alyadara

Setelah dua bulan lalu melangsungkan acara lamaran resmi, kini persiapan pernikahan sudah berjalan sejauh 60%. Hari ini Alvaro dan Sienna memiliki agenda untuk mengunjungi venue yang nantinya akan digunakan untuk acara resepsi.

The Hotel

Alvaro dan Sienna telah sampai lebih dulu, sementara Inggit dan Renata masih dalam perjalanan menuju tempat tersebut. Di tengah kesibukan pekerjaan keduanya, Alvaro dan Sienna tetap ingin meluangkan waktu agar bisa terjun langsung mempersiapkan pernikahan mereka. Meskipun telah menggunakan jasa wedding organizer dan mereka bisa tinggal duduk manis menanti hasil, tapi Alvaro dan Sienna ingin mengambil peran serta punya andil juga dalam mempersiapkan pernikahan mereka.

Alvaro dan Sienna sedang menelusuri area ballroom hotel bergaya modern dengan nuansa serba putih ; menjadikan tempat ini tampak mewah. Mereka tengah melihat-lihat area gedung ditemani oleh 2 orang dari pihak hotel, agar sekaligus bisa bertanya kalau ada pertanyaan yang ingin diajukan sebelum melakukan dealing.

“Sayang, gimana? Mau jadi yang ini aja venue-nya?” Alvaro bertanya pada Sienna.

Sienna lantas menoleh kepada Alvaro yang berada di sampingnya, kedua matanya seketika nampak berbinar. “Bagus sih ya gedungnya. Aku suka. Kalau menurut kamu gimana?” ujarnya.

“Dari sejauh opsi yang kita punya, ini yang terbaik sih. Menurut aku, dari segi interiornya dan kapasitas tamu, sesuai sama yang kita mau. Aku setuju kalau kamu mau yang ini,” ujar Alvaro.

Alvaro lantas beralih pada sang manager hotel untuk menanyakan beberapa hal. “Nanti untuk vendor acara bisa pakai dari kita atau hotel ini punya daftar vendor sendiri ya?” tanya Alvaro pada Filo.

“Untuk kami di sini vendornya ada dari kami Mas, tapi kalau ingin pakai vendor sendiri, kami persilakan,” terang Filo.

Tidak lama setelah itu, kedatangan Inggit dan Renata menginterupsi pembicaraan tersebut. Kedua orang tua mereka akhirnya juga diajak untuk melihat-lihat venue yang sudah menjadi pilihan ketiga dari dua venue yang sebelumnya dipilih.

Venue

Mereka mengunjungi ruangan yang biasa digunakan untuk acara resepsi pernikahan. Di sana lengkap telah ada beberapa meja dan kursi-kursi yang memang dijadikan mock up contoh agar calon penyewa bisa memiliki gambaran.

“Al, Sienna, bagus ya gedung pilihan kalian. Mama suka sama gedung yang ini,” ujar Inggit sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.

“Gimana menurut Mbak?” Inggit bertanya pada Renata setelah mengomentari gedung yang dipilih Alvaro dan Sienna sebagai opsi ketiga ini.

Renata menoleh pada calon besannya itu. “Bagus sih ya Mbak gedungnya. Saya suka, tapi balik lagi biar Al dan Sienna aja yang memutuskan.”

“Oke, tetep keputusan di mereka ya kalau gitu,” ujar Inggit akhirnya. Sementara para orang tua masih melihat-lihat, Alvaro dan Sienna ingin memastikan tanggal pernikahan mereka dengan availability sewa gedung ini.

“Untuk tanggal 26 sama 27, dua hari rencananya. Gimana Mas Filo untuk tanggal segitu?” Alvaro bertanya pada Filo.

“Kita jadinya dua hari, Al?” Sienna sedikit menginterupsi pembicaraan tersebut.

“Iya, Sayang. Kan resepsinya tanggal 26 itu dari sore sampe malem. Maksud aku, tanggal 27-nya kita sewa beberapa kamar untuk nginep, untuk kita sama keluarga inti.”

“Oh gitu. Yaudah berarti dua hari,” ucap Sienna akhirnya.

“Oke. Iya jadi gitu Mas Filo, untuk tanggal 27, rencananya mau sewa presiden suite room dan beberapa kamar.”

Setelah menunggu beberapa saat untuk pengecekan, akhirnya Alvaro dan Sienna mendapatkan jawabannya. Gedung ini available untuk dua tanggal yang mereka inginkan. Inggit dan Renata segera tahu kabar tersebut dan sudah merasa cocok juga dengan gedungnya, jadi tidak ada pertimbangan lagi sebelum akhirnya melakukan dealing.

Agenda terakhir mereka adalah mengunjungi presiden suite room yang nantinya akan dijadikan kamar pengantin untuk Alvaro dan Sienna.

Ruangan tersebut terbilang cukup luas. Di sana terdapat sebuah kamar dengan spring bed berukuran king size, satu buah bathroom dengan jacuzzi, dan ada area sauna. Selain itu, terdapat ruang tamu terpisah dengan meja panjang dan sebuah TV, serta ada walk in closet yang cukup luas juga.

Sienna yang sedang melihat area kamar, tiba-tiba menoleh begitu sadar ada orang lain di sana. Sienna langsung menemukan Alvaro yang tengah melempar senyum ke arahnya. “Gimana Sayang? Bagus nggak kamarnya?” tanya Alvaro.

“Bagus dan gede banget sih. Ini dua kali tim makeup aku juga muat di sini kayaknya,” ucap Sienna.

“Ohiya?” Alvaro terkekeh pelan. Kemudian ia bertanya lagi. “Tapi kamu suka ngga?”

“Suka,” ujar Sienna sembari menampakkan gummy smile-nya.

“Oke. We’ll take this one. Ohiya, habis ini kita jadi ya ke kantor IMD?” Alvaro menjeda ucapannya selama beberapa detik. Sebelumnya mereka telah mendiskusikan hal ini.

“Sayang, orang kantor belum ada yang tau selain manager aku.” Alvaro mendekat pada Sienna, lalu satu lengannya bergerak memeluk pinggang ramping perempuannya. Alvaro menatap Sienna dari samping dengan tatapan yang selalu sama, tatapan penuh cinta dan memuja. “Jadi, hari ini aku mau ngasih tau management soal pernikahan kita. Sekalian aku mau ngenalin calon istriku.”

Sienna seketika tersenyum setelah mendengarnya. ‘Calon istri’ yang rasanya terdengar masih cukup asing baginya, tapi ketika diucapkan mampu menggelitik perutnya, rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan di dalam sana.

“Oke, aku ikut kamu ke kantor,” putus Sienna.

***

Ini pertama kalinya Alvaro mengajak Siena ke kantor milik IMD Pictures. Ada beberapa pertimbangan yang membuat Alvaro menunda memberi tahu pernikahannya kepada management yang menaungi dan telah membesarkan namanya.

Begitu sampai di sana, Alvaro langsung bertemu dengan beberapa rekan kerjanya sesama artis. Alvaro mengenalkan Sienna pada mereka dan kemudian bertemu dengan beberapa orang yang bekerja di kantor ini. Di sana ada dari tim produksi, tim kreatif, dan divisi penata kostum. Alvaro menyapa mereka yang sudah ia kenal dan layaknya seperti keluarganya sendiri.

“Hai Bro, mau ada urusan apa nih ke kantor?” celetuk seorang lelaki yang sebelumnya telah disapa oleh Alvaro.

“Ada urusan sama Pak Parvez sama Kak Nat sebentar, mau ada yang gue omongin,” ujar Alvaro.

Terang saja beberapa orang di sana nampak penasaran ketika Alvaro datang, pasalnya lelaki itu tidak muncul sendiri. Seorang perempuan berada di sampingnya, Alvaro bahkan menggenggam tangannya.

“Mas Arkan, Mas Bima, dan teman-teman divisi lain, sekalian gue mau ngenalin sama seseorang. Kenalin, ini Sienna, calon istri gue,” ujar Alvaro yang akhirnya menjawab pertanyaan yang sedari tada bersarang di dalam benak orang-orang di sana.

Alvaro lantas beralih pada Sienna, “Sayang, kenalin ini Mas Arkan, Mas Bima, Kak Devi, dan ini Fauzan.”

Semua mata di sana masih tertuju pada Sienna, sampai detik berikutnya Sienna menyapa mereka satu persatu. “Halo, salam kenal, Mbak. Aku Sienna,” ujar Sienna sebagai awal perkenalannya dengan para karyawan dari beberapa divisi yang bekerja di perusahaan itu.

“Halo. Salam kenal juga. Aku Devi,” ujar Devi yang pertama berjabatan tangan dengan Sienna. Kemudian disusul oleh sisanya yang ada di sana, sampai akhirnya acara perkenalan tersebut selesai.

Alvaro mengenalkan Sienna sebagai calon istrinya, dan memberitahu bahwa sebentar lagi ia dan Sienna akan menikah. Tentunya kabar tersebut mengejutka dan Alvaro sempat meminta maaf karena baru memberitahu kabar pernikahannya sekarang. Mereka akhirnya memaklumi hal tersebut. Bagaimana pun Alvaro membutuhkan ruang dan waktu untuk fokus mengurus pernikahannya. Mereka yakin, Alvaro tidak akan lama-lama menyimpan kabar bahagia itu sendiri, karena bagi pria itu, perusahaan ini sudah seperti rumah keduanya.

***

Setelah menyapa beberapa karyawan IMD Pictures, Alvaro pun mengajak Sienna ke sebuah ruangan. Ruangan yang saat ini Sienna jajaki terlihat sangat ekslusif dan mewah. Terang saja, ruangan tersebut adalah ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan pertemuan antara para petinggi perusahaan dengan artisnya. Biasanya mereka akan mendiskusikan beberapa hal yang memerlukan privasi di ruangan ini.

“Tunggu sebentar ya, pak Parvez masih ada di ruang meeting lantai tiga,” ujar Natalie begitu memasuki ruangan. Natalie lantas menarik kursi di hadapan Alvaro dan Sienna. Natalie mengulaskan senyum ramahnya ke arah Sienna, lalu lebih dulu mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Halo, kenalin. Aku Natalie,” ujar Natalie begitu tangannya dan Sienna berjabatan.

“Halo, Kak Nat. Aku Sienna,” balas Sienna.

“Al udah cerita banyak tentang kamu. Akhirnya kita bisa ketemu ya. Kalau Al udah bawa kamu ke sini, itu artinya kamu spesial buat dia,” celetuk Natalie dengan nada bergurau. Perempuan berusia 30 tahunan itu lantas tertawa kecil.

Alvaro belum mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya, tapi Natalie seolah sudah dapat membaca apa yang membawa Alvaro ke sini dan bahkan lelaki itu mengajak Sienna.

“Jadi ... ada kabar apa nih?” blak-blakan Natalie bertanya.

Namun belum sempat Alvaro menjawab pertanyaan tersebut, pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Di sana tampak sosok lelaki berusia 40 tahunan yang lantas disapa oleh Alvaro. Baru setelah itu, Alvaro mengenalkan Sienna pada sosok tersebut.

Sienna berjabat tangan dengan Parvez, dan pria itu nampak udah mengenalinya.

“Ohh iya Sienna, saya sudah dengar banyak tentang kamu dari Al,” ujar Parvez sembari menarik kursi di samping Natalie lalu ia duduk di sana.

“Jadi ada hal penting apa nih hari ini?” tanya Parvez sambil menatap Alvaro dan Sienna lurus-lurus.

“Jadi gini, Pak Parvez, Kak Nat. Hari ini gue ke sini karena mau nyampein sesuatu yang penting.” Alvaro menjeda ucapannya, ia menoleh ke samping kanannya di mana Sienna berada.

“Gue sama Sienna akan menikah, dalam beberapa bulan lagi,” ujar Alvaro akhirnya. Natalie tampak tidak terkejut mendengar pernyataan itu, begitupun dengan Parvez. Sebenarnya mereka memang sudah menduga bahwa Alvaro akan menikahi kekasihnya, tapi mereka tidak mengira bahwa rencana tersebut akan direalisasikan dalam waktu dekat pasca perceraian Alvaro dan Marsha.

Rencana pernikahan yang sudah berjalan 60 %, terang saja membuat Parvez dan Natalie sedikit bingung. Pasalnya mereka memikirkan tanggapan publik akan hal ini nantinya. Alvaro baru saja bercerai dan membuat pernyataan bahwa tidak ada orang ketiga yang menjadi penyebab perceraian. Namun dengan melangsungkan pernikahan yang secepat ini, dikhawatirkan keadaannya akan memburuk dan publik semakin yakin akan kebenaran rumor orang ketiga tersebut.

Alvaro jelas mengerti akan hal tersebut dan mengatakan pada Parvez dan Natalie kalau ia telah memikirkan ini dengan matang. Sebagai seorang publik figur, Alvaro tahu ia tidak bisa bertindak semaunya. Namun mau sampai kapan, ia hidup di balik rumor yang sebenarnya tidaklah benar.

“Kak Nat, Pak Parvez, gue memang peduli sama karir gue. Tapi jauh di atas itu, keluarga gue tetep jadi prioritas utama untuk gue,” terang Alvaro akhirnya.

Dari dua kalimat itu, Natalie dan Parvez mengerti makna dan maksud dari pembicaraan ini. Bahwa sejatinya Alvaro mengesampingkan perkataan buruk orang-orang tentang dirinya. Alvaro tahu mungkin publik tidak akan menerima dengan mudah kabar pernikahannya. Namun Alvaro telah siap untuk itu, ia tidak akan tinggal diam jika cacian itu tertuju pada Sienna dan juga, kebahagiaan keluarganya tetaplah menjadi yang utama baginya.

Alvaro ingin menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis untuk Gio. Alvaro ingin menikahi Sienna, membahagiakan perempuan yang ia cintai, dan memiliki kehidupan pernikahan yang lebih baik dari sebelumnya.

“Oke, kalau itu emang udah jadi keputusan lo, Al. Gimana pun, kita nggak bisa mengatur hidup lo terlau jauh. Kita juga mau lo bahagia dan berharap yang terbaik buat lo. So, go ahead. You two deserves to be happy.” Natalie menatap Alvaro lalu beralih menatap Sienna seraya mengulaskan senyumnya. “Congrats for your wedding ya, Al, Sienna,” lanjut Natalie.

IMD pada akhirnya tidak bisa melarang keputusan tersebut, meski sebenarnya mereka merasa khawatir. Kabar pernikahan Alvaro bisa jadi memperburuk masalah yang sebelumnya sudah ada, tapi bagaimana pun, mereka tidak bisa mengatur terlalu jauh kehidupan pribadi artis mereka.

Alvaro memutuskan tetap memprioritaskan keluarganya di atas karirnya. Jadi sewaktu-waktu, Alvaro bisa saja hengkang dari dunia entertainment. Atau kemungkinan lebih buruknya, Alvaro akan meninggalkan management ini dan beralih pada perusahaan lain yang bisa memahami akan batasan-batasan yang jadi prioritasnya.

Perusahaan pun tidak munafik, mereka tidak ingin kehilangan Alvaro. Sebagai sebuah perusahaan, tentu mereka tidak bodoh untuk melepas artis mereka begitu saja, terlebih Alvaro telah memiliki nama yang cukup besar di dunia entertain. Tidak mungkin kan, mereka mengorbankan waktu dan usaha mereka selama ini yang telah membesarkan nama Alvaro.

Mereka memang sudah layaknya keluarga bagi Alvaro, yang telah membesarkan namanya dan mendukungnya sejak awal Alvaro memulai karirnya. Namun tetap saja, di atas perusahaan ini, Alvaro memiliki prioritas utamanya dan itu adalah keluarganya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Food 2

Di sebuah Minggu siang di kediaman yang megah, tampak tempat tersebut dipenuhi oleh beberapa orang. Ketika memasuki rumah dan mengintip ke dalamnya, ditemukan sajian prasmanan yang telah ditata rapi. Terdapat menu makanan pembuka, makanan utama, serta makanan penutup. Berbagai jenis minuman juga tersaji dan para tamu dapat mengambilnya sendiri. Bisa diperkirakan bahwa memang ada acara penting yang diadakan oleh sang tuan rumah.

Kemunculan sosok lelaki bertubuh jangkung dengan rambut berpotongan mullet yang tampak stylish untuknya, serta sebuah senyum tampan yang mengembang di wajahnya—seketika mampu menarik perhatian semua pasang mata di sana.

Gio

Sosok tersebut kemunculannya telah ditunggu oleh para tamu. Kehadiran lelaki itu tidak sendiri, muncul sosok laki-laki yang terlihat lebih muda dan seorang anak perempuan yang lebih kecil lagi. Giorgino Gavi Zachary merupakan si anak yang paling besar itu, ia memiliki adik laki-laki dan adik perempuan yang sangat ia sayangi. Edgar Archie Zachary merupakan adik pertamanya yang berusia 11 tahun dan Amanda Belvania Zachary merupakan adik keduanya yang berusia 8 tahun.

Meskipun ketiganya lahir dari rahim perempuan yang berbeda, tapi mereka mempunyai cinta yang sama dan saling menyayangi satu sama lain.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Alvaro dan Sienna memutuskan menjaga rahasia tersebut dari Gio. Jadi Gio hanya sebatas tahu bahwa orang tua kandungnya adalah Alvaro dan Marsha. Kedua orang tuanya bercerai, dan Alvaro menikah untuk yang kedua kalinya dengan Sienna. Gio memiliki ibu sambung dan adik satu bapak, tapi beda ibu.

Ada alasan mereka memutuskan menjaga kebenaran itu. Semata-mata, mereka hanya ingin menjaga nama baik Marsha di mata Gio. Karena bagaimana pun yang terjadi di masa lalu, Marsha tetaplah ibu kandung Gio, dan pastinya berat bagi seorang anak mengetahui bahwa ibunya telah mengkhianati pernikahan sampai beraktir bercerai. Sampai sekarang, sosok yang merupakan ayah biologis Gio tidak pernah muncul, jadi lebih baik Gio tidak mengetahui sosok itu dan hanya tahu bahwa ayahnya adalah Alvaro.

Gio sangat menyayangi adik-adiknya. Kenyataan adanya DNA yang berbeda yang mengalir di tubuh mereka, tidak menjadi penghalang dan adanya batasan dalam hal saling mengasihi. Gio, Edgar, dan Amanda memiliki kedua orang tua yang sangat mencintai mereka, seorang papa dan bunda yang telah merawat dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang.

“Ini dia aktor kita yang ditunggu-tunggu,” cetus seorang wanita yang lantas segera dihampiri oleh Gio.

“Halo, Ibu Produser,” sapa Gio sembari menjabat tangan Natalie.

“Bener-bener udah tua ya gue, dipanggil Ibu sama lo. Dari gue liat lo sekecil piyik, sampe sekarang udah gede, dan jadi aktor di production house gue,” ujar Natalie.

Sejak menginjak usia 12 tahun, Gio telah memulai karirnya sebagai seorang aktor cilik. Hingga kini saat Gio telah beranjak remaja dan berusia 19 tahun, sudah banyak judul yang dibintangi olehnya dan membuat namanya sebagai aktor semakin besar.

Sang tuan rumah di sana, Alvaro dan Sienna, mereka tampak serasi menggunakan pakaian berwarna senada. Keduanya tengah menyambut para tamu yang diundang ke kediaman mereka dengan penuh suka cita.

Hari ini memang kebanyakan para tamu yang diundang ke sana adalah dari kalangan film maker maupun petinggi perusahaan rumah produksi film. Karena sejatinya acara tersebut diadakan sebagai bentuk perayaan atas pencapaian besar dari film layar lebar yang dibintangi oleh Gio.

Para anggota keluarga juga hadir, ada teman artis sejawat, dan sosok produser yang sudah kenal dekat dengan Alvaro, yakni Parvez dan Natalie. Semua orang begitu bangga dengan kesuksesan yang diraih oleh Gio di usianya yang masih terbilang sangat muda.

Gio berada di bawah naungan agensi milik Natalie, berbeda dengan agensi yang menaungi Alvaro yakni milik Pavez. Natalie membujuk Gio untuk bergabung dengan agensinya dan berniat membesarkan namanya. Natalie telah berhasil membuat nama Gio jadi besar, tidak hanya di dunia seni peran, tapi juga di dunia modelling.

“Al, gimana kalau kita bikin judul baru untuk mempertemukan dua aktor hebat kita ini? Untuk lo sama Gio, kayaknya bakal pecah banget,” ujar salah seorang sutradara yang dikenal Alvaro dan turut diundang ke kediamannya.

“Boleh tuh, Mas. Nanti kita omongin aja, gampang lah itu,” ujar Alvaro.

“Kalau kira-kira temanya tentang keluarga gitu, apa nggak sekalian aja ajak istri lu buat main film?” Ghani kembali menyuarakan pendapatnya.

“Kalau untuk itu harus ditanya dulu sama istri saya, Mas,” ucap Alvaro.

Setelah berbicara dengan Ghani, Alvaro lantas beralih mencari Sienna. Alvaro memanggil istrinya setelah sebelumnya sedang berbincang dengan para tamu perempuan di sana.

“Gimana, Sayang? Mas Ghani nawarin kamu main film nih, bareng aku sama Gio,” ungkap Alvaro.

“Saya nggak bisa akting lho, Mas Ghani,” ujar Sienna kepada Ghani.

Lantas kehadiran ditengah-tengah Alvaro, Sienna, dan Ghani, Gio hadri dan menginterupsi percakapan mereka. “Bunda, kita nggak ada yang tau lho kalau belum dicoba. Siapa tau Bunda bisa akting, kan seru nanti kalau kita shooting sekeluarga barengan,” ujar Gio.

Di situasi tersebut, sebagai seorang CEO dan telah berkecimpung lama di dunia entertain, Parvez justru memberi tawaran untuk kedua adik Gio agar mengikuti jejak kakak mereka menjadi artis.

Alvaro lantas memanggil kedua anaknya, Edgar dan Amanda yang sebenarnya ketika ditanya soal berakting di depan kamera, mereka belum terlalu paham.

“Itu lho Dek, yang kayak Abang sama Papa. Shooting gitu, nanti adek jadi artis,” ujar Edgar yang tampaknya lebih paham dari si kecil Amanda.

“Kalau Abang mau, Adek juga mau. Tapi sama Bang Edgar, sama Bang Gio, sama Papa juga ya shooting-nya,” celoteh Amanda yang sukses mengundang perhatian orang-orang di sana. Sosok Amanda kecil yang fasih berceloteh, cantik, dan juga pintar, jelas menarik perhatian para produser film untuk menawari anak itu menjadi artis cilik. Sebenarnya sudah sejak lama ada omongan itu, tapi Alvaro mengira bahwa itu hanya sekedar wacana. Namun ternyata Parvez cukup gencar membujuknya memberi izin anak-anaknya untuk terjun ke dunia entertain.

“Adek, kamu masih terlalu kecil. Kalau Abang Edgar mau, Abang aja dulu ya,” tiba-tiba Alvaro nampak tidak setuju dengan ide tersebut. Baginya putrinya masih terlalu belia untuk terjun ke dunia entertainment.

“Papa, Adek kan juga mau,” Amanda seketika cemberut, ia merasa bahwa dirinya sudah cukup besar untuk bisa ikut shooting. Padahal kenyataannya anak itu tidak tahu bahwa dunia hiburan begitu kompleks dan memiliki jalan yang terjal.

Di saat Alvaro memberikan pengertian pada putrinya, Sienna beralih mendekat pada Gio untuk menanyakan sesuatu.

“Bang, kamu udah hubungin Mama? Mama jadi dateng ke sini, kan? Udah jam segini lho, coba kamu telfon deh Bang,” ujar Sienna pada Gio.

“Mama jadi dateng kok, Bun. Tadi Gio udah chat Mama. Mungkin masih di jalan, kayaknya lumayan macet deh,” terang Gio kemudian.

Tidak lama setelah Sienna berlalu darinya, Gio mendapati sosok yang tadi jadi objek perbincangannya dengan Sienna. Sosok itu terlihat kemunculannya di antara kerumunan orang-orang. Gio yang mendapati sosok Marsha di sana segera melangkah menghampirinya.

Gio berjalan beberapa langkah, menembus orang-orang yang cukup padat memenuhi tempat itu. Ketika sampai di hadapan Marsha, Gio langsung mengulaskan senyumnya.

“Nak, selamat ya buat film barunya,” ujar Marsha begitu mendapati sosok Gio di hadapannya. Tatapan Marsha pada Gio nampak bangga dan berbinar-binar bahagia.

“Mama bangga banget sama kamu,” ujar Marsha lagi, suaranya terdengar sedikit tertahan. Ada sedikit rasa sedih yang coba wanita itu sembunyikan, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya di hadapan Gio. Anaknya hari ini tengah berbahagia, jadi Marsha akan menunjukkan bahwa ia juga ikut bahagia.

“Mah, makasih ya udah dateng,” ucap Gio.

Terkadang Gio masih merasakan rasa perih itu di dalam hatinya saat mengingat apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di masa lalu. Namun sejatinya tidak seorang pun bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan, Gio mencoba menerimanya. Perceraian Papa dan Mamanya adalah hal yang tidak mudah dilupakan olehnya begitu saja. Meskipun saat itu ia masih kecil dan belum terlalu mengerti, tapi Gio masih dengan jelas mengingat memori menyakitkan itu di dalam benaknya. Sejatinya, tidak ada seorang pun anak yang ingin orang tuanya berpisah.

“Mah, ayo masuk. Papa sama Bunda ada di dalam, ada Oma juga,” ujar Gio yang lantas mengajak Marsha masuk ke dalam rumah.

Marsha mengagguk sekilas, lalu ia mengikuti langkah Gio untuk masuk ke dalam.

Ketika Marsha menatap putranya yang telah beranjak dewasa, berbagai perasaan campur aduk pun dirasakannya. Di satu sisi, penyesalan tersebut masih ada. Marsha menyesal mendapati kenyataan bahwa bukan dirinyalah yang sepenuhnya membesarkan anaknya sampai Gio bisa jadi anak yang hebat dan membanggakan seperti sekarang.

Marsha memang belum bisa menjadi ibu yang baik untuk Gio, tapi Gio telah berhasil tumbuh menjadi anak yang begitu hebat dan membuat bangga orang-orang di sekitarnya. Marsha menyadari bahwa Gio bisa jadi seperti sekarang, itu berkat peran seorang ayah dan ibu sambung yang juga begitu hebat. Marsha akan mengucapkan terima kasih kepada Alvaro dan Sienna hari ini, keduanya telah begitu berhasil mendidik dan membesarkan sosok Giorgino Gavi Zachary.

***

Beberapa tamu masih belum pamit dari kediaman itu. Sebagian masih ada yang menikmati hidangan, berfoto, atau bahkan bernyanyi bersama di ruangan karaoke di lantai atas.

Acara meriah tersebut diramaikan terlebih oleh para teman sesama artis yang merupakan rekan kerja Gio. Mereka masih begitu muda dengan jiwa membara dan keinginan mengeksplor berbagai hal baru.

Namun tetap pada batasannya, Gio selalu menerapkan pada teman-temannya mengenai hal-hal yang menjadi batasannya dalam bergaul. Terlebih mereka juga mengenal dengan baik kedua orang tua Gio dan rumahnya seringkali dijadikan basecamp untuk mereka berkumpul.

“Sebentar ya, tadi Bunda sama Papa manggil gue,” ucap Gio kepada teman-temannya.

Gio lekas melenggang keluar dari ruangan karaoke dan berjalan mencari keberadaan keluarganya.

Ketika Gio sampai di ruang tamu, Sienna memberitahunya jika beberapa tamu mereka ingin pamit pulang. Jadi Gio harus menemui mereka dan mengantar sampai ke halaman depan.

“Makasih ya Ibu Nat, Mas Ghani, Pak Parvez,” ucap Gio sembari menyalami satu persatu tamu-tamunya.

“Sukses terus, semangat shooting pagi pulang pagi pokoknya,” ujar Natalie.

“Siap, Bu,” ujar Gio sembari mengulaskan senyumnya.

Sepeninggalan Natalie, Ghani, dan Parvez, kini di halaman rumah itu tersisa Gio, Alvaro, Sienna, dan juga kedua bocah kecil yang sedari tadi aktif mengintili orang tuanya.

“Pah, tadi Gio sempet ngobrol sama Mas Ghani. Beliau ada ide mau bikin film yang temanya masih lumayan jarang di pasaran. Genre semi fantasi gitu Pah katanya,” cerita Gio pada Alvaro.

“Ohiya? Terus gimana? Naskahnya udah jadi?”

“Nah, itu dia, belum sepenuhnya jadi. Masih mau eksplor ide sih. Udah nemu penulis naskahnya, tapi kaanya lagi agak stuck sama ide buat kembangin ceritanya. Gio ada saran buat ngasih inspirasi cerita dari kemampuan Bunda yang bisa baca masa depan.”

“Kok Bunda? Maksudnya gimana Bang?” Sienna yang mendengar itu lantas bertanya pada Gio.

“Bunda mau main film ya Bang?” sahut Edgar yang langsung ikutan nimbrung.

“Ihh Bunda keren, nanti aku mau liat Bunda sama Papa ada di bioskop,” Amanda pun ikut menimpali tanpa tahu apa kelanjutan pembicaraan tersebut.

“Bunda kan bisa baca masa depan dari mimpi. Nah itu kalau di dunia fiksi, kemampuan yang Bunda punya bisa masuk ke dalam genre yang namanya semi fantasi. Kalau Bunda setuju, nanti Gio bilang ke Mas Ghani dan mungkin penulisnya bakal observasi langsung ke Bunda, kayak wawancara gitu, Bun. Kalau Bunda berkenan aja,” terang Gio panjang lebar.

Gio lantas menjelaskan lebih rinci. Dalam membuat sebuah naskah film, diperlukan sebuah observasi untuk riset dari ide utama yang sudah ada sebelumnya. Maka akan lebih matang dan bagus lagi jika ada narasumber langsung yang bisa jadi sumber informasi, guna mengembangkan ide cerita tersebut.

“Keren sih itu, Sayang. Idenya bagus kayaknya ya. Coba kamu pikirin aja dulu, baru nanti buat keputusan kamu berkenan atau engga,” ujar Alvaro pada Sienna.

“Oke, nanti Bunda pikirin dulu ya. Tapi sebenernya udah lama lho Bunda nggak dapet mimpi itu lagi,” terang Sienna akhirnya.

Anak-anak mereka memang telah tahu bahwa Sienna bisa membaca masa depan melalui mimpi. Namun akhir-akhir ini memang Sienna cukup jarang mendapatkan mimpi pembaca masa depan itu. Mimpinya hanya sebatas mimpi biasa, yang gambarannya tidak terlalu jelas. Jadi Sienna pikir bahwa mimpinya tidak akan menjadi kenyataan di masa depan.

“Emang mimpi terakhir yang Bunda dapet tentang apa Bun?” Gio yang penasaran pun akhirnya bertanya.

Pertanyaan Gio tersebut lekas mengundang tatapan penasaran dari Alvaro, Edgar, dan Amanda.

“Kemarin malam Bunda sempet mimpi sih,” Sienna menahan senyumya sambil menatap satu persatu anggota keluarganya. Mereka tampak tidak sabar menunggu Sienna melanjutkan ucapannya.

“Bunda tuh mimpi kalau kalian bakal punya adek lagi. Tapi itu kan cuma mimpi ya, Bunda nggak tau bisa jadi kenyataan atau engga. Bisa aja itu mimpi biasa,” jelas Sienna.

“Sayang, bener kamu dapet mimpi kayak gitu? Kok nggak cerita sama aku?” seketika Alvaro berceletuk. Pasalnya ia tidak tahu menahu soal hal tersebut. Biasanya Sienna menceritakan apa pun kepadanya, dan mereka memang sangat terbuka dalam berbagai hal.

Bukan hanya Alvaro yang terkejut, tapi Gio dan kedua adiknya juga terkejut sekaligus antusias akan hal tersebut.

Pada akhirnya Sienna mengatakan bahwa barusan ia hanya bergurau. Seiring usianya yang menua, Seinna tidak bermimpi lagi tentang masa depan. Sienna juga tidak tahu mengapa demikian, tapi yaa memang begitulah kenyataannya.

“Bunda nggak dapet mimpi itu lagi. Maaf yaa, tadi Bunda cuma becanda,” Sienna berujar sambil menampakkan cengiran kecilnya.

Seketika para penonton kecewa dan mereka merasa sungguh telah tertipu oleh ucapan Sienna. Namun memang begitulah kenyataannya. Sienna tidak mendapat mimpi apa pun soal dirinya yang akan kembali mengandung dan akan menghadirkan anggota keluarga baru di rumah mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Food 1

Food 2

Di sebuah Minggu siang di kediaman yang megah, tampak tempat tersebut dipenuhi beberapa orang. Ketika memasuki rumah dan mengintip ke dalamnya, ditemukan sajian prasmanan yang telah ditata rapi. Terdapat menu makanan pembuka, makanan utama, serta makanan penutup. Berbagai jenis minuman juga tersaji dan para tamu dapat mengambilnya sendiri. Bisa diperkirakan bahwa memang ada acara penting yang diadakan oleh sang tuan rumah.

Kemunculan sosok lelaki bertubuh jangkung dengan rambut berpotongan mullet yang tampak stylish untuknya, serta sebuah senyum tampan yang mengembang di wajahnya—seketika mampu menarik perhatian semua pasang mata di sana.

Gio

Sosok tersebut kemunculannya telah ditunggu oleh para tamu. Kehadiran lelaki itu tidak sendiri, muncul sosok laki-laki yang terlihat lebih muda dan seorang anak perempuan yang lebih kecil lagi. Giorgino Gavi Zachary merupakan si anak yang paling besar itu, ia memiliki adik laki-laki dan adik perempuan yang sangat ia sayangi. Edgar Archie Zachary merupakan adik pertamanya yang berusia 11 tahun dan Amanda Belvania Zachary merupakan adik keduanya yang berusia 8 tahun.

Meskipun ketiganya lahir dari rahim perempuan yang berbeda, tapi mereka mempunyai cinta yang sama dan saling menyayangi satu sama lain.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Alvaro dan Sienna memutuskan menjaga rahasia tersebut dari Gio. Jadi Gio hanya sebatas tahu bahwa orang tua kandungnya adalah Alvaro dan Marsha. Kedua orang tuanya bercerai, dan Alvaro menikah untuk yang kedua kalinya dengan Sienna. Gio memiliki ibu sambung dan adik satu bapak, tapi beda ibu.

Ada alasan mereka memutuskan menjaga kebenaran itu. Semata-mata, mereka hanya ingin menjaga nama baik Marsha di mata Gio. Karena bagaimana pun yang terjadi di masa lalu, Marsha tetaplah ibu kandung Gio, dan pastinya berat bagi seorang anak mengetahui bahwa ibunya telah mengkhianati pernikahan sampai beraktir bercerai. Sampai sekarang, sosok yang merupakan ayah biologis Gio tidak pernah muncul, jadi lebih baik Gio tidak mengetahui sosok itu dan hanya tahu bahwa ayahnya adalah Alvaro.

Gio sangat menyayangi adik-adiknya. Kenyataan adanya DNA yang berbeda yang mengalir di tubuh mereka, tidak menjadi penghalang dan adanya batasan dalam hal saling mengasihi. Gio, Edgar, dan Amanda memiliki kedua orang tua yang sangat mencintai mereka, seorang papa dan bunda yang telah merawat dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang.

“Ini dia aktor kita yang ditunggu-tunggu,” cetus seorang wanita yang lantas segera dihampiri oleh Gio.

“Halo, Ibu Produser,” sapa Gio sembari menjabat tangan Natalie.

“Bener-bener udah tua ya gue, dipanggil Ibu sama lo. Dari gue liat lo sekecil piyik, sampe sekarang udah gede, dan jadi aktor di production house gue,” ujar Natalie.

Sejak menginjak usia 12 tahun, Gio telah memulai karirnya sebagai seorang aktor cilik. Hingga kini saat Gio telah beranjak remaja dan berusia 19 tahun, sudah banyak judul yang dibintangi olehnya dan membuat namanya sebagai aktor semakin besar.

Sang tuan rumah di sana, Alvaro dan Sienna, mereka tampak serasi menggunakan pakaian berwarna senada. Keduanya tengah menyambut para tamu yang diundang ke kediaman mereka dengan penuh suka cita.

Hari ini memang kebanyakan para tamu yang diundang ke sana adalah dari kalangan film maker maupun petinggi perusahaan rumah produksi film. Karena sejatinya acara tersebut diadakan sebagai bentuk perayaan atas pencapaian besar dari film layar lebar yang dibintangi oleh Gio.

Para anggota keluarga juga hadir, ada teman artis sejawat, dan sosok produser yang sudah kenal dekat dengan Alvaro, yakni Parvez dan Natalie. Semua orang begitu bangga dengan kesuksesan yang diraih oleh Gio di usianya yang masih terbilang sangat muda.

Gio berada di bawah naungan agensi milik Natalie, berbeda dengan agensi yang menaungi Alvaro yakni milik Pavez. Natalie membujuk Gio untuk bergabung dengan agensinya dan berniat membesarkan namanya. Natalie telah berhasil membuat nama Gio jadi besar, tidak hanya di dunia seni peran, tapi juga di dunia modelling.

“Al, gimana kalau kita bikin judul baru untuk mempertemukan dua aktor hebat kita ini? Untuk lo sama Gio, kayaknya bakal pecah banget,” ujar salah seorang sutradara yang dikenal Alvaro dan turut diundang ke kediamannya.

“Boleh tuh, Mas. Nanti kita omongin aja, gampang lah itu,” ujar Alvaro.

“Kalau kira-kira temanya tentang keluarga gitu, apa nggak sekalian aja ajak istri lu buat main film?” Ghani kembali menyuarakan pendapatnya.

“Kalau untuk itu harus ditanya dulu sama istri saya, Mas,” ucap Alvaro.

Setelah berbicara dengan Ghani, Alvaro lantas beralih mencari Sienna. Alvaro memanggil istrinya setelah sebelumnya sedang berbincang dengan para tamu perempuan di sana.

“Gimana, Sayang? Mas Ghani nawarin kamu main film nih, bareng aku sama Gio,” ungkap Alvaro.

“Saya nggak bisa akting lho, Mas Ghani,” ujar Sienna kepada Ghani.

Lantas kehadiran ditengah-tengah Alvaro, Sienna, dan Ghani, Gio hadri dan menginterupsi percakapan mereka. “Bunda, kita nggak ada yang tau lho kalau belum dicoba. Siapa tau Bunda bisa akting, kan seru nanti kalau kita shooting sekeluarga barengan,” ujar Gio.

Di situasi tersebut, sebagai seorang CEO dan telah berkecimpung lama di dunia entertain, Parvez justru memberi tawaran untuk kedua adik Gio agar mengikuti jejak kakak mereka menjadi artis.

Alvaro lantas memanggil kedua anaknya, Edgar dan Amanda yang sebenarnya ketika ditanya soal berakting di depan kamera, mereka belum terlalu paham.

“Itu lho Dek, yang kayak Abang sama Papa. Shooting gitu, nanti adek jadi artis,” ujar Edgar yang tampaknya lebih paham dari si kecil Amanda.

“Kalau Abang mau, Adek juga mau. Tapi sama Bang Edgar, sama Bang Gio, sama Papa juga ya shooting-nya,” celoteh Amanda yang sukses mengundang perhatian orang-orang di sana. Sosok Amanda kecil yang fasih berceloteh, cantik, dan juga pintar, jelas menarik perhatian para produser film untuk menawari anak itu menjadi artis cilik. Sebenarnya sudah sejak lama ada omongan itu, tapi Alvaro mengira bahwa itu hanya sekedar wacana. Namun ternyata Parvez cukup gencar membujuknya memberi izin anak-anaknya untuk terjun ke dunia entertain.

“Adek, kamu masih terlalu kecil. Kalau Abang Edgar mau, Abang aja dulu ya,” tiba-tiba Alvaro nampak tidak setuju dengan ide tersebut. Baginya putrinya masih terlalu belia untuk terjun ke dunia entertainment.

“Papa, Adek kan juga mau,” Amanda seketika cemberut, ia merasa bahwa dirinya sudah cukup besar untuk bisa ikut shooting. Padahal kenyataannya anak itu tidak tahu bahwa dunia hiburan begitu kompleks dan memiliki jalan yang terjal.

Di saat Alvaro memberikan pengertian pada putrinya, Sienna beralih mendekat pada Gio untuk menanyakan sesuatu.

“Bang, kamu udah hubungin Mama? Mama jadi dateng ke sini, kan? Udah jam segini lho, coba kamu telfon deh Bang,” ujar Sienna pada Gio.

“Mama jadi dateng kok, Bun. Tadi Gio udah chat Mama. Mungkin masih di jalan, kayaknya lumayan macet deh,” terang Gio kemudian.

Tidak lama setelah Sienna berlalu darinya, Gio mendapati sosok yang tadi jadi objek perbincangannya dengan Sienna. Sosok itu terlihat kemunculannya di antara kerumunan orang-orang. Gio yang mendapati sosok Marsha di sana segera melangkah menghampirinya.

Gio berjalan beberapa langkah, menembus orang-orang yang cukup padat memenuhi tempat itu. Ketika sampai di hadapan Marsha, Gio langsung mengulaskan senyumnya.

“Nak, selamat ya buat film barunya,” ujar Marsha begitu mendapati sosok Gio di hadapannya. Tatapan Marsha pada Gio nampak bangga dan berbinar-binar bahagia.

“Mama bangga banget sama kamu,” ujar Marsha lagi, suaranya terdengar sedikit tertahan. Ada sedikit rasa sedih yang coba wanita itu sembunyikan, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya di hadapan Gio. Anaknya hari ini tengah berbahagia, jadi Marsha akan menunjukkan bahwa ia juga ikut bahagia.

“Mah, makasih ya udah dateng,” ucap Gio.

Terkadang Gio masih merasakan rasa perih itu di dalam hatinya saat mengingat apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di masa lalu. Namun sejatinya tidak seorang pun bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan, Gio mencoba menerimanya. Perceraian Papa dan Mamanya adalah hal yang tidak mudah dilupakan olehnya begitu saja. Meskipun saat itu ia masih kecil dan belum terlalu mengerti, tapi Gio masih dengan jelas mengingat memori menyakitkan itu di dalam benaknya. Sejatinya, tidak ada seorang pun anak yang ingin orang tuanya berpisah.

“Mah, ayo masuk. Papa sama Bunda ada di dalam, ada Oma juga,” ujar Gio yang lantas mengajak Marsha masuk ke dalam rumah.

Marsha mengagguk sekilas, lalu ia mengikuti langkah Gio untuk masuk ke dalam.

Ketika Marsha menatap putranya yang telah beranjak dewasa, berbagai perasaan campur aduk pun dirasakannya. Di satu sisi, penyesalan tersebut masih ada. Marsha menyesal mendapati kenyataan bahwa bukan dirinyalah yang sepenuhnya membesarkan anaknya sampai Gio bisa jadi anak yang hebat dan membanggakan seperti sekarang.

Marsha memang belum bisa menjadi ibu yang baik untuk Gio, tapi Gio telah berhasil tumbuh menjadi anak yang begitu hebat dan membuat bangga orang-orang di sekitarnya. Marsha menyadari bahwa Gio bisa jadi seperti sekarang, itu berkat peran seorang ayah dan ibu sambung yang juga begitu hebat. Marsha akan mengucapkan terima kasih kepada Alvaro dan Sienna hari ini, keduanya telah begitu berhasil mendidik dan membesarkan sosok Giorgino Gavi Zachary.

***

Beberapa tamu masih belum pamit dari kediaman itu. Sebagian masih ada yang menikmati hidangan, berfoto, atau bahkan bernyanyi bersama di ruangan karaoke di lantai atas.

Acara meriah tersebut diramaikan terlebih oleh para teman sesama artis yang merupakan rekan kerja Gio. Mereka masih begitu muda dengan jiwa membara dan keinginan mengeksplor berbagai hal baru.

Namun tetap pada batasannya, Gio selalu menerapkan pada teman-temannya mengenai hal-hal yang menjadi batasannya dalam bergaul. Terlebih mereka juga mengenal dengan baik kedua orang tua Gio dan rumahnya seringkali dijadikan basecamp untuk mereka berkumpul.

“Sebentar ya, tadi Bunda sama Papa manggil gue,” ucap Gio kepada teman-temannya.

Gio lekas melenggang keluar dari ruangan karaoke dan berjalan mencari keberadaan keluarganya.

Ketika Gio sampai di ruang tamu, Sienna memberitahunya jika beberapa tamu mereka ingin pamit pulang. Jadi Gio harus menemui mereka dan mengantar sampai ke halaman depan.

“Makasih ya Ibu Nat, Mas Ghani, Pak Parvez,” ucap Gio sembari menyalami satu persatu tamu-tamunya.

“Sukses terus, semangat shooting pagi pulang pagi pokoknya,” ujar Natalie.

“Siap, Bu,” ujar Gio sembari mengulaskan senyumnya.

Sepeninggalan Natalie, Ghani, dan Parvez, kini di halaman rumah itu tersisa Gio, Alvaro, Sienna, dan juga kedua bocah kecil yang sedari tadi aktif mengintili orang tuanya.

“Pah, tadi Gio sempet ngobrol sama Mas Ghani. Beliau ada ide mau bikin film yang temanya masih lumayan jarang di pasaran. Genre semi fantasi gitu Pah katanya,” cerita Gio pada Alvaro.

“Ohiya? Terus gimana? Naskahnya udah jadi?”

“Nah, itu dia, belum sepenuhnya jadi. Masih mau eksplor ide sih. Udah nemu penulis naskahnya, tapi kaanya lagi agak stuck sama ide buat kembangin ceritanya. Gio ada saran buat ngasih inspirasi cerita dari kemampuan Bunda yang bisa baca masa depan.”

“Kok Bunda? Maksudnya gimana Bang?” Sienna yang mendengar itu lantas bertanya pada Gio.

“Bunda mau main film ya Bang?” sahut Edgar yang langsung ikutan nimbrung.

“Ihh Bunda keren, nanti aku mau liat Bunda sama Papa ada di bioskop,” Amanda pun ikut menimpali tanpa tahu apa kelanjutan pembicaraan tersebut.

“Bunda kan bisa baca masa depan dari mimpi. Nah itu kalau di dunia fiksi, kemampuan yang Bunda punya bisa masuk ke dalam genre yang namanya semi fantasi. Kalau Bunda setuju, nanti Gio bilang ke Mas Ghani dan mungkin penulisnya bakal observasi langsung ke Bunda, kayak wawancara gitu, Bun. Kalau Bunda berkenan aja,” terang Gio panjang lebar.

Gio lantas menjelaskan lebih rinci. Dalam membuat sebuah naskah film, diperlukan sebuah observasi untuk riset dari ide utama yang sudah ada sebelumnya. Maka akan lebih matang dan bagus lagi jika ada narasumber langsung yang bisa jadi sumber informasi, guna mengembangkan ide cerita tersebut.

“Keren sih itu, Sayang. Idenya bagus kayaknya ya. Coba kamu pikirin aja dulu, baru nanti buat keputusan kamu berkenan atau engga,” ujar Alvaro pada Sienna.

“Oke, nanti Bunda pikirin dulu ya. Tapi sebenernya udah lama lho Bunda nggak dapet mimpi itu lagi,” terang Sienna akhirnya.

Anak-anak mereka memang telah tahu bahwa Sienna bisa membaca masa depan melalui mimpi. Namun akhir-akhir ini memang Sienna cukup jarang mendapatkan mimpi pembaca masa depan itu. Mimpinya hanya sebatas mimpi biasa, yang gambarannya tidak terlalu jelas. Jadi Sienna pikir bahwa mimpinya tidak akan menjadi kenyataan di masa depan.

“Emang mimpi terakhir yang Bunda dapet tentang apa Bun?” Gio yang penasaran pun akhirnya bertanya.

Pertanyaan Gio tersebut lekas mengundang tatapan penasaran dari Alvaro, Edgar, dan Amanda.

“Kemarin malam Bunda sempet mimpi sih,” Sienna menahan senyumya sambil menatap satu persatu anggota keluarganya. Mereka tampak tidak sabar menunggu Sienna melanjutkan ucapannya.

“Bunda tuh mimpi kalau kalian bakal punya adek lagi. Tapi itu kan cuma mimpi ya, Bunda nggak tau bisa jadi kenyataan atau engga. Bisa aja itu mimpi biasa,” jelas Sienna.

“Sayang, bener kamu dapet mimpi kayak gitu? Kok nggak cerita sama aku?” seketika Alvaro berceletuk. Pasalnya ia tidak tahu menahu soal hal tersebut. Biasanya Sienna menceritakan apa pun kepadanya, dan mereka memang sangat terbuka dalam berbagai hal.

Bukan hanya Alvaro yang terkejut, tapi Gio dan kedua adiknya juga terkejut sekaligus antusias akan hal tersebut.

Pada akhirnya Sienna mengatakan bahwa barusan ia hanya bergurau. Seiring usianya yang menua, Seinna tidak bermimpi lagi tentang masa depan. Sienna juga tidak tahu mengapa demikian, tapi yaa memang begitulah kenyataannya.

“Bunda nggak dapet mimpi itu lagi. Maaf yaa, tadi Bunda cuma becanda,” Sienna berujar sambil menampakkan cengiran kecilnya.

Seketika para penonton kecewa dan mereka merasa sungguh telah tertipu oleh ucapan Sienna. Namun memang begitulah kenyataannya. Sienna tidak mendapat mimpi apa pun soal dirinya yang akan kembali mengandung dan akan menghadirkan anggota keluarga baru di rumah mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Setelah hampir satu tahun berpacaran dan akhirnya menikah, Sienna jadi bisa menilai bahwa Alvaro adalah tipe laki-laki yang loyal. Alvaro bukan hanya loyal kepada pasangan dan keluarganya, tapi juga teman-teman, rekan kerja, dan kerabatnya.

Alvaro pernah merasakan titik terendah dalam hidup, maka saat sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang. Alvaro cukup sering menunjukkan kasih sayangnya pada orang tersayangnya dengan memberikan barang-barang. Mayoritas yang diberikan Alvaro memang adalah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu. Alvaro harus bekerja, shooting dari pagi sampai pagi, dan tetek bengek lainnya yang harus ia lakukan sejak memutuskan menjadi seorang selebriti.

Alvaro, dia seperti sebuah kaca. Kelihatannya bening dan indah, tapi rapuh. Dia mudah udah untuk menangis. Dia mudah untuk disentuh hatinya, karena dia memiliki hati yang murni dan tulus.

Dia bukan lelaki yang sempurna, tapi dia mudah dicintai oleh orang-orang di sekitarnya.

Sienna dapat mencintai Alvaro dengan semua kekurangan yang ada pada diri lelaki itu.

Jika seseorang bisa mencintaimu karena kekuranganmu, kamu yang apa adanya, maka sesungguhnya dia telah benar-benar mencintaimu.

Ketika Sienna memutuskan untuk menikahi Alvaro, Sienna pun telah siap jika suatu saat Alvaro tidak memiliki waktu untuknya. Namun satu hal yang membuat Sienna tidak pernah merasa kesepian saat Alvaro jauh darinya, yakni Sienna tahu bahwa Alvaro akan selalu berusaha meluangkan waktunya untuk kebersamaan mereka.

Dari sekian banyak dan padatnya jadwal shooting film dan berbagai agenda lainnya, akhirnya Alvaro dapat menyisihkan waktu untuk mengajak Sienna pergi bulan madu. Las Vegas, merupakan kota pertama yang mereka kunjungi untuk menikmati bulan madu setelah 1 bulan menikah.

Alvaro dan Sienna sama-sama menyukai Las Vegas. Alvaro mengatakan, saat musim panas di sini mirip seperti di Bali. Alvaro lebih suka cuaca panas dibanding dingin, karena lelaki itu bisa berenang dan menikmati hangatnya sinar matahari yang menyapa tubuhnya.

Siang ini setelah Alvaro dan Sienna menghabiskan waktu di pantai untuk berenang, akhirnya mereka memutuskan kembali ke penginapan. Sienna mengatakan kalau kepalanya sedikit sakit dan tubuhnya terasa agak demam. Setelah menelan pil obat pereda sakit kepala, Sienna jauh merasa lebih baik dari sebelumnya.

“Sini, aku peluk. Biar lebih enakan,” ujar Alvaro sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.

Sienna mencebikkan bibirnya. Karena Sienna tidak kunjung menghampirinya, Alvaro akhirnya memutuskan untuk menghampiri wanita itu.

Dengan mudahnya, Alvaro menggendong tubuh Sienna ala bridal style. Sambil berjalan menuju kasur membawa Sienna bersamanya, Alvaro bergerak cepat untuk mencuri kecupan di bibir Sienna.

“Ada aja kesempatan kamu cium-cium,” cetus Sienna.

Alvaro hanya tertawa kecil, lantas ia membaringkan Sienna secara perlahan di atas kasur. Alvaro pun segera menyusul, ia naik ke kasur dan mendekap torso Sienna dari samping serta mengusap lembut puncak kepala istrinya.

“Udah mendingan atau masih pusing?” tanya Alvaro.

“Udah mendingan, habis minum obat.”

“Kalau udah mendingan, aku pengen cium kamu sampe kamu pingsan. Boleh nggak?”

“Ada-ada aja omongan kamu,” Sienna otomatis menyemburkan tawanya mendengar kalimat Alvaro.

“Becanda, Sayang. Nggak mungkin lah aku bikin kamu pingsan, nanti aku sedih kalau kamu pingsan.”

Sienna berdecak kecil, sudah hampir terbiasa dengan omongan frontal Alvaro maupun tingkah jahilnya.

“Al,” Sienna berujar setelah beberapa detik mereka hanya saling diam.

“Ya?”

“Siang-siang enak kali ya? Kita malem terus kan, nggak pernah coba pas siang.”

Alvaro seketika memicingkan matanya menatap Sienna. “Kamu lagi sakit lho, Sayang. Beneran mau, emangnya?”

“Mau. Sebentar aja. Aku cuma pusing dikit kok,” ucap Sienna. Kedua matanya menatap Alvaro dengan tatapan puppy eyes.

“Oke. Sebentar ya, aku bilas mulut pake mouth wash dulu,” putus Alvaro.

Sienna menganggukinya sebelum akhirnya Alvaro menjauh darinya. Sienna menorehkan senyumnya, ia merasakan jantungnya di dalam sana berdebar dengan hebat.

***

Couple Kissing

“Al, jangan digigit. Sakit, tau,” cetus Sienna.

Alvaro malah cuma tertawa melihat Sienna yang mengomel kepadanya. Alvaro baru saja mencium bibir Sienna, tapi ciuman tersebut berubah menjadi gigitan yang terasa nyeri dan perih bagi Sienna.

“Kok kamu malah ketawa sih. KDRT ini namanya,” omel Sienna lagi.

“Bukan KDRT dong, Sayang. Ini cara aku mencintai kamu,” ujar Alvaro.

Alvaro kembali mencium Sienna, kali ini lumatan bibirnya turun ke puncak dada Sienna yang nampak sintal dan sedikit menegang. Alvaro lantas menggigit kecil di sana, membuat Sienna kembali kesakitan.

“Alvaro, kamu mah. Masa digigit lagi sih,” decak Sienna.

Alvaro tidak kuasa menahan tawanya, ia terbahak sampai pelupuk matanya berair.

“Al, berdarah tau. Liat nih kelakuan kamu,” seru Sienna saat netranya melihat ke area yang menjadi sasaran Alvaro.

“Oh iya, berdarah. Sakit banget ya, Sayang?“ Alvaro segera bertanya dengan ekspresi khawatir yang jelas tergambar di wajahnya.

“Sakit,” Sienna berucap lirih.

“Sayang, maaf.”

“Tanggung jawab dong, obatin,” cetus Sienna.

“Oke, sebentar. Aku ambil obat luka dulu. Semoga ada,” Alvaro mengusap kepala Sienna, lalu ia segera bergerak menjauh darinya. Alvaro mengenakan celana dan kausnya, kemudian melenggang dari kamar untuk mencari obat yang sekiranya dapat mengurangi rasa sakit itu.

Sekembalinya Alvaro dengan sebuah obat luka di tangannya, Sienna bergerak mengobati lukanya sendiri. Alvaro memasang tampang bersalahnya sambil masih menatap Sienna.

“Sky, aku minta maaf ya. Aku kelepasan banget tadi. Nggak ada niat bikin kamu kayak gini,” ujar Alvaro.

“Iya,” jawab Sienna.

“Habis kamu gemesin banget. I lost my control, I’m sorry.”

Sienna malah tertawa mendengar permintaan maaf Alvaro dan tampang pria itu yang tampak sungguh menyesal.

“Kok kamu ketawa sih?” kedua alis Alvaro pun bertaut kala memperhatikan Sienna yang cepat sekali berubah.

Sienna lantas meletakkan obatnya di nakas samping kasur, lalu ia mendekatkan diri pada Alvaro dan dengan cepat bergerak mendekap torso Alvaro.

“Sky,” ujar Alvaro, mereka masih dengan posisi berpelukan sambil duduk.

“Iya?“ tanya Sienna.

“Aku nggak gigit lagi deh, janji. Kita lakuin 1 kali lagi, yuk?”

Detik berikutnya, Sienna mengurai pelukannya dan menatap Alvaro, “Oke, satu kali lagi. Aku bakal pegang omongan kamu. Kalau sampe gigit, hukumannya nggak ada jatah selama satu bulan ya.”

“Lama banget dong, Sayang. Masa satu bulan sih?” Alvaro protes, bibirnya sedikit mencebik.

“Itu sebentar, Al. Lebih lama sembuhnya kalau udah luka kayak tadi.”

“Ya kan aku pengen bikin kamu cepet hamil. Pasti lucu kalau ada bayi di rumah. Gio juga udah pengen banget punya adek lho, kasian dia kesepian.”

“Halah, maunya kamu itu mah. Setiap kamu ngajakin, aku mau ya. Malah kadang aku yang ajak duluan. Tapi aku sebel, soalnya kamu gigit terus.”

Alvaro sukses kembali tergelak begitu mendengar omelan Sienna yang satu itu.

Bed

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Malam Penuh Cinta

Begitu Sienna keluar dari kamar mandi, ia mendapati Alvaro tengah duduk anteng menunggunya di ruang makan. Di meja telah tersaji dua jenis hidangan berbeda, minuman, serta ada sebuah dessert.

“Wow,” ucap Sienna begitu netranya mendapati dessert kesukaannya berada di sana. Sebuah strawberry cheesecake yang nampak cantik dan lezat itu berhasil membuat Sienna ingin segera mencicipinya.

“Kamu pesen dessert-nya satu doang?” Sienna bertanya sembari menarik kursi di hadapan Alvaro, lalu ia mendaratkan pantatnya di sana.

“Iya, aku nggak makan dessert soalnya,” jawab Alvaro.

“Kenapa? Bukannya kamu suka makanan manis?” Sienna bertanya dengan kedua alisnya yang bertaut.

“Pengen sih, tapi aku lagi ngurangin. Berat badan aku nggak boleh naik, nanti kena omel Kak Nat,” ujar Alvaro diiringi kekehannya.

“Ohhh…” Sienna lantas hanya beroh ria.

Sedikit banyak Sienna akhirnya tahu bahwa menjadi seorang aktor atau pun publik figure lainnya, nyatanya tidaklah mudah. Mereka yang melakukan profesi untuk tampil di depan layar, harus selalu menjaga penampilan agar tetap terlihat menawan di mata para penggemar. Tentunya tidak mudah untuk tetap terlihat berpenampilan menarik. Mereka harus mengatur pola makan, berolahraga secara rutin, dan tidak bisa sembarangan mengonsumsi makanan atau pun memakai produk perawatan.

Sienna sudah mulai menyantap ramen seafood-nya, perempuan itu tampak menikmati makanannya.

“Enak nggak ramennya? Harganya tadi lumayan mahal sih, sayang kan kalau rasanya kurang enak,” Alvaro berujar sembari memperhatikan Sienna makan.

Sienna lantas mengalihkan atensinya dari mangkuk ramennya kepada Alvaro. “Enak, lumayan. Kamu mau cobain?”

Alvaro pun mengangguk, lalu ia mencondongkan tubuhnya sedikit. Sienna mengambilkan sesendok ramen lengkap dengan kuahnya dan toping udang, lalu ia bergerak menyuapi Alvaro.

“Hmmm … enak juga. Worth it lah ya sama harganya,” ujar Alvaro begitu ia sudah mengunyah dan menelan ramennya.

“Tumben kamu mikirin soal harga, biasanya engga,” ucap Sienna.

“Kamu kan yang sering ingetin aku buat nggak terlalu boros. Tiba-tiba kepikiran aja, soalnya harga ramennya lumayan,” Alvaro tertawa pelan, ia lalu menyuap kembali makanan miliknya.

Sienna menatap Alvaro yang kembali menyantap makanan miliknya, lalu ia mengulaskan seuntai senyum.

“Sky, aku sadar uang itu hal yang berarti banget. Mungkin sekarang, bagi aku bisa dibilang cukup mudah buat dapetin uang, tapi aku nggak tau apa yang terjadi beberapa tahun ke depan. Dan aku pernah ngerasain titik di mana aku bener-bener nggak punya uang. Harusnya aku lebih bisa menghargai sesuatu yang dulu bikin aku mau kerja keras, sampai rasanya badan aku capek banget, baru bisa dapetin uang.”

Mendengar penuturan tersebut, Sienna sedikit tertegun. Setelah kalimat itu, tidak ada pembicaraan berarti di antara mereka selama menyantap makanan.

Selang beberapa menit kemudian, mereka akhirnya telah menghabiskan hidangan makan malam. Alvaro dan Sienna bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan melakukan rutinitas lainnya sebelum tidur.

“Al, tadi cheesecake-nya enak banget lho,” cetus Sienna begitu ia telah lebih dulu selesai menyikat giginya. Sienna juga telah mengaplikasikan skincare di wajahnya dan kini tengah menunggu Alvaro beres dengan rutinitasnya.

Alvaro rupanya lebih lama melakukan kegiatannya, padahal Sienna pikir lelaki akan lebih singkat dibandingkan perempuan.

Alvaro masih berkumur untuk membersihkan sisa busa bekas pasta gigi di mulutnya. Sienna di sana setia memperhatikan setiap gerakan yang Alvaro lakukan. Dari mulai pria itu mencuci wajah dengan face wash, membasuh sisa busa di wajahnya dengan air, mengusap wajah dengan handuk agar kering, sampai pria itu selesai menggunakan empat buah step skincare malam.

“Rasanya kayak lagi liat shooting iklan produk skincare ya,” komentar Sienna.

Seketika tawa Alvaro membuncah mendengarnya. Karena Alvaro telah selesai dengan seluruh kegiatannya, ia segera beralih kepada Sienna. Di tatapnya Sienna dengan tatapan gemas, sampai Sienna mundur beberapa langkah karena ia malah merasa gugup ditatap seperti itu.

“Kamu mau ke mana? Jangan jauh-jauh dong dari aku,” ucap Alvaro, lalu ia segera menghela pinggang Sienna agar perempuan itu kembali mendekat padanya.

“Kamu gugup ya?” tanya Alvaro sembari menatap lurus kepada Sienna.

“Engga tuh,” jawab Sienna.

“Kenapa gugup?” pertanyaan Alvaro lebih terdengar seperti pernyataan bagi Sienna.

Akhirnya Sienna tidak bisa mengelak lagi. “Rasanya masih aneh aja, kita udah nikah. Terus sekarang aku udah jadi istri orang, udah punya suami.”

“Kamu pengennya jadi anak kecil terus gitu emangnya?”

“Iya, kalau bisa. Soalnya anak kecil hidupnya kayak nggak punya beban.”

Alvaro masih setia membiarkan dirinya berada di jarak yang begitu dekat dengan Sienna. Jadilah Sienna disuguhi pemandangan wajah Alvaro. Sedekat ini, dan seintens ini Alvaro menatapnya, dan hanya Sienna-lah yang memiliki tatapan ini.

“Suami aku beneran ganteng banget ya,” celetuk Sienna.

“Iyalah, masa boongan,” balas Alvaro.

Sienna seketika mendecih kecil. “Kalau di layar biasa aja tuh kayaknya, tapi aslinya lebih ganteng sih,” ujarnya.

“Oke. Jadi lebih enak liat langsung dari pada di layar gitu, ya?”

Sienna mengangguk dua kali, membenarkan ucapan itu. Sienna juga setuju jika seorang aktor harus memiliki daya tarik selain kemampuan berakting

Setelah pembicaraan itu, Sienna berujar lagi. “Tidur, yuk. Kamu udah ngantuk belum?”

“Aku belum ngantuk.”

“Kamu beneran mau kita lakuin itu malem ini?” Sienna bertanya dengan nada tidak yakin.

“Kalau aku bilang mau, gimana?” Alvaro menatap Sienna dengan tatapan jenaka dan menggoda khasnya, yang mana itu berhasil membuat Sienna langsung bersemu. Kini kedua pipi Sienna tampak memerah, kontras dengan kulit putihnya.

“Yaa kalau kamu mau, aku nggak jadi tidur. Istri harus nurut sama suaminya, kan?” ujar Sienna.

Alvaro justru tertawa mendengar ujaran Sienna. “Iya, bener istri harus nurut sama suaminya. Tapi kalau kamu ngantuk dan cape, yaa besok nggak papa. Kita tidur aja sekarang.”

Alvaro baru akan meraih tangan Sienna untuk mengajaknya ke kamar, tapi Sienna tiba-tiba menahan pergerakannya. “Al, ayo kita coba malam ini,” ucap Sienna.

“Kamu yakin?” Alvaro bertanya untuk memastikan, kedua alisnya tampak bertaut.

“Iya. Soalnya aku juga pengen,” Sienna berucap dengan nada pelan, ia sejujurnya malu sekali mengatakannya.

Sienna pun mengulum bibirnya ke dalam, ia tampak gugup. Sienna menatap Alvaro dengan tatapan malu-malu, pasalnya ia terang-terangan mengatakannya. Entahlah, mulutnya rasanya tidak memiliki rem.

“Oke, kita bisa lakuin itu malam ini,” putus Alvaro.

Sienna lantas mengangguk. “Kamu tunggu di kamar dulu ya. Aku mau ganti baju,” tutur Sienna.

Mendengar penuturan itu, seketika wajah Alvaro tampak berseri-seri.

Sebelum berlalu meninggalkan Sienna di sana, Alvaro mencondongkan tubuhnya kepada Sienna. Kemudian dengan satu gerakan pasti, Alvaro memberikan kecupan di puncak kepala Sienna dan sekilas mengusap surai perempuannya.

“Aku tunggu ya,” ucap Alvaro sebelum akhirnya berlalu dari sana.

***

Cinta itu adalah perasaan yang sejatinya harus dapat dirasakan oleh hati manusia. Sienna pernah mendengar ada kalimat yang mengatakan jika dia mencintai kamu, maka kamu akan mengetahuinya, kamu tidak akan mencari tahu dan jadi kebingungan sendiri. Kalimat tersebut sesuai dengan apa yang Sienna rasakan ketika ia bertemu Alvaro dan berakhir mencintai pria itu. Setiap waktu yang mereka habiskan bersama, Sienna selalu mampu merasakan cinta itu. Sienna tidak pernah bertaya atau bingung apakah Alvaro mencintainya atau tidak, karena Sienna sudah tahu jawabannya.

Alvaro memperlakukan Sienna dengan begitu istimewa dan penuh cinta. Rasanya Sienna betul-betul bahagia. Ia menikah dengan seorang pria yang dulu mengincarnya, pria yang saat ini tergila-gila padanya, dan pria yang amat mencintainya.

Sienna rela menyerahkan dirinya seutuhnya untuk Alvaro. Malam ini, mereka sungguh akan melakukannya.

Mereka telah melakukan foreplay dan akhirnya kegiatan itu berlangsung selama hampir 20 menit.

Keduanya kemudian beristirahat sejenak sebelum masuk ke bagian inti. Alvaro merebahkan tubuhnya di samping Sienna, setelah sebelumnya pria itu berada di atas Sienna.

Helaan nafas Alvaro terdengar indah dan seksi memenuhi indera pendengaran Sienna. Sienna juga masih berusaha mengatur pernapasannya setelah melakukan kegaitan yang cukup menguras tenaga. Tubuh Sienna yang setengah telanjang, lantas di bawa ke dekapan Alvaro. Katanya, supaya Sienna tidak kedinginan.

“Al, it was so amazing. Thank you,” ucap Sienna pelan.

Alvaro dengan lembjt mengurai pelukan mereka, tapi masih tidak jauh-jauh dari Sienna. Alvaro menatap ke dalam iris gelap milik Sienna, lalu ia berujar, “Sky, kamu tau, nggak ada perasaan yang lebih baik saat aku tau orang yang aku cinta juga cinta sama aku.”

Sienna seketika merasakan matanya memanas setelah mendengar penuturan Alvaro. Sienna tidak tahu kenapa ia begitu merasa lebih melankolis malam ini. Alvaro memperhatikan Sienna dan tahu bahwa perempuannya itu akan menangis.

“Hei, don’t cry,” ucap Alvaro. Namun Sienna tidak bisa menahan tangisnya, air matanya tumpah begitu saja tanpa sebuah alasan yang pasti.

Alvaro akhirnya segera membawa torso Sienna kembali masuk ke dalam dekapannya. Masih sedikit sesenggukan, Sienna berujar di dekat Alvaro, “Al, kamu jangan terlalu ketat ya kurangin makannya. Nanti kamu sakit.”

Alvaro sedikit tertegun mendapati ucapan Sienna itu. Namun setelahnya, kedua ujung bibirnya tertarik bersamaan membentuk sebuah senyuman. “Iya, Sayang. Aku diet sewajarnya kok. Kamu nggak perlu khawatir, yaa?”

Sienna perlahan mengurai pelukan mereka. Sienna menatap Alvaro dengan matanya yang nampak sedikit sembap. “Aku nggak tau, sampe kapan aku bisa liat masa depan lewat mimpi. Akan ada sedihnya, nggak selalu seneng. Tapi sekarang aku nggak khawatir lagi soal itu, Al.”

Sienna menjeda ucapannya sesaat. Atensi Alvaro hanya tertuju pada Sienna, setiap kalimat perempuan itu baginya adalah melodi indah yang selalu ingin ia dengar.

Sienna menghela napasnya dan setelah dirasa siap mengatakannya, Sienna pun berujar lagi. “Aku yakin sesulit apa pun rintangannya, aku akan bisa laluin itu kalau sama kamu. Aku bisa ngubah takdir dengan kemampuan aku. Tapi kalau itu takdir buruk, aku lebih milih buat hadapain itu, biar aku tau cara ngatasinnya. Dari dulu aku selalu coba menghindar dan milih buat ngubah takdir buruk jadi takdir baik. Tapi pada akhirnya, justru itu yang buat aku makin lemah, karena aku nggak pernah tau cara ngatasin rasa sakit dan rasa sedihnya. Sekarang aku mau hadapin apa pun itu, asal sama kamu.”

Sienna memang bisa mengubah takdir, tapi kini ia telah sampai di titik di mana tidak lagi ingin mengubah takdir itu. Sienna lebih memilih untuk melaluinya seburuk apa pun kenyataannya, agar ia bisa menemukan cara untuk mengatasinya. Jika ada luka, maka akan ada obat untuk menyembuhkannya. Jika ada hujan, maka akan muncul pelangi setelahnya. Jika ada tangis, maka akan ada senyum sesudahnya.

“Sky, kita bakal selalui rintangan itu bareng, ya. Sesulit apa pun nantinya,” ujar Alvaro.

***

Kissing

Jemari-jemari besar Alvaro terulur untuk meraih jemari-jemari mungil Sienna. Dengan satu gerakan, Alvaro akhirnya berhasil menggenggam tangan itu. Bibir lembap Alvaro lantas mengecup punggung tangan Sienna, yang kemudian memberikan sensasi juga gelenyar menakjubkan di dalam diri Sienna.

“Sienna …” Alvaro berucap dengan suara lemahnya. Sienna kini tengah duduk di atas pangkuan Alvaro, mereka baru saja berciuman untuk waktu yang lama.

“Hmm?” Sienna menyahut pelan. Netranya dan netra Alvaro saling bertemu. Pendar mata Alvaro yang teduh dan selalu menatapnya dengan tatapan memuja itu, membuat Sienna sukses hanyut dalam dekapan hangat bernama cinta.

I want to feel you,” ujar Alvaro sembari masih menatap lekat ke kepada Sienna.

Sienna mengangguk satu kali. “I wanna feel you too,” lanjut Sienna.

Mereka sudah saling merasakan dan mencicipi setiap inci dari tubuh masing-masing, tapi masih ada satu inti yang belum mereka capai. Itu jadi memakan waktu yang cukup lama, karena yang terjadi adalah Alvaro dan Sienna malah tertawa ketika mereka akan mencapai puncak tersebut.

“Al,” ujar Sienna.

“Iya, Sayang?”

“Kali ini serius ya, kamu jangan ketawa lagi.”

“Kamu juga ketawa, Sayang.”

“Iya. Aku ketawa kan karena kamu ketawa,” ucap Sienna dengan suaranya yang memelan karena ia merasa malu mengatakannya.

“Yaa ... aku gugup, Sayang. Tadi padahal udah pas banget itu momennya, tapi malah balik ke bentuk semula, jadi nggak bisa masuk deh,” ujar Alvaro.

Sienna lantas menghela satu sisi wajah Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di permukaan kulit itu. “Coba serius dikit, okey? Tadi dikit lagi udah mau masuk, tapi nggak jadi karena kita berdua malah ketawa.”

“Iya, Sayang. Yuk kita coba lagi, ya?”

Alvaro mengulum bibirnya ke dalam, ia berusaha serius dan tidak lagi tertawa. Namun tadi Alvaro memang tidak bisa menahan tawanya. Pasalnya Sienna telah melihat adik kecilnya yang menegang dan mengeras, tapi begitu akan menembus milik Sienna, Alvaro malah terlalu gugup hingga membuat juniornya kembali ke bentuk semula.

“Bener mau sekarang nih?” Sienna bertanya pada Alvaro untuk memastikan.

Alvaro mengangguk sekali dengan yakin.

Kemudian Alvaro kembali memposisikan dirinya berada di atas Sienna. Pandangan mereka bertemu dengan jarak yang minim, lalu Alvaro kesekian kalinya mengecup belah bibir Sienna. Saat Alvaro melakukannya, Sienna mengusap bagian belakang kepala Alvaro. Jemari Sienna menyelip di antara helai halus rambut Alvaro, juga memberi usapan sensual di sana. Sienna mendesahkan napasnya tanda kenikmatan, lalu dengan isyarat gerakan tangan, Sienna meminta Alvaro untuk turun dan mengecup puncak dadanya.

Di permukaan kulit dada Sienna, Alvaro menjalarkan lidahnya di sana setelah sebelumnya jemarinya yang bermain menyentuh kedua benda itu.

Sienna melenguh dan melengkungkan punggungnya ke atas begitu Alvaro semakin terampil menyentuhnya. Dari ujung kepala hingga kaki, seluruh milik Sienna telah dijamah oleh Alvaro.

“Sayang, aku masuk sekarang ya?” Alvaro bertanya setelah sekitar 5 menit lebih mereka melakukan pemanasan.

“Hmm,” Sienna mengiyakan sembari mengangguk pelan.

Peluh yang membanjiri kening Sienna hingga pelipisnya, diusap pelan oleh Alvaro.

“Al, every inch you touch me, I feel like I’m in heaven,” ucap Sienna.

Alvaro lantas menorehkan senyumnya. Senyum itu terasa menyejukkan dan menyirami hati Sienna, membuatnya merasa begitu damai.

Sienna sudah siap melakukannya, meski masih ada rasa gugup, ia pikir itu normal. Itulah rasa cinta yang tengah dirasakannya, dan artinya Sienna akan melakukannya dengan orang yang tepat.

Sienna kembali mendapati milik Alvaro yang sudah menegang. Ia menyentuh dan menggerakkan benda panjang dan keras itu dengan tangannya selama beberapa detik, baru setelahnya Alvaro mulai bergerak maju untuk melakukan penyatuan mereka.

Alvaro mengecup bibir Sienna dengan halus begitu miliknya mulai menyapa milik Sienna di bawah sana. Sienna merasakannya, matanya membeliak secara otomatis begitu ada rasa kurang nyaman di bawahnya. Ada sesuatu yang tengah menyentuh area sensitifnya. Dari yang awalnya hanya menyentuh, akhirnya benda itu mendobrak, berusaha untuk menembus relungnya.

“Al, udah masuk ya?” Sienna bertanya dengan nada lirih karena tengah merasakan rasa sakit.

“Hmm,” Alvaro bergumam pelan.

“Sayang, ini bakal lebih sakit. Kamu tahan ya,” ucap Alvaro lagi.

Begitu Alvaro memperdalam miliknya untuk seluruhnya memasuki Sienna, Alvaro mendapati Sienna menangis. Air mata perempuan itu luruh begitu saja, tapi sebuah senyum manis terukir di wajah cantiknya.

“Al, we did it,” ucap Sienna.

Yes, Babe,” balas Alvaro sembari menghembuskan nafasnya dengan helaan yang panjang.

Ketika Sienna mengamati paras Alvaro, tangisnya justru semakin menjadi. Sienna terisak, sebuah tangis tanda bahagia.

I love you, Al,” ucap Sienna dengan suara lemahnya.

I love you ...” balas Alvaro lalu kembali mengecup bibir Sienna.

Alvaro juga menangis, Sienna dapat merasakan air mata lelaki itu di atas wajahnya, menyatu dengan air mata miliknya.

Selama kurang lebih 10 menit, Alvaro masih membiarkan dirinya berada di dalam Sienna. Selama melakukannya, Sienna hampir tidak memejamkan matanya, ia ingin menatap cintanya, hanya itu saja.

Netra penuh cinta mereka saling menatap ketika Alvaro menggerakkan pinggangnya dengan gerakan yang terlihat indah. Alvaro semakin melancarkan miliknya pada Sienna, membuat perempuan itu sesekali melenguh dan mendaratkan tangannya di pundak Alvaro, memberi sedikit cengkeraman guna mencari kekuatan.

ML

“Al, masih lama ya?” Sienna bertanya.

“Sebentar lagi ya Sayang,” Alvaro sekali lagi menghentakkan miliknya di sana, hingga Sienna merasa begitu penuh dan ada hangat yang menjalar di dalam dirinya. Ada cairan yang menembus sampai ke perutnya, dan itu sukses membuat Sienna tertegun karena kenikmatan.

“Tadi aja susah masuk, sekarang nggak mau keluar,” celetuk Sienna.

Alvaro sukses tertawa. “Berulah dia, Sayang. Pas udah masuk malah betah,” ujar Alvaro.

Setelah beberapa detik kemudian, Alvaro akhirnya melepaskan adik kecilnya dari Sienna.

“Hei, *Junior. Thank you, ya. You did a great job,” ujar Sienna setelah adegan pelepasan itu terjadi.

Alvaro lantas bergerak merebahkan tubuhnya di samping Sienna. Sienna menarik bed cover untuk menyelimuti dirinya dan juga Alvaro.

Alvaro dan Sienna mendekatkan tubuh, kemudian saling memeluk untuk menghangatkan raga polos yang digelitik oleh dinginnya hawa tengah malam.

Sienna tertawa pelan, lalu ia menutup mulutnya dengan satu tangan.

“Tuh kan, kamu ketawa lagi,” ucap Alvaro.

Sienna lantas berusaha menghentikan tawanya, lalu ia menatap Alvaro dengan tatapan gemas. Kemudian diusapnya sisi wajah prianya dan tidak lupa diberi sebuah kecupan hangat di sana. “Habis kamu lucu banget. Dari awal kita nangis-nangis dulu, ketawa, terus akhirnya nangis lagi pas udah masuk. Lama lagi angkatnya waktu udah masuk.”

“Aku nangis karena liat kamu nangis. Sakit ya Sayang?”

“Sakit sih, lumayan. Tapi aku happy,” tutur Sienna.

“Oke, that’s a good news.”

“Sayang,” ujar Alvaro lagi.

“Hmm?”

“Kalau lama angkat, katanya kemungkinan bisa cepet hamil.”

“Iya, bisa jadi. Tadi lama banget, kan? Ada kali hampir 15 menit.”

“Kamu hebat banget, Sayang,” tambah Sienna.

“Kamu juga. Padahal seharian ini kita sama-sama capek. Tapi kamu hebat banget,” timpal Alvaro.

Akhirnya tawa mereka kembali membuncah secara bersamaan. Rasanya malu ketika mengingat dan terpaksa jadi membayangkannya lagi, tapi itulah adanya. Toh mereka memang akan melakukannya, tidak perlu merasa malu. Mereka telah menikah dan seharusnya tidak ada rasa canggung atau menutup diri dari pasangan.

“Al,” ujar Sienna ketika mereka sudah akan memejamkan mata. Namun Sienna kembali membuka netranya, membuat Alvaro melakukan hal yang sama dengan yang perempuan itu lakukan.

“Kenapa Sayang?” Alvaro menatap Sienna sembari bertanya.

“Aku belum bisa tidur, tiba-tiba nggak ngantuk. Boleh ceritain sesuatu nggak? Gio bilang, kamu sering bacain dia cerita kalau nggak bisa tidur. Aku juga mau didongengin,” ujar Sienna.

“Oke,” Alvaro tersenyum. “Kamu mau aku ceritain apa?” Alvaro lalu sedikit melonggarkan pelukan mereka, agar ia bisa menatap pada netra Sienna.

Sienna kemudian mengatakan bahwa ia ingin mendengar cerita tentang perjalanan karir Alvaro. Lebih tepatnya, saat Alvaro akhirnya menetap tinggal di Bali setelah meninggalkan kota Jakarta.

“Waktu itu, baru beberapa hari aku masuk sekolah SMP, Papa meninggal karena serangan jantung. Papa nggak ninggalin harta yang cukup untuk aku sama Mama, ekonomi keluarga langsung merosot gitu aja.”

Alvaro menjeda ucapannya. Alvaro dapat menceritakan masa lalunya, itu karena ia telah berdamai dengan semua yang kelam itu dan mengambil pelajaran baik dari apa yang dialaminya.

“Keluarga Papa awalnya bilang mau bantu, tapi kenyataannya berbeda. Akhirnya aku sama Mama mutusin buat pindah ke Bali. Untuk aku dan sama Mama, Jakarta cuma ngasih rasa sakit.”

Inggit memiliki sanak keluarga yang memang tinggal menetap di Bali. Akhirnya di sana Alvaro dan Inggit mencoba memulai kehidupan mereka yang baru. Inggit mencari kerja dan mendapat sedikit penghasilan guna menyambung hidup mereka.

“Aku terpaksa pindah sekolah dan harus adaptasi lagi sama lingkungan di sana. Rasanya di awal agak berat, tapi aku pikir aku harus bisa lulus sekolah. Biar aku bisa bikin Mama bangga dan nanti bisa cari uang.”

Sienna mendengarkan cerita itu dengan seksama, meskipun setiap kalimat yang terucap dari bibir Alvaro, rasanya seperti mengiris hati Sienna.

Sienna lantas mengatakan ia tidak ingin mendengarnya lagi. Namun Alvaro bertekad menyelesaikan ceritanya. Alvaro yakin bahwa dirinya telah berdamai dengan semua itu, jadi tidak masalah untuk menceritakannya. Terlebih, Alvaro memang ingin Sienna mendengar langsung cerita tersebut darinya.

“Tahun pertama di sekolah, wali kelas aku bilang kalau beliau bangga sama nilai aku. Waktu ngambil rapot kenaikan kelas, aku dapet ranking 3 besar dan Mama bangga banget. Tapi aku sadar kalau pendidikan itu butuh biaya yang nggak sedikit. Waktu itu aku mikir, lebih baik aku nggak lanjutin sekolah, aku mau cari uang aja. Terus aku punya kesempatan buat kerja part time di tempat shooting, sekedar bikinin minuman untuk kru di sana atau ngambil-ngambilin barang punya artis-artis.”

“Mama tau … kalau kamu kerja?” Sienna bertanya.

Alvaro menggeleng. “Aku nggak mau Mama sampai tau, karena pasti beliau nggak akan setuju dan aku nggak mau bikin Mama sedih.”

Sienna yang membayangkannya pun merasa miris. Bagaimana bisa seorang anak remaja yang masih di bawah umur sudah bekerja paruh waktu, tentu itu bukanlah hal yang mudah. Sienna ingat di saat yang sama di umurnya waktu itu, dirinya hanya memikirkan tentang belajar, bermain, dan kerja kelompok bersama teman-temannya. Rupanya kehidupan yang dijalani Alvaro jauh berbeda dengannya. Betapa beratnya saat-saat itu bagi anak seusia Alvaro.

“Waktu itu aku cuma anak kecil yang berharap, kalau suatu hari aku bisa berakting kayak aktor-aktor itu. Setiap ngeliat mereka di depan kamera, aku selalu merasa kagum. Mereka unik, hebat, dan pekerjaan seni peran itu nggak semudah yang mayoritas orang pikirin.”

Alvaro menjeda lagi ucapannya, ia lalu menorehkan senyum lembutnya.

“Karena aku lumayan sering ada di tempat shooting, ada satu produser yang akhirnya nawarin aku buat ikut casting. Beliau bilang kalau beliau butuh pemeran sampingan untuk anak laki-laki remaja, dan dia tertarik untuk ngajak aku shooting. Mama belum tau, padahal aku udah ikut casting waktu itu. Aku sering latihan akting di tempat shooting, diajarin juga sama beberapa aktor senior di sana. Sampai akhirnya aku lulus casting, aku mau nggak mau harus bilang ke Mama untuk dapet izin main film. Mama awalnya nggak setuju dan pengen aku fokus belajar aja. Mama bilang beliau masih bisa biayain aku sekolah. Mama sedih banget tau aku selama ini kerja buat cari uang. Aku hampir kehilangan harapan waktu itu, tapi Tuhan ternyata ngasih aku kesempatan.”

Alvaro menjeda ucapannya, netranya mengarah pada langit-langit kamar. Tentu masih ada rasa sedih kala mengingat masa-masa sulit itu.

Alvaro kembali mengarahkan tatapannya pada Sienna, lalu ia berujar lagi, “Mama tiba-tiba dateng ke tempat shooting. Beliau liat aku latihan akting dan akhirnya izinin aku buat main film.”

Dari satu peran pendamping yang Alvaro lakoni saat itu, karirnya di dunia seni peran pun dimulai. Sosok aktor remaja bernama Alvaro Zachary mulai dikenal dan menarik perhatian beberapa sutradara serta pemilik rumah produksi film.

Dari satu film tersebut, akhirnya Alvaro mendapat lagi tawaran peran di film lainnya. Tidak hanya itu, Alvaro mendapat banyak tawaran untuk membintangi iklan yang sesuai dengan usianya kala itu.

Alvaro mendapat pundi-pundi uang dari hasil kerja kerasnya, yang akhirnya bisa digunakan untuk membeli sebuah rumah yang cukup besar untuk mamanya di Jakarta. Rumah di daerah Menteng yang waktu itu Sienna datangi, adalah bentuk nyata dari hasil jerih payah Alvaro.

“Setelah beli rumah, aku ngajak Mama untuk pindah ke Jakarta. Mama awalnya nggak mau, karena beliau pikir Jakarta ninggalin luka yang belum sembuh untuk aku. Tapi akhirnya Mama setuju untuk pindah, karena aku bilang, Jakarta itu kebahagiaan untuk aku. Aku nggak pernah ngasih tau Mama alasan aku mau balik lagi ke Jakarta.”

“Jadi sampai sekarang Mama nggak tau alasannya?” Sienna bertanya.

Alvaro mengangguk, “Sampai sekarang, cuma Bang Aufar yang tau. Beliau tau karena beliau udah kerja sama aku dari aku mulai karir di film pertama. Bang Aufar juga yang bantu aku buat wujudin cita-cita aku pengen pindah ke Jakarta.”

Sienna mengernyitkan alisnya. “Aku boleh tau alasan itu?” Dengan wajah lugunya, Sienna bertanya. Ekspresi Sienna itu lantas membaut Alvaro tertawa.

“Boleh. Habis ini aku kasih tau ya,” ujar Alvaro.

“Habis pindah ke Jakarta, aku dapet tawaran peran utama film pertamaku. Waktu itu Pak Parvez percaya banget sama aku, padahal aku ngerasa ragu. Waktu itu aku masih lanjutin sekolah, walaupun pendidikan jadi yang nomor dua, karena aku harus banyak ikut kelas akting, dan itu nyita waktu banget.”

Berkat usaha keras Alvaro, dan ada waktu tidur yang dikorbankan, waktu belajar dan bermain yang juga tersingkirkan. Pada akhirnya Alvaro berhasil membuat film pertamanya meledak di pasaran. Penontonnya mencapai angkat 10 juta dalam waktu penayangan satu bulan, dan hal tersebut merupakan pencapaian yang fantasis.

“Bang Aufar masih bantuin aku buat nyari orang yang aku cari, orang yang bikin aku pengen balik ke Jakarta. Selama proses itu, aku ketemu Marsha dan yaa … kita akhirnya berhubungan. Aku lupa sama tujuan aku ke Jakarta untuk ketemu sama seorang perempuan.”

Saat itu Alvaro hampir menyerah dan berpikir bahwa mungkin dirinya dan gadis itu tidak berjodoh. Jadi alasan Alvaro ingin tinggal di Jakarta lagi adalah karena ia ingin mencari dan bertemu dengan sosok gadis yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta. Gadis tersebut adalah cinta pertama Alvaro saat masih di Sekolah Dasar. Gadis yang tidak disangka kini telah menjadi wanitanya, yang kini mendengar cerita masa lalunya sambil didekap hangat oleh kedua lengannya.

Bendungan air mata Sienna yang tadi tertahan akhirnya membeludak begitu saja. Sienna terkejut, ia tidak menyangka bahwa sedari tadi alasan yang dibicarakan Alvaro itu adalah dirinya.

“Waktu itu aku ungkapin perasaan aku ke dia sebelum lulus sekolah. Karena aku pikir setelah kita lulus sekolah, aku nggak akan bisa ketemu dia lagi. Pikiran itu konyol banget, mana ada anak SD yang mikirin hal kayak gitu, tapi itu kenyataannya. Aku nggak terlalu paham arti cinta dan rasa suka sama seseorang, tapi yang jelas, aku nggak mau jauh dari dia. Aku pengen ketemu dia lagi, walaupun mungkin dia bakal lari kalau ketemu sama aku.”

Sienna dibawa kembali pada 14 tahun lalu. Saat itu Alvaro menyatakan perasaan padanya ketika mereka masih sama-sama belia. Di depan teman-teman sekelas mereka, Alvaro mengatakan bahwa ia menyukai Sienna dan ingin menjadi pacarnya. Namun Sienna langsung menolak Alvaro dan setiap mereka bertemu, Sienna akan langsung lari sejauh mungkin dari Alvaro.

“Sienna, aku berusaha cari keberadaan kamu, tapi aku nggak nemuin kamu. Sampai akhirnya kita ketemu lagi, aku sempet nyalahin diriku sendiri karena aku punya masa lalu sama Marsha. Aku takut aku bakal kehilangan kamu dan kita nggak bisa bersama. Aku laki-laki yang punya masa lalu yang mungkin nggak bisa diterima dengan mudah. Aku punya anak dari hasil hubungan aku sama Marsha, sampai akhirnya aku tau kalau Marsha bohong sama aku tentang Gio. Malam itu aku hangover dan nggak inget apa pun. Beberapa minggu setelahnya, Marsha bilang ke aku kalau dia hamil anak aku. Aku dan Marsha nikah, tapi tiba-tiba dia pergi dan akhirnya aku tau ternyata itu demi laki-laki lain.”

Air mata Sienna telah kering, kini berganti air bening itu meluncur mulus dari pelupuk mata Alvaro.

Siapa yang menyangka bahwa rasa sakit yang dulu terjadi di hidup Alvaro, kini justru membawanya bertemu dengan gadis yang pernah membuatnya jatuh cinta. Berkali-kali, Sienna telah berhasil membuat Alvaro mencintainya.

Ditinggalkan oleh sosok yang sebelumnya Alvaro cintai, membuat Alvaro menyadari sesuatu. Bahwa sebesar apa pun cinta yang ia berikan untuk seseorang, kalau orang itu ingin pergi, maka ia akan tetap pergi. Tidak ada yang dapat menahan seseorang untuk tinggal kecuali orang itu ingin tinggal. Dari masa lalunya dengan Marsha, Alvaro ingin kembali menata hidupnya agar menjadi lebih baik. Alvaro ingin menemukan seseorang yang benar-benar bisa menyayanginya dan juga menyayangi anaknya.

“Aku hampir pengen nyerah waktu Papa nggak restuin hubungan kita. Aku nggak mungkin menikahi kamu tanpa restu orang tua, karena bagi aku itu juga hal yang penting.” Suara Alvaro terdengar begetar, isak kecil keluar mulus dari belah bibirnya.

“Tapi akhirnya aku mutusin buat tetep perjuangin kamu, buat masa depan kita. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sienna.”

Sienna menatap Alvaro lekat, lalu detik berikutnya ia berujar, “Al, kamu udah hadapain banyak hal luar biasa. Kamu hebat, dan semua orang tau itu. Mama kamu, beliau bangga banget sama kamu. Kamu udah berjuang sejauh ini, nggak cuma untuk diri kamu, tapi untuk Mama, Gio, dan untuk masa depan kita. Aku bangga sama kamu,” Sienna mengakhiri ucapannya dan ia segera membawa torso Alavro ke dalam dekapannya. Sienna masih terisak kecil, tapi isakan Alvaro justru terdengar lebih kencang darinya.

Apa yang sekarang Alvaro tuai, merupakan hasil jerih payahnya sejak kecil, hasil lelah dan letihnya. Kehidupan yang serba berkecukupan sekarang, berhasil didapati Alvaro setelah melewati berbagai masa yang tidak mudah.

Sienna yang baru mendengar kisah hidup Alvaro pun dibuat tidak sanggup berkata-kata. Sienna berderai air mata karena membayangkan kerasnya kehidupan yang harus Alvaro lalui di usianya yang pada saat itu masih belia.

Alvaro ingat, bahkan pernah tidak memiliki uang jajan saat di sekolah menengah pertama. Alvaro telah melewati masa sulitnya dengan perjuangan yang tidak main-main. Alvaro kecil memiliki cita-cita untuk menjadi orang yang sukses di masa depan. Alasannya jelas, karena Alvaro tidak sanggup melihat orang-orang yang disayanginya merasa kesulitan.

Alvaro juga ingin tuntas melakukannya. Jadi bukan hanya berjuang untuk memiliki kehidupan yang layak, tapi juga berjuang untuk takdir cintanya. Alvaro ingin punya seseorang yang menyayanginya, yang menjaganya di saat ia kesulitan tidur, serta yang menyambut paginya dengan sebuah dekapan hangat. Jadi sesulit apapun rintangan itu, Alvaro akan berjuang untuk Sienna. Alvaro tidak akan kembali membiarkan dirinya kehilangan Sienna.

Ketika menjalani hubungan dengan Sienna, Alvaro tetaplah sosok yang sama dalam hal menunjukkan kasih sayangnya kepada pasangannya. Namun Alvaro kerap kali menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh, sebelum ia dan Sienna resmi terikat oleh pernikahan. Alvaro belajar dari masa lalunya dengan Marsha.

Alvaro begitu mencintai Sienna dan ingin membangun rumah yang nyaman untuk akhirnya nanti mereka tinggali bersama dengan anak-anak mereka.

Sienna adalah sosok gadis yang berhasil membuat Alvaro jauh cinta untuk yang kesekian kalinya, setelah bertahun-tahun Alvaro coba melupakan perasaannya. Sienna juga begitu menyayangi anaknya, jadi Alvaro tidak memiliki alasan untuk mundur begitu saja saat Papa Sienna tidak setuju terhadap hubungan mereka.

Alvaro gigih dalam menunjukkan bahwa ia bisa berubah menjadi orang yang lebih baik dari Alvaro yang dulu, dan menunjukkan pada orang tua Sienna bahwa ia pantas untuk putri mereka. Itu memang tidak mudah, tapi pada akhirnya Alvaro berhasil membuktikannya dan mewujudkan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.

Soal keluarga Zachary, Alvaro telah menerima mereka untuk memasuki hidupnya. Di acara pernikahannya, Alvaro mengundang mereka untuk hadir sebagai keluarganya. Alvaro tidak mengharapkan kata maaf dari mereka untuknya dan mamanya. Baginya yang terpenting adalah, dirinya sudah memaafkan mereka. Biar rasa bersalah dan maaf mereka itu menjadi urusan mereka sendiri.

“Sienna, aku udah maafin keluarga Papaku. Tapi aku nggak bisa lupain gimana rasa sakitnya waktu mereka nolak aku sama Mama. Is it oke?” Alvaro berujar lagi ketika mereka sama-sama belum memejamkan mata.

Sienna sedikti melonggarkan pelukan mereka, lalu ia menatap ke dalam iris gelap Alvaro sembari berujar. “Berdamai nggak harus melupakan, Al. Nggak papa, kamu nggak perlu maksa diri kamu untuk ngelupain rasa sakit itu. Kamu udah memaafkan mereka, udah nerima mereka masuk ke kehidupan kamu lagi. Kamu udah ngelakuin hal yang baik dan bijak.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Malam Penuh Cinta

Begitu Sienna keluar dari kamar mandi, ia mendapati Alvaro tengah duduk anteng menunggunya di ruang makan. Di meja telah tersaji dua jenis hidangan berbeda, minuman, serta ada sebuah dessert.

“Wow,” ucap Sienna begitu netranya mendapati dessert kesukaannya berada di sana. Sebuah strawberry cheesecake yang nampak cantik dan lezat itu berhasil membuat Sienna ingin segera mencicipinya.

“Kamu pesen dessert-nya satu doang?” Sienna bertanya sembari menarik kursi di hadapan Alvaro, lalu ia mendaratkan pantatnya di sana.

“Iya, aku nggak makan dessert soalnya,” jawab Alvaro.

“Kenapa? Bukannya kamu suka makanan manis?” Sienna bertanya dengan kedua alisnya yang bertaut.

“Pengen sih, tapi aku lagi ngurangin. Berat badan aku nggak boleh naik, nanti kena omel Kak Nat,” ujar Alvaro diiringi kekehannya.

“Ohhh…” Sienna lantas hanya beroh ria.

Sedikit banyak Sienna akhirnya tahu bahwa menjadi seorang aktor atau pun publik figure lainnya, nyatanya tidaklah mudah. Mereka yang melakukan profesi untuk tampil di depan layar, harus selalu menjaga penampilan agar tetap terlihat menawan di mata para penggemar. Tentunya tidak mudah untuk tetap terlihat berpenampilan menarik. Mereka harus mengatur pola makan, berolahraga secara rutin, dan tidak bisa sembarangan mengonsumsi makanan atau pun memakai produk perawatan.

Sienna sudah mulai menyantap ramen seafood-nya, perempuan itu tampak menikmati makanannya.

“Enak nggak ramennya? Harganya tadi lumayan mahal sih, sayang kan kalau rasanya kurang enak,” Alvaro berujar sembari memperhatikan Sienna makan.

Sienna lantas mengalihkan atensinya dari mangkuk ramennya kepada Alvaro. “Enak, lumayan. Kamu mau cobain?”

Alvaro pun mengangguk, lalu ia mencondongkan tubuhnya sedikit. Sienna mengambilkan sesendok ramen lengkap dengan kuahnya dan toping udang, lalu ia bergerak menyuapi Alvaro.

“Hmmm … enak juga. Worth it lah ya sama harganya,” ujar Alvaro begitu ia sudah mengunyah dan menelan ramennya.

“Tumben kamu mikirin soal harga, biasanya engga,” ucap Sienna.

“Kamu kan yang sering ingetin aku buat nggak terlalu boros. Tiba-tiba kepikiran aja, soalnya harag ramennya lumayan,” Alvaro tertawa pelan, ia lalu menyuap kembali makanan miliknya.

Sienna menatap Alvaro yang kembali menyantap makanan miliknya, lalu ia mengulaskan seuntai senyum.

“Sky, aku sadar uang itu hal yang berarti banget. Mungkin sekarang, bagi aku bisa dibilang cukup mudah buat dapetin uang, tapi aku nggak tau apa yang terjadi beberapa tahun ke depan. Dan aku pernah ngerasain titik di mana aku bener-bener nggak punya uang. Harusnya aku lebih bisa menghargai sesuatu yang dulu bikin aku mau kerja keras, sampai rasanya badan aku capek banget, baru bisa dapetin uang.”

Mendengar penuturan tersebut, Sienna sedikit tertegun. Setelah kalimat itu, tidak ada pembicaraan berarti di antara mereka selama menyantap makanan.

Selang beberapa menit kemudian, mereka akhirnya telah menghabiskan hidangan makan malam. Alvaro dan Sienna bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan melakukan rutinitas lainnya sebelum tidur.

“Al, tadi cheesecake-nya enak banget lho,” cetus Sienna begitu ia telah lebih dulu selesai menyikat giginya. Sienna juga telah mengaplikasikan skincare di wajahnya dan kini tengah menunggu Alvaro beres dengan rutinitasnya.

Alvaro rupanya lebih lama melakukan kegiatannya, padahal Sienna pikir lelaki akan lebih singkat dibandingkan perempuan.

Alvaro masih berkumur untuk membersihkan sisa busa bekas pasta gigi di mulutnya. Sienna di sana setia memperhatikan setiap gerakan yang Alvaro lakukan. Dari mulai pria itu mencuci wajah dengan face wash, membasuh sisa busa di wajahnya dengan air, mengusap wajah dengan handuk agar kering, sampai pria itu selesai menggunakan empat buah step skincare malam.

“Rasanya kayak lagi liat shooting iklan produk skincare ya,” komentar Sienna.

Seketika tawa Alvaro membuncah mendengarnya. Karena Alvaro telah selesai dengan seluruh kegiatannya, ia segera beralih kepada Sienna. Di tatapnya Sienna dengan tatapan gemas, sampai Sienna mundur beberapa langkah karena ia malah merasa gugup ditatap seperti itu.

“Kamu mau ke mana? Jangan jauh-jauh dong dari aku,” ucap Alvaro, lalu ia segera menghela pinggang Sienna agar perempuan itu kembali mendekat padanya.

“Kamu gugup ya?” tanya Alvaro sembari menatap lurus kepada Sienna.

“Engga tuh,” jawab Sienna.

“Kenapa gugup?” pertanyaan Alvaro lebih terdengar seperti pernyataan bagi Sienna.

Akhirnya Sienna tidak bisa mengelak lagi. “Rasanya masih aneh aja, kita udah nikah. Terus sekarang aku udah jadi istri orang, udah punya suami.”

“Kamu pengennya jadi anak kecil terus gitu emangnya?”

“Iya, kalau bisa. Soalnya anak kecil hidupnya kayak nggak punya beban.”

Alvaro masih setia membiarkan dirinya berada di jarak yang begitu dekat dengan Sienna. Jadilah Sienna disuguhi pemandangan wajah Alvaro. Sedekat ini, dan seintens ini Alvaro menatapnya, dan hanya Sienna-lah yang memiliki tatapan ini.

“Suami aku beneran ganteng banget ya,” celetuk Sienna.

“Iyalah, masa boongan gantengnya,” balas Alvaro.

Sienna seketika mendecih kecil. “Kalau di layar biasa aja tuh kayaknya, tapi aslinya lebih ganteng sih,” ujarnya.

“Oke. Jadi lebih enak liat langsung dari pada di layar gitu, ya?”

Sienna mengangguk dua kali, membenarkan ucapan itu. Sienna juga setuju jika seorang aktor harus memiliki daya tarik selain kemampuan berakting

Setelah pembicaraan itu, Sienna berujar lagi. “Tidur, yuk. Kamu udah ngantuk belum?”

“Aku belum ngantuk.”

“Kok gitu? Al … jangan bilang kamu …”

“Apa?”

“Kamu beneran mau kita lakuin itu malem ini?” Sienna bertanya dengan nada tidak yakin.

“Kalau aku bilang mau, gimana?” Alvaro menatap Sienna dengan tatapan jenaka dan menggoda khasnya, yang mana itu berhasil membuat Sienna langsung bersemu. Kini kedua pipi Sienna tampak memerah, kontras dengan kulit putihnya.

“Yaa kalau kamu mau, aku nggak jadi tidur. Istri harus nurut sama suaminya, kan?” ujar Sienna.

Alvaro justru tertawa mendengar ujaran Sienna. “Iya, bener istri harus nurut sama suaminya. Tapi kalau kamu ngantuk dan cape, yaa besok nggak papa. Kita tidur aja sekarang.”

Alvaro baru akan meraih tangan Sienna untuk mengajaknya ke kamar, tapi Sienna tiba-tiba menahan pergerakannya. “Al, ayo kita coba malam ini,” ucap Sienna.

“Kamu yakin?” Alvaro bertanya untuk memastikan, kedua alisnya tampak bertaut.

“Iya. Soalnya aku juga pengen,” Sienna berucap dengan nada pelan, ia sejujurnya malu sekali mengatakannya.

Sienna pun mengulum bibirnya ke dalam, ia tampak gugup. Sienna menatap Alvaro dengan tatapan malu-malu, pasalnya ia terang-terangan mengatakannya. Entahlah, mulutnya rasanya tidak memiliki rem.

“Oke, kita bisa lakuin itu malam ini,” putus Alvaro.

Sienna mengangguk. “Kamu tunggu di kamar dulu ya. Aku mau ganti baju,” tutur Sienna.

Mendengar penuturan itu, seketika wajah Alvaro tampak berseri-seri.

Sebelum berlalu meninggalkan Sienna di sana, Alvaro mencondongkan tubuhnya kepada Sienna. Kemudian dengan satu gerakan pasti, Alvaro memberikan kecupan di puncak kepala Sienna dan sekilas mengusap surai perempuannya.

“Aku tunggu ya,” ucap Alvaro sebelum akhirnya berlalu dari sana.

***

Cinta itu adalah perasaan yang sejatinya harus dapat dirasakan oleh hati manusia. Sienna pernah mendengar ada kalimat yang mengatakan jika dia mencintai kamu, maka kamu akan mengetahuinya, kamu tidak akan mencari tahu dan jadi kebingungan sendiri. Kalimat tersebut sesuai dengan apa yang Sienna rasakan ketika ia bertemu Alvaro dan berakhir mencintai pria itu. Setiap waktu yang mereka habiskan bersama, Sienna selalu mampu merasakan cinta itu. Sienna tidak pernah bertaya atau bingung apakah Alvaro mencintainya atau tidak, karena Sienna sudah tahu jawabannya.

Alvaro memperlakukan Sienna dengan sangat istimewa dan penuh cinta. Rasanya Sienna betul-betul bahagia. Ia menikah dengan seorang pria yang dulu mengincarnya, pria yang saat ini tergila-gila padanya, dan pria yang amat mencintainya.

Sienna rela menyerahkan dirinya seutuhnya untuk Alvaro. Malam ini, mereka sungguh akan melakukannya.

Mereka telah melakukan foreplay dan akhirnya kegiatan itu berlangsung selama hampir 20 menit.

Keduanya kemudian beristirahat sejenak sebelum masuk ke bagian inti. Alvaro merebahkan tubuhnya di samping Sienna, setelah sebelumnya pria itu berada di atas Sienna.

Helaan nafas Alvaro terdengar indah dan seksi memenuhi indera pendengaran Sienna. Sienna juga masih berusaha mengatur pernapasannya setelah melakukan kegaitan yang cukup menguras tenaga. Tubuh Sienna yang setengah telanjang, lantas di bawa ke dekapan Alvaro. Katanya, supaya Sienna tidak kedinginan.

“Al, it was so amazing. Thank you,” ucap Sienna pelan.

Alvaro dengan lembjt mengurai pelukan mereka, tapi masih tidak jauh-jauh dari Sienna. Alvaro menatap ke dalam iris gelap milik Sienna, lalu ia berujar, “Sky, kamu tau, nggak ada perasaan yang lebih baik saat aku tau orang yang aku cinta juga cinta sama aku.”

Sienna seketika merasakan matanya memanas setelah mendengar penuturan Alvaro. Sienna tidak tahu kenapa ia begitu merasa lebih melankolis malam ini. Alvaro memperhatikan Sienna dan tahu bahwa perempuannya itu akan menangis.

“Hei, don’t cry,” ucap Alvaro. Namun Sienna tidak bisa menahan tangisnya, air matanya tumpah begitu saja tanpa sebuah alasan yang pasti.

Alvaro akhirnya segera membawa torso Sienna kembali masuk ke dalam dekapannya. Masih sedikit sesenggukan, Sienna berujar di dekat Alvaro, “Al, kamu jangan terlalu ketat ya kurangin makannya. Nanti kamu sakit.”

Alvaro sedikit tertegun mendapati ucapan Sienna itu. Namun setelahnya, kedua ujung bibirnya tertarik bersamaan membentuk sebuah senyuman. “Iya, Sayang. Aku diet sewajarnya kok. Kamu nggak perlu khawatir, yaa?”

Sienna perlahan mengurai pelukan mereka. Sienna menatap Alvaro dengan matanya yang nampak sedikit sembap. “Aku nggak tau, sampe kapan aku bisa liat masa depan lewat mimpi. Akan ada sedihnya, nggak selalu seneng. Tapi sekarang aku nggak khawatir lagi soal itu, Al.”

Sienna menjeda ucapannya sesaat. Atensi Alvaro hanya tertuju pada Sienna, setiap kalimat perempuan itu baginya adalah melodi indah yang selalu ingin ia dengar.

Sienna menghela napasnya dan setelah dirasa siap mengatakannya, Sienna pun berujar lagi. “Aku yakin sesulit apa pun rintangannya, aku akan bisa laluin itu kalau sama kamu. Aku bisa ngubah takdir dengan kemampuan aku. Tapi kalau itu takdir buruk, aku lebih milih buat hadapain itu, biar aku tau cara ngatasinnya. Dari dulu aku selalu coba menghindar dan milih buat ngubah takdir buruk jadi takdir baik. Tapi pada akhirnya, justru itu yang buat aku makin lemah, karena aku nggak pernah tau cara ngatasin rasa sakit dan rasa sedihnya. Sekarang aku mau hadapin apa pun itu, asal sama kamu.”

Sienna memang bisa mengubah takdir, tapi kini ia telah sampai di titik di mana tidak lagi ingin mengubah takdir itu. Sienna lebih memilih untuk melaluinya seburuk apa pun kenyataannya, agar ia bisa menemukan cara untuk mengatasinya. Jika ada luka, maka akan ada obat untuk menyembuhkannya. Jika ada hujan, maka akan muncul pelangi setelahnya. Jika ada tangis, maka akan ada senyum sesudahnya.

“Sky, kita bakal selalui rintangan itu bareng, ya. Sesulit apa pun nantinya,” ujar Alvaro.

***

Kissing

Jemari-jemari besar Alvaro terulur untuk meraih jemari-jemari mungil Sienna. Dengan satu gerakan, Alvaro akhirnya berhasil menggenggam tangan itu. Bibir lembap Alvaro lantas mengecup punggung tangan Sienna, yang kemudian memberikan sensasi juga gelenyar menakjubkan di dalam diri Sienna.

“Sienna …” Alvaro berucap dengan suara lemahnya. Sienna kini tengah duduk di atas pangkuan Alvaro, mereka baru saja berciuman untuk waktu yang lama.

“Hmm?” Sienna menyahut pelan. Netranya dan netra Alvaro saling bertemu. Pendar mata Alvaro yang teduh dan selalu menatapnya dengan tatapan memuja itu, membuat Sienna sukses hanyut dalam dekapan hangat bernama cinta.

I want to feel you,” ujar Alvaro sembari masih menatap lekat ke kepada Sienna.

Sienna mengangguk satu kali. “I wanna feel you too,” lanjut Sienna.

Mereka sudah saling merasakan dan mencicipi setiap inci dari tubuh masing-masing, tapi masih ada satu inti yang belum mereka capai. Itu jadi memakan waktu yang cukup lama, karena yang terjadi adalah Alvaro dan Sienna malah tertawa ketika mereka akan mencapai puncak tersebut.

“Al,” ujar Sienna.

“Iya, Sayang?”

“Kali ini serius ya, kamu jangan ketawa lagi.”

“Kamu juga ketawa, Sayang.”

“Iya. Aku ketawa kan karena kamu ketawa,” ucap Sienna dengan suaranya yang memelan karena ia merasa malu mengatakannya.

“Yaa ... aku gugup, Sayang. Tadi padahal udah pas banget itu momennya, tapi malah balik ke bentuk semula, jadi nggak bisa masuk deh,” ujar Alvaro.

Sienna lantas menghela satu sisi wajah Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di permukaan kulit itu. “Coba serius dikit, okey? Tadi dikit lagi udah mau masuk, tapi nggak jadi karena kita berdua malah ketawa.”

“Iya, Sayang. Yuk kita coba lagi, ya?”

Alvaro mengulum bibirnya ke dalam, ia berusaha serius dan tidak lagi tertawa. Namun tadi Alvaro memang tidak bisa menahan tawanya. Pasalnya Sienna telah melihat adik kecilnya yang menegang dan mengeras, tapi begitu akan menembus milik Sienna, Alvaro malah terlalu gugup hingga membuat juniornya kembali ke bentuk semula.

“Bener mau sekarang nih?” Sienna bertanya pada Alvaro untuk memastikan.

Alvaro mengangguk sekali dengan yakin.

Kemudian Alvaro kembali memposisikan dirinya berada di atas Sienna. Pandangan mereka bertemu dengan jarak yang minim, lalu Alvaro kesekian kalinya mengecup belah bibir Sienna. Saat Alvaro melakukannya, Sienna mengusap bagian belakang kepala Alvaro. Jemari Sienna menyelip di antara helai halus rambut Alvaro, juga memberi usapan sensual di sana. Sienna mendesahkan napasnya tanda kenikmatan, lalu dengan isyarat gerakan tangan, Sienna meminta Alvaro untuk turun dan mengecup puncak dadanya.

Di permukaan kulit dada Sienna, Alvaro menjalarkan lidahnya di sana setelah sebelumnya jemarinya yang bermain menyentuh kedua benda itu.

Sienna melenguh an melengkungkan punggungnya ke atas begitu Alvaro semakin mahir menyentuhnya. Dari ujung kepala hingga kaki, seluruh milik Sienna telah dijamah oleh Alvaro.

“Sayang, aku masuk sekarang ya?” Alvaro bertanya setelah sekitar 5 menit lebih mereka melakukan pemanasan.

“Hmm,” Sienna mengiyakan sembari mengangguk pelan.

Peluh yang membanjiri kening Sienna hingga pelipisnya, diusap pelan oleh Alvaro.

“Al, every inch you touch me, I feel like I’m in heaven,” ucap Sienna.

Alvaro lantas menorehkan senyumnya. Senyum itu terasa menyejukkan dan menyirami hati Sienna, membuatnya merasa begitu damai.

Sienna sudah siap melakukannya, meski masih ada rasa gugup, ia pikir itu normal. Itulah rasa cinta yang tengah dirasakannya, dan artinya Sienna akan melakukannya dengan orang yang tepat.

Sienna kembali mendapati milik Alvaro yang sudah menegang. Ia menyentuh dan menggerakkan benda panjang dan keras itu dengan tangannya selama beberapa detik, baru setelahnya Alvaro mulai bergerak maju untuk melakukan penyatuan mereka.

Alvaro mengecup bibir Sienna dengan halus begitu miliknya mulai menyapa milik Sienna di bawah sana. Sienna merasakannya, matanya membeliak secara otomatis begitu ada rasa kurang nyaman di bawahnya. Ada sesuatu yang tengah menyentuh area sensitifnya. Dari yang awalnya hanya menyentuh, akhirnya benda itu mendobrak untuk memasuki relungnya.

“Al, udah masuk ya?” Sienna bertanya dengan nada lirih karena tengah merasakan rasa sakit.

“Hmm,” Alvaro bergumam pelan.

“Sayang, ini bakal lebih sakit. Kamu tahan ya,” ucap Alvaro lagi.

Begitu Alvaro memperdalam miliknya untuk seluruhnya memasuki Sienna, Alvaro mendapati Sienna menangis. Air mata perempuan itu luruh begitu saja, tapi sebuah senyum manis terukir di wajah cantiknya.

“Al, we did it,” ucap Sienna.

Yes, Babe,” balas Alvaro sembari menghembuskan nafasnya dengan helaan yang panjang.

Ketika Sienna mengamati paras Alvaro, tangisnya justru semakin menjadi. Sienna terisak, sebuah tangis tanda bahagia.

I love you, Al,” ucap Sienna dengan suara lemahnya.

“*I love you ... *” balas Alvaro lalu kembali mengecup bibir Sienna.

Alvaro juga menangis, Sienna dapat merasakan air mata lelaki itu di atas wajahnya, menyatu dengan air mata miliknya.

Selama kurang lebih 10 menit, Alvaro masih membiarkan dirinya berada di dalam Sienna. Selama melakukannya, Sienna hampir tidak memejamkan matanya, ia ingin menatap cintanya, hanya itu saja.

Netra penuh cinta mereka saling menatap ketika Alvaro menggerakkan pinggangnya dengan gerakan yang terlihat indah. Alvaro semakin melancarkan miliknya pada Sienna, membuat perempuan itu sesekali melenguh dan mendaratkan tangannya di pundak Alvaro, memberi sedikit cengkeraman guna mencari kekuatan.

ML

“Al, masih lama ya?” Sienna bertanya.

“Sebentar lagi ya Sayang,” Alvaro sekali lagi menghentakkan miliknya di sana, hingga Sienna merasa begitu penuh dan ada hangat yang menjalar di dalam dirinya. Ada cairan yang menembus sampai ke perutnya, dan itu sukses membuat Sienna tertegun karena kenikmatan.

“Tadi aja susah masuk, sekarang nggak mau keluar,” celetuk Sienna.

Alvaro sukses tertawa. “Berulah dia, Sayang. Pas udah masuk malah betah,” ujar Alvaro.

Setelah beberapa detik kemudian, Alvaro akhirnya melepaskan adik kecilnya dari Sienna.

“Hei, Junior, thank you ya. You did a great job,” ujar Sienna setelah adegan pelepasan itu terjadi.

Alvaro lantas bergerak merebahkan tubuhnya di samping Sienna. Sienna menarik bed cover untuk menyelimuti dirinya dan juga Alvaro.

Alvaro dan Sienna mendekatkan tubuh, kemudian saling memeluk untuk menghangatkan raga polos yang digelitik oleh dinginnya hawa tengah malam.

Sienna tertawa pelan, lalu ia menutup mulutnya dengan satu tangan.

“Tuh kan, kamu ketawa lagi,” ucap Alvaro.

Sienna lantas berusaha menghentikan tawanya, lalu ia menatap Alvaro dengan tatapan gemas. Kemudian diusapnya sisi wajah prianya dan tidak lupa diberi sebuah kecupan singkat. “Habis kamu lucu banget. Dari awal kita nangis-nangis dulu, ketawa, terus akhirnya nangis lagi pas udah masuk. Lama lagi angkatnya waktu udah masuk.”

“Aku nangis karena liat kamu nangis. Sakit ya Sayang?”

“Sakit sih, lumayan. Tapi aku happy,” tutur Sienna.

“Oke, that’s a good news.”

“Sayang,” ujar Alvaro lagi.

“Hmm?”

“Kalau lama angkat, katanya kemungkinan bisa cepet hamil.”

“Iya, bisa jadi. Tadi lama banget, kan? Ada kali hampir 15 menit.”

“Kamu hebat banget, Sayang,” tambah Sienna.

“Kamu juga. Padahal seharian ini kita sama-sama capek. Tapi kamu hebat banget,” timpal Alvaro.

Akhirnya tawa mereka kembali membuncah secara bersamaan. Rasanya malu ketika mengingat dan terpaksa jadi membayangkannya lagi, tapi itulah adanya. Toh mereka memang akan melakukannya, tidak perlu merasa malu. Mereka telah menikah dan seharusnya tidak ada rasa canggung atau menutup diri dari pasangan.

“Al,” ujar Sienna ketika mereka sudah akan memejamkan mata. Namun Sienna kembali membuka netranya, membuat Alvaro melakukan hal yang sama dengan yang perempuan itu lakukan.

“Kenapa Sayang?” Alvaro menatap Sienna sembari bertanya.

“Aku belum bisa tidur, tiba-tiba nggak ngantuk. Boleh ceritain sesuatu nggak? Gio bilang, kamu sering bacain dia cerita kalau nggak bisa tidur. Aku juga mau didongengin,” ujar Sienna.

“Oke,” Alvaro tersenyum. “Kamu mau diceritain apa?” Alvaro lalu sedikit melonggarkan pelukan mereka, agar ia bisa menatap pada netra Sienna.

Sienna kemudian mengatakan bahwa ia ingin mendengar cerita tentang perjalanan karir Alvaro. Lebih tepatnya, saat Alvaro akhirnya menetap tinggal di Bali setelah meninggalkan kota Jakarta.

“Waktu itu, baru beberapa hari aku masuk sekolah SMP, Papa meninggal karena serangan jantung. Papa nggak ninggalin harta yang cukup untuk aku sama Mama, ekonomi keluarga langsung merosot gitu aja.”

Alvaro menjeda ucapannya. Alvaro dapat menceritakan masa lalunya, itu karena ia telah berdamai dengan semua yang kelam itu dan mengambil pelajaran baik dari apa yang dialaminya.

“Keluarga Papa awalnya bilang mau bantu, tapi kenyataannya berbeda. Akhirnya aku sama Mama mutusin buat pindah ke Bali. Untuk aku dan sama Mama, Jakarta cuma ngasih rasa sakit.”

Inggit memiliki sanak keluarga yang memang tinggal menetap di Bali. Akhirnya di sana Alvaro dan Inggit mencoba memulai kehidupan mereka yang baru. Inggit mencari kerja dan mendapat sedikit penghasilan guna menyambung hidup mereka.

“Aku terpaksa pindah sekolah dan harus adaptasi lagi sama lingkungan di sana. Rasanya di awal agak berat, tapi aku pikir aku harus bisa lulus sekolah. Biar aku bisa bikin Mama bangga dan nanti bisa cari uang.”

Sienna mendengarkan cerita itu dengan seksama, meskipun setiap kalimat yang terucap dari bibir Alvaro, rasanya seperti mengiris hati Sienna.

Sienna lantas mengatakan ia tidak ingin mendengarnya lagi. Namun Alvaro bertekad menyelesaikan ceritanya. Alvaro yakin bahwa dirinya telah berdamai dengan semua itu, jadi tidak masalah untuk menceritakannya. Terlebih, Alvaro memang ingin Sienna mendengar langsung cerita tersebut darinya.

“Tahun pertama di sekolah, wali kelas aku bilang kalau beliau bangga sama nilai aku. Waktu ngambil rapot kenaikan kelas, aku dapet ranking 3 besar dan Mama bangga banget. Tapi aku sadar kalau pendidikan itu butuh biaya yang nggak sedikit. Waktu itu aku mikir, lebih baik aku nggak lanjutin sekolah, aku mau cari uang aja. Terus aku punya kesempatan buat kerja part time di tempat shooting.”

“Mama tau … kalau kamu kerja?” Sienna bertanya.

Alvaro menggeleng. “Aku nggak mau Mama sampai tau, karena pasti beliau nggak akan setuju dan aku nggak mau bikin Mama sedih.”

Sienna yang membayangkannya pun merasa miris. Bagaimana bisa seorang anak remaja yang masih di bawah umur sudah bekerja paruh waktu, tentu itu tidak mudah. Sienna ingat di saat yang sama di umurnya waktu itu, dirinya hanya memikirkan tentang belajar, bermain, dan kerja kelompok dengan teman-temannya. Rupanya kehidupan Alvaro jauh berbeda dibandingkan dengannya. Betapa beratnya saat-saat itu bagi Alvaro.

“Waktu itu aku cuma anak kecil yang berharap, kalau suatu hari aku bisa berakting kayak aktor-aktor itu. Setiap ngeliat mereka di depan kamera, aku selalu merasa kagum. Mereka unik, hebat, dan pekerjaan seni peran itu nggak semudah yang mayoritas orang pikirin.”

Alvaro menjeda lagi ucapannya, ia lalu menorehkan senyum lembutnya.

“Karena aku lumayan sering ada di tempat shooting, ada satu produser yang akhirnya nawarin aku buat ikut casting. Beliau bilang kalau beliau butuh pemeran sampingan untuk anak laki-laki remaja, dan dia tertarik untuk ngajak aku shooting. Mama belum tau, padahal aku udah ikut casting waktu itu. Aku sering latihan akting di tempat shooting, diajarin juga sama beberapa aktor senior di sana. Sampai akhirnya aku lulus casting, aku mau nggak mau harus bilang ke Mama untuk dapet izin main film. Mama awalnya nggak setuju dan pengen aku fokus belajar aja. Mama bilang beliau masih bisa biayain aku sekolah. Mama sedih banget tau aku selama ini kerja buat cari uang. Aku hampir kehilangan harapan waktu itu, tapi Tuhan ternyata ngasih aku kesempatan.”

Alvaro menjeda ucapannya, netranya mengarah pada langit-langit kamar. Tentu masih ada rasa sedih kala mengingat masa-masa sulit itu.

Alvaro kembali mengarahkan tatapannya pada Sienna, lalu ia berujar lagi, “Mama tiba-tiba dateng ke tempat shooting. Beliau liat aku latihan akting dan akhirnya izinin aku buat main film.”

Dari satu peran pendamping yang Alvaro lakoni saat itu, karirnya di dunia seni peran pun dimulai. Sosok aktor remaja bernama Alvaro Zachary mulai dikenal dan menarik perhatian beberapa sutradara serta pemilik rumah produksi film.

Dari satu film tersebut, akhirnya Alvaro mendapat lagi tawaran peran di film lainnya. Tidak hanya itu, Alvaro mendapat banyak tawaran untuk membintangi iklan yang sesuai dengan usianya kala itu.

Alvaro mendapat pundi-pundi uang dari hasil kerja kerasnya, yang akhirnya bisa digunakan untuk membeli sebuah rumah yang cukup besar untuk mamanya di Jakarta. Rumah di daerah Menteng yang waktu itu Sienna datangi, adalah bentuk nyata dari hasil jerih payah Alvaro.

“Setelah beli rumah, aku ngajak Mama untuk pindah ke Jakarta. Mama awalnya nggak mau, karena beliau pikir Jakarta ninggalin luka yang belum sembuh untuk aku. Tapi akhirnya Mama setuju untuk pindah, karena aku bilang, Jakarta itu kebahagiaan untuk aku. Aku nggak pernah ngasih tau Mama alasan aku mau balik lagi ke Jakarta.”

“Jadi sampai sekarang Mama nggak tau alasannya?” Sienna bertanya.

Alvaro mengangguk, “Sampai sekarang, cuma Bang Aufar yang tau. Beliau tau karena beliau udah kerja sama aku dari aku mulai karir di film pertama. Bang Aufar juga yang bantu aku buat wujudin cita-cita aku pengen pindah ke Jakarta.”

Sienna mengernyitkan alisnya. “Aku boleh tau alasan itu?” Dengan wajah lugunya, Sienna bertanya. Ekspresi Sienna itu lantas membaut Alvaro tertawa.

“Boleh. Habis ini aku kasih tau, ya,” ujar Alvaro.

“Habis pindah ke Jakarta, aku dapet tawaran peran utama film pertamaku. Waktu itu Pak Parvez percaya banget sama aku, padahal aku ngerasa ragu. Waktu itu aku masih lanjutin sekolah, walaupun pendidikan jadi yang nomor dua, karena aku harus banyak ikut kelas akting, dan itu nyita waktu banget.”

Berkat usaha keras Alvaro, dan ada waktu tidur yang dikorbankan, waktu belajar dan bermain yang juga tersingkirkan. Pada akhirnya Alvaro berhasil membuat film pertamanya meledak di pasaran. Penontonnya mencapai angkat 10 juta dalam waktu penayangan satu bulan, dan hal tersebut merupakan pencapaian yang fantasis.

“Bang Aufar masih bantuin aku buat nyari orang yang aku cari, orang yang bikin aku pengen balik ke Jakarta. Selama proses itu, aku ketemu Marsha dan yaa … kita akhirnya berhubungan. Aku lupa sama tujuan aku ke Jakarta untuk ketemu sama seorang perempuan.”

Saat itu Alvaro hampir menyerah dan berpikir bahwa mungkin dirinya dan gadis itu tidak berjodoh. Jadi alasan Alvaro ingin tinggal di Jakarta lagi adalah karena ia ingin mencari dan bertemu dengan sosok gadis yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta. Gadis tersebut adalah cinta pertama Alvaro saat masih di Sekolah Dasar. Gadis yang tidak disangka kini telah menjadi wanitanya, yang kini mendengar cerita masa lalunya sambil didekap hangat oleh kedua lengannya.

Bendungan air mata Sienna yang tadi tertahan akhirnya membeludak begitu saja. Sienna terkejut, ia tidak menyangka bahwa sedari tadi alasan yang dibicarakan Alvaro itu adalah dirinya.

“Waktu itu aku ungkapin perasaan aku ke dia sebelum lulus sekolah. Karena aku pikir setelah kita lulus sekolah, aku nggak akan bisa ketemu dia lagi. Pikiran itu konyol banget, mana ada anak SD yang mikirin hal kayak gitu, tapi itu kenyataannya. Aku nggak terlalu paham arti cinta dan rasa suka sama seseorang, tapi yang jelas, aku nggak mau jauh dari dia. Aku pengen ketemu dia lagi, walaupun mungkin dia bakal lari kalau ketemu sama aku.”

Sienna dibawa kembali pada 14 tahun lalu. Saat itu Alvaro menyatakan perasaan padanya ketika mereka masih sama-sama belia. Di depan teman-teman sekelas mereka, Alvaro mengatakan bahwa ia menyukai Sienna dan ingin menjadi pacarnya. Namun Sienna langsung menolak Alvaro dan setiap mereka bertemu, Sienna akan langsung lari sejauh mungkin dari Alvaro.

“Sienna, aku berusaha cari keberadaan kamu, tapi aku nggak nemuin kamu. Sampai akhirnya kita ketemu lagi, aku sempet nyalahin diriku sendiri karena aku punya masa lalu sama Marsha. Aku takut aku bakal kehilangan kamu dan kita nggak bisa bersama. Aku laki-laki yang punya masa lalu yang mungkin nggak bisa diterima dengan mudah. Aku punya anak dari hasil hubungan aku sama Marsha, sampai akhirnya aku tau kalau Marsha bohong sama aku tentang Gio. Malam itu aku hangover dan nggak inget apa pun. Beberapa minggu setelahnya, Marsha bilang ke aku kalau dia hamil anak aku. Aku dan Marsha nikah, tapi tiba-tiba dia pergi dan aku tau ternyata itu demi laki-laki lain.”

Air mata Sienna telah kering, kini berganti air bening itu meluncur mulus dari pelupuk mata Alvaro.

Siapa yang menyangka bahwa rasa sakit yang dulu terjadi di hidup Alvaro, kini justru membawanya bertemu dengan gadis yang pernah membuatnya jatuh cinta. Berkali-kali, Sienna telah berhasil membuat Alvaro mencintainya.

Ditinggalkan oleh sosok yang sebelumnya Alvaro cintai, membuat Alvaro menyadari sesuatu. Bahwa sebesar apa pun cinta yang ia berikan untuk seseorang, kalau orang itu ingin pergi, maka ia akan tetap pergi. Tidak ada yang dapat menahan seseorang untuk tinggal kecuali orang itu ingin tinggal. Dari masa lalunya dengan Marsha, Alvaro ingin kembali menata hidupnya agar menjadi lebih baik. Alvaro ingin menemukan seseorang yang benar-benar bisa menyayanginya dan juga menyayangi anaknya.

“Aku hampir pengen nyerah waktu Papa nggak restuin hubungan kita. Aku nggak mungkin menikahi kamu tanpa restu orang tua, karena bagi aku itu juga hal yang penting.” Suara Alvaro terdengar begetar, isak kecil keluar mulus dari belah bibirnya.

“Tapi akhirnya aku mutusin buat tetep perjuangin kamu, buat masa depan kita. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sienna.”

Sienna menatap Alvaro lekat, lalu detik berikutnya ia berujar, “Al, kamu udah ngelaluin banyak hal luar biasa. Kamu hebat, dan semua orang tau itu. Mama kamu, beliau bangga banget sama kamu. Kamu udah berjuang sejauh ini, nggak cuma untuk diri kamu, tapi untuk Mama, untuk Gio, dan untuk masa depan kita. Aku bangga sama kamu,” Sienna mengakhiri ucapannya dan ia membawa torso Alavro ke dalam dekapannya. Sienna masih terisak kecil, tapi isakan Alvaro justru terdengar lebih kencang darinya.

Apa yang sekarang Alvaro tuai, merupakan hasil jerih payahnya sejak kecil, hasil lelah dan letihnya. Kehidupan yang serba berkecukupan sekarang, berhasil didapati Alvaro setelah melewati berbagai masa yang tidak mudah.

Sienna yang baru mendengar kisah hidup Alvaro pun dibuat tidak sanggup berkata-kata. Sienna berderai air mata karena membayangkan kerasnya kehidupan yang harus Alvaro lalui di usianya yang pada saat itu masih belia.

Alvaro ingat, bahkan pernah tidak memiliki uang jajan saat di sekolah menengah pertama. Alvaro telah melewati masa sulitnya dengan perjuangan yang tidak main-main. Alvaro kecil memiliki cita-cita untuk menjadi orang yang sukses di masa depan. Alasannya jelas, karena Alvaro tidak sanggup melihat orang-orang yang disayanginya merasa kesulitan.

Alvaro juga ingin tuntas melakukannya. Jadi bukan hanya berjuang untuk memiliki kehidupan yang layak, tapi juga berjuang untuk takdir cintanya. Alvaro ingin punya seseorang yang menyayanginya, yang menjaganya di saat ia kesulitan tidur, serta yang menyambut paginya dengan sebuah dekapan hangat. Jadi sesulit apapun rintangan itu, Alvaro akan berjuang untuk Sienna. Alvaro tidak akan kembali membiarkan dirinya kehilangan Sienna.

Ketika menjalani hubungan dengan Sienna, Alvaro tetaplah sosok yang sama dalam hal menunjukkan kasih sayangnya. Namun Alvaro kerap kali menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh sebelum ia dan Sienna resmi terikat oleh pernikahan. Alvaro begitu mencintai SIenna dan ingin membangun rumah yang nyaman untuk akhirnya nanti mereka tinggali bersama dengan anak-anak mereka.

Sienna adalah sosok gadis yang berhasil membuat Alvaro jauh cinta untuk yang kesekian kalinya, setelah bertahun-tahun Alvaro coba melupakan perasaannya kepada Sienna. Sienna juga begitu menyayangi anaknya, jadi Alvaro tidak ada alasan untuk mundur begitu saja saat Papa Sienna tidak setuju terhadap hubungan mereka.

Alvaro gigih dalam menunjukkan bahwa ia bisa berubah menjadi orang yang lebih baik dari Alvaro yang dulu, dan menunjukkan pada orang tua Sienna kalau ia pantas untuk putri mereka. Itu memang tidak mudah, tapi pada akhirnya Alvaro berhasil membuktikannya dan mewujudkan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.

“Sienna, aku udah maafin keluarga Papaku. Tapi aku nggak pernah bisa lupain gimana rasa sakitnya mereka nolak aku sama Mama. Is it oke?” Alvaro berujar lagi ketika mereka sama-sama belum memejamkan mata.

“Berdamai nggak harus melupakan, Al. Nggak papa, kamu nggak perlu maksa diri kamu untuk ngelupain rasa sakit itu. Kamu udah maafin mereka, kamu udah coba untuk nerima mereka masuk ke kehidupan kamu lagi, itu langkah yang bijak dan baik.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Resepsi pernikahan Alvaro dan Sienna diadakan di hari yang sama dengan hari pemberkatan. Acara tersebut berlangsung dari jam 5 sore hingga jam 9 malam.

Dengan kapasitas tamu yang cukup besar, maka venue yang digunakan pun juga memiliki daya tampung yang besar. Penyumbang tamu paling banyak rupanya adalah dari Alvaro, karena banyak kerabat artis dan juga orang-orang dari kalangan petinggi perusahan produksi film yang diundang ke sana.

Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tampak venue yang luas itu mulai lengang, para tamu telah pulang setelah menikmati pesta pernikahan. Banyak ucapan selamat yang diterima, doa untuk berbahagia, dan juga doa agar segera dikaruniai buah hati untuk kedua mempelai.

Di sebuah area dining khusus untuk keluarga di venue itu, tampak beberapa sanak keluarga yang masih berkumpul. Mereka nampak membicarakan beberapa hal dan raut gembira tergambar jelas di wajah mereka.

“Kamu mau minum apa?” Sienna bertanya pada Alvaro yang duduk di sampingnya.

“Air putih aja.”

“Oke, sebentar.” Sienna berlalu dari Alvaro dan meminta tolong seorang waiters mengambilkan minuman yang Alvaro minta.

Begitu minuman Alvaro datang, Alvaro mengambil gelasnya dengan satu tangan dan segera meneguk isinya, sementara satu lengannya harus menjaga Gio yang kini tengah tertidur di pelukannya.

Alvaro akhirnya kelelahan karena terlalu lama menggendong Gio dan memutuskan duduk sambil memangku Gio. Gio pun tak lama setelahnya tertidur di pelukan Alvaro, anak itu tampak sangat kelelahan.

“Cape banget pasti dia. Seharian aktif banget tadi. Biasanya tidur siang, tapi tadi kata Mama dia nggak istirahat sama sekali,” ucap Sienna.

“Iya, dia happy banget hari ini. Tambah nggak bisa diem deh,” Alvaro menimpali ucapan Sienna.

Sienna menatap wajah tertidur Gio yang terlihat damai itu. Detik berikutnya, tangannya terangkat untuk mengusap rambut Gio yang tampak lepek karena dibasahi keringat. “Kasiannya anak Bunda, sampe kuyup gini,” ucap Sienna.

Di tengah situasi itu, tidak lama kemudian tampak Inggit menghampiri Alvaro dan Sienna. “Al, Sienna, bawa Gio ke kamar Mama aja yuk sekarang. Kalian berdua kan juga harus istirahat,” ujar Inggit.

Alvaro dan Sienna lantas setuju dengan ujaran Inggit. Ini sudah sudah malam, dan bukan hanya Gio yang perlu istirahat di kamar, tapi Alvaro dan Sienna juga.

***

Alvaro dan Sienna mengantar Gio ke kamar yang malam ini Gio akan tempati bersama dengan Inggit. Gio terbangun ketika Alvaro meletakkan anaknya ke atas kasur.

Mata Gio telah terbuka dan masih tampak sayu, tapi bibirnya sudah mengoceh. “Gio tidur sama siapa malam ini? Papa sama Bunda tidur di mana?” tanya Gio.

“Gio malam ini tidurnya sama Oma dulu, ya. Papa sama Bunda tidurnya sekamar,” ujar Alvaro.

Gio diam saja, tampaknya anak itu tidak setuju mendengar ide tersebut.

“Gio kenapa, Sayang? Kok kayak sedih gitu?” Alvaro bertanya sembari mengusap kepala anaknya.

“Gio mau tidur sama Bunda sama Papa,” ujar Gio.

Inggit ingin memberi cucunya pengertian, tapi akhirnya Alvaro dan Sienna mengatakan bahwa mereka yang akan coba memberi pengertian kepada Gio.

Sienna lantas mengambil tempat di samping Gio, sementara Alvaro sedikit bergeser dari posisinya. “Gio, Sayang, dua orang yang sudah menikah, harus selalu saling menyayangi. Kayak dulu pas Gio kecil, Papa suka temenin Gio tidur, karena Papa sayang sama Gio. Nanti kalau Gio sudah besar, Gio akan paham kenapa orang yang sudah menikah harus tidur bersama untuk saling menyayangi.” Sienna mencoba menjelaskan kepada Gio dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak itu.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Gio mengangguk setuju. Setelah memeluk Alvaro dan bergantian juga memeluk Sienna, Gio pun membiarkan kedua orang tuanya berlalu. Gio menurut untuk malam ini tidur dengan Omanya.

Setelah diberi penjelasan, Gio pun cukup paham dan ingin juga Papa dan Bundanya saling menyayangi, jadi ia setuju agar Alvaro dan Sienna tidur bersama.

***

Alvaro membuka pintu kamar, lalu setelah Sienna masuk, Alvaro ikut masuk dan segera mengunci pintunya.

Kamar tipe president suit room yang akan ditempati olehnya dan Sienna malam ini, merupakan kamar impiannya juga. Bisa dibilang, kamar ini desainnya sesuai dengan selera Alvaro, jadi rasanya malam ini sudah lengkap kebahagiaannya.

Di kamar tersebut terdapat dinding kaca yang langsung menghadap ke arah gedung-gedung kota Jakarta. Di malam hari, pemandangan dari kamar mereka pun tampak sangat indah dan gemerlap.

“Jakarta rasa New York ya,” celetuk Sienna.

“Iya, dong. Kamu suka?”

“Suka banget.”

“Mau ke New York beneran?” tanya Alvaro.

“Hmm ... pengen sih.”

“Oke. Habis dari Vegas, kita ke New York aja.”

Alright.”

Setelah percakapan ringan tersebut, tatapan keduanya bertemu dan tanpa diperintah, kedua netra mereka saling mengunci. Tidak ada sepercik pun suara, hanya terdengar helaan pelan nafas mereka.

“Al, kamu mandi duluan, ya. Aku mau hapus makeup sama lepasin aksesoris,” ujar Sienna.

Alvaro mengangguk, tapi ia tidak langsung melepas Sienna untuk pergi dari hadapannya begitu saja. Alvaro bergerak merengkuh tubuh ramping Sienna, menyatukan tubuh mereka dalam rengkuhan kasih yang nyata. Seketika udaranya terasa hangat, Alvaro pun merasa nyaman berada di posisi mereka saat ini.

Hugging

Give me two minutes to hugging you like this,” ujar Alvaro.

“Oke,” Sienna mengiyakan permintaan Alvaro. Sienna pun membalas dekapan itu, ia melingkarkan lengannya pada torso Alvaro.

Alvaro hanya asal saja mengatakan dua menit. Nyatanya Sienna merasa mereka telah berpelukan lama sekali, dan sepertinya itu sudah lebih dari dua menit.

“Aku siapin baju kamu, jadi habis mandi kamu tinggal pake,” ucap Sienna begitu pelukan mereka terurai.

“Oke, Sayang. Eh kita belum makan malam lho. Aku pesen makanan ya buat kita?”

“Boleh. Aku mau ramen seafood ya, minumannya lychee tea.”

“Siap, Nyonya,” ujar Alvaro sembari mengacungkan ibu jarinya dan berjalan menjauh dari Sienna. Alvaro akan memesan makanan terlebih dulu baru setelah itu ia pergi mandi.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

4 bulan kemudian.

Kalau ditanya apa kebahagiaan bagi Sienna, ia akan mengatakan hal ini. Setiap insan ditakdirkan untuk hidup berpasang-pasangan. Dari lahir, beranjak balita, remaja, lalu dewasa, setiap orang akan melalui berbagai fase dalam hidupnya. Kemudian pada salah satu bagian, seseorang memiliki naluri untuk hidup bersama orang lain dan membangun rumahnya masing-masing. Rumah yang disebutkan bukan dalam artian sesungguhnya berupa bangunan. Namun rumah yang jadi tempat pulang, tempat untuk bersandar, tempat untuk mengadu sedih, serta dapat berupa seseorang yang berperan sebagai partner untuk menciptakan kebahagiaan. Kebahagiaan itu bisa dibuat sendiri, dan hari ini Sienna akan mewujudkan kebahagiaannya.

Pagi ini sejak pukul lima, Sienna telah berada di ruang rias untuk merias dirinya di hari pemberkatan pernikahannya. Sudah jauh-jauh hari dipikirkan, Sienna ingin menggunakan kemampuannya untuk mempercantik dirinya di hari spesialnya. Hal tersebut terasa lebih meaningful baginya, dan Sienna percaya bahwa ia mampu melakukannya.

Fia dan Naya ada di sana juga, mereka datang untuk mendampingi Sienna, berjaga-jaga kalau saja Sienna butuh bantuan. Ini sudah pukul 6, artinya sudah satu jam Sienna merias dirinya di depan kaca rias.

Fia yang sedang menatap pantulan wajah cantik Sienna dari kaca, tampak terharu dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Sienna yang lekas mendapati hal tersebut, segera beranjak dari posisi duduknya.

“Fia,” ucapnya sebelum akhirnya merengkuh torso Fia ke dekapannya.

Sienna berusaha menahan air matanya, tapi Fia malah sudah menangis tersedu. “Mbak, gue masih nyangka lo bakal nikah hari ini. Selamat ya, gue ikut bahagia. Gue kira setelah lo nikah, lo udah nggak kerja lagi. Gue bersyukur banget lo masih akan kerja, tim kita bakal tetep terus ada.”

Awalnya Fia merasa kehilangan saat tahu Sienna akan menikah. Fia pikir akan ada perubahan, yakni Sienna tidak akan bekerja lagi. Tentu Fia merasa sedikit sedih. Terang saja, sejak usaha tata rias milik Sienna dirintis, Fia telah bergabung dan ikut bersamanya untuk membesarkan usaha milik Sienna. Fia setia bekerja pada Sienna, meskipun layaknya bisnis pada umumnya, usaha Sienna juga mengalami naik dan turun.

“Iya, Fi. Gue sayang sama kerjaan gue, jadi nggak mungkin gue tinggalin,” ujar Sienna.

“Mbak, gue selalu doain biar lo bahagia terus ya,” ucap Fia.

Sienna lantas mengurai pelukannya. Sienna tersenyum terharu dan ketika air matanya meluncur, Fia segera mengambilkan tisu.

Sienna kemudian tertawa pelan. “Makeup-nya ngga luntur walaupun gue nangis, Fi. Tenang aja, ini racikan foundation-nya gue bikin anti badai,” ucap Sienna dengan nada sedikit bergurau.

“Harus anti badai banget, Mbak. Nanti pasti di altar lebih banjir lagi.”

“Oke, gue mau tambahin bedak taburnya lagi kalau gitu. Gue tadi udah pakai primer makeup yang ngunci banget, semoga tahan deh ya.”

***

Sienna with his bride gown

Sienna masih menunggu arahan dari pihak Wedding Organizer untuk keluar dari ruangan dan menuju altar. Sienna berada di ruang rias dan sedang melakukan beberapa kali pemotretan. Sienna nampak cantik dengan riasan natural glam-nya, ditambah gaun putih, serta mahkota yang tersemat di kepalanya, berhasil menyulap tampilannya menjadi seperti seorang ratu.

Beberapa orang dari WO dan tim fotografer ikut membantu Sienna melakukan sesi foto, mereka mengarahkan gaya dan memastikan semuanya berjalan lancar.

Di sana ada Renata dan Inggit juga yang beberapa jam lalu telah menemani Sienna. Sienna terlihat sedikit gugup, lantas Inggit menggenggam tangannya mencoba menenangkan calon menantunya itu.

“Sienna,” ucap Inggit.

“Iya, Mah?”

“Al juga gugup banget. Tadinya Gio mau ke sini ketemu kamu, tapi Al minta ditemenin sama anaknya. Jadi deh Gio temenin papanya,” cerita Inggit.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu ruangan menginterupsi mereka semua yang ada di sana. Setelah pintu dibukakan, seorang dari pihak Wedding Organizer memasuki ruangan.

“Yuk, udah bisa ke altar sekarang,” ujar perempuan di hadapan Sienna itu.

Sienna mengangguk, lalu ia beranjak dari duduknya. Seorang dari WO lainnya membantu memegangi veil dan gaunnya supaya tidak terinjak ketika ia berjalan.

Begitu Sienna keluar dari ruang rias, ia langsung mendapati sosok Fabio.

Papanya terlihat tersenyum sambil menatap ke arahnya. “Anak Papa cantik sekali,” ucap Fabio begitu langkahnya sampai di hadapan Sienna.

Sienna mendapati papanya tersenyum lembut, membuat senyumnya secara otomatis ikut terulas.

Kemudian sesuai arahan yang diberikan oleh pihak WO, Sienna akan berjalan ke altar didampingi oleh Fabio. Sienna meletakkan satu lengannya di lengan Fabio. Sienna nampak gugup, maka Fabio mengusap lembut punggung tangan putrinya. Fabio mengulaskan senyum menenangkan, berharap kegugupan Sienna dapat berangsur sirna.

Setelah dirasa sedikit lebih tenang, Sienna akhirnya bersedia untuk mulai melangkah. Fabio ikut melangkahkan kakinya, berjalan bersisian di samping putrinya.

Langkah demi langkah akhirnya mengantarkan Sienna untuk menuju altar.

Begitu memasuki ruangan pemberkatan, netra Sienna langsung mendapati sosok Alvaro di ujung altar. Sienna menatap lurus ke arah Alvaro yang hari ini tampak gagah dan tampan dengan setelan tuxedo hitamnya. Rambut hitam Alvaro ditata rapi ke belakang, menampakkan keningnya, gaya rambut yang selalu ia sukai dari Alvaro.

Di sepanjang jalan bertabur bunga mawar putih, Sienna melangkah dengan penuh keyakinan sambil matanya yang tidak lepas menatap Alvaro di depan sana.

Di kanan dan kiri Sienna, para tamu yang hadir menatap ke arahnya dengan tatapan bahagia. Sienna juga mencari keberadaan Gio di antara mereka, rupanya anak itu berada di barisan kursi kedua dari depan, bersama dengan Valiant dan Christo. Begitu pandangan Sienna bertemu dengan Gio, anak itu tersenyum ke arahnya sambil memanggilnya tanpa suara, tapi Sienna tahu apa yang tengah disebutkan Gio. “Bunda, Bunda cantik.” Kira-kira begitu yang Sienna tangkap.

Tersisa beberapa langkah lagi untuk Sienna sampai di depan altar. Tidak sampai 5 detik kemudian, Sienna akhirnya sampai.

Jaraknya dengan Alvaro kini hanya tersisa beberapa centi. Sebelum Fabio melepas genggamannya pada lengan Sienna, papanya itu mengatakan sesuatu di dekat Alvaro. “Al, Papa percayakan putri Papa sama kamu.”

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Fabio akhirnya meraih tangan Sienna untuk kemudian diserahkan kepada Alvaro. Alvaro meraih tangan Sienna, menyelipkan jemari-jemari mungil itu pada jemarinya yang berukuran lebih besar.

Fabio akrhinya undur diri dari sana, ia melangkah menuju salah satu kursi yang ada di barisan paling depan. Di sampingnya, Renata telah menunggunya. Renata lantas memperhatikan suaminya yang tengah menyeka bagian pelupuk matanya dengan tangannya. Fabio tengah menangis, dan itu adalah sebuah tangis kebahagiaan.

Kini tiba saatnya di depan altar, Alvaro dan Sienna menghadap pada seorang pendeta yang akan menuntun mereka mengucapkan janji suci pernikahan.

Alvaro diminta mengucapkan janji suci lebih dulu, baru setelah itu Sienna yang akan melakukannya.

Sambil menatap Sienna dalam-dalam, Alvaro lantas mengucapkannya. “Sienna, saya memilih kamu sebagai istri saya. Saya berjanji untuk setia kepada kamu, dalam sehat maupun sakit, dalam bahagia maupun sedih. Saya mencintai kamu dan akan menghormati kamu seumur hidup. Saya ingin hidup bersama kamu sampai maut yang memisahkan kita.”

Tiba giliran Sienna mengucapkan janjinya, belum sempat Sienna berujar, terlihat Alvaro meneteskan air matanya.

Sienna menghela napasnya sekali, sebelum akhirnya mengucapkannya. “Alvaro, saya memilih kamu untuk menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepada kamu dalam senang maupun sedih, dalam sehat maupun sakit. Saya mencintai kamu dan akan menghormati kamu seumur hidup.” Setelah mengucapkan rentetan kalimat itu, air mata Sienna seketika meluncur mulus ke pipinya.

Setelah Alvaro dan Sienna mengucapkan janji suci, akhirnya dinyatakan bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri dan pasangan hidup yang saling mengasihi.

Alvaro dan Sienna kemudian memanjatkan doa bersama dipimpin oleh pendeta dan dilanjut dengan pemberian cincin di jari manis pasangan masing-masing. Selesai sesi tersebut, para hadirin tampak sudah menunggu sesi selanjutnya yang menjadi bagian paling menarik dari sebuah pernikahan.

Sienna mendapati Alvaro tersenyum malu-malu, bahkan tampak rona kemerahan di kedua pipinya yang kontras dengan kulit putihnya.

“Oke,” ucap Alvaro pelan setelah menghela napasnya. Kemudian pria itu maju selangkah untuk lebih dekat kepada Sienna. Seruan dari hadirin mulai terdengar cukup heboh, sebagian orang sudah menyalakan kamera ponsel mereka untuk mengabadikan momen tersebut.

Alvaro menatap Sienna dengan tatapan penuh cinta, lalu kedua tangannya dengan lembut menangkup kedua sisi wajah Sienna.

Dengan pelan tapi pasti, Alvaro mencondongkan dirinya mendekat pada Sienna. Kemudian secara halus, Alvaro mulai menempelkan belah bibirnya pada bibir ranum Sienna. Alvaro otomatis memejamkan matanya, begitu juga yang dilakukan oleh Sienna.

Alvaro mencium Sienna dengan mesra. Dari yang awalnya hanya menempel, perlahan Alvaro memperdalam ciumannya pada bibir kekasih hatinya itu. Alvaro mengulum bibir Sienna dengan amat lembut. Bibir itu terasa manis, aromanya persis seperti permen, dan rasa itu sukses membuat Alvaro terlena.

Satu tangan Sienna yang bebas lantas memeluk pinggang Alvaro, lalu sedikit memberi kode dengan sebuah usapan. Sienna meminta Alvaro menyudahinya melalui tanda yang ia berikan, menyadarkan pria itu bahwa mereka masih berada di depan banyak orang, bukannya hanya berdua saja di kamar.

Akhirnya Alvaro mengurai ciuman mereka. Alvaro mendapati Sienna menahan senyumannya, itu adalah jenis senyuman menggemaskan yang jadi favorit Alvaro.

“Kamu kalau nggak diingetin, nggak berhenti ya,” cicit Sienna begitu ia dan Alvaro berjalan bersisian meninggalkan altar.

Alvaro menoleh pada Sienna sekilas dan ia terkikik. “Tadi baru sebentar, Sayang.”

“Yaa tapi kan masih di depan banyak orang, Al.”

***

Usai acara pemberkatan yang penuh haru, Alvaro dan Sienna kini tengah berada di ruangan pengantin milik mereka. Alvaro hampir saja mengunci pintunya, tapi Sienna mengingatkannya untuk tidak mengunci pintu.

“Al, jangan dikunci dulu pintunya. Kan kita mau foto bareng sama keluarga inti di sini. Gimana sih kamu,” ujar Sienna.

“Oh iya, aku lupa.” Alvaro lantas terkekeh.

Wajahnya kemudian dibuat sok sedih, karena ia ingin berduaan dengan Sienna saja, tapi apa boleh buat, nyatanya belum datang saat-saat tersebut.

Setelah menutup pintu tanpa menguncinya, Alvaro berjalan menuju Sienna. Langkah lebar Alvaro akhirnya berhasil membuat jaraknya dan Sienna tersisa sangat minim. Alvaro kemudian melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping Sienna. Diamatinya wajah menawan perempuannya. Kemudian satu tangannya bergerak akan mengelus paras cantik itu, tapi tiba-tiba tergantung di udara begitu saja.

“Nggak papa,” ucap Sienna yang lantas meraih tangan Alvaro, menyuruh lelaki itu untuk melanjutkan aksinya.

“Makeup aku transferproof, nggak akan luntur,” tambah Sienna. Entah mengapa suara Sienna terdengar begitu sensual dan menggoda di indera pendengaran Alvaro. Sesuatu dari dalam diri Alvaro terasa bergejolak, tapi Alvaro mencoba untuk menahannya.

Akhirnya Alvaro melanjutkan aksinya, ia mengarahkan tangannya untuk mengusap dengan lembut satu sisi wajah Sienna. Sienna tanpa sadar memejamkan matanya kala menikmati sentuhan lembut yang Alvaro berikan. Sienna merasakan gelenyar aneh dari dalam dirinya, tapi ia coba mengendalikannya.

Begitu Sienna kembali membuka kedua matanya, Alvaro lekas berujar, “Sayang, kamu cantik banget hari ini,” ucap Alvaro dengan suara pelannya. Alvaro terheran dengan dirinya sendiri, entah mengapa suaranya berubah jadi sedikit serak dan rasanya hampir menghilang.

You look so gorgeous too,” balas Sienna sambil mengamati wajah tampan suaminya dengan seulas senyum bahagia yang terukir di wajahnya.

Berkat ruangan yang sunyi itu, keduanya sama-sama bisa mendengar detak jantung masing-masing. Debaran itu terdengar cukup kuat dari debar normal biasanya.

Sienna lantas perlahan mengangkat tangannya, lalu ibu jarinya berhenti dan mendarat di atas belah bibir Alvaro. Sienna memperhatikan bibir itu, “Aku kira ada bekas lipstik di bibir kamu, tapi ternyata bersih. Berarti lipstiknya beneran transferproof ya,” ujar Sienna.

Alvaro lantas menyemburkan tawanya. “Mungkin beneran transferproof. Tapi tadi baru sebentar dan belum apa-apa, Sayang. Kayaknya harus kita coba lagi deh, buat buktiin lipstik kamu beneran transferproof atau engga.”

Pandangan Alvaro pun hanya tertuju pada bibir ranum Sienna yang berbalut lipstik merah itu. Sienna masih diam di tempatnya, membiarkan Alvaro hampir saja menciumnya lagi seperti tadi di altar. Namun belum sempat Sienna merasakan bibir itu, terdengar sebuah ketukan di pintu.

“Arghh,” Alvaro mengeluh pelan dan lelaki itu tampak kesal. Alvaro akhirnya mau tidak mau menjauh dari Sienna untuk membukakan pintu.

Di tempatnya Sienna terkikik pelan, lalu ia mengulaskan senyumnya. Lucu sekali rasanya melihat Alvaro kesal seperti itu. Seolah tidak ada waktu saja untuk melakukannya, padahal kan mereka memiliki banyak waktu untuk itu.

***

Setelah sekitar 20 menit melakukan sesi foto dengan para keluarga inti, akhirnya acara tersebut selesai juga. Mereka mendapatkan beberapa hasil jepretan sebagai sebuah keluarga baru dan nantinya akan dicetak sebagai sebuah memori.

Kemudian mereka bergantian berpelukan, sebagai tanda bahwa keluarga baru telah terbentuk dengan kasih dan cinta. Inggit memeluk Sienna sambil membisikkan bahwa sekarang Sienna juga adalah putrinya, anaknya di dalam keluarga mereka. Fabio juga memeluk Alvaro, hampir menangis lagi seperti di altar tadi, tapi pria itu berhasil menahannya.

Pernikahan Alvaro dan Sienna telah menyatukan dua keluarga, membuat cinta menjadi lebih besar, serta memberi kebahagiaan yang akan lebih besar lagi untuk hari ini, juga hari-hari berikutnya.

“Kita tunggu kalian di ruang makan ya,” ujar Inggit sebelum berlalu dari sana. Renata, Fabio, dan keluarga yang lain telah melenggang dari kamar itu lebih dulu.

“Gio, ayo Nak ikut sama Oma,” ajak Inggit kepada cucunya. Gio tanpa menunggu lama mengikuti Inggit, meskipun anak itu bingung kenapa ia harus pergi dari sana.

“Papa sama Bunda sudah menikah, harus punya waktu untuk berdua. Gio kan anak pinter, sayang kan sama Papa dan Bunda?” sayup-sayup masih terdengar suara Inggit yang memberi penjelasan pada Gio, hingga akhirnya suara tersebut menghilang dibalik pintu yang ditutup.

Ketika semua keluarga udah meninggalkan kamar, hanya tersisa Alvaro dan Sienna di sana. Alvaro menunggu Sienna yang sedang berada di kamar mandi.

Cukup lama Alvaro menunggu, ia mondar-mandir seperti setrikaan di ruang kamar. Karena rasa tidak sabarnya, Alvaro akhirnya menuju kamar mandi dan ia mengetuk pintunya.

“Sayang, masih lama nggak?” Alvaro bertanya dari luar.

“Iyaa sebentar … ” Sienna menyahut dengan sedikit mengeraskan volume suaranya.

Selang 1 menit, Alvaro kembali memanggil Sienna.

“Sayang ... ayo cepetan,” Alvaro masih setia berdiri di depan pintu kamar mandi dan meminta Sienna cepat-cepat keluar.

Cklek!

Ketika pintu akhirnya terbuka, Sienna langsung berujar, “Kenapa buru-buru? Kan acara makannya masih 10 menitan lagi, Al. Aku tadi lagi pipis lho.”

Sienna tidak mengerti, tapi akhirnya ia bergegas keluar dari kamar mandi karena Alvaro terus memanggilnya.

“Udah sepi nih, Sayang. Kita lanjut lagi yang tadi ketunda yuk,” ujar Alvaro.

Sienna seketika membeliak. Ia tidak percaya, Alvaro rupanya hanya ingin menciumnya. Sienna pikir Alvaro menyuruhnya cepat-cepat karena suatu hal yang urgent. Oh, astaga. Sienna benar-benar tidak habis pikir.

Setelah Sienna mengizinkannya, Alvaro langsung tampak kegirangan. Tanpa menunggu apapun, Alvaro akhirnya langsung mengulum bibir Sienna. Sienna kembali merasakan bagaimana lembap dan kenyal bibir Alvaro yang menyapa belah bibirnya. Bagaimana gerakan luwes Alvaro yang menciptakan irama indah untuk pagutan mereka, Sienna rasanya seperti dibawa terbang ke langit ke tujuh.

Ciuman Alvaro kali ini sedikit berbeda dari yang tadi di altar. Sienna terkesiap ketika ia harus mengimbangi lumatan Alvaro yang bergerak semakin intens. Sienna coba membalas pergerakan itu, ia menggerakkan bibirnya di atas bibir Alvaro, memberi dorongan yang cukup kuat guna membalas ciuman itu.

Ketika masih asyik bergelut dengan mengulum bibir satu sama lain dan mulai mengadu lidah, tiba-tiba terdengar lagi suara menyebalkan itu.

Tok! Tok!

Ketukan yang cukup kuat itu mau tidak mau akhirnya membuat keduanya sama-sama melepaskan diri dan menjauh.

“Orang WO kali, Sayang. Kayaknya ngingetin kalau kita harus turun sekarang deh,” ujar Sienna.

“Oke,” Alvaro berucap pelan, nadanya terdengar sedikit lesu.

Sienna lantas mengambil tangan Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di sana sembari berujar, “Nanti dilanjut lagi. Ayo kita turun dulu. Kamu butuh makan, kata Mama, tadi pagi kamu belum sarapan apa-apa.”

“Oke, Sayang. Ayo, kita makan dulu,” putus Alvaro akhirnya.

Bride & Groom

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Vila

Alvaro memarkirkan Range Rovernya di depan sebuah vila bertingkat dua. Begitu Alvaro turun dari mobilnya, ia sejenak mengamati bangunan itu. Di dekat pagar, terdapat nomor yang sesuai dengan yang diberitahu Zahra kepadanya. Jadi Alvaro yakin bahwa tempatnya sudah benar.

Kemudian dengan langkah pasti, Alvaro berjalan ke dalam tempat itu. Begitu kakinya membawa Alvaro sampai di area ruang tamu di vila itu, di sana tampak sepi. Tidak ada satu pun orang.

Alvaro merasa heran sekaligus penasaran. Alvaro mencoba kembali menghubungi Sienna, tapi ia hanya mendapat balasan suara dari operator yang mengatakan bahwa nomor kekasihnya itu tidak aktif.

Alvaro menghela napasnya panjang, lalu dengan cepat kakinya melangkah menaiki tangga untuk sampai di lantai atas. Tidak mungkin Alvaro salah alamat. Ia yakin ini benar vila yang dijadikan tempat Sienna reuni dengan teman-temannya.

Sebelumnya Alvaro telah bertemu dengan penjaga vila yang tinggal di paviliun terpisah, dan dikatakan bahwa benar terdapat beberapa orang yang menyewa tempat tersebut untuk sebuah acara.

Stair

Sebuah tangga memutar telah Alvaro lewati. Kini ia sampai di lantai atas bangunan tersebut dan bertemu dengan dua orang teman teman Sienna.

Di sana ada Grace dan Agniy, teman Sienna yang Alvaro kenal. Sienna mengatakan padanya akan pergi berlima, tapi mengapa hanya ada 2 orang di sini.

Alvaro tampak bingung, pasalnya semua teman Sienna hanya perempuan, tidak ada seorang pun laki-laki seperti yang ada di Instagram story milik Grace.

Belum sempat Alvaro bertanya tentang keberadaan Sienna kepada salah satu mereka, tiba-tiba terdengar instrumental lagu yang lumayan fameliar bagi Alvaro.

Play this song while you read : Dear Future Husband

Kemudian beberapa detik setelah suara instrumen, Alvaro dengan cepat membalikkan tubuhnya kala mendengar nyanyian dari suara yang fameliar baginya.

(Dear future husband Here's a few things you'll need to know if you wanna be My one and only all my life)

Alvaro segera membeliakkan matanya. Lelaki bertubuh jangkung itu jelas nampak terkejut ketika mendapati Sienna bernyanyi di hadapannya. Kemudian selangkah demi selangkah, masih sambil tetap bernyanyi, Sienna berjalan menuju Alvaro.

Alvaro memperhatikan Sienna yang tampak cantik dengan gaun bermotif floral sepanjang lutut. Pakaian yang dikenakan Sienna jelas berbeda dengan yang ada di Instagram story milik Grace, itu artinya Sienna telah merencanakan sesuatu.

Alvaro masih mematung di tempatnya sampai Sienna sepenuhnya berada di hadapannya. Jarak mereka kini hanya tersisa sejengkal. Satu tangan Sienna yang tidak memegang mic, lantas meraih tangan Alvaro untuk kemudian digenggam.

Suara merdu Sienna memenuhi tempat itu. Muncul sisa teman-teman Sienna yang keluar dari persembunyian mereka. Empat orang teman Sienna menyaksikannya bernyanyi, sembari menatap haru dan mengulaskan senyum ke arah Sienna dan Alvaro.

Sienna bernyanyi sambil mengajak Alvaro sedikit berdansa. Alvaro mencoba mengikuti gerakan tubuh Sienna, meski rasanya gerakannya kikuk dan kedua pipinya terasa menghangat.

(Dear future husband Here's a few things you'll need to know if you wanna be My one and only all my life Dear future husband, If you wanna get, that special lovin Tell me I'm beautiful, each and every night)

Saat sampai bagian reff, Sienna menyanyikannya sambil menatap ke dalam mata Alvaro, satu tangannya diletakkan di pundak Alvaro. Alvaro hanyut ke dalam tatapan penuh cinta yang Sienna tujukan untuknya.

(After every fight, Just apologize, And maybe then I'll let you try and rock my body right Even if I was wrong, You know I'm never wrong, Why disagree? Why, why disagree?)

Sampai di bagian berikutnya, lirik yang artinya terasa jenaka tersebut saat dinyanyikan, membuat Sienna sempat tertawa ketika menyanyikannya. Jadi Sienna sedikit kehilangan fokus bernyanyinya dan Alvaro maupun teman-temannya yang menyaksikan itu ikut tertawa.

Selama Sienna melanjutkan nyanyiannya, Alvaro dibuat kehilangan kata-kata. Pertama kali Alvaro mendengar Sienna bernyanyi dan itu untuknya, ditambah lagi arti lirik lagunya pun terkesan romantis dan cheerful.

Ketika sampai di bagian akhir lagi, Sienna melingkarkan lengannya di pinggang Alvaro, lalu detik berikutnya ia merengkuh torso lelaki itu. Sienna masih bernyanyi, ia meletakkan dagunya di bahu Alvaro, memeluk kekasihnya dengan mesra.

(Dear future husband, Here's a few things you'll need to know if you wanna be My one and only all my life Dear future husband, If you wanna get that special loving Tell me I'm beautiful, each and every night Future husband, better love me right)

Akhirnya Sienna mengakhiri lagunya, lalu secara perlahan perempuan itu mengurai pelukannya pada torso Alvaro. Sienna langsung mempertemukan netranya dengan Alvaro dan ia berujar, “Sebenarnya aku malu, tapi ini demi kamu.” Sienna menjeda ucapannya, lalu ia mengalihkan tatapannya pada teman-temannya.

“Makasih ya guys udah bantuin sampai rencananya berhasil,” ucap Sienna kepada teman-temannya. Sienna lantas terkikik pelan ketika teringat nama teman-temannya yang telah ia tumbalkan guna mendukung keberhasilan idenya malam ini.

“Nama gue jadi tumbal, Reno juga. Terus suaminya Nia yang pilot juga jadi tumbal. Tapi ya nggak papa deh. Al, sorry yaa udah sempet bohongin lo,” ujar Grace.

Alvaro lantas beralih menatap ke arah Grace dan ia mengangguk sekali. “Kalian udah sukses buat rencana ini. Makasih ya,” ujarnya kemudian.

“Iya, dong. Soalnya ada yang cepet banget kebakaran jenggot, jadi rencananya sukses deh,” timpal Sienna. Alvaro segera mendelik pada Sienna. Sienna sedikit mengerucutkan bibirnya, merasa bersalah juga dan tidak sampai hati karena telah membuat Alvaro khawatir dan kesal.

“Kamu kesel ya?” Sienna bertanya.

Alvaro mengangguk menjawab pertanyaan itu.

“Maaf, ya. Aku dimaafin nggak?”

Alvaro mengangguk lagi. “Dimaafin,” ucapnya.

Sienna lantas tersenyum cukup lebar, lalu ia bergerak lagi untuk memeluk Alvaro. Alvaro lantas berbisik pelan di dekat Sienna. “Pinter banget ya kamu bikin rencananya. Mbak Zahra sampe jadi komplotan kamu juga, kan?” ujar Alvaro.

“Iya,” Sienna terkikik lagi. Hampir setiap orang di sekitarnya ikut andil membantunya untuk membohongi Alvaro.

“Kamu cemburuan banget lagian. Aku sama Reno kan udah mantan, udah nggak ada apa-apa lagi,” tutur Sienna.

“Tetep aja. Bukan cuma soal Reno, tapi kamu mau nginep dan ngga ngabarin aku. Aku khawatir,” terang Alvaro.

Alvaro kemudian mengurai pelukan mereka, lalu ia menatap Sienna dan detik berikutnya jari telunjuknya mendarat di ujung hidung Sienna. “Jangan bohongin aku lagi, ya?” ucapnya dengan nada yang terdengar lembut.

“Iya,” ujar Sienna diiringi sebuah anggukan.

“Sayang, makasih ya buat surprise-nya,” ujar Alvaro.

Sienna nampak bahagia, itu jelas tergambar dari ekspresinya. Sienna kini yang gantian dibuat kehilangan kata-kata saat Alvaro mendekat padanya dan melayangkan sebuah kecupan lembut di keningnya.

Lantas aksi tersebut membuat teman-teman Sienna yang melihatnya ikut merasa meleleh. Dunia serasa milik Alvaro dan Sienna, yang lainnya hanya pemeran sampingan.

Alvaro kemudian melanjutkan ucapannya, “Lagunya, suara kamu, suasananya, semuanya rasanya sempurna.” Alvaro lalu mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Sienna dengan gerakan searah. Alvaro mengulaskan senyumnya, “Surprise dari kamu, jadi salah satu hadiah terbaik yang pernah aku terima.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Saat Alvaro dan Sienna memutuskan untuk menikah dan mulai mempersiapkan pernikahan, sebagian barang-barang milik Sienna telah dicicil untuk dipindahkan ke rumah Alvaro.

Hari ini Sienna akan kembali menyicil memindahkan barang-barangnya. Kegiatan tersebut tentunya dibantu oleh jasa pemindahan barang. 1 buah truk pengangkut barang siang ini terlihat terparkir di halaman depan rumah Alvaro.

2 orang petugas dari jasa pemindah barang tersebut mulai mengangkut beberapa boks putih untuk dibawa ke dalam rumah. Selama proses tersebut, Alvaro dan Sienna mengawasi para pekerja. Lagi dan lagi, selama ada waktu bagi keduanya untuk ikut andil dalam hal-hal yang menyangkut hidup mereka, keduanya akan menyisihkan waktu. Hal kecil dan rasanya sepele, tapi nyatanya berarti bagi sebagian orang.

Setelah hampir 1 jam semua barang dimasukkan ke dalam kamar dan sebagian ada juga yang diletakkan di satu ruangan kosong, akhirnya pekerjaan tersebut selesai. Para pekerja pamit dari sana dan kini hanya tersisa Alvaro dan Sienna. Keduanya lantas menoleh bersamaan dan pandangan mereka bertemu.

“Kita harus beli lemari baju yang lebih gede nggak ya, Sayang?” Alvaro bertanya. Ia lantas berjalan menuju sudut ruangan, di mana lemari dengan dua pintu terletak di kamar ini. Sebagian pakaian casual memang di letakkan di lemari tersebut, sedangkan sisanya ada di lemari di ruangan walk in closet.

“Baju aku nggak terlalu banyak, Al. Jadi kayaknya nggak perlu nambah lemari. Ohh iya, baju kamu yaa yang banyak?”

Alvaro lantas menampakkan cengiran kecil, pertanda bahwa yang dikatakan Sienna adalah benar.

“Baju aku yang di rumah udah tinggal dikit, aku sisain aja buat yang aku pake sehari-hari. Kayaknya muat kok.”

“Oke kalau gitu,” ujar Alvaro akhirnya.

“Sayang, kamu butuh apa lagi? Ruangan buat kerja atau apa gitu?” Alvaro bertanya.

“Hmm … apa ya…” Sienna tampak belum kepikiran. Masih sambil memikirkannya, Sienna lantas lebih dulu mempertanyakan sesuatu kepada Alvaro. “Setelah kita nikah, kamu izinin aku untuk tetep kerja kayak sebelum nikah? Maksud aku, walaupun kerjaan aku waktunya nggak full time kayak orang kantoran, tapi itu lumayan nguras waktu. Kita perlu bicarain ini biar nantinya ada kesepakatan, jadi kita berdua sama-sama enak.”

Alvaro mengangguk menyetujui ide tersebut, mereka harus membicarakannya. Hampir tidak kepikiran olehnya bahwa hal itu cukup penting untuk dibicarakan kedua orang yang akan menikah.

“Sky, aku mau selalu dukung karir kamu. Aku tau perjuangan kamu buat jadi makeup artist, dan aku selalu bangga sama apa yang kamu kerjakan dan kamu cintai.” Alvaro menjeda ucapannya selama beberapa detik.

Alvaro masih menatap Sienna lekat, lalu ia berujar algi, “Sky, aku tau kamu cinta banget sama kerjaan kamu. Jadi aku nggak mungkin bikin kamu berhenti kerja,” Alvaro mengakhiri ucapannya dengan sebuah senyuman lembut.

Sienna balas tersenyum, satu tangannya lantas meraih tangan Alvaro, “Okey, makasih ya. Sepenting apa pun kerjaan aku, prioritas utamaku nantinya tetap keluarga kita. Jadi, karena kamu izinin aku buat tetep kerja, kayaknya aku butuh satu ruangan deh untuk mini studio makeup aku.”

“Oke. Kamu mau ruangan yang mana di rumah ini? Kamu bisa pilih,” ujar Alvaro.

***

Alvaro kembali memasuki salah satu ruangan di rumahnya yang telah lama tidak ia datangi. Ruangan yang bisa dibilang cukup luas ini, dulu merupakan kamarnya.

Dari beberapa ruangan yang ada di rumahnya, Sienna tertarik pada kamar ini. Alasannya karena ruangan tersebut cukup luas dan tampak masih bagus. Terdapat sisa-sisa wallpaper dan interior lainnya juga masih tertata dengan rapi.

Sienna menoleh pada Alvaro, lalu ia bertanya, “Kamu ada rencana mau pake ruangan ini untuk apa?”

“Tadinya mau aku jadiin gudang atau opsi lainnya, yaa … dibiarin kosong aja,” terang Alvaro.

“Terus kenapa belum dijadiin gudang?” Sienna bertanya.

“Belum sempet buat rombak dan rapihin lagi. Tapi kalau kamu mau pake, ya nggak papa,” jelas Alvaro.

“Oke.”

Mereka masih melihat-lihat ruangan ini. Ketika semakin jauh berjalan ke dalam, mereka melewati sekat yang membatasi antara ruang tidur dengan ruang walk in closet.

“Kamu perlu ganti interior sama wallpaper temboknya nggak?” tanya Alvaro.

“Hmm …” Sienna bergumam, ia lantas menyentuhkan jemarinya pada wallpaper di dinding yang masih nampak apik itu. “Mungkin nanti sedikit ada yang mau aku ubah. Aku pikirin dulu konsep desainnya mau kayak gimana ya,” ujar Sienna. Alvaro lekas menganggukinya, ia mengizinkan Sienna untuk melakukan ide tersebut.

Ketika Sienna menoleh dan pandangannya kembali bertemu dengan Alvaro, Sienna seketika dapat membaca apa yang tengah lelaki itu pikirkan. Terlihat jelas dari tatapannya, meskipun Alvaro tidak mengatakannya secara langsung.

“Al,” ujar Sienna.

“Iya?”

Pendar kedua mata Alvaro tidak bisa berbohong. Sienna tahu bahwa Alvaro tengah mengkhawatirkan sesuatu. Sienna lantas menatap Alvaro, ia mengunci pandangan pria itu. “Aku nggak masalah sama sejarah yang ada di ruangan ini. Aku udah sepenuhnya nerima dan berdamai dengan apa pun masa lalu kamu, termasuk kamar ini. Jadi kamu nggak perlu terlalu mikirin itu, yaa?”

Alvaro dengan cepat mengangguk pelan. “Iya, Sayang,” ujarnya.

“Kamu kok bisa baca pikiran aku? Ketauan banget ya emangnya?” celetuk Alvaro sambil sedikit tertawa.

Sienna lantas ikut tertawa. “Lumayan keliatan. Kamu tuh ekspresif banget, Al.”

Alvaro kemudian sedikit mencebikkan bibirnya. “Okey, Sayang. Aku nggak akan terlalu mikirin itu. Sekarang yang paling penting cuma pernikahan kita, keluarga kita, calon anak-anak kita nanti, dan terakhir, pekerjaan kita.”

Sienna yang mendengar penuturan itu lantas menorehkan senyum bangga dan ia mengacungkan satu ibu jarinya sebagai tanda setuju.

“Oh iya, Sayang. Besok ada event buat promosi film aku yang baru, Sabtu kan tuh besok. Gio libur sekolah juga, kamu ada kerjaan nggak? Rencananya aku mau ajak kamu sama Gio ke sana, acaranya siang jam dua belas.”

“Hmm … kebetulan sih aku nggak ada scedule. Paling paginya aku harus ke studio dulu sebentar buat cek sesuatu. Yaudah kalau gitu, aku sama Gio ikut ke event-nya. Kita ikut kamu kerja nih ya jadinya.”

“Iya, dong,” sahut Alvaro tampak senang dan bersemangat.

Menurut Alvaro, salah satu hal membahagiakan dalam hidupnya adalah saat ia bisa menunjukkan orang-orang yang ia cintai kepada dunia. Alvaro ingin memiliki kesempatan mengenalkan mereka kepada khalayak, yang mana ia berharap di kemudian hari, para penggemarnya juga bisa merasakan kebahagiaannya. Bukankah seharusnya seperti itu, peran seorang penggemar kepada idolanya? Rasanya tidak ada yang lebih baik ketika kita bahagia melihat orang yang kita sukai bahagia.

***

Di salah satu mal di bilangan Jakarta Selatan, sebuah event bertajuk ‘Cinema Visit’ diselenggarakan untuk sebuah film bergenre thriller action. Film tersebut baru saja tayang selama 2 minggu dan telah banyak mengundang perhatian publik. Dari pihak produser film memang telah merencanakan sebuah promosi dengan membawa para pemain untuk bertemu langsung dengan para penggemar, supaya ada experience baru yang dapat dirasakan.

Red carpet

4 aktor pemeran utama yang memerankan film ‘Emergency Married’ terlihat tengah memasuki venue dengan melewati area red carpet. Terdapat dua aktor laki-laki yakni Alvaro Zachary dan Devano Prima, serta dua aktris yakni Olivia Simamora dan Cindy Iskandar. Banyak kamera langsung menyorot ke arah mereka, mengambil beberapa gambar dari sang aktor dan aktris. Setelah dari red carpet, mereka akan menuju ke dalam venue untuk memulai acara inti.

Di sebuah panggung cukup besar yang di hadapannya sudah terdapat banyak orang yang menanti, acara pun akhirnya di mulai. Seorang MC perempuan menyapa para pengunjung di sana dengan sebuah sapaan hangat, “Buat teman-teman semua, terimakasih karena telah menyempatkan hadir pada event Cinema Visit film Emergency Married. Luar biasa sekali antusiasme dari kalian dan tentunya kami sangat berterimakasih. Berkat itu, dalam waktu dua minggu, film Emergency Married berhasil mengajak lima ratus ribu orang untuk ikut memecahkan misteri kejahatan dari sebuah perusahaan ternama.”

Usai kata sambutan tersebut, acara inti akhirnya dimulai. Para cast film Emergency Married diminta secara singkat menjelaskan karakter mereka di dalam film.

Sebagai pemeran utama wanita, Olivia angkat bicara lebih dulu di antara rekan kerjanya yang lain. “Halo, gue Oliv. Di film Emergency Married, gue berperan sebagai Tiara. Karakter Tiara sendiri, dia adalah perempuan yang pemberani, tangguh, agak sedikit keras kepala, tapi sebenarnya punya hati yang lembut. Tiara nantinya bertemu dengan Aryo dan dari sana awal misi mereka di mulai. Tiara dan Aryo ini menemukan kecocokan dalam diri mereka satu sama lain, yang meski awalnya pertemuan mereka terjadi karena suatu insiden kurang mengenakkan, tapi ke depannya justru hubungan mereka menjadi partner in crime yang solid.”

Setelah Olivia menjelaskan karakter yang diperankannya, kini dilanjut oleh Alvaro yang berperan sebagai co-star Olivia di film tersebut.

“Halo, gue Alvaro. Di film Emergency Married ini, gue memerankan karakter Aryo Bimo, suaminya Tiara. Untuk karakter Aryo sendiri ini dia adalah lelaki yang memiliki trust issue, tidak percaya pada sebuah komitmen, dan itu terbentuk karena latar belakangnya. Aryo ini CEO perusahaan Harapan Jaya yang pada akhirnya dia dihadapkan pada suatu kondisi yang .. hmm apa ya … bisa dibilang cukup sulit. Aryo di film ini dihadapkan sama dua pilihan, antara perusahaannya atau istrinya,” ujar Alvaro menjelaskan karakternya di film tersebut.

Setelah Alvaro menjelaskan, dilanjut dengan Devano dan Cindy yang memerankan karakter utama lainnya disamping Alvaro dan Olivia. Sesi berikutnya berlangsung selama kurang lebih 1 jam, yang kemudian dilanjut dengan sesi foto para penggemar bersama para cast film.

Acara jumpa penggemar tersebut berlangsung dengan meriah dan sukses, para hadirin nampak begitu puas karena bisa bertemu langsung dengan idola mereka. Saat para cast masih berada di stage, ada satu pertanyaan yang diajukan oleh seseorang hadirin di sana.

“Ada satu pertanyaan terkhusus buat Alvaro nih. Gimana Al, mau dijawab nggak?” tanya sang MC.

Alvaro masih memegang microphone di tangannya, lalu ia menjawab, “Boleh, deh. Satu pertanyaan terakhir ya.”

Kemudian dari salah satu deretan hadirin, seorang perempuan mengajukan pertanyaannya setelah pihak panitia memberikan sebuah microphone. “Al, boleh tau nggak sih tadi dateng sama siapa ke sini? By the way, gue ngefans banget sama lo dan udah ngikutin film-film lo dari lama. Tadi gue liat lo pas masuk ke gedung, lo nggak cuma sama manager lo. Terimakasih, semoga berkenan untuk dijawab.”

Setelah pertanyaan diajukan, tiba Alvaaro untuk menjawabnya. Alvaro sedikit tertawa mendapati pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu tidak diduga akan ditanyakan padanya, tapi Alvaro akan tetap menjawabnya. “Hari ini gue dateng sama anak gue dan calon istri gue, kebetulan mereka ada di backstage,” ucap Alvaro.

Tiba-tiba entah ada rencana dari mana dan Alvaro tidak menduga itu akan terjadi, terlihat sosok anaknya di sisi kanan panggung. Tentunya di sana Gio bersama dengan Sienna, keduanya terlihat mengintip dari sebuah tirai yang menghubungkan stage dengan area belakang panggung.

Alvaro lantas melangkah ke sana untuk bertemu mereka. Terdengar pelan panggilan ‘Papa’ yang dilontarkan oleh Gio. Meskipun suara anak itu terdengar kecil, tapi para hadirin masih bisa menangkapnya. Para hadirin seketika tampak antusias akan penampilan sosok anak dari sosok aktor yang mereka sukai.

Suasana yang tiba-tiba menjadi agak ramai lantas membuat Gio beralih pada Sienna, anak itu mengumpat di balik tubuh Sienna. Gio meminta pergi dari sana, tampak tidak siap dengan karamaian yang dihadapinya.

Padahal para hadirin masih ingin melihat momen tersebut, tapi tampaknya Gio tidak nyaman dengan keramaian dan bocah itu tidak mengerti mengapa semua orang nampak mengenalinya. “Oke, Gio sama Bunda dulu ya,” ucap Alvaro dan setelah itu ia meninggalkan kedua orang kesayangannya itu untuk kembali ke stage.

Alvaro pun kembali ke tengah stage dan setelah Gio dan Sienna berlalu dari sana.

“Barusan itu ada kejadian nggak terduga,” ucap Alvaro diiringi tawa pelannya dan senyum bahagia yang nampaknya tertahan.

“Oke deh, kalau gitu. Karena pertanyaan terakhir udah dijawab sama Alvaro, acara ini kita akhiri sampai di sini ya teman-teman. Makasih banget udah dateng untuk ketemu para cast film kita. Jangan lupa nonton Emergency Married di bioskop, ya. Buat yang udah nonton, bisa nonton lagi dan yang belum, wajib nonton nih karena plot twist banget filmnya, dan ada rahasia besar di dalamnya.”

Sebelum acara tersebut benar-benar berakhir, para cast menyampaikan ucapan terima kasih untuk acara yang terlaksana dengan sukses hari ini dan juga antusiasme masyarakat terhadap film mereka.

Begitu turun dari stage, satu persatu cast berjabat tangan dan berfoto dengan produser dan sutradara film. Mereka kumpul-kumpul beberapa saat sebelum akhirnya satu persatu memisahkan diri. Alvaro masih bersama dengan salah satu lawan mainnya, yakni Devao, ketika akhirnya pria pamit memisahkan diri darinya.

“Gue duluan, Bro,” ucap Devano begitu mendapati sosok perempuan dan anak kecil yang tengah menunggu Alvaro di backstage.

Sepeninggalan Devano dari sana, Alvaro lekas membawa dirinya untuk menemui Sienna dan Gio.

“Hei, tadi siapa hayo yang mau ikut Papa kerja? Tapi kok malu-malu pas diajak ke panggung?” celetuk Alvaro.

“Aku, Papa. Gitu dong,” ujar Sienna.

Alvaro dan Sienna lantas menatap Gio bersamaan. Anak mereka tampak masih malu, lekas bocah itu meraih satu tangan Sienna dan menggenggamnya, lalu menyembunyikan dirinya di balik tubuh Sienna.

“Tadi Gio minta ke panggung buat ketemu sama kamu, aku udah izin sama orang panitia dan ternyata dibolehin. Tapi pas mau naik, malah malu-malu anaknya,” terang Sienna.

“Ohh gitu ceritanya,” ucap Alvaro. Kemudian Alvaro meminta Gio keluar dari persembunyiannya dan kini menyuruh anaknya untuk menatapnya.

“Gio kenapa malu-malu tadi?” Alvaro bertanya sembari sedikit membungkukkan tubuhnya agar tingginya bisa sejajar dengan Gio.

“Soalnya orangnya banyak banget, Papa. Gio jadi malu. Mereka kenal sama Gio ya emangnya?”

“Kenal, dong. Mereka kan yang nonton filmnya Papa, pasti kenal sama Gio. Gio kan anaknya Papa,” terang Alvaro.

“Kenal sama Bunda juga?” Gio bertanya lagi, membuat Alvaro akhirnya mendongak menatap Sienna. Sienna tampak mengulaskan senyumnya.

“Kenal, karena Bunda kan calon istrinya Papa. Jadi pasti orang-orang juga kenal sama Bunda,” ujar Alvaro yang pandangannya tidak lepas menatap kepada Sienna.

“Bunda terkenal juga dong sekarang, bukan Papa doang. Bunda udah kayak artis aja ya,” celetukan ajaib Gio membuat Alvaro dan Sienna spontan tertawa.

Alvaro lantas menggandeng tangan anaknya, di sampingnya Sienna berada di sisinya dan mereka berjalan bersisian meninggalkan backstage untuk menuju lobi gedung. Sesekali Alvaro menatap Sienna, netranya tampak tidak bosan memandang wajah cantik itu.

Alvaro pun merasa bahagia sekali hari ini, akhirnya satu persatu dalam hidupnya berangsur membaik. Komentar buruk mulai sirna, berganti dengan tanggapan positif soal hubungannya dan Sienna. Terlebih, Alvaro dapat membawa dua cintanya hari ini di hadapan publik. Selain itu beredar juga kabar baik tentang kedekatan Gio dengan calon ibu sambungnya. Publik pun menilai bahwa rupanya, rasa cinta tidak selamanya tumbuh dan kuat dari hubungan darah. Sienna memang bukanlah ibu kandung Gio, tapi bisa mencintai Gio selayaknya ibu kandung.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭