alyadara

Alvaro baru saja selesai shooting dan sampai di rumahnya sekitar pukul 8 malam. Sebelum masuk ke dalam, Alvaro bertemu dengan Aufar di depan rumah.

“Sienna udah pulang?” tanya Alvaro pada Aufar.

“Belum. Tapi tadi udah bilang pak Amar sih, minta tolong dianter pulang jam delapan,” jawab Aufar. Alvaro mengangguk sebelum berlalu dari hadapan Aufar. Aufar yang melihat tingkah atasannya itu bisa memaklumi. Setelah sempat hancur ketika Marsha meninggalkan Alvaro, Alvaro seperti kembali hidup, dan itu berkat kehadiran Sienna.

Sudah beberapa hari ini Alvaro dan Sienna tidak bertemu. Sienna beberapa kali ke rumah untuk bertemu Gio, tapi selalunya saja Alvaro sedang tidak ada di rumah karena padatnya jadwal shooting. Begitu hari ini Alvaro dapat pulang lebih cepat dari jam biasanya, lelaki itu nampak sangat bersemangat untuk bertemu Sienna.

Alvaro tengah mencari keberadaan Sienna di rumahnya. Rupanya Sienna berada di kamar Gio. Saat Alvaro membuka pintu kamar anaknya, ia menemukan Sienna yang langsung menyadari kehadirannya. Sienna lantas meletakkan satu telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan pada Alvaro untuk tidak menimbulkan terlalu banyak suara.

“Gio baru aja tidur,” ujar Sienna memberitahu Alvaro.

Alvaro bergerak perlahan untuk mengambil tempat di sisi kasur, di samping Sienna. Kini mereka saling bertatapan, sebelum akhirnya Alvaro menanyakan sesuatu kepada Sienna. Alvaro menanyakan soal jawaban Sienna mengenai pernyataan citnanya. Ini sudah hampir dua minggu, tapi Sienna belum juga memberi Alvaro jawaban.

“Kita ngomong di luar, takutnya Gio bangun,” ujar Sienna memutuskan. Sienna pun melangkah lebih dulu dan kemudian langkahnya disusul oleh Alvaro.

Sienna dan Alvaro memutuskan bicara di area belakang rumah yang menghadap ke kolam renang. Lampu di sana berwarna kuning temaram, menjadikan tempat itu pada malam hari terlihat indah. Alvaro dan Sienna duduk berhadapan di sebuah kursi yang dibatasi oleh meja panjang.

“Al, gue masih butuh waktu,” ucap Sienna membuka suara.

Alvaro seketika terdiam mendengar jawaban yang terlontar dari bibir Sienna. Alvaro masih menatap Sienna lurus-lurus, tapi Sienna mengalihkan tatapannya ke arah lain.

“Sienna, answer me. Why it took so long?”

Sienna masih mempertahankan diamnya selama beberapa detik. Sampai pada akhirnya Alvaro bertanya lagi. “Sienna, apa ini ada hubungannya sama kemampuan lo membaca mimpi?”

Sienna akhirnya menoleh pada Alvaro. “Ini nggak ada hubungannya, Al.”

No, you’re lying to me,” ucap Alvaro. “It’s oke if you won’t to tell me about your dream. Tapi satu hal yang perlu lo tau. Seburuk apa pun mimpi yang lo alamin tentang masa depan gue, akan lebih buruk kalau lo pergi dari hidup gue, Sienna.” Nafas Alvaro berhembus naik turun ketika lelaki itu mengucapkannya. Alvaro yang Sienna lihat di hadapannya saat ini, adalah sosok Alvaro yang lemah, bukan Alvaro yang tegas, berwibawa, dan berkharisma.

“Al, lo nggak ngerti,” ucap Sienna dengan suaranya yang terdengar sedikit bergetar. Mendapati mata Sienna yang nampak berkaca-kaca, Alvaro segera beranjak dari posisinya. Alvaro memutari meja dan kini ia berada tepat di hadapan Sienna. Alvaro berlutut di dekat Sienna, menumpu tubuhnya dengan kedua kaki dan menatap ke arah Sienna.

“Hey, don’t cry,” ujar Alvaro sembari tangannya terangkat untuk mengusap pipi Sienna, di mana air mata perempuan itu mengalir.

Sienna menatap Alvaro dengan matanya yang memancarkan sebuah afeksi. Alvaro mungkin belum tau itu, dan akan megetahuinya suatu hari nanti, mengetahui bahwa Sienna teramat menyayanginya. Namun ada hal yang harus Sienna pertimbangkan sebelum memutuskan. Sienna merasa bahwa dirinya adalah kunci untuk mengungkap apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Marsha. Sienna adalah juru kuncinya, dan ia ingin sekali mengungkap kebenaran itu. Sienna berniat melakukannya dengan satu tujuan, yakni melindungi orang-orang yang ia sayangi.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Saat seseorang semakin jauh mengenal seseorang, ia akan semakin merasa dekat dengan orang itu. Bila semakin dekat, maka akan ada perasaan takut kehilangan atau takut dikhianati. Itulah gambaran mayoritas yang terjadi pada kehidupan sosial seorang manusia. Namun berbeda dengan orang kebanyakan, semakin jauh mengenal seseorang, Sienna akan semakin jauh dapat mengetahui masa depan orang tersebut. Satu persatu apa yang akan menjadi takdir orang yang dekat dengannya, akan dapat Sienna baca melalui mimpinya.

Di tengah malam yang sunyi, sekitar pukul 12, Sienna kembali mendapati mimpi pembaca masa depan. Di sebuah kamar bernuansa baby pink itu, nampak Sienna yang tertidur dengan gelisah. Peluh membasahi pelipisnya, dan Sienna terlihat tidak nyaman di dalam tidurnya.

Hembusan napas Siena terdengar tidak teratur, kedua belah bibirnya saling membuka dan sedikit bergetar. Menit-menit berlalu yang dilewati Sienna, akhirnya dapat ia lalui. Sienna terbangun dari tidurnya dan kini tengah menatap lurus-lurus ke langit-langit kamarnya.

“Nggak mungkin, nggak. Ini nggak mungkin,” Sienna bermonolog sambil berusaha mengusap pelipisnya yang di penuhi oleh keringat. Bahkan AC di kamarnya tidak dapat menghalau rasa panas berkat perasaan panik yang kini tengah menyerang Sienna.

Sienna berusaha bangun dari posisinya. Ketika Sienna menapakkan kedua kakinya ke lantai, rasanya sendinya lemah dan ia sempat berdiam sebentar untuk mengumpulkan tenaga. Barusan Sienna mendapati mimpi yang sangat mengerikan. Baru kali ini, Sienna membenci dirinya dan ia sangat membenci kemampuan yang dimilikinya. Kalau boleh memilih, Sienna lebih memilih tidak bisa membaca masa depan orang yang ia sayangi.

Sienna menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Di dalam hatinya, Sienna lantas memanjatkan sebuah doa. “Tuhan, aku tahu engkau adalah yang maha baik dari segala yang baik. Apa pun takdir yang Engkau buat, tolong lindungi orang-orang yang aku sayang. Amen.”

Usai memanjatkan doanya, Sienna memutuskan melangkah keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Sienna berjalan menuju dapur dan mengambil air putih, lalu Sienna menuju sofa ruang tamu dan duduk di sana. Setelah meneguk air di gelasnya, Sienna kembali termenung di ruang tamu. Pandangannya kosong, jiwanya sepertinya terguncang, dan Sienna berusaha untuk menutupi semuanya dengan menelan sendiri kenyataan yang ia ketahui.

“Sienna ..?” ujaran itu membuat Sienna menoleh. Di sana Sienna mendapati Renata. Mamanya dengan wajah setengah mengantuk lantas menghampirinya dan duduk di sampingnya.

“Nak, ada apa? Kamu mimpi lagi?” tanya Renata.

Sienna menatap Renata dengan tatapan mengadu, tapi bibirnya tetap terkatup dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Mah—” ucapan Sienna tertahan berkat tangisnya yang akhirnya tidak dapat lagi ia bendung. Renata yang mendapati itu segera meraih putrinya ke dalam pelukan.

“Ssshh ... kamu tenang ya. Kalau kamu mau cerita, Mama siap dengerin. Tapi kalau kamu belum atau bahkan nggak mau cerita, nggak papa,” tutur Renata sembari mengusap punggung Sienna dengan gerakan searah.

Selang beberapa detik kemudian, Sienna mengurai pelukannya. “Mah, Sienna bingung menghadapi ini. Sienna nggak tau harus ngambil langkah apa. Sienna dapat mimpi yang berhubungan sama orang-orang yang Sienna sayang. Sienna takut salah membuat keputusan, Mah.”

Renata paham kalau Sienna tidak dapat menceritakan tentang mimpinya saat ini. Namun suatu hari, Renata yakin bahwa putrinya akan mengadu padanya dan menceritakan tentang mimpinya.

“Sienna, dengerin Mama yaa, Nak. Kamu cuma perlu mengikuti kata hati kamu. Kamu tau apa yang baik, dan apa yang buruk. Kemampuan yang kamu punya, harus kamu gunakan dengan sebaik mungkin. Mama yakin, kamu tahu keputusan yang harus kamu ambil. Selama itu demi kebaikan, Tuhan akan selalu ada di samping kamu untuk melindungi kamu, dan juga orang-orang yang kamu sayang.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Saat seseorang semakin jauh mengenal seseorang, ia akan semakin merasa dekat dengan orang itu. Bila semakin dekat, maka akan ada perasaan takut kehilangan atau takut dikhianati. Itulah gambaran mayoritas yang terjadi pada kehidupan sosial seorang manusia. Namun berbeda dengan orang kebanyakan, semakin jauh mengenal seseorang, Sienna akan semakin jauh dapat mengetahui masa depan orang tersebut. Satu persatu apa yang akan menjadi takdir orang yang dekat dengannya, akan dapat Sienna baca melalui mimpinya.

Di tengah malam yang sunyi, sekitar pukul 12, Sienna kembali mendapati mimpi pembaca masa depan. Di kamar bernuansa baby pink miliknya, nampak Sienna yang tertidur dengan gelisah. Peluh membasahi pelipisnya, dan Sienna terlihat tidak nyaman di dalam tidurnya.

Hembusan napas Siena terdengar tidak teratur, kedua belah bibirnya saling membuka dan sedikit bergetar. Menit-menit berlalu yang dilewati Sienna, akhirnya dapat ia lalui. Sienna terbangun dari tidurnya dan kini tengah menatap lurus-lurus ke langit-langit kamarnya.

“Nggak mungkin, nggak. Ini nggak mungkin,” Sienna bermonolog sambil berusaha mengusap pelipisnya yang di penuhi oleh keringat. Bahkan AC di kamarnya tidak dapat menghalau rasa panas berkat perasaan panik yang kini tengah menyerang Sienna.

Sienna berusaha bangun dari posisinya. Ketika Sienna menapakkan kedua kakinya ke lantai, rasanya sendinya lemah dan ia sempat berdiam sebentar untuk mengumpulkan tenaga. Barusan Sienna mendapati mimpi yang sangat mengerikan. Baru kali ini, Sienna membenci dirinya dan ia sangat membenci kemampuan yang dimilikinya. Kalau boleh memilih, Sienna lebih memilih tidak bisa membaca masa depan orang yang ia sayangi.

Sienna menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Di dalam hatinya, Sienna lantas memanjatkan sebuah doa. “Tuhan, aku tahu engkau adalah yang maha baik dari segala yang baik. Apa pun takdir yang Engkau buat, tolong lindungi orang-orang yang aku sayang. Amen.”

Usai memanjatkan doanya, Sienna memutuskan melangkah keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Sienna berjalan menuju dapur dan mengambil air putih, lalu Sienna menuju sofa ruang tamu dan duduk di sana. Setelah meneguk air di gelasnya, Sienna kembali termenung di ruang tamu. Pandangannya kosong, jiwanya sepertinya terguncang, dan Sienna berusaha untuk menutupi semuanya dengan menelan sendiri kenyataan yang ia ketahui.

“Sienna ..?” ujaran itu membuat Sienna menoleh. Di sana Sienna mendapati Renata. Mamanya dengan wajah setengah mengantuk lantas menghampirinya dan duduk di sampingnya.

“Nak, ada apa? Kamu mimpi lagi?” tanya Renata.

Sienna menatap Renata dengan tatapan mengadu, tapi bibirnya tetap terkatup dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Mah—” ucapan Sienna tertahan berkat tangisnya yang akhirnya tidak dapat lagi ia bendung. Renata yang mendapati itu segera meraih putrinya ke dalam pelukan.

“Ssshh ... kamu tenang ya. Kalau kamu mau cerita, Mama siap dengerin. Tapi kalau kamu belum atau bahkan nggak mau cerita, nggak papa,” tutur Renata sembari mengusap punggung Sienna dengan gerakan searah.

Selang beberapa detik kemudian, Sienna mengurai pelukannya. “Mah, Sienna bingung menghadapi ini. Sienna nggak tau harus ngambil langkah apa. Sienna dapat mimpi yang berhubungan sama orang-orang yang Sienna sayang. Sienna takut salah membuat keputusan, Mah.”

Renata paham kalau Sienna tidak dapat menceritakan tentang mimpinya saat ini. Namun suatu hari, pasti putrinya akan mengadu padanya dan menceritakannya.

“Sienna, dengerin Mama ya Nak. Kamu cuma perlu mengikuti kata hati kamu. Kamu tau apa yang baik dan apa yang buruk. Kemampuan yang kamu punya, harus kamu gunakan dengan sebaik mungkin. Mama yakin, kamu tahu keputusan yang harus kamu ambil. Selama itu demi kebaikan, Tuhan akan selalu ada di samping kamu untuk melindungi kamu, dan juga orang-orang yang kamu sayang.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna membuka jendela di sampingnya begitu mobilnya berhenti di sebuah pos yang dijaga oleh seorang satpam. Ketika seorang petugas yang berjaga di sana mendapati bahwa orang itu adaah Sienna, ia langsung berujar, “Ohh, Mbak Sienna. Saya kira dijemput pak Amar atau biasanya bareng sama bapak.”

“Engga Pak, Alvaro kan masih shooting. Saya bawa mobil aja sendiri ke sini,” ujar Sienna.

Petugas itu lantas mengangguk dan mengulaskan senyum ramahnya pada Sienna, sebelum akhirnya membukakan pagar rumah agar mobil Sienna bisa masuk.

“Mari, Pak,” ucap Sienna sebelum kembali memanuver mobilnya. Petugas itu mengangguk sambil sedikit membungkukkan badannya ketika mobil Sienna berlalu dari hadapannya.

***

“Makasih ya Pak,” ujar Sienna pada seseorang yang ia kenal yang telah membantu memarkirkan mobilnya.

“Sama-sama Mbak.”

Setelah berpamitan pada pak Hasyim, Sienna melangkah menuju area rumah. Saat Sienna pertama kali memasuki rumah ini, ia pun mengenal satu persatu para penghuni di dalamnya. Ada 2 asisten rumah tangga, tukang kebun, dan bodyguard. Mereka semua memperlakukan Sienna dengan sangat baik. Sampai terkadang, Sienna merasa bersalah ketika para pekerja di rumah Alvaro memperlakukannya layaknya ia adalah pengganti nyonya mereka di rumah ini. Sienna menghargai itu, tapi ada perasaan bersalah juga, karena ini terasa tidak sesuai. Mereka jelas tahu bahwa majikan mereka masih terikat pernikahan dengan nyonya pemilik rumah ini yang sebenarnya.

“Bundaaa!” seruan itu menyambut Sienna. Sienna baru melangkahkah kakinya sampai di ruang tamu ketika ia mendapati Gio di sana. Gio sedikit berlari ke arahnya. Wajah Gio tampak senang saat mendapati Sienna, selalu seperti itu.

“Bunda,” ujar Gio setelah ia menyalami tangan Sienna.

“Iya?”

“Bunda, Gio kangen banget Bunda. Makasih yaa Bunda udah dateng,” ujar Gio.

Sienna tersenyum lembut, “Gio udah tau kalau Bunda mau ke sini?”

“Gio udah tau, makanya Gio bangun pagi, terus Gio udah mandi.” Gio dan Sienna lantas melangkah bersama menuju area rumah lebih dalam.

“Oma ... Oma ... Bunda Sienna udah dateng lho,” celetukan Gio tersebut lantas membuat tatapan Sienna mengarah pada area dapur di sisi kanan rumah setelah mereka berjalan beberapa langkah.

Sienna lantas mendapati sosok Inggit yang menghampirinya dari arah dapur. Sebuah senyum terulas di wajah cantik yang tidak lagi muda itu. Ini pertama kalinya Sienna bertemu Inggit setelah Inggit mengetahui sosok ‘Bunda Sienna’ yang sering diceritakan cucunya. Inggit memang tidak tinggal di rumah ini, karean wanita memiliki rumahnay sendiri.

Sienna memberikan salam sopannya pada Inggit yang disambut ramah oleh wanita itu. “Sienna, Gio udah cerita banyak tentang kamu. Terima kasih ya, karena kamu, cucu saya pelan-pelan bisa dengan baik melewati fase adrenarche-nya,” ujar Inggit.

“Sama-sama, Tante. Saya senang bisa membantu,” ucap Sienna.

“Hari ini Tante masak lumayan banyak lho. Kita makan bareng, yuk. Gimana?” ajak Inggit pada Sienna.

Gio yang menarik tangan Sienna agar mereka makan bersama, membuat Sienna menurut saja untuk berjalan mengikutinya. Ketika mereka sampai di ruang makan, Sienna menatap hidangan di meja makan itu. Tampak di sana berbagai makanan yang Sienna tahu adalah jenis makanan khas Sumatera.

Tatapan Sienna bersinggungan dengan Inggit, dan Inggit akhirnya berujar, “Sienna, ini semua makanan kesukaan Alvaro. Sayangnya anak itu harus shooting dari tadi malem sampai siang ini, belum juga balik. Tante udah masakin padahal.”

“Iya, papa kerja terus. Harusnya kita makan bareng-bareng kan Oma?” celetuk Gio.

“Iya, nanti kita makan bareng-bareng kalau papamu udah pulang. Lauknya masih bisa diangetin, papamu pasti lahap banget makannya kalau menunya apa yang dia suka.”

“Sienna, ayo silakan diambil makanannya. Anggap aja seperti di rumah sendiri ya. Alvaro juga udah cerita lumayan banyak tentang kamu, teryata kalian satu sekolah waktu SD ya?”

“Iya, Tante.” Sienna mengangguk sebelum akhirnya mengambil piring untuknya dan mengisinya dengan nasi.

***

Sienna dan Gio berpindah ke kamar setelah tadinya mereka berada di ruang belajar. Waktu menunjukkan pukul 2 siang, dan Sienna mengarahkan Gio untuk tidur siang. Gio belum dapat memejamkan matanya, jadi anak itu menceritakan sesuatu pada Sienna. Mereka duduk di kasur, menyandarkan punggung ke header kasur, dan menyembunyikan kaki di bawah bed cover tebal.

Setelah cukup lama mengenal Gio, Sienna jadi tahu bahwa Gio adalah anak yang pintar. Daya tangkap anak itu cukup cepat, dibanding anak seusianya. Pikirannya kritis, dan ingatannya cukup tajam. Jadi ketika Sienna mengobrol dengan Gio setelah mengerjakan PR sekolah, Gio dapat dengan lancar menceritakan silsilah keluarganya.

“Opanya Gio yang dari papa udah meninggal. Gio tau nama panjang opa sama oma.”

“Ohya Gio tau?” tanya Sienna.

“Gio tau dong. Kalau opa namanya Harris Zachary, kalau Oma … tunggu! Gio lupa deh.”

Sienna tertawa kecil mendapati ekspresi Gio ketika sedang berusaha mengingat. Setiap melihat Gio, Sienna selalu dapat menemukan sosok lembut dan penyayang yang ada pada diri Alvaro, yang terefleksi kepada Gio.

“Gio udah inget, Bunda. Namanya oma itu Inggit Siregar. Oma jago masak lho, Bunda. Tapi makanan pedes-pedes gitu, kesukaannya papa.”

“Gio, makasih ya Nak udah jadi anak pintar. Gio udah nurut sama papa, nurut sama oma, Gio udah jadi anak yang hebat sekali.”

“Sama Bunda juga,” ucap Gio sambil mendongak dan menatap tepat ke manik mata Sienna.

Sienna mengangguk sambil berusaha menahan air matanya. Perilaku Gio padanya, yang tidak pernah lupa menyebut namanya, seolah-olah Sienna memang punya tempat di rumah ini.

“Bunda,” ujar Gio pelan.

“Iya, Gio? Ada apa?”

“Papa nggak pernah lupa sama Bunda lho.”

“Ohiya? Maksud Gio gimana?”

Gio nampak berpikir sejenak, sepertinya anak itu bingung harus mengatakannya. Setiap perilaku Alvaro yang Gio dapati, membuat Gio akhirnya dapat membuat sebuah kesimpulan. Namun dasarnya pemikirannya masih sederhana, jadi Gio agak bingung menyampaikannya.

“Papa selalu inget sama Bunda, sama kayak papa inget Gio. Setiap lagi ngomong sama Gio atau sama oma, pasti papa sebut nama Bunda. Papa selalu ingetin mbak Gina, jemput Gio, kirim makanan ke sekolah Gio, gitu Papa bilang, papa begitu karena papa sayang sama Gio.”

“Iya dong, papanya Gio pasti sayang sekali sama Gio,” Sienna memperjelas argumen tersebut.

“Tapi berarti papa sayang Bunda juga, dong?” celetuk Gio. Gio masih menatap Sienna di sana, wajah bocah itu tampak bingung dan terlihat sedang berusaha menyatukan benang-benang merah di kepalanya.

Sienna lantas hanya mengulaskan senyumnya, tanpa bisa menanggapi argumen Gio yang satu itu. Menit yang akhirnya berlalu, mengantarkan Gio untuk tertidur. Gio mulai memejamkan matanya dan akan menuju alam mimpi setelah sudah merasa mengantuk. Sienna masih di sana, pikirannya dipenuhi oleh ucapan Gio. Gio yang sekecil ini begitu pintar menyimpulkan sesuatu. Sebuah hati yang begitu suci dan sebelumnya telah dipenuhi oleh kasih sayang, pastilah dapat dengan mudah merasakan rasa sayang orang-orang di sekitarnya. Itu juga termasuk bagaimana sikap Alvaro terhadap Sienna yang akhirnya Gio simpulkan bahwa itu bentuk kasih sayang.

Sienna menatap wajah tertidur Gio selama beberapa detik. Kemudian sebelum Sienna beranjak pergi dari sana, ia berujar lembut di dekat Gio. “Gio, Bunda sayang sekali sama Gio.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna membuka jendela di sampingnya begitu mobilnya berhenti di sebuah pos yang dijaga oleh seorang satpam. Ketika seorang petugas yang berjaga di sana mendapati bahwa orang itu adaah Sienna, ia langsung berujar, “Ohh, Mbak Sienna. Saya kira dijemput pak Amar atau biasanya bareng sama bapak.”

“Engga Pak, Alvaro kan masih shooting. Saya bawa mobil aja sendiri ke sini,” ujar Sienna.

Petugas itu lantas mengangguk dan mengulaskan senyum ramahnya pada Sienna, sebelum akhirnya membukakan pagar rumah agar mobil Sienna bisa masuk.

“Mari, Pak,” ucap Sienna sebelum kembali memanuver mobilnya. Petugas itu mengangguk sambil sedikit membungkukkan badannya ketika mobil Sienna berlalu dari hadapannya.

***

“Makasih ya Pak,” ujar Sienna pada seseorang yang ia kenal yang telah membantu memarkirkan mobilnya.

“Sama-sama Mbak.”

Setelah berpamitan pada pak Hasyim, Sienna melangkah menuju area rumah. Saat Sienna pertama kali memasuki rumah ini, ia pun mengenal satu persatu para penghuni di dalamnya. Ada 2 asisten rumah tangga, tukang kebun, dan bodyguard. Mereka semua memperlakukan Sienna dengan sangat baik. Sampai terkadang, Sienna merasa bersalah ketika para pekerja di rumah Alvaro memperlakukannya layaknya ia adalah pengganti nyonya mereka di rumah ini. Sienna menghargai itu, tapi ada perasaan bersalah juga, karena ini terasa tidak sesuai. Mereka jelas tahu bahwa majikan mereka masih terikat pernikahan dengan nyonya pemilik rumah ini yang sebenarnya.

“Bundaaa!” seruan itu menyambut Sienna. Sienna baru melangkahkah kakinya sampai di ruang tamu ketika ia mendapati Gio di sana. Gio sedikit berlari ke arahnya. Wajah Gio tampak senang saat mendapati Sienna, selalu seperti itu.

“Bunda,” ujar Gio setelah ia menyalami tangan Sienna.

“Iya?”

“Bunda, Gio kangen banget Bunda. Makasih yaa Bunda udah dateng,” ujar Gio.

Sienna tersenyum lembut, “Gio udah tau kalau Bunda mau ke sini?”

“Gio udah tau, makanya Gio bangun pagi, terus Gio udah mandi.” Gio dan Sienna lantas melangkah bersama menuju area rumah lebih dalam.

“Oma ... Oma ... Bunda Sienna udah dateng lho,” celetukan Gio tersebut lantas membuat tatapan Sienna mengarah pada area dapur di sisi kanan rumah setelah mereka berjalan beberapa langkah.

Sienna lantas mendapati sosok Inggit yang menghampirinya dari arah dapur. Sebuah senyum terulas di wajah cantik yang tidak lagi muda itu. Ini pertama kalinya Sienna bertemu Inggit setelah Inggit mengetahui sosok ‘Bunda Sienna’ yang sering diceritakan cucunya. Inggit memang tidak tinggal di rumah ini, karean wanita memiliki rumahnay sendiri.

Sienna memberikan salam sopannya pada Inggit yang disambut ramah oleh wanita itu. “Sienna, Gio udah cerita banyak tentang kamu. Terima kasih ya, karena kamu, cucu saya pelan-pelan bisa dengan baik melewati fase adrenarche-nya,” ujar Inggit.

“Sama-sama, Tante. Saya senang bisa membantu,” ucap Sienna.

“Hari ini Tante masak lumayan banyak lho. Kita makan bareng, yuk. Gimana?” ajak Inggit pada Sienna.

Gio yang menarik tangan Sienna agar mereka makan bersama, membuat Sienna menurut saja untuk berjalan mengikutinya. Ketika mereka sampai di ruang makan, Sienna menatap hidangan di meja makan itu. Tampak di sana berbagai makanan yang Sienna tahu adalah jenis makanan khas Sumatera.

Tatapan Sienna bersinggungan dengan Inggit, dan Inggit akhirnya berujar, “Sienna, ini semua makanan kesukaan Alvaro. Sayangnya anak itu harus shooting dari tadi malem sampai siang ini, belum juga balik. Tante udah masakin padahal.”

“Iya, papa kerja terus. Harusnya kita makan bareng-bareng kan Oma?” celetuk Gio.

“Iya, nanti kita makan bareng-bareng kalau papamu udah pulang. Lauknya masih bisa diangetin, papamu pasti lahap banget makannya kalau menunya apa yang dia suka.”

“Sienna, ayo silakan diambil makanannya. Anggap aja seperti di rumah sendiri ya. Alvaro juga udah cerita lumayan banyak tentang kamu, teryata kalian satu sekolah waktu SD ya?”

“Iya, Tante.” Sienna mengangguk sebelum akhirnya mengambil piring untuknya dan mengisinya dengan nasi.

***

Sienna dan Gio berpindah ke kamar setelah tadinya mereka berada di ruang belajar. Waktu menunjukkan pukul 2 siang, dan Sienna mengarahkan Gio untuk tidur siang. Gio belum dapat memejamkan matanya, jadi anak itu menceritakan sesuatu pada Sienna. Mereka duduk di kasur, menyandarkan punggung ke header kasur, dan menyembunyikan kaki di bawah bed cover tebal.

Setelah cukup lama mengenal Gio, Sienna jadi tahu bahwa Gio adalah anak yang pintar. Daya tangkap anak itu cukup cepat, dibanding anak seusianya. Pikirannya kritis, dan ingatannya cukup tajam. Jadi ketika Sienna mengobrol dengan Gio setelah mengerjakan PR sekolah, Gio dapat dengan lancar menceritakan silsilah keluarganya.

“Opanya Gio yang dari papa udah meninggal. Gio tau nama panjang opa sama oma.”

“Ohya Gio tau?” tanya Sienna.

“Gio tau dong. Kalau Opa namanya Harris Zachary, kalau Oma … tunggu! Gio lupa deh.”

Sienna tertawa kecil mendapati ekspresi Gio ketika sedang berusaha mengingat. Setiap melihat Gio, Sienna selalu dapat menemukan sosok lembut dan penyayang yang ada pada diri Alvaro, yang terefleksi kepada Gio.

“Gio udah inget, Bunda. Namanya oma itu Inggit Siregar. Oma jago masak lho, Bunda. Tapi makanan pedes-pedes gitu, kesukaannya papa.”

“Gio, makasih ya Nak udah jadi anak pintar. Gio udah nurut sama papa, nurut sama oma, Gio udah jadi anak yang hebat sekali.”

“Sama Bunda juga,” ucap Gio sambil mendongak dan menatap tepat ke manik mata Sienna.

Sienna mengangguk sambil berusaha menahan air matanya. Perilaku Gio padanya, yang tidak pernah lupa menyebut namanya, seolah-olah Sienna memang punya tempat di rumah ini.

“Bunda,” ujar Gio pelan.

“Iya, Gio? Ada apa?”

“Papa nggak pernah lupa sama Bunda lho.”

“Ohiya? Maksud Gio gimana?”

Gio nampak berpikir sejenak, sepertinya anak itu bingung harus mengatakannya. Setiap perilaku Alvaro yang Gio dapati, membuat Gio akhirnya dapat membuat sebuah kesimpulan. Namun dasarnya pemikirannya masih sederhana, jadi Gio agak bingung menyampaikannya.

“Papa selalu inget sama Bunda, sama kayak papa inget Gio. Setiap lagi ngomong sama Gio atau sama oma, pasti papa sebut nama Bunda. Papa selalu ingetin mbak Gina, jemput Gio, kirim makanan ke sekolah Gio, gitu Papa bilang, papa begitu karena papa sayang sama Gio.”

“Iya dong, papanya Gio pasti sayang sekali sama Gio,” Sienna memperjelas argumen tersebut..

“Tapi berarti papa sayang Bunda juga, dong?” celetuk Gio. Gio masih menatap Sienna di sana, wajah bocah itu tampak bingung dan terlihat sedang berusaha menyimpulkan benang-benang merah di kepalanya.

Sienna lantas hanya mengulaskan senyumnya, tanpa bisa menanggapi argumen Gio yang satu itu. Menit yang akhirnya berlalu, mengantarkan Gio untuk tertidur. Gio mulai memejamkan matanya dan akan menuju alam mimpi setelah sudah merasa mengantuk. Sienna masih di sana, pikirannya dipenuhi oleh ucapan Gio. Gio yang sekecil ini begitu pintar menyimpulkan sesuatu. Sebuah hati yang begitu suci dan sebelumnya telah dipenuhi oleh kasih sayang, pastilah dapat dengan mudah merasakan rasa sayang orang-orang di sekitarnya. Itu juga termasuk bagaimana sikap Alvaro terhadap Sienna yang akhirnya Gio simpulkan bahwa itu bentuk kasih sayang.

Sienna menatap wajah tertidur Gio selama beberapa detik. Kemudian sebelum Sienna beranjak pergi dari sana, ia berujar lembut di dekat Gio. “Gio, Bunda sayang sekali sama Gio.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna masih belum bisa melepas Gio, begitupun sebaliknya. Sudah 5 hari hari berlalu sejak Sienna meminta Alvaro memberinya waktu, tapi hingga kini Sienna dan Gio masih kerap bertemu. Gio kemarin datang lagi ke rumah sakit dan Sienna membantunya mengerjakan PR sekolah. Hari ini merupakan jadwal bagi Sienna untuk pulang dari rumah sakit. Sienna sudah merasa lebih baik kondisi fisiknya, tapi ada sesuatu yang memenuhi pikirannya. Itu adalah tentang pernyataan Alvaro kepada Sienna beberapa hari lalu. Soal perasaan Alvaro terhadap Sienna, yang Sienna sendiri cukup terkejut kala mengetahuinya.

Setelah pernyataan Alvaro melalui chat itu, Sienna belum bertemu lagi dengan Alvaro. Gio selalu datang bersama Gina dengan diantar supir yang ditugaskan oleh Alvaro. Siang ini Gio berada di rumah sakit, sedang menunggu untuk dijemput. Sienna menunggu sampai Gio dan Gina dijemput oleh supir. Namun kenyataan yang didapati Sienna, bukan pak Amar yang datang menjemput.

Ketika Gina membuka pintu, terlihat sosok Alvaro di sana. Sienna bersyukur ia dapat menghindari Alvaro beberapa hari lalu, tapi kini Sienna tidak lagi dapat menghindar. Sienna tidak bisa terus lari dari apa yang seharusnya ia dan Alvaro selesaikan.

“Gina, tolong ajak Gio keluar dulu,” ujar Alvaro kepada Gina.

Gina segera mengangguk dan mengajak Gio untuk keluar dengan alasan akan membeli ice cream. Gio pun menurut saja dan akhirnya ikut bersama Gina meninggalkan ruangan itu. Kini tersisa Sienna dan Alvaro di ruang rawat itu. Terdengar lagi suara pintu yang kembali di ketuk, dan Alvaro berjalan ke arah pintu untuk membukanya.

Sienna tidak tahu siapa orang di sana, yang jelas orang itu memberikan sebuket bunga berukuran cukup besar kepada Alvaro. Kini Alvaro telah kembali pada Sienna dan meletakkan buket bunga itu di nakas di samping ranjang.

Sienna lantas melayangkan tatapannya pada buket bunga mawar pink dengan satu jenis warna pink yang seragam. Bunga tersebut nampak persis dengan bunga yang Sienna lihat di mimpinya, terang saja Sienna tertegun karena melihat bunga kini jelas nyata berada di hadapannya.

Pink rose

“Sienna,” ujar Alvaro pelan. Otomatis Sienna menoleh dan kini pandangannya bertemu dengan iris legam Alvaro. Aura karismatik Alvaro seperti membius Sienna untuk hanya melihat ke arah lelaki itu.

“Soal pernyataan gue beberapa hari lalu, gue benar-benar serius sama perasaan gue terhadap lo. Gue nggak ingin, lo pergi dari hidup gue dan Gio,” tutur Alvaro dengan sorot matanya yang memancarkan kesungguhan.

Sienna masih di sana, tapi ia dengan cepat mengalihkan tatapannya dari Alvaro ke arah lain. Satu hal yang Sienna ketahui, dirinya dan Alvaro adalah dua kutub yang mustahil untuk bisa bersama.

Perlahan Alvaro meraih satu tangan Sienna, kemudian lelaki itu menggenggamnya. Sienna yang menyadari aksi Alvaro itu, seketika melayangkan tatapannya pada tangannya yang kini digenggam Alvaro. Mereka masih berdiri, saling berhadapan dan saling menatap.

Sienna perlahan melepaskan tangannya dari tangan Alvaro. Dari isyarat tersebut, Alvaro tahu bahwa Sienna telah menolak perasaannya.

“Sienna, tapi kenapa? Apa nggak ada sedikit pun perasaan lo untuk gue?” Alvaro bertanya dengan nadanya yang terdengar getir.

Seinna seketika seperti merasakan de javu tentang kejadian 14 tahun lalu. Di mana saat ia mendapati Alvaro menyatakan perasaan padanya. Hanya saja bedanya, kini mereka dalam versi dewasa. Kini Alvaro yang Sienna ketahui adalah Alvaro yang berkharisma, penyayang, dan berhati lembut. Sosok Alvaro yang telah berubah di mata Sienna.

“Al, lo terikat pernikahan sama Marsha. Gimana bisa—”

“Sienna, izinin gue jelasin sesuatu ke lo.”

Sienna nampak bingung dengan kalimat yang baru saja dilontarkan Alvaro.

“Sebelum lo ketemu sama Gio, gue udah bikin keputusan soal hubungan gue dan Marsha.” Alvaro menjeda ucapannyas sesaat, lelaki itu menatap Sienna tepat di manik matanya. “Sienna, gue dan Marsha akan bercerai, tapi perceraian itu terpaksa harus gue tunda. Kabar perceraian kemungkinan bisa berdampak nggak baik untuk Gio, kalau sampai ada pemberitaan buruk yang mengarah ke Marsha. Gimana pun Marsha tetap ibu kandung Gio. Tapi cepat atau lambat setelah gue berhasil nemuin Marsha, gue akan cerai dengan Marsha.”

Rentetan kalimat Alvaro seperti sebuah petir di siang bolong bagi Sienna. Mengapa semakin berjalannya waktu, semakin satu persatu mimpi Sienna menjadi kenyataan? Pertemuannya dengan Gio dan Alvaro, panggilan ‘Bunda Sienna’ dari Gio untuknya, ditambah lagi saat ini Alvaro menyatakan perasaan padanya serta berniat akan menggugat cerai Marsha.

Apa yang menjadi pertimbangan Alvaro terasa benar dibenak Sienna. Posisi Alvaro dan Marsha yang merupakan public figure, membuat Alvaro terpaksa menunda perceraian. Pasti akan banyak pemberitaan buruk kalau Alvaro langsung menggugat cerai Marsha, sementara keberadaan Marsha saat ini pun juga belum diketahui dengan jelas.

“Al, lo udah pikirin dampaknya kalau lo dan Marsha bercerai?” Sienna bertanya dan Alvaro sudah mengerti ke mana arah pembicaraan Sienna.

“Gimana perasaan Gio nanti kalau tau orang tuanya berpisah?” pertanyaan Sienna itu langsung memiliki sebuah jawaban di benak Alvaro.

“Gio memang prioritas gue, Sienna. Tapi apa gue nggak berhak memperjuangkan kebahagiaan gue sendiri? Gue nggak ingin mempertahankan seseorang, di saat orang itu lebih milih pergi tanpa kejelasan. Gue ingin memperjuangkan lo, karena lo kebahagiaan baru yang ingin gue perjuangkan,” tutur Alvaro panjang lebar.

Sienna masih terdiam di tempatnya. Bayangan masa depan Alvaro yang ada di mimpinya membuat Sienna takut mengambil keputusan. Sienna takut jika keputusannya akan berpengaruh buruk terhadap masa depan Alvaro dan juga Gio.

“Al, udah seharusnya nggak ada perasaan apa-apa di antara kita,” ucap Sienna sambil menatap Alvaro tepat di iris matanya. Alvaro yang mendengar kalimat itu seketika menatap Sienna dengan tatapan tidak percaya.

“Sienna,” Alvaro kembali meraih tangan Sienna, tapi Sienna bergerak menjauhi Alvaro, hingga genggaman itu terlepas begitu saja.

Sienna mengalihkan tatapannya dari Alvaro, ia tidak sanggup melihat kedua iris legam itu.

“Gue harap lo bisa hargain keputusan gue. Gue nggak punya perasaan yang sama kayak lo,” ucap Sienna pelan.

Sienna menolak Alvaro, lagi, seperti 14 tahun yang lalu. Namun kini bedanya, Alvaro bukan lagi bocah ingusan yang akan menyerah ketika Sienna menolaknya. Sebelum Alvaro berlalu dari sana, Alvaro mengatakan bahwa ia ingin berjuang untuk meyakinkan Sienna, Alvaro ingin membuat Sienna mencintainya.

Selama waktu yang mereka lalui bersama, Alvaro dapat merasakan bahwa Sienna juga memiliki perasaan khusus terhadapnya. Perlakuan dan perhatian yang tidak sadar Sienna berikan, dari sana Alvaro dapat merasakan bahwa Sienna sebenarnya memiliki perasaan kepadanya. Jadi Alvaro tidak akan langsung menyerah, karena bagi Alvaro bertemu kembali dengan Sienna adalah anugerah terindah di hidupnya. Alvaro tidak akan menyiakan-nyiakan kesempatan yang sudah takdir berikan padanya.

***

Sienna masih berada di ruang rawatnya. Alvaro dan Gio sudah pulang bersama dengan Gina juga. Sienna duduk di sofa, ia tidak dapat lagi membendung air matanya. Dengan kedua tangannya, Sienna menutup wajahnya dan perlahan isak tangisnya mulai terdengar memenuhi ruangan.

Saat Sienna masih menangis, Fia membuka pintu dan masuk. Fia baru saja kembali dari toilet dan berniat memberi tahu Sienna kalau Raka sudah datang menjemput mereka di lobi.

“Mbak,” ujar Fia pelan seraya menyentuh pundak Sienna. Fia terlihat bingung karena mendapati Sienna menangis. Setahunya tidak ada yang terjadi dan beberapa menit yang lalu semuanya nampak baik-baik saja.

Fia memutuskan tidak mengatakan apa pun, ia hanya mengusap pundak Sienna dengan gerakan searah dan berharap itu dapat menenangkan Sienna.

Beberapa detik berlalu, Sienna menunjukkan wajahnya yang kini nampak sembap di hadapan Fia. Melihat Sienna dengan keadaan seperti ini, hati Fia rasanya ikut merasa sakit.

“Mbak, tenang dulu ya. Kalau Mbak butuh waktu untuk sendiri, gue akan tunggu di luar. Nanti kalau udah legaan, lo susul gue ya,” ujar Fia.

“Fi, gue butuh seseorang buat cerita,” ujar Sienna kemudian. Sienna rasanya tidak sanggup memendamnya sendiri.

Fia lantas mengangguk, ia pun siap mendengarkan Sienna.

“Saat lo punya keinginan untuk terus ada di samping seseorang, tapi lo nggak bisa. Apa yang harusnya lo lakuin?” tanya Sienna.

“Tergantung Mbak. Nggak bisanya, karena apa? Karena takdir?”

Sienna mengangguk. “Kemungkinan besar karena takdir. Fi, kemarin Alvaro nyatain perasaannya ke gue, hari ini dia yakinin gue, tapi gue nolak dia, Fi.”

“Mbak, lo serius?” Seketika Fia nampak terkejut. Seketika tatapan Fia mengarah pada buket bunga yang ada di nakas samping ranjang. Dari benda tersebut, Fia sudah tahu apa yang telah terjadi tanpa Sienna menjelaskannya.

“Fi, gue sayang sama dia. Tapi gue takut kalau gue terima, malah akan berdampak buruk untuk masa depannya, karena gue bisa baca masa depannya Alvaro,” ungkap Sienna.

“Fi, menurut lo, apa yang harus gue lakuin?”

“Mbak, kalau menurut gue, kali ini lo perlu egois sama diri sendiri. Lo berhak untuk memilih apa yang lo inginkan di hidup lo. Perlakuan Alvaro ke lo selama ini, semua efforts yang dia lakuin untuk lo, bikin gue yakin kalau dia serius sama perasaannya.” Fia menjeda ucapannya sesaat. Fia merupakan salah satu saksi dari perilaku dan sikap tulus Alvaro terhadap Sienna. Fia melihat bagaimana istimewanya Alvaro memperlakukan Sienna. Fia yakin bahwa Sienna memiliki tempat spesial tersendiri di hidup Alvaro.

Fia meraih satu tangan Sienna dan menggenggamnya, lalu Fia kembali berujar, “Mbak, sesulit apa pun rintangan yang bakal lo dan Alvaro hadapin, kalau kalian emang ditakdirkan bareng, akan selalu ada jalan.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Kalau pun Sienna akan menyesal suatu hari, setidaknya sekali saja ia telah bersikap egois dengan memilih apa yang hatinya inginkan. Perkataan Alvaro soal memperjuangkannya, membuat Sienna ingin melakukan hal yang sama. Sienna ingin berjuang untuk dirinya, untuk Alvaro, dan untuk masa depan mereka yang akan datang. Maka Sienna telah setuju untuk bicara dengan Alvaro di sebuah restoran. Sienna dan Alvaro akan menuju tempat itu secara terpisah, dengan tujuan untuk menghindari pertanyaan orang-orang sekitar tentang hubungan keduanya. Meskipun Alvaro ingin berada di mobil yang sama dengan Sienna, tapi rasanya sekarang hal tersebut belum memungkinkan.

Semua take di tempat shooting telah selesai dilakukan. Pekerjaan hari ini di tempat itu telah beres. Biasanya memang ada acara kumpul-kumpul yang diadakan oleh para cast setelah shooting, tapi untuk kali ini Alvaro mengatakan bahwa ia tidak bisa menghadiri acara itu.

Sorry gue duluan ya, ada urusan penting,” ujar Alvaro sambil menjabati tangan satu persatu lawan mainnya dan beberapa crew yang ada di sana.

“Urusan apaan sih? Berhubungan sama anak lo?” tanya seseorang.

A kind of it, it’s relate about my son too,” Alvaro menjawab.

“Oh ya? Let me guess. Gio mau punya mama baru nih?” celetuk salah seorang aktor yang merupakan lawan main Alvaro di sana. Alvaro hanya tertawa saja menanggapi celetukan itu. Setelah benar-benar izin pamit pada semuanya, Alvaro pun berlalu dari sana. Kepada supirnya Alvaro meminta diantar ke sebuah restoran yang telah ia janjikan bertemu dengan Sienna.

Ila menghampiri Avaro sebelum ia pergi. “Al, good luck ya. Gue selalu doain yang terbaik buat lo,” ucap Ila.

Alvaro mengangguk. “Iya Mbak, makasih banyak ya. Soal yang kemarin juga, makasih karena lo berhasil mewujudkan keinginan gue untuk ketemu sama Sienna.”

Ila mengulaskan senyum tipisnya. “Kayaknya Sienna bikin lo yakin banget buat berjuang ya. Semoga dia adalah pelabuhan terakhir lo, bisa jadi yang terbaik untuk lo, dan untuk Gio juga.”

Alvaro pun berharap sama dengan apa yang Ila harapkan. Alvaro akan memperjuangkan Sienna, dan gadis itulah yang membuat tekad kuat Alvaro untuk memperjuangkan apa yang menurutnya pantas baginya.

***

Sienna telah sampai lebih dulu di sebuah restoran bintang lima yang telah diberi tahu Alvaro. Tadi saat Sienna baru datang, ia menyebutkan nama Alvaro kepada seorang pertugas. Kemudian seorang manajer resto langsung mengantarnya ke salah satu ruangan VIP yang disediakan oleh restoran itu.

Sienna masih menunggu Alvaro datang. Selama Sienna menunggu, 3 orang pelayan mulai menyajikan hidangan di atas meja. Ada sebuah menu utama yang merupakan main course, appetizer sebagai menu pembuka, dessert, serta yang terakhir adalah minuman.

Dessert yang disajikan membuat Sienna terpana kala melihatnya. Seinna ingin segera mencicipinya, karena jenis dessert yang kini tersaji di dapan matanya, adalah jenis makanan dengan buah strawberry sebagai hiasan di atasnya. Baiklah, Sienna telah memutuskan akan menyantapnya nanti saja, ia memilih menunggu Alvaro datang.

Dessert 1

Dessert 2

Dessert 3

Tidak lama waktu berselang, ketika pintu ruangan VIP yang dibukakan oleh seorang pelayan, nampak sosok Alvaro di sana. Saat tatapan mereka bertemu, Sienna mendapati senyuman kecil di paras itu.

Alvaro lantas menarik kursi di hadapan Sienna dan duduk di sana. Alvaro menyapukan pandangannya ke meja mereka yang kini tengah dipenuhi sajian makanan. Terlebih pada bagian dessert di sisi kiri, Alvaro nampak puas karena request-nya dipenuhi dengan baik oleh restoran ini.

Alvaro dan Sienna memutuskan untuk menyantap makanan pembuka terlebih dahulu. Sienna menyuapkan sendok kecil makanan itu ke mulutnya, dan salama itu Alvaro hanya dapat fokus memperhatikan Sienna. Bahkan hidangan kesukaaannya jadi tidak terlalu menarik baginya.

“Sienna, gue nggak bermaksud menghindari lo setelah pernyataan itu,” ucap Alvaro membuka pembicaraan.

Sienna meletakkan sendok kecilnya, kini ia memfokuskan perhatiannaya pada Alvaro. “Gue yang menghindar, dan gue pikir itu untuk kebaikan kita berdua.”

“Kenapa menghindar? Apa ada yang salah kalau kita menjalin hubungan? Sienna, tolong jawab jujur pertanyaan gue. Apa nggak ada sedikit aja perasaan lo untuk gue?” Alvaro bertanya sembari tidak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Sienna.

“Kalau itu emang benar, suatu hari gue akan mundur. Tapi satu hal, izinin gue berjuang dulu untuk lo, untuk kita, dan juga untuk Gio,” ujar Alvaro.

Alvaro menunggu Sienna membuka suara. Sienna berdeham sekali, sebelum akhirnya ia berujar sembari menatap Alvaro tepat di manik matanya. “I started to have feeling for you, but I’m scared to start having a relationship with you.”

Why?” Alvaro bertanya dengan perasaan berdebar di dalam hatinya yang begitu terasa nyata. Alvaro tidak pernah tahu bahwa Sienna memiliki ketakutan yang begitu besar untuk menjalin hubungan dengannya.

Tatapan mereka masih saling mengunci. Dari sorot mata Sienna, Alvaro dapat merasakan ketakutan yang dirasakan oleh Sienna. Jika mereka berhubungan, hubungan mereka ke depannya memang mungkin akan dipenuhi oleh rintangan. Terlebih dari sisi Alvaro sendiri. Tentang masa lalu Alvaro, hubungannya dengan Marsha, dan pekerjaannya sebagai artis yang mungkin akan menyulitkan hubungan Alvaro dengan Sienna nantinya. Menjadi publik figur tidaklah mudah, Alvaro harus berusaha melindungi orang-orang yang ia sayang dari sorotan publik yang seringkali mencampuri kehidupan pribadinya.

I will tell you something that maybe you can’t trust.” Sienna pun akhirnya memutuskan bahwa ia akan terbuka pada Alvaro. Sienna akan terbuka tentang alasannya menolak Alvaro dan takut memulai hubungan dengan lelaki itu.

I could see someone destiny through my dream,” ucap Sienna kemudian. Sienna akhirnya mengatakan pada Alvaro kalau ia memiliki kelebihan untuk bisa melihat masa depan seseorang melalui mimpinya. Ketakutan Sienna soal menjalin hubungan dengan Alvaro, adalah karena Sienna bisa melihat masa depan Alvaro. Sienna menjelaskan bahwa dalam mimpinya, Sienna mendapati Marsha kembali dan meminta hak atas keluarganya, yakni atas Alvaro dan Gio.

Kini Alvaro sudah tahu soal kemampuan yang dimiliki oleh Sienna. Alvaro memang terlihat terkejut setelah mendengarnya, tapi tanpa di sangka, Alvaro mempercayai kemampuan yang dimiliki Sienna.

“Lo percaya?” Sienna bertanya untuk memastikan.

Alvaro mengangguk yakin. Justru Sienna yang kini menatap Alvaro dengan kedua alisnya yang bertaut, Sienna tampak heran. Sienna berpikir bagaimana bisa Alvaro mempercayainya begitu saja.

“Sienna, gue percaya sama cerita dan kemampuan yang lo punya. Gue nggak meragukan mimpi yang lo alamin,” tutur Alvaro.

Alvaro mengatakan ia tidak meragukan mimpi Sienna dan ia mempercayai kemampuan yang dimiliki oleh Sienna. Namun satu hal, Alvaro berpendapat bahwa mimpi Sienna hanya sebagian dari takdir yang ada, bukan secara keseluruhan. Mungkin benar Marsha akan kembali dan meminta hak itu. Marsha memang ibu kandung Gio, tapi di hati Alvaro sudah tidak ada nama perempuan itu. Hanya ada Sienna seorang diri yang kini mengisinya. Alvaro ingin membangun masa depan bersama Sienna, dan melupakan masa lalunya dengan Marsha.

Sienna kehilangan kata-katanya. Ia tidak menyangka Alvaro mempercayainya, bahkan Alvaro tidak terlihat ragu terhadapnya sama sekali. Sienna ingat, saat dulu sebagian temannya tahu soal kemampuannya, mereka memberikan respon yang Sienna takuti. Mereka ragu dan justru sempat menjadikan itu sebagai bahan gurauan. Namun kini sosok yang baru mengenalnya beberapa bulan, tidak meragukannya sama sekali.

“Kenapa lo bisa langsung percaya sama gue?” tanya Sienna setelah ia terdiam beberapa saat.

“Sienna, let me tell you one thing. Saat lo mau menjalani hubungan sama seseorang, hal pertama yang harus lo lakuin adalah percaya sama orang itu. Sejak lo deket sama Gio, gue nggak punya keraguan terhadap lo. Gue percaya lo bener-bener tulus sayang sama Gio. Bagi gue, itu udah cukup. Kebahagiaan Gio memang prioritas gue, tapi ke depannya gue akan punya prioritas lain. Gue punya prioritas untuk membahagiakan orang yang gue sayang, orang yang akan jadi pendamping hidup gue.”

Setiap kalimat yang Alvaro ucapkan secara perlahan telah berhasil meluluhkan hati Sienna. Tatapan yang terasa tulus dari kedua mata itu, mampu membuat hati Sienna berdesir hangat. Rasanya Sienna seperti menemukan hal yang selama ini ia cari. Sienna menemukan sebuah rumah, yang di dalamnya terdapat sebuah rasa nyaman dan rasa hangat.

Setelah obrolan itu, tidak terasa piring yang berisi makanan utama milik Sienna maupun Alvaro telah bersih. Setelah meneguk minumannya dan meletakkan gelasnya, Sienna menatap Alvaro dan ia berujar, “Al, gue udah buat keputusan. Kasih gue waktu untuk memikirkan ini. Setelah itu, gue akan kasih tau lo jawaban gue.”

Sienna akan memikirkan semuanya terlebih dulu. Sienna akan mempertimbangkan sebelum memberi jawaban atas pertanyaan Alvaro soal menjadi kekasihnya. Sienna akan memberitahu Alvaro secepatnya soal keputusannya untuk melangkah bersama atau justru memilih untuk mundur. Sienna memang takut akan takdir karena ia diberi kemampuan untuk mengetahui takdir lebih dulu. Namun Alvaro meyakinkan Sienna bahwa Sienna tidak perlu takut. Hari-hari yang Sienna akan lalui, Sienna tidak akan melaluinya sendiri. Sienna akan memiliki tempat pulang di mana ia akan selalau merasa nyaman serta dilindungi, dan Alvaro yang akan membangun tempat itu untuk Sienna.

Setelah penurutan Sienna itu, raut wajah Alvaro seketika berubah. Lelaki itu kehilangan kata-katanya, tapi air mukanya tidak dapat menutupi perasaan bahagianya.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Alvaro berujar, “Sienna, makasih udah ngasih gue kesempatan.”

Sienna mengangguk, lalu dengan cepat kedua ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman.

Alvaro memperhatikan senyum cantik itu, Mendapati senyuman itu, rasanya Alvaro seperti mendapatkan kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Perempuan yang kini ada di hadapan Alvaro, sejak empat belas tahun yang lalu hingga sekarang, merupakan sosok yang tidak berubah, sosok yang berkali-kali telah berhasil memporak-porandakkan hatinya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Kalau pun Sienna akan menyesal suatu hari, setidaknya sekali saja ia telah bersikap egois dengan memilih apa yang hatinya inginkan. Perkataan Alvaro soal memperjuangkannya, membuat Sienna ingin melakukan hal yang sama. Sienna ingin berjuang untuk dirinya, untuk Alvaro, dan untuk masa depan mereka yang akan datang. Maka Sienna telah setuju untuk bicara dengan Alvaro di sebuah restoran. Sienna dan Alvaro akan menuju tempat itu secara terpisah, dengan tujuan untuk menghindari pertanyaan orang-orang sekitar tentang hubungan keduanya. Meskipun Alvaro ingin berada di mobil yang sama dengan Sienna, tapi rasanya sekarang hal tersebut belum memungkinkan.

Semua take di tempat shooting telah selesai dilakukan. Pekerjaan hari ini di tempat itu telah beres. Biasanya memang ada acara kumpul-kumpul yang diadakan oleh para cast setelah shooting, tapi untuk kali ini Alvaro mengatakan bahwa ia tidak bisa menghadiri acara itu.

Sorry gue duluan ya, ada urusan penting,” ujar Alvaro sambil menjabati tangan satu persatu lawan mainnya dan beberapa crew yang ada di sana.

“Urusan apaan sih? Berhubungan sama anak lo?” tanya seseorang.

A kind of it, it’s relate about my son too,” Alvaro menjawab.

“Oh ya? Let me guess. Gio mau punya mama baru nih?” celetuk salah seorang aktor yang merupakan lawan main Alvaro di sana. Alvaro hanya tertawa saja menanggapi celetukan itu. Setelah benar-benar izin pamit pada semuanya, Alvaro pun berlalu dari sana. Kepada supirnya Alvaro meminta diantar ke sebuah restoran yang telah ia janjikan bertemu dengan Sienna.

Ila menghampiri Avaro sebelum ia pergi. “Al, good luck ya. Gue selalu doain yang terbaik buat lo,” ucap Ila.

Alvaro mengangguk. “Iya Mbak, makasih banyak ya. Soal yang kemarin juga, makasih karena lo berhasil mewujudkan keinginan gue untuk ketemu sama Sienna.”

Ila mengulaskan senyum tipisnya. “Kayaknya Sienna bikin lo yakin banget buat berjuang ya. Semoga dia adalah pelabuhan terakhir lo, bisa jadi yang terbaik untuk lo, dan untuk Gio juga.”

Alvaro pun berharap sama dengan apa yang Ila harapkan. Alvaro akan memperjuangkan Sienna, dan gadis itulah yang membuat tekad kuat Alvaro untuk memperjuangkan apa yang menurutnya pantas baginya.

***

Sienna telah sampai lebih dulu di sebuah restoran bintang lima yang telah diberi tahu Alvaro. Tadi saat Sienna baru datang, ia menyebutkan nama Alvaro kepada seorang pertugas. Kemudian seorang manajer resto langsung mengantarnya ke salah satu ruangan VIP yang disediakan oleh restoran itu.

Sienna masih menunggu Alvaro datang. Selama Sienna menunggu, 3 orang pelayan mulai menyajikan hidangan di atas meja. Ada sebuah menu utama yang merupakan main course, appetizer sebagai menu pembuka, dessert, serta yang terakhir adalah minuman.

Dessert yang disajikan membuat Sienna terpana kala melihatnya. Seinna ingin segera mencicipinya, karena jenis dessert yang kini tersaji di dapan matanya, adalah jenis makanan dengan buah strawberry sebagai hiasan di atasnya. Baiklah, Sienna telah memutuskan akan menyantapnya nanti saja, ia memilih menunggu Alvaro datang.

Dessert 1

Dessert 2

Dessert 3

Tidak lama waktu berselang, ketika pintu ruangan VIP yang dibukakan oleh seorang pelayan, nampak sosok Alvaro di sana. Saat tatapan mereka bertemu, Sienna mendapati senyuman kecil di paras itu.

Alvaro lantas menarik kursi di hadapan Sienna dan duduk di sana. Alvaro menyapukan pandangannya ke meja mereka yang kini tengah dipenuhi sajian makanan. Terlebih pada bagian dessert di sisi kiri, Alvaro nampak puas karena request-nya dipenuhi dengan baik oleh restoran ini.

Alvaro dan Sienna memutuskan untuk menyantap makanan pembuka terlebih dahulu. Sienna menyuapkan sendok kecil makanan itu ke mulutnya, dan salama itu Alvaro hanya dapat fokus memperhatikan Sienna. Bahkan hidangan kesukaaannya jadi tidak terlalu menarik baginya.

“Sienna, gue nggak bermaksud menghindari lo setelah pernyataan itu,” ucap Alvaro membuka pembicaraan.

Sienna meletakkan sendok kecilnya, kini ia memfokuskan perhatiannaya pada Alvaro. “Gue yang menghindar, dan gue pikir itu untuk kebaikan kita berdua.”

“Kenapa menghindar? Apa ada yang salah kalau kita menjalin hubungan? Sienna, tolong jawab jujur pertanyaan gue. Apa nggak ada sedikit aja perasaan lo untuk gue?” Alvaro bertanya sembari tidak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Sienna.

“Kalau itu emang benar, suatu hari gue akan mundur. Tapi satu hal, izinin gue berjuang dulu untuk lo, untuk kita, dan juga untuk Gio,” ujar Alvaro.

Alvaro menunggu Sienna membuka suara. Sienna berdeham sekali, sebelum akhirnya ia berujar sembari menatap Alvaro tepat di manik matanya. “I started to have feeling for you, but I’m scared to start having a relationship with you.”

Why?” Alvaro bertanya dengan perasaan berdebar di dalam hatinya yang begitu terasa nyata. Alvaro tidak pernah tahu bahwa Sienna memiliki ketakutan yang begitu besar untuk menjalin hubungan dengannya.

Tatapan mereka masih saling mengunci. Dari sorot mata Sienna, Alvaro dapat merasakan ketakutan yang dirasakan oleh Sienna. Jika mereka berhubungan, hubungan mereka ke depannya memang mungkin akan dipenuhi oleh rintangan. Terlebih dari sisi Alvaro sendiri. Tentang masa lalu Alvaro, hubungannya dengan Marsha, dan pekerjaannya sebagai artis yang mungkin akan menyulitkan hubungan Alvaro dengan Sienna nantinya. Menjadi publik figur tidaklah mudah, Alvaro harus berusaha melindungi orang-orang yang ia sayang dari sorotan publik yang seringkali mencampuri kehidupan pribadinya.

I will tell you something that maybe you can’t trust.” Sienna pun akhirnya memutuskan bahwa ia akan terbuka pada Alvaro. Sienna akan terbuka tentang alasannya menolak Alvaro dan takut memulai hubungan dengan lelaki itu.

I could see someone destiny through my dream,” ucap Sienna kemudian. Sienna akhirnya mengatakan pada Alvaro kalau ia memiliki kelebihan untuk bisa melihat masa depan seseorang melalui mimpinya. Ketakutan Sienna soal menjalin hubungan dengan Alvaro, adalah karena Sienna bisa melihat masa depan Alvaro. Sienna menjelaskan bahwa dalam mimpinya, Sienna mendapati Marsha kembali dan meminta hak atas keluarganya, yakni atas Alvaro dan Gio.

Kini Alvaro sudah tahu soal kemampuan yang dimiliki oleh Sienna. Alvaro memang terlihat terkejut setelah mendengarnya, tapi tanpa di sangka, Alvaro mempercayai kemampuan yang dimiliki Sienna.

“Lo percaya?” Sienna bertanya untuk memastikan.

Alvaro mengangguk yakin. Justru Sienna yang kini menatap Alvaro dengan kedua alisnya yang bertaut, Sienna tampak heran. Sienna berpikir bagaimana bisa Alvaro mempercayainya begitu saja.

“Sienna, gue percaya sama cerita dan kemampuan yang lo punya. Gue nggak meragukan mimpi yang lo alamin,” tutur Alvaro.

Alvaro mengatakan ia tidak meragukan mimpi Sienna dan ia mempercayai kemampuan yang dimiliki oleh Sienna. Namun satu hal, Alvaro berpendapat bahwa mimpi Sienna hanya sebagian dari takdir yang ada, bukan secara keseluruhan. Mungkin benar Marsha akan kembali dan meminta hak itu. Marsha memang ibu kandung Gio, tapi di hati Alvaro sudah tidak ada nama perempuan itu. Hanya ada Sienna seorang diri yang kini mengisinya. Alvaro ingin membangun masa depan bersama Sienna, dan melupakan masa lalunya dengan Marsha.

Sienna kehilangan kata-katanya. Ia tidak menyangka Alvaro mempercayainya, bahkan Alvaro tidak terlihat ragu terhadapnya sama sekali. Sienna ingat, saat dulu sebagian temannya tahu soal kemampuannya, mereka memberikan respon yang Sienna takuti. Mereka ragu dan justru sempat menjadikan itu sebagai bahan gurauan. Namun kini sosok yang baru mengenalnya beberapa bulan, tidak meragukannya sama sekali.

“Kenapa lo bisa langsung percaya sama gue?” tanya Sienna setelah ia terdiam beberapa saat.

“Sienna, let me tell you one thing. Saat lo mau menjalani hubungan sama seseorang, hal pertama yang harus lo lakuin adalah percaya sama orang itu. Sejak lo deket sama Gio, gue nggak punya keraguan terhadap lo. Gue percaya lo bener-bener tulus sayang sama Gio. Bagi gue, itu udah cukup. Kebahagiaan Gio memang prioritas gue, tapi ke depannya gue akan punya prioritas lain. Gue punya prioritas untuk membahagiakan orang yang gue sayang, orang yang akan jadi pendamping hidup gue.”

Setiap kalimat yang Alvaro ucapkan secara perlahan telah berhasil meluluhkan hati Sienna. Tatapan yang terasa tulus dari kedua mata itu, mampu membuat hati Sienna berdesir hangat. Rasanya Sienna seperti menemukan hal yang selama ini ia cari. Sienna menemukan sebuah rumah, yang di dalamnya terdapat sebuah rasa nyaman dan rasa hangat.

Setelah obrolan itu, tidak terasa piring yang berisi makanan utama milik Sienna maupun Alvaro telah bersih. Setelah meneguk minumannya dan meletakkan gelasnya, Sienna menatap Alvaro dan ia berujar, “Al, gue udah buat keputusan. Kasih gue waktu untuk memikirkan ini. Setelah itu, gue akan kasih tau lo jawaban gue.”

Sienna akan memikirkan semuanya terlebih dulu. Sienna akan mempertimbangkan sebelum memberi jawaban atas pertanyaan Alvaro soal menjadi kekasihnya. Sienna akan memberitahu Alvaro secepatnya soal keputusannya untuk melangkah bersama atau justru memilih untuk mundur. Sienna memang takut akan takdir karena ia diberi kemampuan untuk mengetahui takdir lebih dulu. Namun Alvaro meyakinkan Sienna bahwa Sienna tidak perlu takut. Hari-hari yang Sienna akan lalui, Sienna tidak akan melaluinya sendiri. Sienna akan memiliki tempat pulang di mana ia akan selalau merasa nyaman serta dilindungi, dan Alvaro yang akan membangun tempat itu untuk Sienna.

Setelah penurutan Sienna itu, raut wajah Alvaro seketika berubah. Lelaki itu kehilangan kata-katanya, tapi air mukanya tidak dapat menutupi perasaan bahagianya.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Alvaro berujar, “Sienna, makasih udah ngasih gue kesempatan.”

Sienna mengangguk, lalu dengan cepat kedua ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman.

Alvaro memperhatikan senyum cantik itu, Mendapati senyuman itu, rasanya Alvaro seperti mendapatkan kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Perempuan yang kini ada di hadapan Alvaro, sejak empat belas tahun yang lalu hingga sekarang, merupakan sosok yang tidak berubah, sosok yang berkali-kali telah berhasil memporak-porandakkan hatinya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sejak pernyataan Alvaro di rumah sakit waktu itu, hubungan Sienna dan Alvaro merenggang. Seperti ada tembok tak kasat mata yang memisahkan keduanya. Alvaro juga tidak pernah lagi menemani Gio ketika akan bertemu dengan Sienna. Gio diantar Gina dan pak Amar saja ketika anak itu ingin bertemu Sienna.

Satu minggu telah berlalu. Sienna mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa, meskipun terasa agak sulit, tapi Sienna tetap harus menghadapi kenyataan.

Sienna mengarahkan netranya pada jam dinding di studio makeup-nya. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sienna masih berada tempat kerjanya, rasanya kakinya berat sekali untuk melangkah pulang ke rumah. Bagi Sienna, saat ini bekerja terasa lebih baik dari pada harus berada di kamar dan berdiam diri. Sienna akan semakin kepikiran akan kisah cintanya yang kandas, bahkan sebelum kisah itu sempat dimulai.

“Mbak Sienna,” seruan tersebut terdengar di ruangan yang ditempati Sienna. Namun Sienna yang melamun tentu tidak dapat mendengarnya. Sampai seseorang menggerakkan bahunya, barulah Sienna menoleh.

“Kenapa Fi?” tanya Sienna yang akhirnya menyadari kehadiran Fia di sana.

“Mbak, lo harus tau, lusa ada appointment makeup, dan ini bayarannya gede banget.”

“Untuk acara apa emang?”

“Untuk shooting film, dan lo pasti kaget kalau tau siapa klien kita.”

“Apa nama filmnya?” Sienna begitu menunggu Fia menjawab pertanyaannya, dan Sienna berharap Fia tidak menyebutkan sebuah film yang saat ini terlintas di pikiran Sienna.

“Police Evolution, dan lo bakal jadi MUA-nya Alvaro Zachary,” ujar Fia.

Sienna sukses tercekat setelah mendengarnya.

“Mbak, appointment-nya nggak bisa* cancel*. Soalnya mbak Zahra udah dealing.”

“Kok mbak Zahra nggak bilang gue dulu? Biasanya beliau konfirmasi ke gue sebelum dealing.”

“Gue kurang tau soal itu Mbak. Alvaro yang minta dimakeupin sama lo, dia nggak mau sama orang lain. Mbak Zahra bilang, mereka bersedia bayar lebih kalau lo yang jadi MUA-nya Alvaro.”

***

Sienna pikir hubungannya dengan Alvaro sudah benar-benar berakhir, tapi ternyata ia salah. Sienna tidak bisa menghindari Alvaro, karena Zahra sudah terlanjur menerima bayaran untuk appointment makeup tersebut.

Sienna dan tim makeup-nya telah sampai di lokasi shooting. Di tempat itu masih cukup sepi, baru terdapat beberapa crew yang sedang mempersiapkan properti untuk pengambilan shoot nantinya.

“Mbak, mau gue orderin kopi kayak biasa ngga?” Hani bertanya kepada Sienna. Pekerjaan Hani mempersiapkan alat rias telah selesai, jadi kini ia menawarkan pada Sienna untuk membelikan kopi.

“Nggak usah dulu deh, Han. Hari ini lagi nggak pengen,” ujar Sienna.

“Oke deh Mbak. Gue izin beli cemilan dulu di depan gedung. Gue sekalian beliin buat Fia, Raka, sama mbak Zahra juga.”

Setelah mendapat persetujuan dari Sienna, Hani pun berlalu dari sana. Namun tidak lama Hani pergi, Sienna mendapati asistennya itu kembali.

“Kok balik lagi Han? Duitnya ketinggalan?” tanya Sienna.

“Oh, enggak Mbak. Itu tadi gue liat, di depan udah ada mobilnya Alvaro. Kayaknya beliau udah dateng deh Mbak.”

“Oke. Kalau gitu tolong panggil Fia ya, tadi dia lagi angkat telfon. Kita harus cepet siap-siap, dikit lagi udah mau mulai,” ujar Sienna yang segera diangguki oleh Hani.

***

Di sebuah ruangan yang cukup besar dan ber-AC, di sana lah Sienna menghadapi kenyataan bahwa kliennya hari ini adalah orang yang tengah berusaha ia hindari.

Begitu sosok Alvaro memasuki ruang makeup, Ila langsung mengantarkan lelaki itu ke kursi miliknya, di mana di sana sudah ada Sienna yang siap untuk melakukan tugasnya.

Alvaro menarik kursi di hadapannya dan segera duduk di sana. Kalau saja Alvaro tidak memberi mandatory untuk pekerjaan ini, Sienna akan meminta Fia atau Hani untuk merias Alvaro. Namun sepertinya Alvaro sengaja merencanakan semua ini.

“Saya mulai makeup-nya ya,” ujar Sienna seperti yang biasa ia lakukan kepada kliennya sebelum mulai merias. Setelah itu, Sienna mulai step pertama yakni mengaplikasikan pelembap pada kulit wajah, agar kulit siap menerima produk makeup di tahap berikutnya.

Menit-menit berlalu dilalui Sienna merias wajah Alvaro. Karena ini makeup untuk pria, jadi tidak memerlukan terlalu banyak detail untuk riasannya. Pertama penggunaan complexion, lalu sedikit membentuk alis agar tetap terlihat natural. Kemudian dilanjut penggunaan bedak, dan terakhir penggunaan pelembap bibir yang berwarna sheer agar tampilan terlihat fresh.

Alvaro

Makeup-nya sudah selesai,” ujar Sienna yang kemudian mulai menjauh dari hadapan Alvaro. Sienna meletakkan kuas makeup-nya dan sibuk merapikan produk-produk maupun tools makeup-nya.

Begitu Sienna selesai dan berbalik badan, ia masih mendapati Alvaro di kursinya. Lelaki itu belum beranjak, dan kini tengah menatap lurus kepada Sienna.

“Sienna, setelah shooting selesai, gue mau ngomong berdua sama lo. Boleh?” ujar Alvaro.

Sienna memperhatikan keadaan sekitar karena takut ada yang melihat mereka. Saat Sienna hendak berniat mengabaikan Alvaro dan berlalu dari sana, Alvaro lebih dulu menahan pergelangan tangannya.

“Al, banyak orang yang liat. Sebaiknya kita keliatan nggak saling kenal aja. Tolong bersikap profesional,” ucap Sienna dengan suaranya yang dipelankan.

I don’t care about them, Sienna,” Alvaro tetap kekeuh dan tidak mempedulikan beberapa orang di sana yang menatap ke arah mereka.

“Udah bagus kita saling menghindar selama seminggu ini. Jangan memulai sesuatu yang nantinya bikin lo nyesel,” ujar Sienna.

“Gue nggak menghindar, Sienna,” ucap Alvaro sambil menatap Sienna lekat-lekat. Sienna lantas mendapati kenyataan bahwa dirinyalah yang selama ini menghindar dari Alvaro, dan Alvaro tidak berniat menghindarinya. Selama seminggu ini, Alvaro sibuk shooting dan akhirnya pada hari ini, Alvaro memutuskan menjadikan Sienna MUA-nya agar mereka bisa punya waktu untuk bertemu dan bicara berdua.

Alvaro beranjak dari kursinya. Sebelum Alvaro melangkah pergi karena seseorang telah menyuruhnya segera ke area shoot, Alvaro mengatakan sesuatu di dekat Sienna. “Gue nggak pernah nyesel ketemu sama lo lagi, Sienna. So please, jangan menghindar dari gue. Kita perlu bicara, dan apa pun yang nanti harus kita hadapin, gue akan tetap memperjuangkan lo.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sejak pernyataan Alvaro di rumah sakit waktu itu, hubungan Sienna dan Alvaro merenggang. Seperti ada tembok tak kasat mata yang memisahkan keduanya. Alvaro juga tidak pernah lagi menemani Gio ketika akan bertemu dengan Sienna. Gio diantar Gina dan pak Amar saja ketika anak itu ingin bertemu Sienna.

Satu minggu telah berlalu. Sienna mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa, meskipun terasa agak sulit, tapi Sienna tetap harus menghadapi kenyataan.

Sienna mengarahkan netranya pada jam dinding di studio makeup-nya. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sienna masih berada tempat kerjanya, rasanya kakinya berat sekali untuk melangkah pulang ke rumah. Bagi Sienna, saat ini bekerja terasa lebih baik dari pada harus berada di kamar dan berdiam diri. Sienna akan semakin kepikiran akan kisah cintanya yang kandas, bahkan sebelum kisah itu sempat dimulai.

“Mbak Sienna,” seruan tersebut terdengar di ruangan yang ditempati Sienna. Namun Sienna yang melamun tentu tidak dapat mendengarnya. Sampai seseorang menggerakkan bahunya, barulah Sienna menoleh.

“Kenapa Fi?” tanya Sienna yang akhirnya menyadari kehadiran Fia di sana.

“Mbak, lo harus tau, lusa ada appointment makeup, dan ini bayarannya gede banget.”

“Untuk acara apa emang?”

“Untuk shooting film, dan lo pasti kaget kalau tau siapa klien kita.”

“Apa nama filmnya?” Sienna begitu menunggu Fia menjawab pertanyaannya, dan Sienna berharap Fia tidak menyebutkan sebuah film yang saat ini terlintas di pikiran Sienna.

“Police Evolution, dan lo bakal jadi MUA-nya Alvaro Zachary,” ujar Fia.

Sienna sukses tercekat setelah mendengarnya.

“Mbak, appointment-nya nggak bisa ditolak. Soalnya mbak Zahra udah dealing.”

“Kok mbak Zahra nggak bilang gue dulu? Biasanya beliau konfirmasi ke gue sebelum dealing.”

“Gue kurang tau soal itu Mbak. Alvaro yang minta dimakeupin sama lo, dia nggak mau sama orang lain. Mbak Zahra bilang, mereka bersedia bayar lebih kalau lo yang jadi MUA-nya Alvaro.”

***

Sienna pikir hubungannya dengan Alvaro sudah benar-benar berakhir, tapi ternyata ia salah. Sienna tidak bisa menghindari Alvaro, karena Zahra sudah terlanjur menerima bayaran untuk appointment makeup tersebut.

Sienna dan tim makeup-nya telah sampai di lokasi shooting. Di tempat itu masih cukup sepi, baru terdapat beberapa crew yang sedang mempersiapkan properti untuk pengambilan shoot nantinya.

“Mbak, mau gue orderin kopi kayak biasa ngga?” Hani bertanya kepada Sienna. Pekerjaan Hani mempersiapkan alat rias telah selesai, jadi kini ia menawarkan pada Sienna untuk membelikan kopi.

“Nggak usah dulu deh, Han. Hari ini lagi nggak pengen,” ujar Sienna.

“Oke deh Mbak. Gue izin beli cemilan dulu di depan gedung. Gue sekalian beliin buat Fia, Raka, sama mbak Zahra juga.”

Setelah mendapat persetujuan dari Sienna, Hani pun berlalu dari sana. Namun tidak lama Hani pergi, Sienna mendapati asistennya itu kembali.

“Kok balik lagi Han? Duitnya ketinggalan?” tanya Sienna.

“Oh, enggak Mbak. Itu tadi gue liat, di depan udah ada mobilnya Alvaro. Kayaknya beliau udah dateng deh Mbak.”

“Oke. Kalau gitu tolong panggil Fia ya, tadi dia lagi angkat telfon. Kita harus cepet siap-siap, dikit lagi udah mau mulai,” ujar Sienna yang segera diangguki oleh Hani.

***

Di sebuah ruangan yang cukup besar dan ber-AC, di sana lah Sienna menghadapi kenyataan bahwa kliennya hari ini adalah orang yang tengah berusaha ia hindari.

Begitu sosok Alvaro memasuki ruang makeup, Ila langsung mengantarkan lelaki itu ke kursi miliknya, di mana di sana sudah ada Sienna yang siap untuk melakukan tugasnya.

Alvaro menarik kursi di hadapannya dan segera duduk di sana. Kalau saja Alvaro tidak memberi mandatory untuk pekerjaan ini, Sienna akan meminta Fia atau Hani untuk merias Alvaro. Namun sepertinya Alvaro sengaja merencanakan semua ini.

“Saya mulai makeup-nya ya,” ujar Sienna seperti yang biasa ia lakukan kepada kliennya sebelum mulai merias. Setelah itu, Sienna mulai step pertama yakni mengaplikasikan pelembap pada kulit wajah, agar kulit siap menerima produk makeup di tahap berikutnya.

Menit-menit berlalu dilalui Sienna merias wajah Alvaro. Karena ini makeup untuk pria, jadi tidak memerlukan terlalu banyak detail untuk riasannya. Pertama penggunaan complexion, lalu sedikit membentuk alis agar tetap terlihat natural. Kemudian dilanjut penggunaan bedak, dan terakhir penggunaan pelembap bibir yang berwarna sheer agar tampilan terlihat fresh.

Alvaro

Makeup-nya sudah selesai,” ujar Sienna yang kemudian mulai menjauh dari hadapan Alvaro. Sienna meletakkan kuas makeup-nya dan sibuk merapikan produk-produk maupun tools makeup-nya.

Begitu Sienna selesai dan berbalik badan, ia masih mendapati Alvaro di kursinya. Lelaki itu belum beranjak, dan kini tengah menatap lurus kepada Sienna.

“Sienna, setelah shooting selesai, gue mau ngomong berdua sama lo. Boleh?” ujar Alvaro.

Sienna memperhatikan keadaan sekitar karena takut ada yang melihat mereka. Saat Sienna hendak berniat mengabaikan Alvaro dan berlalu dari sana, Alvaro lebih dulu menahan pergelangan tangannya.

“Al, banyak orang yang liat. Sebaiknya kita keliatan nggak saling kenal aja. Tolong bersikap profesional,” ucap Sienna dengan suaranya yang dipelankan.

I don’t care about them, Sienna,” Alvaro tetap kekeuh dan tidak mempedulikan beberapa orang di sana yang menatap ke arah mereka.

“Udah bagus kita saling menghindar selama seminggu ini. Jangan memulai sesuatu yang nantinya bikin lo nyesel,” ujar Sienna.

“Gue nggak menghindar, Sienna,” ucap Alvaro sambil menatap Sienna lekat-lekat. Sienna lantas mendapati kenyataan bahwa dirinyalah yang selama ini menghindar dari Alvaro, dan Alvaro tidak berniat menghindarinya. Selama seminggu ini, Alvaro sibuk shooting dan akhirnya pada hari ini, Alvaro memutuskan menjadikan Sienna MUA-nya agar mereka bisa punya waktu untuk bertemu dan bicara berdua.

Alvaro beranjak dari kursinya. Sebelum Alvaro melangkah pergi karena seseorang telah menyuruhnya segera ke area shoot, Alvaro mengatakan sesuatu di dekat Sienna. “Gue nggak pernah nyesel ketemu sama lo lagi, Sienna. So please, jangan menghindar dari gue. Kita perlu bicara, dan apa pun yang nanti harus kita hadapin, gue akan tetap memperjuangkan lo.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭