliki waktu untuknya. Namun satu hal yang membuat Sienna tidak pernah merasa kesepian saat Alvaro pergi bekerja, yakni Sienna tahu bahwa Alvaro akan selalu berusaha meluangkan waktunya untuk kebersamaan mereka.

Dari sekian padatnya jadwal shooting film dan berbagai shooting lainnya, akhirnya Alvaro dapat menyisihkan waktu untuk mengajak Sienna bulan madu. Las Vegas, merupakan kota pertama yang mereka kunjungi untuk menikmati bulan madu setelah 1 bulan menikah.

Alvaro dan Sienna sama-sama menyukai Las Vegas. Alvaro mengatakan, saat musim panas di sini mirip seperti di Bali. Alvaro lebih suka cuaca panas dibanding dingin. Karena ia bisa berenang dan menikmati hangat matahari yang menyapa tubuhnya.

Siang ini setelah Alvaro dan Sienna menghabiskan waktu di pantai untuk berenang, akhirnya mereka memutuskan kembali ke penginapan. Sienna mengatakan kalau kepalanya sakit dan tubuhnya terasa agak demam, dan ia pikir itu karena cuaca yang cukup panas. Setelah menelan pil obat pereda sakit kepala, Sienna jauh merasa lebih baik dari sebelumnya.

“Sini, aku peluk. Nanti pasti lebih enakan lagi,” ujar Alvaro sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.

Sienna mencebikkan bibirnya. Karena Sienna tidak kunjung menghampirinya, Alvaro akhirnya memutuskan untuk menghampiri Sienna.

Dengan mudahnya, Alvaro menggendong tubuh Sienna ala bridal style. Sambil berjalan menuju kasur, Alvaro bergerak cepat untuk mencuri kecupan di bibir Sienna.

“Ada aja kesempatan cium-cium,” cetus Sienna.

Alvaro hanya tertawa kecil, lantas ia membaringkan Sienna secara perlahan di atas kasur. Alvaro pun segera menyusul, ia naik ke kasur kemudian mendekap torso Sienna dari samping dan mengusap lembut puncak kepala istrinya.

“Udah mendingan atau masih pusing?” tanya Alvaro.

“Udah mendingan, kok.”

“Kalau aku cium bibir kamu, aku ketularan sakit nggak ya nanti?” tanya Alvaro.

“Jangan, nanti ketularan.”

“Yah, tapi gimana. Aku pengen cium kamu sampe kamu pingsan.”

“Ada-ada aja omongan kamu.”

“Becanda, Sayang. Nggak mungkin lah aku bikin kamu pingsan, nanti aku sedih kalau kamu pingsan.”

Sienna otomatis tertawa begitu mendengarnya.

“Al,” Sienna berujar setelah beberapa detik.

“Ya?”

“Siang-siang enak kali ya? Kita malem terus kan, nggak pernah coba pas siang.”

Alvaro seketika memicingkan matanya menatap Sienna. “Kamu lagi sakit lho, Sayang. Beneran mau emangnya?”

“Mau. Sebentar aja. Aku cuma pusing dikit kok,” ucap Sienna. Kedua matanya menatap Alvaro dengan tatapan puppy eyes.

“Oke. Sebentar ya, aku bilas mulut pake mouth wash dulu.”

Sienna menganggukinya sebelum akhirnya Alvaro menjauh darinya. Sienna menorehkan senyumnya, ia merasakan jantungnya di dalam sana berdebar dengan hebat.

***

Couple Kissing

“Al, jangan digigit. Sakit, tau.”

Alvaro malah cuma tertawa melihat Sienna yang mengomel kepadanya. Alvaro baru saja mencium bibir Sienna, tapi ciuman tersebut berubah menjadi gigitan yang terasa nyeri dan perih bagi Sienna.

“Kok kamu malah ketawa sih. KDRT ini namanya,” omel Sienna lagi.

“Bukan KDRT, Sayang. Ini cara aku mencintai kamu,” ujar Alvaro.

Alvaro kembali mencium Sienna, kali ini lumatan bibirnya turun ke puncak dada Sienna yang nampak sintal dan sudah menegang. Alvaro lamtas menggigit kecil di sana, membuat Sienna mengumpat lagi.

“Alvaro, kamu mah. Masa digigit lagi sih.”

Alvaro tidak kuasa menahan tawanya, ia terbahak sampai pelupuk matanya berarir.

“Al, berdarah. Liat ini kelakuan kamu,” seru Sienna saat melihat area yang menjadi sasaran Alvaro.

“Oh iya, berdarah. Sakit banget ya, Sayang?“ Alvaro bertanya dengan ekspresi khawatir yang jelas tergambar di wajahnya.

“Sakit ... ” Sienna berucap lirih.

“Sayang, maaf.”

“Tanggung jawab dong, obatin,” cetus Sienna.

“Oke, sebentar. Aku ambil obat luka dulu, semoga ada,” Alvaro mengusap kepala Sienna lalu bergerak menjauh darinya. Alvaro mengenakan celana dan kausnya, lalu ia melenggang dari kamar untuk mencari obat yang sekiranya dapat mengurangi rasa sakit itu.

Sekembalinya Alvaro dengan sebuah obat luka di tangannya, Sienna bergerak mengobati dirinya sendiri. Alvaro memasang tampang bersalahnya sambil masih menatap Sienna.

“Sky, aku minta maaf ya. Aku kelepasan banget tadi. Nggak ada niat bikin kamu kayak gini.”

“Iya,” jawab Sienna.

“Habis kamu gemesin banget. I lost my control, I’m sorry.”

Sienna malah tertawa mendengar permintaan maaf Alvaro dan tampang pria itu yang tampak sungguhan menyesal.

“Kok kamu ketawa sih?” kedua alis Alvaro pun bertaut kala memperhatikan Sienna yang cepat sekali berubah.

Sienna lantas meletakkan obatnya di nakas samping kasur, lalu ia mendekatkan diri pada Alvaro dan dengan cepat bergerak mendekap torso Alvaro.

“Sky,” ujar Alvaro, mereka masih dengan posisi berpelukan sambil duduk.

“Iya?“ tanya Sienna.

“Aku nggak gigit lagi deh, janji. Kita lakuin 1 ronde lagi, yuk?”

Detik berikutnya, Sienna mengurai pelukannya dan menatap Alvaro, “Oke, satu kali lagi. Aku bakal pegang omongan kamu. Kalau sampe gigit, hukumannya nggak ada jatah selama satu bulan.”

“Lama banget dong, Sayang. Masa satu bulan sih?”

“Itu sebentar, Al. Lebih lama sembuhnya kalau udah luka kayak tadi.”

“Ya kan aku pengen bikin kamu cepet hamil. Pasti lucu kalau ada bayi di rumah. Gio juga udah pengen banget punya adek, kasian dia kesepian.”

“Halah, maunya kamu itu mah. Setiap kamu ngajakin, aku mau ya. Malah kadang aku ajak duluan. Tapi aku sebel, kamu gigit terus.”

Alvaro sukses kembali tergelak begitu mendengar penuturan Sienna yang satu itu.

Bed

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Malam Penuh Cinta

Begitu Sienna keluar dari kamar mandi, ia sudah mendapati Alvaro duduk anteng menunggunya di ruang makan. Di meja sudah tersaji dua jenis hidangan berbeda, minuman, dan ada sebuah dessert.

“Wow,” ucap Sienna begitu netranya mendapati dessert kesukaannya berada di sana. Sebuah strawberry cheesecake yang nampak cantik dan lezat itu berhasil membuat Sienna ingin segera mencicipnya.

“Kamu pesen dessert-nya satu doang?” Sienna bertanya sembari menarik kursi di hadapan Alvaro, lalu ia duduk di sana.

“Iya, aku nggak makan dessert soalnya,” jawab Alvaro.

“Kenapa? Bukannya kamu suka makanan manis?” Sienna bertanay dengan alisnya yang bertaut.

“Pengen sih, tapi aku lagi ngurangin. Berat badan aku nggak boleh naik, nanti kena omel Kak Nat,” ujar Alvaro diiringi kekehannya.

“Ohhh…” Sienna lantas hanya beroh ria.

Sedikit banyak Sienna akhirnya tahu bahwa menjadi seorang aktor atau pun publik figure lainnya, nyatanya tidaklah mudah. Mereka yang melakukan profesi untuk terus tampil, harus selalu menjaga penampilan agar tetap terlihat menawan di hadapan kamera dan juga di mata para penggemar. Tentunya tidak mudah untuk tetap terlihat sempurna. Mereka harus mengatur pola makan, berolahraga secara rutin, dan tidak bisa semabarangan mengonsumsi makanan atau pun memakai produk perawatan.

Sienna sudah mulai menyantap ramen seafood-nya, perempuan itu tampak menikmatinya makanannya.

“Enak nggak ramennya? Harganya tadi lumayan mahal sih, sayang kan kalau rasanya nggak enak,” Alvaro lantas berujar sembari memperhatikan Sienna makan.

Sienna lantas mengalihkan atensinya dari mangkuk ramennya kepada Alvaro. “Enak, lumayan. Kamu mau cobain?”

Alvaro pun mengangguk, lalu ia mencondongkan tubuhnya sedikit. Sienna mengambilkan sesendok ramen lengkap dengan kuahnya dan toping udang, lalu ia bergerak menyuapi Alvaro.

“Hmmm … enak juga. Worth it lah ya sama harganya,” ujar Alvaro begitu ia sudah mengunyah dan menelan ramennya.

“Tumben kamu mikirin harga, biasanya engga,” ucap Sienna.

“Kamu kan yang sering ingetin aku buat nggak terlalu boros,” Alvaro tertawa pelan, ia lalu menyuap kembali makanan miliknya sendiri.

Sienna menatap Alvaro yang kembali menyantap makanan miliknya, lalu ia mengulaskan seuntai senyum. Sienna merasa bangga kepada Alvaro.

“Sky, aku sadar kalau uang itu hal yang berarti banget. Mungkin sekarang bagi aku bisa dibilang cukup mudah dapetin uang, tapi aku nggak tau apa yang terjadi beberapa tahun ke depan. Dan aku pernah ngerasain titik di mana aku bener-bener nggak punya uang, harusnya aku lebih bisa menghargai sesuatu yang dulu bikin aku mau kerja keras, sampai rasanya aku capek banget baru bisa dapetin uang.”

Mendengar penuturan Alvaro tersebut, Sienna sedikit tertegun. Setelah kalimat itu, tidak ada pembicaraan berarti di antara mereka selama menyantap makanan.

Selang beberapa menit mereka menghabiskan hidangan malam ini, Alvaro dan Sienna bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan melakukan rutinitas lainnya sebelum tidur.

“Al, tadi cheesecake-nya enak banget lho,” cetus Sienna begitu ia telah lebih dulu selesai menyikat giginya. Sienna juga telah mengaplikasikan skincare di wajahnya.

Alvaro rupanya lebih lama melakukan rutinitasnya, padahal Sienna pikir lelaki akan lebih singkat.

Alvaro masih berkumur untuk membersihkan sisa busa bekas sika gigi di mulutnya. Sienna di sana setia memperhatikan setiap gerakan yang Alvaro lakukan. Dari mulai pria itu mencuci wajah dengan face wash, lalu membasuh sisa busa di wajahnya dengan air, mengusap wajah dengan handuk agar kering, sampai pria itu selesai menggunakan empat buah step skincare malamnya.

“Rasanya kayak lagi liat shooting iklan produk skincare ya,” komentar Sienna.

Seketika tawa Alvaro membuncah. Karena Alvaro telah selesai dengan seluruh kegiatannya, ia segera beralih kepada Sienna. Di tatapnya Sienna dengan tatapan gemas, sampai Sienna mundur beberapa langkah karena ia merasa gugup.

“Kamu mau ke mana? Jangan jauh-jauh dong dari aku,” ucap Alvaro. Ia segera menghela pinggang Sienna agar perempuan itu kembali mendekat padanya.

“Kamu gugup ya?” tanya Alvaro sembari menatap lurus kepada Sienna.

“Engga tuh.”

“Kenapa kamu gugup?”

Akhirnya Sienna tidak bisa mengelak lagi. “Rasanya masih aneh aja sih, kita udah nikah. Terus sekarang aku udah jadi istri orang, aku udah punya suami.”

“Kamu pengennya jadi anak kecil terus gitu emangnya?”

“Iya, kalau bisa. Soalnya anak kecil hidupnya kayak nggak punya beban.”

Alvaro masih setia membiarkan dirinya berada di jarak yang begitu dekat dengan Sienna. Jadilah Sienna disuguhi pemandangan wajah Alvaro. Sedekat ini, dan seintens ini Alvaro menatapnya, dan hanya Sienna-lah yang memiliki tatapan ini.

“Suami aku beneran ganteng banget ya,” celetuk Sienna.

“Iyalah, masa boongan gantengnya,” balas Alvaro.

Sienna seketika mendecih kecil. “Kalau di layar biasa aja tuh kayaknya, tapi aslinya lebih ganteng sih,” ujarnya.

“Oke. Jadi lebih enak liat langsun gdari pada di layar ya,” cetus Alvaro.

Setelah pembicaraan itu, Sienna berujar lagi. “Tidur, yuk. Kamu udah ngantuk belum?”

“Aku belum ngantuk.”

“Kok gitu? Al … jangan bilang kamu…”

“Apa?”

“Kamu beneran mau kita lakuin itu malem ini?”

“Kalau aku bilang mau, gimana?” Alvaro menatap Sienna dengan tatapan jenaka dan menggoda khasnya, yang mana itu berhasil membuat Sienna langsung besemu. Kini kedua pipi Sienna tampak memerah, kontras dengan kulit putihnya.

“Yaa kalau kamu mau, aku nggak jadi tidur. Istri harus nurut sama suaminya, ya kan?” ujar Sienna.

Alvaro justru tertawa mendengar kalimat Sienna. “Iya, bener istri harus nurut sama suaminya. Tapi kalau kamu ngantuk sama cape, yaa besok nggak papa. Kita tidur aja sekarang.”

Alvaro baru akan meraih tangan Sienna untuk mengajaknya ke kamar, tapi Sienna tiba-tiba menahan pergerakannya.

“Al, ayo kita coba malam ini,” ucap Sienna.

“Kamu yakin?” Alvaro bertanya untuk memastikan, kedua alisnya tampak bertaut.

“Iya. Nggak tau, tapi aku juga pengen,” Sienna berucap dengan nada pelan, ia sejujurnya malu sekali mengatakannya.

Sienna pun mengulum bibirnya ke dalam, ia tampak gugup. Sienna menatap Alvaro dengan tatapan malu-malu, pasalnya ia terang-terangan mengatakannya. Entahlah, mulutnya rasanya tidak memiliki rem.

“Oke, kalau kamu mau. Kita bisa lakuin itu malam ini,” putus Alvaro.

“Oke, kamu tunggu di kamar dulu ya. Aku mau ganti baju,” tutur Sienna.

Mendengar penuturan itu, seketika wajah Alvaro tampak berseri-seri.

Sebelum berlalu meninggalkan Sienna di sana, Alvaro mencondongkan tubuhnya kepada Sienna. Kemudian dengan satu gerakan pasti, Alvaro memberikan kecupan di puncak kepala Sienna dan sekilas mengusap surai perempuannya.

“Aku tunggu ya,” ucap Alvaro sebelum akhirnya berlalu dari sana.

***

Cinta itu adalah perasaan yang sejatinya harus dapat dirasakan oleh hati manusia.

Pernah ada kalimat yang mengatakan jika dia mencintai kamu, maka kamu akan mengetahuinya, kamu tidak akan mencari tahu dan jadi kebingungan sendiri.

Hal itulah yang Sienna pahami ketika ia bertemu Alvaro an berakhir mencintai pria itu. Setiap saatnya, Sienna merasa dicintai. Sienna tidak pernah bertaya atau bingung apakah Alvaro mencintainya atau tidak, karena Sienna sudah tahu jawabannya.

Alvaro memperlakukan Sienna dengan sangat istimewa dan penuh cinta. Rasanya Sienna betul-betul bahagia. Ia menikah dengan seorang pria yang dulu mengincarnya, pria yang saat ini tergila-gila padanya, dan pria yang amat mencintainya.

Sienna rela menyerahkan dirinya seutuhnya untuk Alvaro. Malam ini, mereka sungguh akan melakukannya.

Mereka telah melakukan foreplay yang akhirnya itu berlangsung selama hampir 20 menit.

Keduanya kemudian beristirahat sejenak sebelum masuk ke bagian inti. Alvaro merebahkan tubuhnya di samping Sienna, setelah sebelumnya pria itu berada di atas Sienna.

Hembusan nafas Alvaro terdengar indah dan seksi memenuhi indera pendengaran Sienna. Sienna juga masih berusaha mengatur pernapasannya setelah melakukan kegaitan yang cukup menguras tenaga barusan. Tubuh Sienna yang setengah telanjang, lantas di bawa ke dekapan Alvaro. Katanya, supaya Sienna tidak kedinginan.

“Al, it was so amazing. Thank you,” ucap Sienna pelan.

Alvaro dengan pelan mengurai pelukan mereka, tapi masih tidak jauh-jauh dari Sienna. Alvaro menatap ke dalam iris gelap milik Sienna. “Sky, kamu tau, nggak ada perasaan yang lebih baik saat aku tau, orang yang aku cinta juga cinta sama aku.”

Sienna seketika merasakan matanya memanas setelah mendengar penuturan Alvaro. Sienna tidak tahu kenapa ia begitu merasa lebih melankolis malam ini. Alvaro memperhatikan Sienna dan tahu bahwa perempuannya itu akan menangis.

“Hei, don’t cry,” ucap Alvaro pelan. Namun Sienna tidak bisa menahan tangisnya, airmatanya tumpah begitu saja tanpa sebuah alasan yang pasti.

Alvaro segera membawa torso Sienna masuk ke dalam dekapannya. Masih sedikit sesunggukan, Sienna berujar di dekat Alvaro, “Al, kamu jangan terlalu ketat ya kurangin makannya. Nanti kamu bisa sakit.”

Alvaro sedikit tertegun mendapati ucapan Sienna itu. Namun setelahnya, kedua ujung bibirnya tertarik bersamaan membentuk sebuah senyuman. “Iya, Sayang. Aku diet sewajarnya kok. Kamu nggak perlu khawatir, yaa?”

Sienna perlahan mengurai pelukan mereka. Sienna menatap Alvaro dengan matanya yang nampak sedikit sembap. “Aku nggak tau sampe kapan aku bisa liat masa depan lewat mimpi. Aku tau bakal ada sedihnya, nggak selalu seneng. Tapi sekarang aku nggak khawatir lagi soal itu, Al.”

Sienna menjeda ucapannya sesaat. Atensi Alvaro hanya tertuju pada Sienna, setiap ucapan perempuan itu baginya adalah melodi indah yang selalu ingin ia dengar.

Sienna menghela napasnya dan setelah dirasa siap mengatakannya, Sienna pun berujar lagi. “Aku yakin sesulit apa pun rintangannya, aku akan bisa laluin itu kalau sama kamu. Aku bisa ngubah takdir dengan kemampuan aku, tapi kalau itu takdir buruk, aku lebih milih buat hadapain itu, biar aku tau cara ngatasinnya. Dari dulu aku selalu coba menghindar dan milih buat ngubah takdir buruk itu jadi takdir baik. Tapi pada akhirnya, justru itu yang buat aku makin lemah, karena aku nggak pernah tau cara ngatasin rasa sakit dan rasa sedihnya. Sekarang aku mau hadapin apa pun itu, asal sama kamu.”

Sienna memang bisa mengubah takdir, tapi kini ia telah sampai dititik di mana tidak lagi ingin mengubahnya. Sienna lebih memilih untuk melaluinya seburuk apa pun itu, agar ia bisa menemukan cara untuk mengatasinya. Jika ada luka, maka akan ada obat untuk menyembuhkannya. Jika ada hujan, maka akan ada pelangi setelahnya. Jika ada tangis, maka akan ada senyum sesudahnya..

“Sky, kita bakal selalui rintangan itu bareng, ya. Sesulit apa pun nantinya,” ujar Alvaro.

***

Kissing

Jemari-jemari besar Alvaro terulur untuk dapat meraih jemari-jemari mungil Sienna. Dengan satu gerakan, Alvaro berhasil menggenggam tangan itu. Bibir lembap Alavro lantas mengecup punggung tangan Sienna, yang kemudian memberikan sensasi juga gelenyar menakjubkan kepada Sienna.

“Sienna …” Alvaro berucap dengan nada lemah. Sienna kini tengah duduk di atas pangkuan Alvaro, mereka baru saj berciuman untuk waktu yang lama.

“Hmm?” Sienna menyahut pelan. Netranya dan netra Alvaro saling bertemu. Pendar mata Alvaro yang teduh dan selalu menatapnya dengan tatapan memuja itu, membaut Sienna hanyut dalam dekapan hangat bernama cinta.

Let’s make our love tonight. I want to feel you,” ujar Alvaro.

Sienna mengangguk satu kali. “Alright. I wanna feel you too,” lanjut Sienna.

Mereka sudah saling merasakan dan mencicipi setiap inci dari tubuh masing-masing, tapi masih ada satu inti yang belum mereka capai. Itu jadi memakan waktu yang cukup lama, karena yang terjadi adalah Alvaro dan Sienna malah tertawa ketika akan mencapai puncak tersebut.

“Al,” ujar Sienna.

“Iya, Sayang?”

“Kali ini serius ya, kamu jangan ketawa lagi.”

“Kamu juga ketawa, Sayang.”

“Iya. Aku ketawa karena kamu ketawa,” ucap Sienna dengan suaranya yang memelan karena ia merasa malu mengatakannya.

“Yaa ... aku gugup, Sayang. Tadi padahal udah pas banget itu momennya, tapi malah balik ke bentuk semula, jadi nggak bisa masuk deh.”

Sienna lantas menghela satu sisi wajah Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di permukaan kulit itu. “Coba serius dikit, okey? Tadi dikit lagi udah mau masuk, tapi nggak jadi lagi karena kita berdua malah ketawa.”

“Iya, Sayang. Yuk kita coba lagi, ya?”

Alvaro mengulum bibirnya ke dalam, ia berusaha serius dan tidak lagi tertawa. Namun tadi Alvaro memang tidak bisa menahan tawanya. Pasalnya Sienna telah melihat adik kecilnya menegang dan mengeras, tapi begitu akan menembus milik Sienna, Alvaro malah terlalu gugup hingga membuat juniornya kembali ke bentuk semula.

“Bener mau sekarang?” Sienna bertanya pada Alvaro untuk memastikan.

Alvaro mengangguk sekali dengan yakin.

Kemudian Alvaro kembali memposisikan dirinya berada di atas Sienna. Pandangan mereka bertemu dengan jarak yang cukup intim, lalu Alvaro kesekian kalinya mengecup belah bibir Sienna. Saat Alvaro melakukannya, Sienna mengusap bagian belakang kepala Alvaro. Sienna mendesahkan napasnya tanda kenikmatan, lalu dengan isyarat gerakan tangan, Sienna meminta Alvaro untuk turun, untuk mengecup puncak dadanya.

Di permukaan kulit dada Sienna, Alvaro menjalarkan lidahnya di sana setelah sebelumnya jemarinya yang bermain menyentuh kedua benda itu.

Sienna melenguh sampai melengkungkan punggungnya ke atas begitu Alvaro semakin mahir menyentuhnya. Dari ujung kepala hingga kaki, seluruh milik Sienna telah dirasakan oleh Alvaro.

“Sayang, aku masuk sekarang ya?” Alvaro bertanya setelah sekitar 5 menit lebih mereka melakukan make out.

“Hmm,” Sienna mengiyakan sembari mengangguk pelan.

Peluh yang membanjiri kening Sienna hingga pelipisnya, diusap pelan oleh Alvaro.

“Al, every inch you touch me, I feel like I’m in heaven,” ucap Sienna.

Alvaro lantas menorehkan senyumnya. Senyum itu terasa menyejukkan dan menyirami hati Sienna, membautnya merasa damai.

Sienna sudah siap melakukannya, meski masih ada rasa gugup, ia pikir itu normal. Itulah rasa cinta yang tengah dirasakannya, dan artinya Sienna akan melakukannya dengan orang yang tepat.

Sienna kembali mendapati milik Alvaro yang sudah menegang. Ia menyentuh benda panjang dan keras itu dengan tangannya selama beberapa detik, baru setelahnya Alvaro mulai bergerak maju untuk melakukan penyatuan mereka.

Alvaro mengecup bibir Sienna dengan halus begitu miliknya mulai menyapa milik Sienna di bawah sana. Sienna merasakannya, matanya membeliak secara otomatis begitu ada rasa kurang nyaman di bawahnya. Ada sesuatu yang tengah menyentuh area sensitifnya. Dari yang awalnya hanya menyentuh, akhirnya benda itu mendobrak untuk memasuki relungnya.

“Al, udah masuk ya?” Sienna bertanya dengan nada lirih karena tengah berusaha menahan rasa sakit.

“Hmm,” Alvaro bergumam pelan.

“Sayang, ini bakal lebih sakit. Kamu tahan ya,” ucap Alvaro lagi.

Begitu Alvaro memperdalam miliknya untuk seluruhnya memasuki Sienna, Alvaro mendapati Sienna menangis. Airmata perempuan itu luruh begitu saja, tapi sebuah senyum manis terukir di wajah cantiknya.

“Al, we did it,” ucap Sienna.

Yes, Babe,” balas Alvaro sembari menghembuskan nafasnya dengan helaan panjang.

Sienna mengamati paras Alvaro, tangisnya justru semakin menjadi. Sienna terisak, sebuah isak tanda bahagia.

I love you, Al,” ucap Sienna dengan suara lemahnya.

I love you ..” balas Alvaro lalu kembali mengecup bibir Sienna.

Alvaro juga menangis, Sienna dapat merasakan air mata lelaki itu di atas wajahnya, menyatu dengan air mata miliknya.

Selama kurang lebih 5 menit, Alvaro masih membiarkan dirinya berada di dalam Sienna. Selama melakukannya, Sienna hampir tidak memejamkan matanya, ia ingin menatap cintanya, hanya itu saja.

Netra penuh cinta mereka saling menatap ketika Alvaro menggerakkan pinggangnya dengan gerakan yang luwes, guna melancarkan miliknya di dalam Sienna. Sienna sesekali melenguh dan ia mendaratkan tangannya di pundak Alvaro, memberi sedikit cakaran di sana guna mencari kekuatan.

ML

“Al, masih lama ya?” Sienna bertanya.

“Sebentar Sayang,” Alvaro sekali kali menghentakkan miliknya di sana, hingga Sienna merasa begitu penuh dan ada hangat yang menjalar di dalam dirinya. Sienna merasa ada cairan yang menembus sampai ke perutnya, dan itu sukses membuatnya tertegun karena kenikmatan.

“Tadi aja susah masuk, sekarang nggak mau keluar,” celetuk Sienna.

Alvaro sukses tertawa. “Berulah dia, Sayang. Pas udah masuk malah betah,” ujar Alvaro.

Setelah beberapa detik kemudian, Alvaro akhirnya melepaskan adik kecilnya dari Sienna.

“Hei, Junior, thank you. You did a great job,” ujar Sienna setelah adegan pelepasan itu terjadi.

Alvaro pun bergerak merebahkan tubuhnya di samping Sienna. Sienna menarik bed cover untuk menyelimuti dirinya dan juga Alvaro.

Alvaro dan Sienna mendekatkan tubuh, kemudian saling memeluk untuk menghangatkan raga polos yang digelitik oleh dinginnya hawa tengah malam.

Sienna tertawa pelan, lalu ia menutup mulutnya dengan satu tangan.

“Tuh kan, kamu ketawa lagi,” ucap Alvaro.

Sienna lantas berusaha menghentikan tawanya, lalu ia menatap Alvaro dengan tatapan gemas. Kemudian diusapnya sisi wajah prianya dan tidak lupa diberi sebuah kecupan singkat. “Habis kamu lucu banget. Dari awal kita nangis-nangis dulu, ketawa, terus akhirnya nangsi lagi pas udah masuk. Lama lagi angkatnya pas udah masuk.”

“Aku nangis karena kamu nangis. Sakit ya Sayang?”

“Sakit sih, lumayan. Tapi aku happy.”

“Oke, that’s a good news.”

“Sayang,” ujar Alvaro.

“Hmm?”

“Kalau lama angkat, katanya kemungkinan bisa cepet hamil.”

“Iya, bisa jadi sih. Tadi lama banget, kan? Ada kali hampir 15 menit.”

“Kamu hebat banget, Sayang,” tambah Sienna.

“Kamu juga. Padahal seharian ini kita sama-sama capek. Tapi kamu hebat banget.”

Akhirnya tawa mereka bersamaan membuncah lagi. Rasanya malu ketika mengingat dan terpaksa jadi membayangkannya lagi, tapi itulah adanya. Toh mereka memang akan melakukannya, tidak ada lagi yang perlu ditahan. Mereka telah menikah dan seharusnya tidak ada rasa canggung atau menutup diri dari pasangan.

“Al,” ujar Sienna ketika mereka sudah akan memejamkam mata. Namun Sienna kembali membuka netranya, membuat Alvaro melakukan hal yang sama dengan yang perempuan itu lakukan.

“Kenapa Sayang?” Alvaro menatap Sienna sembari bertanya.

“Aku belum bisa tidur, tiba-tiba nggak ngantuk. Boleh ceritain sesuatu nggak? Gio bilang, kamu sering ceritain dia cerita lucu kalau nggak bisa tidur. Aku juga mau didongengin,” ujar Sienna.

“Oke,” Alvaro tersenyum. “Kamu mau diceritain apa?” Alvaro lalu sedikit melonggarkan pelukan mereka, agar ia bisa menatap pada netra Sienna.

Sienna kemudian mengatakan bahwa ia ingin tahu perjalanan karir Alvaro. Lebih tepatnya ketika Alvaro akhirnya menetap tinggal di Bali setelah meninggalkan kota Jakarta.

“Waktu itu baru beberapa hari aku masuk sekolah SMP, Papa meninggal karena serangan jantung. Papa nggak ninggalin harta yang cukup untuk aku sama Mama, ekonomi keluarga saat itu langsung merosot gitu aja.”

Alvaro menjeda ucapannya. Alvaro dapat menceritakan masa lalunya, itu karena ia telah berdamai dengan semua yang kelam itu dan mengambil pelajaran baik dari apa yang dialaminya.

“Keluarga Papa awalnya bilang mau bantu, tapi kenyataannya engga. Akhirnya aku sama Mama mutusin buat pindah ke Bali. Untuk aku dan sama Mama, Jakarta cuma ngaush luka.”

Inggit memiliki sanak keluarga yang memang tinggal menetap di Bali. Akhirnya di sana Alvaro dan Inggit mencoba memulai kehidupan mereka yang baru.

“Aku terpaksa pindah sekolah dan harus adaptasi lagi sama lingkungan di sana. Rasanya di awal agak berat, tapi aku pikir aku harus bisa lulus sekolah. Biar aku bisa bikin Mama bangga dan nanti bisa cari uang.”

Sienna mendengarkan cerita itu dengan seksama. Setiap kalimat yang terucap dari bibir Alvaro, rasanya seperti mengiris hati Sienna.

Sienna mengatakan ia tidak ingin mendengarnya lagi. Namun Alvaro bertekad menyelesaikan ceritanya. Alvaro yakin bahwa dirinya telah berdamai dengan itu semua, jadi tidak masalah untuk menceritakannya. Terlebih, Alvaro memang ingin Sienna mendengar langsung cerita tersebut darinya.

“Setengah tahun pertama di sekolah, wali kelas aku selalu bilang kalau beliau bangga sama nilai aku. Waktu ngambil rapot kenaikan kelas, aku dapet ranking 3 besar, dan Mama bangga untuk itu. Tapi aku sadar, pendidikan itu butuh biaya yang nggak sedikit. Waktu itu aku mikir kalau lebih baik aku nggak lanjutin sekolah, aku mau cari uang aja. Terus aku punya kesempatan buat kerja part time di tempat shooting.”

“Mama tau … kalau kamu kerja?”

Alvaro menggeleng. “Aku nggak mau Mama sampai tau, karena pasti beliau nggak akan setuju atau malah sedih.”

Sienna yang membayangkannya pun merasa miris. Bagaimana bisa seorang anak remaja yang masih di bawah umur sudah bekerja paruh waktu. Sienna ingat di saat yang sama di umurnya waktu itu, dirinya hanya memikirkan sekolah, bermain, dan kerja kelompok dengan teman-temannya. Rupanya kehidupan Alvaro jauh berbeda jika dibandingkan dengan hidupnya. Betapa beratnya saat-saat itu bagi Alvaro.

“Waktu itu aku cuma anak kecil yang berharap suatu hari aku bisa berakting kayak aktor-aktor itu. Setiap ngeliat mereka di depan kamera, aku selalu merasa kagum. Mereka unik, hebat, dan pekerjaan seni peran itu nggak semudah yang mayoritas orang pikirin.”

Alvaro menjeda lagi ucapannya, ia lalu menorehkan senyum lembutnya.

“Karena aku lumayan sering ada di tempat shooting, ada satu produser yang akhirnya nawarin aku buat casting. Beliau bilang kalau beliau butuh pemeran sampingan untuk anak laki-laki remaja, dan dia tertarik untuk ngajak aku shooting. Mama belum tau, padahal aku udah ikut casting. Aku sering latihan akting di tempat shooting, diajarin juga sama beberapa aktor senior di sana. Sampai akhirnya aku lulus casting, aku mau gak mau harus bilang ke Mama untuk dapet izin main film. Mama awalnya nggak setuju dan pengen aku fokus belajar aja. Mama bilang beliau masih bisa biayain aku sekolah. Mama sedih banget tau aku selama ini kerja buat cari uang. Aku hampir kehilangan harapan waktu itu, tapi Tuhan ternyata ngasih aku kesempatan.”

Alvaro menjeda ucapannya, netranya mengarah pada langit-langit kamar. Tentu masih ada rasa sedih kala mengingat masa-masa sulit itu.

Alvaro kembali mengarahakan tatapannya pada Sienna, lalu ia berujar lagi, “Mama tiba-tiba dateng ke tempat shooting. Beliau liat latihan akting dan akhirnya izinin aku buat main film.”

Dari satu peran pendamping yang Alvaro lakoni saat itu, karirnya di dunai seni peran pun dimulai. Sosok aktor remaja bernama Alvaro Zachary mulai dikenal dan menarik perhatian beberapa sutradara serta pemilik rumah produksi film.

Dari satu film tersebut, akhirnya Alvaro mendapat lagi tawaran peran di film lainnya maupun untuk membintangi sebuah iklan yang sesuai dengan usianya kala itu.

Alvaro mendapat pundi-pundi uang dari hasil kerja kerasnya dan sampai bisa membeli sebuah rumah yang cukup besar untuk mamanya di Jakarta, tepatnya di kawasan Menteng. Rumah yang waktu itu Sienna datangi, itu adalah bentuk nyata dari hasil jerih payah Alvaro.

“Setelah beli rumah, aku ngajak Mama untuk pindah ke Jakarta. Mama awalnya nggak mau, karena beliau pikir Jakarta ninggalin luka yang belum sembuh untuk aku. Tapi akhirnya Mama setuju untuk pindah, karena aku bilang, Jakarta itu kebahagiaan aku. Aku nggak pernah ngasih tau Mama alasan aku mau balik lagi ke Jakarta.”

“Jadi sampai sekarang Mama nggak tau alasannya?” Sienna bertanya.

Alvaro mengangguk, “Sampai sekarang, cuma bang Aufar yang tau. Beliau tau karena beliau udah kerja sama aku dari aku mulai karir di film pertama. Bang Aufar juga yang bantu aku buat wujudin cita-cita aku pindah ke Jakarta lagi.”

Sienna mengernyitkan alisnya. “Aku boleh tau alasan itu?” Dengan wajah lugunya, Sienna bertanya. Ekspresi Sienna itu lantas membaut Alvaro tertawa.

“Boleh. Habis ini aku kasih tau, ya,” ujar Alvaro.

“Habis pindag ke Jakarta, aku dapet tawaran peran utama film pertamaku. Waktu itu Pak Parvez percaya banget sama aku, padahal aku ragu. Waktu itu aku masih lanjutin sekolah, walaupun pendidikan jadi yang nomor dua, karena aku harus banyak ikut kelas akting, dan itu nyita waktu banget.”

Berkat usaha keras Alvaro, dan ada waktu tidur yang dikorbankan, waktu belajar dan bermian yang juga tersingkirkan, pada akhirnya Alvaro berhasil membuat film pertmanya meledak di pasaran.

Penontonnya mencapai angkat 10 juta dalam waktu penayangan satu bulan, dan hal tersebut merupakan pencapaian yang fantasis.

“Bang Aufar masih bantuin aku buat nyari orang yang aku cari, orang yang bikin aku pengen balik ke Jakarta. Selama proses itu, aku ketemu Marsha dan yaa … kita akhirnya berhubungan. Aku lupa sama tujuan aku ke Jakarta untuk ketemu lagi sama perempuan itu.”

Saat itu Alvaro hampir menyerah dan berpikir bahwa mungkin dirinya dan gadis itu tidak berjodoh. Jadi alasan Alvaro ingin tinggal di Jakarta lagi adalah karena ia ingin mencari dan bertemu sosok gadis yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta. Gadis tersebut adalah cinta pertama Alvaro saat masih di Sekolah Dasar. Gadis yang tidak disangka kini telah menjadi wanitanya, yang kini mendengar cerita masa lalunya sambil didekap hangat oleh kedua lengannya.

Bendungan air mata Sienna yang tadi tertahan akhirnya membeludak begitu saja. Sienna terkejut, ia tidak menyangka bahwa sedari tadi alasan yang dibicarakan Alvaro itu adalah dirinya.

“Waktu itu aku ungkapin perasaan aku ke dia sebelum lulus sekolah. Karena yang aku pikirin kalau kita lulus sekolah, aku nggak akan ketemu dia lagi. Pikiran itu kayaknya konyol banegt, mana ada anak SD yang mikirin hal kayak gitu, tapi itu kenyataannya. Aku nggak terlalu paham arti cinta dan suka sama seseroang, tapi yang jelas, aku nggak mau jauh dari dia. Aku pengen ketemu dia lagi, walaupun mungkin dia bakal lari kalau ketemu aku.”

Sienna dibawa kembali pada 14 tahun lalu. Saat itu Alvaro menyatakan perasaan padanya ketika mereak masih sama-sama belia. Di depan teman-teman sekelas mereka, Alvaro mengatakan bahwa ia menyukasi Sienna dan ingin menjadi pacarnya. Namun Sienna langsung menolak Alvaro dan setiap mereka bertemu, Sienna akan langsung lari sejauh mungkin dari Alvaro.

“Sienna, aku berusaha cari keberadaan kamu, tapi aku nggak nemuin kamu. Sampai akhirnya kita ketemu lagi, aku sempet nyalahin diriku sendiri karena aku punya masa lalu sama Marsha. Aku takut aku bakal kehilangan kamu lagi kayak dulu. Aku laki-laki yang punya masa lalu yang mungkin nggak bisa diterima dengan mudah. Aku punya anak dari hasil hubungan aku sama Marsha, sampai akhirnya aku tau kalau Marsha bohong sama aku tentang Gio. Malam itu aku hangover dan nggak inget apa pun, tapi beberapa minggu setelahnya Marsha bilang ke aku kalau dia hamil anak aku. Aku dan Marsha nikah, tapi dia tiba-tiba pergi dan aku nggak bisa nemuin dia.”

Air mata Sienna telah kering, kini berganti air bening itu meluncur mulus dari pelupuk mata Alvaro.

Siapa yang menyangka bahwa rasa sakit yang dulu terjadi di hidup Alvaro, kini justru membawanya bertemu dengan gadis yang pernah membautnya jatuh cinta. Berkali-kali, Sienna telah berhasil membuat Alvaro mencintainya

Ditinggalkan oleh sosok yang sebelumnya Alvaro cintai, membuat Alvaro menyadari sesuatu. Bahwa sebesar apa pun cinta yang ia berikan untuk seeorang, kalau orang itu ingin pergi, maka dia akan tetap pergi. Tidak ada yang dapat menahan seseorang untuk tinggal kecuali orang itu ingin tinggal. Dari masa lalunya dengan Marsha, Alvaro ingin kembali menata hidupnya agar menjadi lebih baik. Alvaro ingin menemukan seseorang yang benar-benar bisa menyayanginya dan juga menyayangi anaknya.

“Aku hampir pengen nyerah waktu Papa kamu nggak restuin hubungan kita. Aku nggak mungkin menikahi kamu tanpa restu orang tua, karena bagi aku itu juga hal yang penting.” Suara Alvaro terdengar begetar, isak kecil keluar mulus dari belah bibirnya.

“Tapi akhirnya aku mutusin buat tetep perjuangin kamu, buat masa depan kita. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sienna.”

Sienna menatap Alavro lekat, lalu deitk berikutnya ia berujar, “Al, kamu udah ngelaluin banyak hal. Kamu hebat, dan semua orang tau itu. Mama kamu, beliau bangga banget sama kamu. Kamu udah berjuang sejauh ini, nggak cuma untuk diri kamu, tapi untuk Mama, untuk Gio, dan untuk masa depan kita,” Sienna mengakhiri ucapannya dan ia membawa torso Alavro ke dalam pelukannya. Sienna masih terisak kecil, tapi isakan Alvaro justru lebih kencang darinya.

Apa yang sekarang Alvaro tuai, merupakan hasil jerih payahnya sejak kecil, merupakan hasil lelah dan letihnya. Kehidupan yang serba berkecukupan sekarang, berhasil didapati Alvaro setelah melewati berbagai masa yang tidak mudah.

Sienna yang baru mendengar kisah hidup Alvaro pun dibuat tidak sanggup berkata-kata. Sienna berderai air mata karena membayangkan kerasnya kehidupan yang harus Alvaro lalui di usianya yang pada saat itu masih belia.

Alvaro bahkan pernah tidak punya uang jajan saat di sekolah menengah pertama. Alvaro telah melewati masa sulitnya dengan perjuangan yang tidak main-main. Alvaro memiliki cita-cita menjadi orang yang sukses di masa depan, alasannya jelas karena ia tidak sanggup melihat orang-orang yang disayanginya kesulitan.

Maka dari itu, Alvaro ingin tuntas melakukannya. Jadi bukan hanya berjuang untuk memiliki kehidupan yang layak, tapi juga berjuang untuk cintanya. Alvaro ingin punya seseorang yg menyayanginya, yang menjaganya di saat ia kesulitan tidur, yang menyambut paginya dengan sebuah dekapan hangat. Jadi sesulit apapun itu, Alvaro akan berjuang untuk Sienna. Alvaro tidak akan kembali membiarkan dirinya kehilangan Sienna.

Ketika menjalani hubungan dengan Sienna, Alvaro tetaplah sosok yang sama dalam hal menunjukkan kasih sayangnya. Namun Alvaro kerap kali menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh sebelum ia dan Sienna resmi terikat oleh pernikahan. Alvaro begitu mencintai SIenna dan ingin membangun rumah yang nyaman untuk akhirnya nanti mereka tinggalin dengan anak-anak mereka.

Sienna adalah sosok gadis yang berhasil membuat Alvaro jauh cinta untuk yang kesekian kalinya, setelah bertahun-tahun Alvaro telah coba melupakan perasaannya pada Sienna. Sienna juga begitu menyayangi anaknya, jadi Alvaro tidak ingin mundur begitu saja waktu papa Sienna tidak setuju terhadap hubungan mereka. Alvaro gigih dalam menunjukkan bahwa ia bisa berubah menjadi orang yang lebih baik dari Alvaro yang dulu, dan menunjukkan pada orang tua Sienna kalau ia pantas untuka putri mereka. Itu memang tidak mudah, tapi pada akhirnya Alvaro berhasil membuktinnya dan mewujudkan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Resepsi pernikahan Alvaro dan Sienna diadakan di hari yang sama dengan hari pemberkatan. Acara tersebut berlangsung dari jam 5 sore hingga jam 9 malam.

Dengan kapasitas tamu yang cukup besar, maka venue yang digunakan pun juga tampak begitu besar. Penyumbang tamu terbesar rupanya adalah dari Alvaro, karena banyak kerabat artis dan juga orang-orang dari kalangan petinggi perusahan produksi film yang diundang ke sana.

Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tampak venue yang luas itu mulai legang, para tamu telah pulang setelah menikmati pesta pernikahan. Banyak ucapan selamat yang diterima, doa untuk berbahagia, dan juga doa agar segera dikaruniai buah hati untuk kedua mempelai.

Di sebuah area dining khusus untuk keluarga di venue itu, tampak beberarpa sanak keluarga yang masih berkumpul.

“Kamu mau minum apa?” Sienna bertanya pada Alvaro yang duduk di sampingnya.

“Air putih aja.”

“Oke, sebentar.” Sienna berlalu dari Alvaro dan lantas meminta tolong seorang waiters mengambilkan minuman yang Alvaro minta. Beberapa keluarga lain masih betah berkumpul, mereka nampak membicarakan beberapa hal.

Begitu minuman Alvaro datang, Alvaro mengambil gelasnya dengan satu tangan dan segera meneguk airnya. Satu lengannya harus menjaga Gio yang kini tengah tertidur di pelukannya.

Alvaro akhirnya kelelahan karena terlalu lama menggendong Gio dan memutuskan duduk sambil memangku Gio. Gio pun tak lama tertidur di pelukan Alvaro, anak itu tampak sangat kelelahan.

“Cape banget pasti dia. Seharian aktif banget tadi. Biasanya juga tidur siang, tapi tadi kata Mama dia gak tidur sama sekali,” ucap Sienna.

“Iya, dia happy banget hari ini soalnya, tambah nggak bisa diem deh,” Alvaro menimpali ucapan Sienna.

Sienna menatap wajah tertidur Gio yang terlihat damai itu, lalu tangannya terangkat untuk mengusap rambut Gio yang tampak lepek karena keringetan. “Kasiannya anak Bunda, sampe kuyup gini,” ucap Sienna.

Di tengah situasi itu, tidak lama kemudian Inggit menghampiri Alvaro dan Sienna. “Al, Sienna, bawa Gio ke kamar Mama aja yuk sekarang. Kalian kan juga harus istirahat,” ujar Inggit.

Alvaro dan Sienna lantas setuju atas ujaran Inggit. Ini sudah malam, dan bukan hanya Gio yang harus istirahat di kamar, tapi Alvaro dan Sienna juga.

***

Alvaro dan Sienna mengantar Gio ke kamar yang malam ini Gio akan tempati bersama dengan Inggit. Gio sempat terbangun ketika Alvaro meletakkan anaknya ke atas kasur.

Mata Gio telah terbuka dan masih tampak sayu, tapi bibirnya sudah mengoceh. “Gio tidur sama Oma ya malam ini? Papa sama Bunda tidur di mana?” tanya Gio.

“Gio malam ini tidurnya sama Oma dulu, ya. Papa sama Bunda tidurnya bareng,” ujar Alvaro.

Gio diam saja, tampaknya anak itu tidak setuju dengan ide tersbeut.

“Gio kenapa, Sayang? Kok kayak sedih gitu?” tanya Alvaro sembari mengusap kepala anaknya.

“Gio mau bobo sama Bunda sama Papa,” ujar Gio.

Inggit ingin memberi pengertian, tapi akhirnya Alvaro dan Sienna mengtakan bahwa mereka yang akan coba memberi pengertian kepada Gio.

Sienna lantas mengambil tempat di samping Gio, sementara Alvaro sedikit bergeser. “Gio, Sayang, dua orang yang sudah menikah, harus selalu saling menyayangi. Sama kayak dulu pas Gio kecil, Papa suka temenin Gio tidur, karena Papa sayang sama Gio. Nanti kalau Gio sudah besar, Gio akan paham kenapa orang yang sudah menikah harus tidur bersama untuk saling menyayangi.” Sienna mencoba menjelaskan kepada Gio dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak itu.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Gio luluh dan setuju. Setelah memeluk Alvaro dan bergantian juga memeluk Sienna, Gio pun membiarkan kedua orang tuanya berlalu. Gio menurut untuk malam ini tidur dengan Imanya. Setelah diberi penjelasan, Gio pun cukup paham dan ingin juga Papa dan Pundanya saling menyayangi, jadi ia setuju agar Alvaro dan Sienna tidur bersama.

***

Alvaro membuka pintu kamar, lalu setelah Sienna masuk, Alvaro ikut masuk dan segera mengunci pintunya. Kamar tipe president suit room yang akan ditempati olehnya dan Sienna malam ini merupakan kamar impiannya juga. Bisa dibilang, kamar ini desainnya Alvaro sekali, jadi rasanya kebahagiaannya telah lengkap.

Di kamar ini terdapat dinding kaca yang langsung menghadap ke arah gedung-gedung kota Jakarta. Di malam hari, pemandangan dari kamar mereka pun tampak sangat indah.

“Jakarta rasa New York ya,” celetuk Sienna.

“Iya, dong. Kamu suka?”

“Suka.”

“Mau ke New York beneran?” tanya Alvaro.

“Hmm.. pengen sih.”

“Oke. Habis dari Vegas, kita ke New York aja.”

Alright.”

Setelah percakapan ringan itu, tatapan keduanya bertemu dan tanpa diperintah, pandangan keduanya saling mengunci. Tidak ada sepercik pun suara, hanya terdengar helaan pelan nafas mereka.

“Al, kamu mandi duluan. Aku mau hapus makeup sama lepasin aksesoris,” ujar Sienna.

Alvaro mengangguk, tapi ia tidak langsung melepas Sienna pergi dari hadapannya saat itu juga. Alvaro bergerak merengkuh tubuh ramping Sienna. Seketika udaranya terasa hangat, Alvaro merasa nyaman berada di posisi mereka saat ini. Sienna pun membalas dekapan itu, ia melingkarkan lengannya di torso Alvaro.

Hugging

Give me three minutes to hugging you like this,” ujar Alvaro.

“Oke.”

Alvaro hanya asal saja mengatakan tiga menit, nyatanya Sienna merasa mereka berpelukan lama sekali, sepertinya itu lebih dari tiga menit.

“Aku siapin baju kamu, nanti jadi kamu habisa mandi tinggal pake,” ucap Sienna begitu pelukan mereka telah terurai.

“Oke, Sayang. Eh kita belum makan malam lho. Aku pesen makanan ya buat kita?”

“Boleh. Aku mau ramen seafood ya, minumannya lychee tea.”

“Siap, Nyonya,” ujar Alvaro sembari mengacungkan ibu jarinya dan berjalan menjauh dari Sienna. Alvaro akan memesan makanan terlebih dulu baru setelah itu ia pergi mandi.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭