Chasing Lilie
Sudah seminggu berlalu sejak Edgar memutuskan mengikuti akun Instagram milik Lilie. Edgar mengamati kehidupan Lilie melalui sosial media perempuan itu. Meski Lilie tidak banyak mengunggah kegiatannya di sana, tapi sudah cukup membuat Edgar senang ketika ia melihatnya.
Perasaan Edgar membuncah, sesederhana Lilie mengunggah hal random tentang kesehariannya. Lilie jarang sekali menunjukkan foto selfie-nya, tapi Edgar tetap nyaman melihatnya dan justru ia semakin tertarik pada sosok Lilie.
Rasanya Edgar belum pernah merasa bahagia semudah ini. Semakin ia mengetahui tentang Lilie,semakin Edgar kagum pada sosok perempuan mandiri dan pekerja keras seperti Lilie.
Edgar sampai di rumahnya sore ini sekitar pukul 4. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di sofa empuk di ruang keluarga. Rumahnya tampak sepi, jam segini memang biasanya para anggota keluarganya belum kembali dari kegiatan mereka.
“Eh, Abang udah pulang,” celetuk sebuah suara yang fameliar baginya.
Edgar dengan cepat menoleh dan menemukan Bundanya di sana.
“Bunda nggak kerja hari ini?” tanya Edgar.
“Kerja tadi, tapi udah balik. Kamu udah makan sore Bang?” tanya Sienna sembari mengambil tempat di samping Edgar. Sienna memperhatikan raut wajah anak lelakinya dengan tatapan hangat dan penuh kasih sayang.
“Kamu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini. Mau cerita sama Bunda?” tutur Sienna.
Edgar mengangguk sekali. “Ini soal Lilie, Bun.”
“Ohh … Lilie yang kamu naksir itu. Kenapa? Kamu udah coba kenalan?”
“Belum. Edgar baru cari tau tentang dia. Edgar bingung Bun gimana cara mulainya,” aku Edgar.
Sienna seolah mengerti sekali kebimbangan yang tengah dirasakan putranya itu. “Bang, Bunda boleh kasih saran ngga buat Abang?”
Edgar dengan cepat mengangguk. Edgar pun bertanya lebih dulu pada Bundanya, “Dulu gimana caranya Papa sama Bunda bisa kenal dan akhirnya saling suka?”
Sienna seketika mengulaskan senyumnya. “Papa kamu itu, dulu dia effort banget waktu deketin Bunda. Lama-lama Bunda luluh juga deh akhirnya, padahal pas diawal Bunda sempet gantungin Papa.”
“Ohya? Kenapa Bunda bikin Papa nunggu?” Edgar bertanya.
“Gini ya Bang, perempuan itu pikirannya lumayan rumit. Kadang banyak hal yang dipikirin, nggak cuma satu atau dua. Kebanyakan lelaki cenderung mikirnya dibikin simpel. Jadi udah keliatan perbedaannya kan. Nah, waktu itu Bunda mikirin banyak pertimbangan, karena cinta itu nggak cuma tentang dua orang, Bang. Nggak cuma Bunda dan Papa yang akan bersatu, tapi keluarga kita juga, karir, dan pastinya masa yang akan datang.”
“Saran Bunda nih Bang, kamu ikutin aja apa kata hati kamu. Setiap laki-laki punya caranya sendiri untuk membuat perempuan yang dia suka, suka balik sama dia. Selama kamu tulus dan pake cara yang bener, yakin deh, pasti perempuan bakal luluh dengan sendirinya kok. Dari hal-hal kecil, misalnya perhatian sederhana, rasa saling peduli dan pengertian, itu nantinya bisa jadi sesuatu yang berdampak besar.”
***
Edgar masuk ke kamarnya dan menutup pintunya. Setelah mendengar wejangan dari Bundanya, Edgar lumayan mendapat pencerahan dan pecutan semangat. Edgar berniat menyusun strategi agar ia bisa mengenal Lilie dan bisa dikenal oleh perempuan itu.
Edgar mengambil sesuatu dari laci meja belajarnya. Kemudian di sebuah note book yang telah ia ambil, Edgar membuat sebuah mind maping dan perencanaan yang akhirnya diberi judul ‘Chasing Lilie’. Edgar telah mengumpulkan banyak informasi tentang Lilie yang nantinya akan ia gunakan sebagai kiat-kiat untuk mendekati Lilie. Pada halaman pertama, Edgar menuliskan apa saja informasi yang ia ketahui tentang Lilie. Kemudian pada halaman kedua, Edgar membuat mind maping yang merupakan strategi yang akan ia gunakan untuk mendapatkan Lilie.
Tiba-tiba Edgar teringat akan sesuatu. Ia lekas membuka ponselnya dan melihat kembali Instagram Story milik Lilie yang untungnya baru diunggah oleh Lilie beberapa jam lalu. Dari hasil penglihatannya tersebut, muncul sebuah ide di benak Edgar yang kemungkinan aksesnya cukup mudah dan bisa ia tempuh. Namun agar rencananya berhasil, Edgar harus melobi seseorang dan melakukan sebuah negosiasi. Meskipun keputusan akhirnya bukan orang itu yang menentukan, tapi setidaknya Edgar telah mencoba terlebih dulu. Edgar tidak akan menyerah sebelum ia mencoba mengenal Lilie.
***
3 hari kemudian.
Hari ini Edgar akan bertemu dengan seseorang bernama Serafina. Tidak mudah untuk bisa mendapat akses sehingga Fina setuju untuk bertemu dengannya. Ian dan Rico membantu Edgar mencari perempuan bernama Fina. Ternyata setelah dikulik, Fina adalah kakak tingkat mereka yang akan lulus tahun ini, tapi Fina berasal dari jurusan Komunikasi, berbeda dengan Edgar yang berasal daari jurusan Marketing. Untuk bisa bertemu dengan Fina, Edgar harus melalui satu orang yang kenal dengan Fina, juga meyakinkan orang itu bahwa ia punya urusan penting sehingga harus bertemu Fina.
Ian dan Rico menunggu Edgar yang akan berbicara dengan Serafina di kantin fakultas FISIP hari ini.
“Hai, Kak. Sorry agak telat, tadi gue baru selesai ketemu dosen buat bahas Sempro,” ujar Edgar begitu ia mendaratkan pantatnya di kursi di hadapan Fina.
“Oke. Lo udah mau mulai nyusun Sempro nih?” Fina bertanya yang lekas mendapat anggukan dari Edgar.
“Jadi lo mau minta tolong buat urusan skripsi? Apa yang bisa gue bantu kira-kira?” tanya Fina.
Edgar lantas menjelaskan maksudnya pada Fina bahwa ia ingin meminta tolong Fina untuk merekomendasikannya pada perusahaan tempat Fina magang sebelumnya. Untuk menyusun skripsi, Edgar harus melewati semester magang di jurusannya.
“Kenapa lo ngincer company tempat gue magang sebelumnya? Bukannya banyak company lebih gede yang direkomendasiin sama fakultas lo dan udah kerjasama juga sama kampus?” Pertanyaan bertubi-tubi dari Fina itu tidak nampak membuat Edgar kelabakan. Edgar telah mengantisipasi hal tersebut, dan benar sesuai dugaannya, pasti Fina akan menanyakan hal itu.
“Gini, Kak. Sebelumnya gue udah cari tau tentang company tempat lo magang. Gue dapet insight kalau posisinya yang dibutuhin cocok sama mata kuliah untuk magang gue,” jelas Edgar akhirnya.
Edgar pun berusaha meyakinkan Fina, ia tidak akan mengecewakan dan akan bekerja dengan maksimal. Edgar pikir tidak akan terlalu sulit membujuk Fina, tapi nyatanya perempuan itu justru menaruh curiga terhadapnya.
“Sorry, Gar. Sebelumnya gini, gue bukannya nggak mau bantu lo. Tapi atasan gue di tempat magang itu, gue udah lumayan deket sama dia. Gue nggak bisa sembarangan rekomendasiin orang, karena gue nggak mau buat dia kecewa.” Itulah penjelasan Fina tentang latar belakang mengapa ia enggan membantu Edgar.
“Kak, lo boleh liat CV sama portofolio gue dulu, sebagai bahan pertimbangan. Kalau soal mengecewakan, gue akan berusaha untuk nggak mengecewakan. Gue ngehargain lo sebagai kakak tingkat gue, jadi tolong pertimbangin dulu ya Kak,” pinta Edgar.
***
Edgar telah mendapat balasan pesan WhatsApp dari Fina dan hasilnya, perempuan itu masih menolak untuk membantunya. Fina mengatakan bahwa ia telah melihat CV dan portofolio milik Edgar. Kualifikasi Edgar memang cocok untuk posisi internship di company tempat ia magang sebelumnya, tapi entah apa yang sebenarnya membuat Fina ragu untuk merekomendasikan Edgar.
Siang ini, Edgar mencari kesempatan untuk bertemu Fina di fakultas FISIP. Dapat dikatakan, aksi Edgar ini cukup nekat. Bahkan Ian dan Rico tidak mengetahui niatnya itu. Karena kalau dua sahabatnya tahu, kemungkinan mereka akan mencegah Edgar. Kedua sahabatnya sudah melihat bahwa Edgar tidak akan bisa mendekati Lilie dengan cara melamar magang di perusahaan tempat Lilie bekerja. Namun bagi Edgar, usahanya itu belum seberapa. Jadi Edgar akan berusaha lagi meyakinkan Fina agar perempuan itu bersedia membantunya.
Hari ini rupanya Fina sedang menjalani sidang skripsi. Jadi Edgar harus menunggu Fina sampai sidangnya selesai. Selama kurang lebih 2 jam Edgar menunggu di koridor lantai 2 fakultas Komunikasi.
Setelah penantian panjangnya, Edgar akhirnya mendapati sosok Fina di sana. Fina baru saja keluar dari ruang sidang. Edgar tidak langsung menghampiri, karena rasanya tidak sopan jika ia straight to the point datang kepada Fina.
Edgar mengamati dari jarak yang tidak jauh, di sana Fina sedang bersama teman-temannya untuk melakukan sesi foto. Fina terlihat memegang dua buah buket bunga dan satu buah buket snack. Saat akan berfoto, mereka tampak kebingungan karena tidak ada yang bisa membantu mengambil foto mereka secara bersamaan.
Edgar yang mendapati itu segera melangkah ke sana menawarkan bantuan. Fina terlihat terkejut mendapati kehadiran Edgar di sana, tapi akhirnya menerima bantuan lelaki itu.
“Makasih ya Gar,” ucap Fina setelah sesi foto tersebut berakhir.
“Sama-sama Kak,” ujar Edgar. “Selamat ya buat sidangnya,” tambah Edgar lagi.
Teman-teman Fina berlalu dari sana, memberi ruang pada Fina dan Edgar. Rupanya beberapa teman Fina tadi mengenal Edgar dan tidak tahu bahwa ternyata Edgar juga mengenal Fina.
“Lo famous juga ya, temen-temen gue pada kenal lo,” celetuk Fina.
“Iya dong. Gue kan aktif ikut organisasi sama kepanitian Kak,” timpal Edgar diiringi kekehan pelan.
“Iya iya, tau gue. Eh ngomong-ngomong lo habis ada urusan ke sini?” Fina bertanya.
“Iya, gue ada urusan Kak. Gue mau ketemu sama lo dan ngomongin sesuatu,” ucap Edgar.
Fina seketika menghentikan langkahnya dan kini menatap ke arah Edgar.
“Soal magang? Gar, sorry banget nih. Gue beneran nggak bisa bantu lo. Kalau lo emang mau apply di company tempat gue magang, lo coba apply aja. Tapi untuk kasih rekomendasi, kayaknya gue nggak bisa,” papar Fina.
Fina menatap Edgar dengan tatapan tidak tega. Fina mengira Edgar akan benar-benar menyerah setelah ia menolaknya, tapi rupanya tidak. Edgar justru mengajukan pertanyaan pada Fina yang membuatnya tertegun.
“Boleh gue tau alasan sebenarnya lo nggak berkenan untuk rekomendasiin gue?” Edgar bertanya.
Fina tercekat. Edgar seolah bisa membaca apa yang ada di pikirannya dan menjadi pertimbangan bagi Fina menolak Edgar. “Gue ragu karena, pertama gue baru kenal lo. Kedua, mantan atasan gue itu, orang yang gue hormatin banget, Gar. Kak Lilie tuh baik banget sama gue dan gue nggak mau ngecewain dia. Terakhir, gue nggak tau apa motif lo sampe lo segininya berusaha keterima magang di company itu.” Fina akhirnya mengungkapnya keraguannya pada Edgar.
Edgar menghela napasnya sesaat. Akhirnya ia memutuskan untuk jujur pada Fina soal motifnya. Menurut Edgar, jujur adalah yang terbaik dan dalam dunia kerja, itu hal yang sangat langka dan juga diutamakan.
“Gue ngeliat Lilie pertama kali di seminar fakultas waktu itu. Gue tertarik sama Lilie, dan gue pengen kenal sama dia,” ujar Edgar.
Fina tampak tertegun. Perempuan itu akhirnya mengetahui tujuan Edgar bersikeras meminta bantuannya karena ingin mendekati Lilie. Edgar jujur sepenuhnya kepada Fina soal motifnya, dan Fina cukup kagum akan sikap dan itikad lelaki itu untuk jujur.
Fina seketika terdiam dan dibuat kehilangan kata-kata berkat pengakuan Edgar. Menurutnya, Edgar ini lelaki yang termasuk langka spesiesnya.
“Kak, gimana? Lo bersedia bantu gue?” Edgar bertanya dan itu lekas menyadarkan Fina dari keterdiamannya.
“Edgar, gue—” Fina menjeda ucapannya, ia menatap tepat ke manik mata Edgar. Entah bagaimana, Fina seperti tersihir dengan tatapan itu. Fina akui bahwa usaha lelaki ini tidak main-main.
Setelah diam selama beberapa detik, Fina akhirnya kembali membuka suara. “Gar, gue akuin effort lo emang gede banget. Gue harap, usaha lo yang kayak gini nggak cuma di awal, ya. Karena gue nggak mau lo sampe kecewain Kak Lilie atau nyakitin dia.”
“Kak, jadi lo mau bantu gue?” Edgar bertanya untuk memastikan maksud dari semua kalimat Fina yang tersirat.
Fina dengan cepat mengangguk. “Iya, gue bakal bantu lo. Lo udah jujur soal motif lo, dan yaa gue nggak ada alasan buat nggak bantu. Gue akan kabarin Kak Lilie dan coba rekomendasiin lo ke dia. Keputusan akhirnya tetep di Kak Lilie, karena gue cuma bisa bantu segitu.”
“Oke. Gue makasih banyak sama lo, Kak,” ucap Edgar diiringi wajah semringahnya. Edgar masih tidak menyangka, usahanya akhirnya sedikit menampakkan hasil.
“Gar, lo serius suka sama Kak Lilie? Maksud gue nih ya, kalau sampe gue tau lo nyakitin atau mainin dia, gue bakal cari lo dan bikin lo kapok,” cerocos Fina panjang lebar.
“Iya, Kak. Gue serius. Lo liat usaha gue dong, gue nunggu lo kelar sidang dua jam di sini. Gue nggak akan sejauh ini berusaha kalau gue nggak serius,” jelas Edgar kemudian.
“Oke. Gue pegang omongan lo ya,” ucap Fina yang segera mendapat anggukan dari Edgar.
Fina sebenarnya masih sedikit tidak percaya dengan kenyataan bahwa ia bersedia membantu Edgar. Terlebih lagi, alasan Fina membantu adalah karena ia merasa tersentuh dengan cara lelaki itu berusaha. Namun begitulah, Fina akhirnya bersedia membantu Edgar karena hatinya yang tergerak. Dilihat-lihat, Edgar ini memiliki effort yang tinggi dan kepribadian yang cukup gigih serta tangguh. Maka Fina berhasil tidak khawatir lagi terhadap hal-hal yang menjadi pertimbangannya sebelumnya. Fina pun berharap, bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat untuk sesuatu yang akan jadi takdir bagi Edgar dan Lilie nantinya.
***
Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸
Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕