alyadara

Sienna

Sienna masih berada di dalam kamarnya, ketika ia mendengar dari bawah ada suara beberapa orang yang tengah berbincang. Sienna sekali lagi menatap tampilannya di cermin, sebelum akhirnya memutuskan keluar kamar dan menuruni tangga. Ketika langkah Sienna sampai di anak tangga terakhir, netranya langsung menangkap dua orang yang tengah ia tunggu kedatangannya.

Semua mata di ruang tamu juga lantas tertuju pada Sienna. Sienna melangkah ke sana, di mana sudah ada papanya, mamanya, juga Alvaro dan Gio.

Sienna mengambil tempat di samping mamanya yang tengah mengobrol dengan Gio. Renata nampak akrab dengan Gio. Begitupun dengan Gio yang bahkan sudah memanggil Renata dengan sebutan ‘Nenek’. Mereka berdua membicarakan berbagai hal, Renata bertanya soal sekolah Gio dan makanan kesukaannya, dan Gio menjawabnya dengan antusias.

“Nenek, Gio mau kue yang itu, boleh ngga?” celetuk Gio sembari menunjuk salah satu toples yang ada di meja.

“Boleh, dong. Gio mau yang ini? Nenek ambilkan, ya?” Renata pun mengambilkan toples tersebut dan memberikan sepotong kue yang diinginkan Gio.

Alvaro dan papanya tengah rbincang ringan. Ketika netra Sienna bersinggungan dengan Alvaro yang duduk di depannya, papanya yang duduk di samping Alvaro pun lantas berujar, “Sudah berapa lama kamu dan Sienna saling mengenal?”

***

Alvaro

Gio

Saat waktu menunjukkan pukul 7, mereka akhirnya memutuskan untuk makan malam, setelah sebelumnya berbincang-bincang. Di meja makan itu, selain ada kedua orang tua Sienna, ada kakak lelaki dan adik lelakinya juga. Valiant dan Christo, keduanya nampak welcome menyambut kedatangan Alvaro dan Gio. Valiant mengajak Alvaro mengobrol beberapa hal kecil saat acara makan berlangsung.

Sienna kembali menarik kursi di samping Alvaro, setelah ia mengambil wadah berisi potongan buah segar dari kulkas. Sienna yang melihat kedekatan Alvaro dan kakaknya, merasa senang juga. Sebelumnya juga Alvaro nampak mudah akrab dengan Christo. Mereka membicarakan beberapa hal tentang film, dan Christo sang penikmat film bertema bela diri sangat antusias bertemu Alvaro yang notabene berprofesi sebagai seorang aktor laga.

“Al, mau nambah lagi ngga? Biar Tante ambilin,” tanya Renata menawarkan sepiring lauk kepada Alvaro.

“Boleh, Tante. Makasih ya,” ucap Alvaro begitu Renata menuangkan lauk ke piringnya. Alvaro kembali menyantap makanan di hadapannya yang memang sesuai dengan seleranya itu.

Sementara itu Sienna menawarkan Gio untuk disuapi olehnya, tapi anak itu malah minta disuapi oleh Renata.

“Sekarang dulu, Gio mau disuapin sama Nenek. Boleh yaa Bunda?” ujar anak itu.

“Iya, boleh,” ujar Sienna akhirnya.

“Oh iya Alvaro,” celetuk Renata tiba-tiba.

Alvaro pun menoleh pada Renata. “Iya, Tante?”

“Sienna cerita ke Tante, katanya kamu suka makanan pedes. Jadi Tante masak makanan pedes deh hari ini. Gimana rasanya? Ada yang kurang atau udah pas?”

Fabio yang sedari tadi duduk di samping Renata hanya memperhatikan istrinya yang nampak antusias, dan pancaran kebahagiaan di wajahnya tidak dapat ditutupi. Renata senang sekali waktu Alvaro menjawab bahwa ia menyukai masakan buatan Renata. Rasanya mirip dengan masakan mamanya, padahal Renata mengatakan bahwa ia baru sekali mencoba memasak makanan Sumatera.

Acara makan malam tersebut masih berlanjut, hingga makanan utama telah berhasil mengenyangkan perut, tibalah mereka saatnya menikmati makanan penutup. Sedari tadi Fabio yang tidak terlalu banyak menimbrung pembicaraan. Ketika buah di piring Fabio telah habis, pria paruh baya itu berujar kepada Alvaro.

“Habis ini Papa mau ngobrol berdua sama Alvaro di teras. Boleh ya?” Sienna yang mendapati kalimat itu dari Fabio, entah mengapa merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sienna memang sudah merasakannya, tapi sebelumnya ia mencoba menampik pikiran itu. Sienna tidak ingin menerka dulu tentang kenyataan bahwa papanya tidak menyetujui hubungannya dengan Alvaro. Namun Sienna memang harus membuktikan itu sendiri dan mendengarnya secara langsung.

***

Di ruang makan itu kini hanya tersisa Sienna, Renata, dan Gio. Sienna telah selesai menikmati buah di piringnya sebagai pencuci mulut. Gio tengah asyik mengemil coklat yang diambilkan Renata dari kulkas.

“Mah, Gio jangan dikasih makan coklat kebanyakan ya. Gio, ngga boleh terlalu banyak ya Nak,” ujar Sienna.

“Satu kali aja Bunda, ngga boleh?”

“Boleh makan coklat, tapi jangan kebanyakan. Nanti Gio batuk, Sayang. Mah, tolong titip Gio sebentar ya.”

“Kamu mau ke mana?” Renata bertanya ketika melihat Sienna beranjak dari kursinya. Namun putrinya itu tidak menjawab, Sienna hanya berlalu begitu saja meninggalkan ruang makan.

***

Sienna akan mendengarnya sendiri. Di balik tembok rumahnya yang membatasi antara ruang tamu dengan teras luar, di sana Sienna mendengarkan perbincangan antara papanya dan Alvaro. Sienna merasa gugup, karena ia mengetahui watak papanya yang memang sedikit keras. Sienna takut apa yang ia khawatirkan akan menjadi kenyataan.

Sienna masih di sana, masih mendengarkan perkataan papanya. Dari posisinya saat ini, Sienna dapat dengan jelas mendengar kalimat yang dilontarkan papanya.

“Saat Sienna bilang dia menjalin hubungan dengan seorang lelaki, saya sebagai papanya tentu ingin tau siapa laki-laki itu. Maka saya mencari beberapa hal tentang kamu,” Fabio menjeda ucapannya. Tatapan mata Fabio menatap Alvaro dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun dari tatapan itu, Alvaro dapat menilai bahwa Fabio tidak menyukainya.

“Saya akan mengatakan yang sesungguhnya sama kamu, Alvaro. Saya tidak setuju anak saya menjalin hubungan dengan kamu.” Telak, Fabio mengatakannya. Sienna yang mendengar kalimat itu, merasakan dadanya yang seketika seperti dihantam dengan kuat. Sienna tidak tahu bahwa rasanya akan sesakit ini. Namun pasti Alvaro yang mendapati kaliamt itu dari papanya jauh lebih sakit.

Selama beberapa detik, tidak ada percakapan lagi antara Fabio dan Alvaro. Sienna masih berdiri di sana, meskipun rasanya sulit dan ia ingin sekali memohon pada papanya untuk merestui hubungannya dengan Alvaro.

Setelah keheningan yang cukup lama itu, Alvaro akhirnya berujar. “Kalau saya boleh tau, apa alasan Om tidak merestui hubungan saya dengan Sienna?”

“Kamu tau jawabannya, Alvaro. Kamu sendiri juga pasti paham, hubungan kamu dengan anak saya tidak akan mudah.” Fabio menjeda ucapannya sesaat. Bagi Fabio sulit juga mengatkaan ini, tapi rasa sayangnya pada putrinya tentu berhasil memaksanya untuk mengatakan kenyataan yang pahit ini.

“Saya tidak ingin anak saya terluka karena harus bersama kamu. Bagi Sienna, tidak gampang untuk berada di samping kamu,” Fabio berujar lagi.

Sienna mendengarkannya, ketika papanya mengatakan alasan pasti beliau tidak merestui hubungannya dengan Alvaro. Fabio telah mempertimbangkan beberapa hal, yakni yang menyangkut masa lalu Alvaro, status pernikahan Alvaro dengan Marsha saat ini, dan pekerjaan Alvaro sebagai artis. Fabio beranggapan bahwa berada di sisi Alvaro hanya akan menyakiti Sienna, entah itu datang dari masa lalunya, masa sekarang, atau bisa juga di masa depan nantinya.

“Alvaro, saya minta kamu untuk mengerti apa yang menjadi concern saya. Kalau kamu sungguh-sungguh menyayangi Sienna, seharusnya kamu tau, apa yang harus kamu putuskan.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Siang ini setelah sekitar 1 jam bermain bersama Gio di ruang keluarga, Alvaro dan Sienna sudah merasa kelelahan. Anehnya Gio masih nampak bersemangat. Akhirnya Alvaro meminta tolong Gina untuk menemani Gio bermain. Sepeninggalan Gio dan Gina, kini di ruang keluarga itu hanya Alvaro dan Sienna.

“Ngantuk banget. Mau tidur 1 jam aja, boleh ngga?” celetuk Sienna.

“Lo duluan ke kamar,” ucap Alvaro.

Sienna lantas menatap Alvaro dengan tatapan memicing.

“Kenapa?” tanya Alvaro yang mendapat tatapan selidik dari Sienna usai ucapannya.

“Ayo. Sebentar aja. Kita cuma tidur, Al.” Sienna paham kekhawatiran Alvaro, tapi Sienna yakin bahwa mereka dapat mengontrol dan menjaga batasan.

Alvaro menghembuskan nafasnya. Di dalam hatinya, Alvaro mencoba meyakinkan dirinya bahwa mereka memang akan cuma tidur. Alvaro akan membentengi dirinya dan teguh pendirian, bahwa ia tidak akan melewati batas.

“Kenapa? Lo ngga mau tidur?” tanya Sienna sambil mengucek matanya.

“Mau. Tapi gue takut kelewat batas, Sienna.”

Sienna malah terbahak mendengar penuturan itu. Kemudian Sienna mendekat pada Alvaro. Sienna sedikit mendongakkan wajahnya untuk menatap Alvaro yang lebih tinggi darinya.

You can control it, Al. We can control it,” ucap Sienna sebelum akhirnya lengan menarik Alvaro lebih dulu untuk menuju kamar.

***

Ketika kita memiliki sesuatu yang ditakuti, ada kalanya justru kita harus menghadapi ketakutan tersebut. untuk akhirnya tau cara mengontrolnya. Prinsip tersebut yang pelan-pelan dipelajari oleh Sienna, tepatnya ketika mendapati dirinya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Sienna akan menghadapi mimpinya dan berusaha untuk tidak merasa takut.

Alvaro pelan-pelan bisa belajar prinsip yang diajarkan oleh Sienna itu. Alvaro takut akan kelewat batas ketika ia sedang bersama Sienna. Namun pada akhirnya, Alvaro memang harus menghadapi ketakutan tersebut, agar ia tau bagaimana cara mengontrolnya.

Kali ini Alvaro dan Sienna tidur dengan lampu kamar yang dimatikan. Di bawah sebuah bed cover tebal, Alvaro mendekap torso Sienna. Alvaro merasakan kulit mereka yang bersentuhan dan ia dapat mengontrol dirinya. Alvaro justru merasa nyaman dan cepat lelap juga. Pikiran-pikiran yang Alvaro takutkan seketika lenyap begitu saja.

Selamar 30 menit berlalu, di tengah tidur nyenyaknya, tiba-tiba mimpi itu datang lagi pada Sienna. Rekaan kejadian masa depan terputar jelas di dalam benak Sienna. Menit-menit yang Sienna lalui terasa sangat mencekam baginya, hingga isakan kecil pelan-pelan lolos dari bibirnya. Lama-lama suara isakan tersebut mengusik Alvaro, dengan jelas ia mendengar Sienna tengah terisak. Alvaro kemudian membuka netranya, dengan mata setengah mengantuk, Alvaro menatap Sienna yang tengah menangis di dalam tidurnya.

“Sienna,” ujar Alvaro pelan. Baru kali ini Alvaro mendapati Sienna seperti ini. Alvaro bingung apa yang harus ia lakukan, maka akhirnya Alvaro hanya mencoba menenangkan Sienna dengan mengusap pundaknya.

Sienna masih memejamkan matanya, ketika bibirnya kembali berujar, “Al … Alvaro …”

“Sienna, hei, I’m here. Ssshhh ... sshh ... don’t cry,” tutur Alvaro, ia mencoba menenangkan Sienna. Ketika akhirnya Sienna membuka matanya, tatapan mata itu menyorotkan ketakutan. Napas Sienna terdengar berhembus naik turun dan tidak beraturan.

Sienna tampak masih syok dan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya. Kedua bahu Sienna bergetar. Mimpi yang baru saja Sienna alami, adalah sebuah mimpi buruk. Terlebih Sienna harus mendapati sosok yang baru saja ada di mimpinya, kini tengah berada di hadapannya dan menatapnya dengan tatapan lembutnya.

“Al … gue takut,” ucap Sienna dengan suara pelannya, seolah suaranya akan hilang sebentar lagi.

“Udah, ngga papa. Lo ngga perlu takut, gue ada di sini jagain lo. Tidur lagi, ya?” Alvaro mengusap puncak kepala Sienna, lalu usapannya turun ke pipi kanannya.

Sienna akhirnya mengangguk pelan. Perkataan lembut Alvaro seolah dapat menyihirnya untuk kembali merasa tenang. Ketika Alvaro membawa Sienna ke pelukan, Sienna balas mengeratkan pelukannya di torso Alvaro.

Tiba-tiba saja otak Sienna memutar kilas balik saat dirinya dan Alvaro mengunjungi rumah Alvaro yang ada di Menteng beberapa hari lalu, tepatnya saat Sienna melihat foto masa kecil Gio dan mengatakan bahwa wajah Gio sangat mirip dengan Alvaro. Rasanya kalimat tersebut terus berputar-putar di otak Sienna, kemudian menghantam Sienna berkali-kali. Sienna seperti ditampar oleh sebuah kenyataan, setelah barusan ia kembali mendapatkan mimpi pembaca masa depan. Kali ini, Sienna sangat ingin meragukan kemampuannya membaca masa depan melalui mimpi. Namun sayangnya, selama ini mimpi Sienna tidak pernah salah dalam memprediksi sesuatu.

***

Pintu kamar yang diketuk sebanyak 3 kali itu, membuat Alvaro lantas bangkit dari posisinya. Sienna berada di kasur, di sana ia menunggu Alvaro membuka pintu.

“Papa lagi ngapain sama Bunda? Kok pintunya dikunci? Gio kan mau sama Bunda,” celetuk sebuah suara. Sienna yang mendengar suara fameliar itu, langsung beranjak dari posisinya.

Sienna menyusul Alvaro ke pintu dan langsung menemukan Gio di sana. “Gio mau sama Bunda yaa?” ucap Sienna sembari mengulurkan tangannya dan Gio langsung menyambutnya. Sienna lantas membawa Gio masuk ke dalam kamar.

Sienna dan Gio sudah menjamah kasur, lalu Alvaro segera menyusul keduanya setelah menutup pintu.

“Gio cari-cari Bunda, eh ngga taunya Bunda di kamar Papa,” celoteh Gio. Alvaro berada di sisi kanan Sienna, sementara Gio berada di sisi kirinya. Alvaro kemudian mendekat pada Sienna dan meletakkan tangannya di paha Sienna. Alvaro sengaja melakukannya untuk menggoda Gio. Beberapa kali Gio merasa cemburu saat Alvaro menempel pada Sienna, bagi anaknya itu, Sienna hanyalah miliknya seorang.

Gio seketika bergerak menyingkirkan tangan Alvaro dari atas paha Sienna sambil berceletuk, “Papa ngga boleh pegang, ini kan Bundanya Gio.”

Alvaro kemudian mendelik, kedua alisnya menyatu. Alvaro tidak mau kalah begitu saja. “Tapi Bunda Sienna kan pacarnya Papa,” celetuk Alvaro.

Ucapan Alvaro tersebut seketika membuat Sienna melotot ke arahnya. “Al, kamu nih,” cicit Sienna.

“Pacar itu apa sih Bunda?” Gio yang bingung pun bertanya pada Sienna dengan wajah ingin tahunya.

“Pacar itu level sayangnya lebih tinggi dari Bunda,” Alvaro berujar cepat untuk menjawab pertanyaan Gio.

“Emang Bunda lebih sayang siapa? Gio atau Papa?” Gio bertanya lagi.

“Sayang dua-duanya,” tutur Sienna.

“Lebih sayang Gio aja dong, Bunda.”

“Iya oke, Bunda lebih sayang Gio,” ujar Sienna akhirnya. Namun itu membuat Alvaro tidak terima. Lekas Alvaro mendekat pada Sienna dan merengkuh bahu Sienna dari samping.

“Ihh ... Papa nakal!” Gio sedikit berteriak dan berusaha menjauhkan Alvaro dari sana.

Sienna yang mendapati itu seketika merasa tersentil hatinya. Melihat perlakuan Gio pada Alvaro, Sienna merasa kalau seharusnya Gio tidak boleh bersikap seperti itu pada Alvaro. “Gio, Sayang, ngga boleh gitu sama Papa. Gio anak hebat, Gio kan sayang sama Papa. Sayang Papanya, coba?” pinta Sienna.

“Tapi Papa kan nakal Bunda.” Gio masih saja berserikeras mempertahankan argumennya.

“Engga, Sayang. Papa ngga nakal. Kita harus saling sayang dan bertutur kata yang lembut. Okee?”

“Oke, Bunda.”

Setelah itu Gio meminta maaf pada Alvaro. Bahkan anak itu memberi kecupan singkat di pipi Alvaro. Mendapati anaknya seperti ini, Alvaro tidak bisa mencegah hatinya menghangat.

“Gio, ayo sekarang kita kiss Bunda,” cetus Alvaro.

Sienna sedikit terkejut mendapati ide itu, tapi ia dengan senang hati menerimanya. Gio mencium pipi kirinya, lalu Alvaro mendapat bagian di pipi kanannya.

“Papa, Bunda. Gio mau tanya deh. Adik itu asalnya dari mana? Gio pengen banget punya adik,” ujar Gio tiba-tiba.

“Dari surga, terus dititipin ke dua orang yang saling sayang,” jawab Alvaro.

“Oh gitu ya. Papa dan Bunda kan saling sayang, berarti … bisa punya adik dong?” ujaran Gio itu lantas membuat Alvaro dan Sienna saling menatap satu sama lain. Sienna mengisyaratkan Alvaro melalui gerakan matanya, bahwa sebaiknya Alvaro tidak menjawab lagi, atau kalau tidak, nanti urusannya bisa semakin panjang dan Gio semakin ingin tahu lebih jauh lagi.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna sudah mengatakan pada Alvaro agar lelaki itu tidak datang ke rumahnya. Ini sudah malamdan Alvaro pasti lelah selepas menjalani shooting, jadi lebih baik lelaki itu langsung pulang ke kediamannya dan beristirahat. Namun kenyataan yang Sienna hadapi, berbeda dengan apa yang ia ucapkan. Sienna tidak bisa fokus terhadap pekerjaan yang sedang ia lakukan, perempuan itu justru beberapa kali mengintip ke luar rumah melalui jendela kamarnya.

Sienna sudah tiga kali melihat ke bawah untuk mengetahui apakah Alvaro sungguhan nekat datang ke rumahnya atau tidak. Sienna merutuki dirinya sendiri, nyatanya sikap dan ucapannya tidak sinkron. Namun memang hatinya tidak bisa berbohong. Sienna merindukan Alvaro, merindukan bagaimana mereka menghabiskan waktu berdua. Sudah 4 hari belakangan mereka tidak bertemu sama sekali, itu karena Alvaro sibuk shooting dan Sienna juga sibuk dengan pekerjaannya.

Sienna melirik jam dinding di kamarnya yang kini menunjukkan pukul 20.30, di mana sudah 30 menit sejak Alvaro memintanya untuk tidak tidur dulu. Sienna memutuskan melihat sekali lagi melalui jendela kamarnya. Ketika Sienna melihat ke depan rumahnya, netranya mendapati range rover putih yang sangat fameliar tengah terparkir di sana.

Range Rover Alvaro

Sienna tidak menunggu apapun, ia lantas bergegas keluar kamar dan menuruni tangga. Sesampainya Sienna di depan rumahnya, ia menghampiri mobil itu. Kaca mobil di samping kemudi langsung dibuka dan seketika itu juga Sienna mendapati Alvaro di sana.

“Ini udah malem, Al. Mau ngapain coba?” pertanyaan tersebut yang pertama Sienna lontarkan pada Alvaro.

“Mau ketemu lo. Kita cari makan di luar, yuk?”

“Lo belum makan?”

Pertanyaan Sienna langsung dijawab Alvaro dengan sebuah anggukan. Alvaro sempat membujuk Sienna dulu, baru setelah itu Sienna mengangguk setuju.

“Tunggu bentar. Gue ganti baju dulu.”

“Oke.”

***

Night road

Sienna memperhatikan penampilan Alvaro malam ini. Alvaro masih mengenakan kemeja rapi yang, Sienna yakin stelan tersebut adalah yang digunakan Alvaro untuk shooting.

“Masih rapi banget. Nggak sempet ganti baju?” tanya Sienna.

“Iya, ngga sempet. Ini gue juga belum hapus makeup.”

“Sampe rumah nanti hapus ya, jangan langsung tidur.”

“Iyaa, Sienna.”

Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, Alvaro dan Sienna pun sampai di tempat tujuan. Malam ini penjual makanan kaki lima menjadi alternatif keduanya untuk menikmati makan malam. Dua buah nasi goreng pun di pesan, mereka memutuskan untuk makan di mobil.

Sebelum Sienna menyantap makanannya, terlebih dulu ia menggulung lengan kemeja Alvaro. “Kebiasaan deh, nanti kotor bajunya,” ucap Sienna.

Alvaro hanya memperhatikan selama Sienna membantunya menggulung lengan kemeja. Hingga beberapa detik kemudian, lengan panjang kemeja putih Alvaro telah tergulung rapi sampai sebatas siku.

Baru selanjutnya Alvaro melanjutkan kegiatannya menyantap makanan dan Sienna juga melakukan hal yang sama.

Selama mereka makan, tidak ada percakapan yang terjadi. Ini acara dadakan dan sederhana, tapi baik Sienna maupun Alvaro, mereka saling menikmatinya satu sama lain. Kebersamaan dan waktu yang sebisa mungkin diluangkan, terasa sangat berarti.

“Sienna,” ujar Alvaro yang telah lebih dulu selesai dengan makanannya.

“Hmm?” Sienna menoleh pada Alvaro.

Sienna menunggu Alvaro meneguk minuman di botolnya, baru setelah itu Alvaro melanjutkan perkataannya. “Gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Kebetulan deket dari sini, jadi lo pulangnya ngga kemaleman.”

“Bener ya … ngga kemaleman?” ujar Sienna terdengar sangsi.

“Iyaa, Sienna. Gue anter lo pulang sampe depan rumah. Aman, ngga akan kemaleman.”

“Emangnya kita mau ke mana?” Sienna bertanya karena jujur saja ia penasaran.

“Ke rumah gue yang ada di daerah Menteng,” ujar Alvaro. Selebihnya Alvaro akan menjelaskan pada Sienna saat mereka sampai di sana.

***

The Menteng House

Sienna menatap rumah bertingkat dua di hadapannya. Nampak dari luar, rumah tersebut memang tidak sebesar rumah yang saat ini Alvaro tinggali. Namun rumah itu terkesan sangat* homie* dan terlihat begitu terawat. Di bagian depan rumah, terdapat taman yang asri dengan rumput pendek berwarna hijau.

Sienna mengikuti langkah Alvaro memasuki rumah itu. Ketika mereka masuk, Sienna memperhatikan isi rumah itu, lalu netranya menangkap sebuah ranjang bayi yang terletak di salah satu pojok ruang keluarga. Alvaro mengikuti arah pandang Sienna dan seketika ia berujar, “Dulu waktu Gio baru lahir, gue, Gio sama mama tinggal di sini.”

Alvaro lantas mengambil sesuatu dari laci yang tidak jauh dari ranjang bayi itu. Sienna penasaran dan menyusul Alvaro untuk melihat sesuatu yang tengah di pandangi lelaki itu.

Rupanya frame yang sedang ditatap Alvaro adalah foto Gio ketika masih bayi. Alvaro lantas menunjukkannya pada Sienna.

He’s really look like you,” komentar Sienna.

Alvaro hanya menorehkan senyum kecilnya. “Ayo kita liat lantai atas,” ujarnya kemudian.

Sienna mengangguk dan lantas berjalan mengikuti langkah Alvaro. Mereka berjalan bersisian menaiki tangga, sambil Alvaro menceritakan tentang rumah ini kepada Sienna. “Ini rumah pertama yang gue beli untuk mama,” ujar Alvaro.

“Tahun berapa lo beli rumah ini?”

“Sebelum Gio lahir.”

Lantas Alvaro menjelaskan bahwa rumah ini adalah aset pertama yang ia beli dari hasil kerja kerasnya, dan tempat ini sangat berharga bagi Alvaro.

Sesampainya langkah mereka di lantai atas, Alvaro menunjukkan pada Sienna sebuah ruangan yang menjadi saksi jejak karir Alvaro sebagai aktor. Di dinding ruangan itu, di pajang beberapa bingkai foto yang menampakkan foto-foto Alvaro. Alvaro mengatakan bahwa Inggit yang mengabadikan semua ini. Mamanya selalu mengatakan, bahwa setiap momen adalah salah satu hal penting dalam hidup yang harus di abadikan.

Can I take a picture of this?” tanya Sienna sambil menunjuk pada sebuah foto.

Alvaro Teenager

Alvaro mengangguk, membiarkan Sienna memotret fotonya menggunakan ponsel perempuan itu. Foto tersebut adalah foto ketika Alvaro masih remaja, sekitar usia 16 tahun, di mana karirnya masih dirintis.

“Sienna,” ujar Alvaro. Sienna yang masih mengambil beberapa foto, seketika menoleh pada Alvaro.

“Iya?”

“Rumah ini berarti banget buat gue. That’s the reason I take you here. I want to saw you every little thing about me.” Setelah mengucapkannya, Alvaro terkekeh pelan.

Sienna manggut-manggut. “This is not a little, this is the whole thing. The house, and this room, have a lot memories about you. Your mother must be so proud of you, Al.”

Alvaro menatap Sienna lekat-lekat, seolah tidak ada hal lain yang menarik baginya untuk dilihat, selain sosok Sienna. Sienna yang kini tengah menatap Alvaro dengan tatapan bangganya, membuat Alvaro teringat akan mamanya yang juga sama menatapnya seperti ini.

“Ada spot favorit gue di rumah ini. Mau ke sana?” Alvaro mengulurkan tangannya, menunggu Sienna menyambutnya.

Let’s go,” ucap Sienna tanpa membuat Alvaro menunggu lama. Sienna menyambut uluran tangan itu, tangan yang akan selalu digenggamnya.

***

Spot favorit yang dikatakan Alvaro berada di area belakang rumah. Tempat tersebut merupakan sebuah teras luas yang menghadap ke halaman berumput. Di teras itu terdapat sebuah area sofa melingkar berbentuk persegi, dan di tengahnya ada tempat untuk perapian. Sienna terkagum pada pemandangan malam yang dapat dinikmati di sini. Lampu-lampu yang menyinari sekeliling halaman, pemandangan langit malam yang berwarna biru gelap, menjadikan tempat ini terasa sempurna.

Spot Favorit Alvaro

Alvaro dan Sienna memutuskan mengambil tempat di salah satu sofa di sana. Mereka duduk bersebelahan. Alvaro meletakkan satu lengannya pada sandaran sofa, melingkar di belakang punggung Sienna. Sienna menghadap Alvaro, hanya menatap lelaki itu saja, rasanya cukup bagi Sienna.

“Lo suka banget ngelakuin hal impulsif ya Al,” celetuk Sienna.

“Contohnya?” tanya Alvaro.

“Malem-malem nekat ke rumah gue, padahal lo baru kelar shooting. Itu namanya keputusan impulsif, kayak ngga ada hari besok aja.”

“Emang ada hari besok. Tapi ngga bisa, Sienna. Gue kangen lo, gimana dong?”

Sienna belum merespon ucapan Alvaro, sampai akhirnya Alvaro berujar lagi, “Lo ngga kangen gue emangnya? Empat hari lho kita ngga ketemu.”

“Kalau ngga kangen, ngapain gue malem-malem gini mau keluar sama lo.”

“Ohh gitu. Oke.”

Alvaro terlihat menahan senyumnya, tapi seperti yang biasa terjadi, lelaki itu memang tidak bisa menyembunyikan jati dirinya ketika di depan Sienna. Alvaro tidak lagi menahan senyumnya, ia ingin Sienna mendapati senyum ini dan menikmatinya.

“Al,” ujar Sienna.

“Ya?”

Tatapan Sienna yang tidak lepas dari Alvaro dan tampak berbeda dari sebelumnya itu, membuat Alvaro gugup. Alvaro mengumpat dalam hati. Ia telah berjanji akan menjadi lelaki baik untuk Sienna, tapi sesuatu dalam dirinya justru kini meronta-ronta. Sesuatu itu memerintahkannya untuk melakukan sesuatu, yang Alvaro tahu ia akan menjadi sangat brengsek jika sampai melakukannya.

“Al, let me kiss you once,” ucap Sienna.

“Barusan … lo bilang apa?” Alvaro bertanya untuk memastikan ia tidak salah dengar.

“Harus diulang?” tanya Sienna.

Sebelum Alvaro menjawab pertanyaan Sienna, Sienna sudah lebih dulu mengulang pertanyaannya yang lebih terdengar seperti pernyataan. “Let me give you one kisses.”

Alvaro menatap Sienna, dan selama beberapa detik netranya menjelajahi detail paras cantik Sienna. Alvaro kemudian memangkas jarak yang tersisanya di antara dirinya dan Sienna. Tatapan mereka masih saling beradu, lalu Sienna meletakkan dua lengannya di pundak Alvaro. Dengan satu tangannya, lantas Alvaro membelai sisi wajah Sienna. Permukaan kulit Sienna yang terasa lembut itu seketika mengilhami jemari-jemari Alvaro.

Saat Sienna menurunkan pandangannya dan berhenti tepat di bibir Alvaro, saat itu juga Sienna berujar pelan, “I’m jealous, this lips kissed other.”

Alvaro lantas mengarahkan jari telunjuk Sienna untuk kemudian mendarat di atas bibirnya. “This lips are yours. You owned it, Sienna,” ucap Alvaro.

Alvaro mendapati kedua mata Sienna yang nampak berkaca-kaca, lalu perempuan itu mengulaskan senyum manisnya. Kemudian dua detik berikutnya, Sienna memajukan wajahnya dan detik itu juga, ia mendaratkan bibirnya pada bibir Alvaro. Bibir Sienna bergerak lembut, menyapa belah bibir Alvaro. Alvaro membalas ciuman itu, mengikuti alur gerakan yang sebelumnya lebih dulu Sienna ciptakan. Kedua benda yang sama-sama terasa lembut dan kenyal itu bersatu, saling menyalurkan kasih melalui gerakan seirama.

Kedua lengan Sienna masih berada di pundak Alvaro, nampak nyaman berada di sana, di saat bibirnya masih aktif memagut bibir Alvaro. Satu lengan Alvaro menarik pinggang ramping Sienna agar mendekat, lalu Alvaro memberi usapan lembut di sana.

Selama kurang lebih tiga menit mereka berciuman, akhirnya perlahan-lahan mereka mulai menjauh. Alvaro memperhatikan bibir Sienna yang sedikit memerah berkat kegiatan mereka. Alvaro lantas tertawa kecil, lalu tangannya bergerak mengusap bibir Sienna dengan ibu jarinya. “Kalau kayak gini, kita bisa kemaleman lho pulangnya,” ujar Alvaro dengan nada jenakanya.

Sienna mencebikkan bibirnya, ekspresinya itu nampak menggemaskan di mata Alvaro.

“Padahal shooting cuma tiga detik nempel, tapi harus dibayar pake tiga menit ya?” lagi, Alvaro berceletuk.

“Ngga nyampe tiga menit, Al,” kilah Sienna.

“Nyampe. Itu tadi tiga menit, Sienna. Lama banget.”

“Ngga usah diingetin,” Sienna hendak beranjak dari duduknya, tapi Alvaro dengan cepat menahannya. Hingga kini Sienna kembali mendaratkan pantatnya di sofa.

“Makasih buat tiga menitnya,” ucap Alvaro.

“Al,” peringat Sienna sambil membelalakkan matanya.

Alvaro tertawa lagi, kali ini sampai kedua pelupul matanya berair. Sienna masih di posisinya, dan dengan tangannya, Sienna menutupi kedua pipinya yang memerah dan terasa menghangat.

Alvaro yang mendapati itu lantas menghela tangan Sienna untuk menjauh dari pipinya. Sambil menatap Sienna lekat-lekat, Alvaro pun berujar, “Jadi setiap adegan romantis kalau gue shooting, harus dibayar berkali lipat sama lo?”

Sienna mengangguk satu kali sebagai sebuah jawaban.

“Oke. You don’t need to pay me for doing that. I’ll give it to you for free.”

Sebenarnya Alvaro hanya bergurau mengatakannya. Alvaro tidak akan melakukannya, ia tidak ingin membuat dirinya nampak berengsek di mata Sienna. Alvaro menghargai Sienna dan ingin menjaganya sepenuh hati. Alvaro memang ingin melakukannya, tapi satu hal yang dirinya yakini dan itu terdapat di ajaran agamanya. Alvaro yakin bahwa Tuhan tidak akan memberkati dan memberi jalan, bila umatnya melakukan hal-hal yang di luar jalur. Alvaro ingin jadi lebih baik, dan ia melakukannya untuk Sienna.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sesuai dengan apa yang telah Alvaro katakan, hari ini Alvaro dan Sienna akan pergi nonton film. Supaya menghemat waktu, sebelumnya Sienna telah menyusul ke lokasi shooting, dan dari sana mereka pun berangkat dengan satu mobil yang sama.

Sebagian orang yang bekerja dengan Alvaro, yakni manager dan asistennya, sudah tahu mengenai hubungannya dengan Sienna. Beberapa crew yang ada di lokasi shooting film Police Evolution juga sudah mengetahui, dan mereka berusaha sebisa mungkin menjaga privasi sang artis dengan tidak bertanya lebih jauh untuk maksud ingin tahu.

Sesampainya mereka di parkiran VIP milik sebuah mal, Alvaro meminta tolong asistennya untuk terlebih dahulu mengecek kondisi tempat itu, sebelum ia dan Sienna turun dari mobil.

Setelah beberapa saat berlalu, salah satu asisten Alvaro memberitahu bahwa kondisi mal saat ini cukup padat, terutama di bioskopnya. Ini memang akhir pekan, yang di mana biasanya tempat umum memang terbilang ramai.

“Kalau cari bioskop lain memungkinkan ngga Mbak?” Alvaro bertanya pada Ila, mencoba mencari solusi.

“Ngga bisa. Gue barusan cek, hari ini cinema udah penuh kalau untuk sewa satu premiere. Gini aja, buat ngehindarin kerumunan orang, biar gue sama Sienna lewat pintu utara masuknya. Nanti lo lewat pintu selatan, terus kita ketemuan di bioskop.”

Sebelum membuat keputusan, Alvaro mempertanyakannya dulu pada Sienna. “Gimana?”

“Iya nggak papa, gue sama Mbak Ila lewat pintu utara aja,” ujar Sienna.

“Oke. Kita ketemu di bioskop ya,” ucap Alvaro.

Setelah setuju, akhirnya Sienna turun dari mobil dan pergi lebih dulu bersama Ila. Alvaro menunggu jeda beberapa menit, baru setelahnya ia turun dari mobil dan masuk ke mal melalui pintu yang berbeda dengan yang dilalui oleh Sienna.

***

Satu studio premiere hari ini telah di booked oleh seseorang. Jadi tiket untuk satu ruangan menonton tersebut telah habis dibeli semua untuk sesi menonton dari jam 5 sampai jam 7 malam. Di ruangan itu hanya ada Alvaro dan Sienna berdua, dengan sebuah film di depan mereka yang sedang diputar.

Sebuah popcorn cheese berukuran large dan dua buah minuman menjadi pendamping kegiatan nonton mereka. Selama filmnya tayang, Alvaro dan Sienna sama-sama menikmati film tersebut. Sienna beberapa kali mengambil popcorn dan mencemilinya. Ketika Sienna mendapati tangannya kotor karena bumbu dari makanan itu, Sienna mengambil tisu basah dari tas kecilnya.

“Al, siniin tangan lo coba,” ujar Sienna yang langsung membuat Alvaro menoleh padanya. Alvaro tampak bingung, tapi tetap menyerahkan tangannya pada Sienna. Lantas Sienna membersihkan tangan Alvaro menggunakan tisu basah. Setelah itu, Sienna membersihkan tangannya sendiri.

Selanjutnya yang terjadi adalah Sienna meraih tangan Alvaro untuk digenggam. Sienna menyelipkan jemari kecilnya di antara jemari besar milik Alvaro. Alvaro melihat tangan mereka yang tertaut, lelaki itu sekilas mengalihkan fokusnya dari film di layar. Kemudian satu tangan Alvaro yang lain mengarah ke punggung tangan Sienna, dan ia memberikan usapan lembut di sana.

Holding hands

Selama sisa waktu menonton, Alvaro dan Sienna hanya menikmati film dengan satu tangan yang saling bertaut. Tidak terasa 2 jam telah berlalu dan terasa cepat. Film telah selesai diputar, Alvaro dan Sienna membicarakan film tersebut, berkomentar, serta memberi penilaian masing-masing.

Five star for the main character acting, I like it,” ujar Alvaro.

Yes, Brad Pitt is never failed for me,” komentar Sienna.

“Al,” ujar Sienna lagi ketika mereka masih duduk di sana. Layar di depan masih menampilkan credit untuk para pemain dan crew. Alvaro dan Sienna pun belum berniat keluar dari studio itu.

“Ya?” tanya Alvaro.

I have watched The Last Mission.”

You watched it?” Alvaro sedikit terkejut mendengarnya, tapi ia terlihat senang juga karena Sienna menonton film yang ia bintangi.

“Filmnya udah nggak tayang di bioskop waktu gue mau nonton, jadi gue nontonnya di Netflix. Kapan-kapan kita rewatch bareng ya? Mau nggak?” ujar Sienna panjang lebar.

Alvaro langsung mengangguk. “Oke, kapan-kapan kita rewatch bareng.”

“Oh iya, berapa nilai filmnya menurut lo?” Alvaro bertanya, ia nampak antusias.

“Hmm … I give nine out of ten.” Jawaban Sienna tersebut membuat Alvaro langsung menorehkan senyum menggodanya ke arah Sienna. Sienna yang seolah tahu maksud Alvaro, seketika berujar, “I have told you, I like the action genre, so I watched it.”

“Ohh… I thought you watched it because you like the actor in that film.”

Sienna seketika mencibir kecil, dan Alvaro tertawa mendapati reaksi perempuan itu.

“Sienna,” ujar Alvaro setelah tawanya reda. Alvaro kini mengunci pandangan Sienna, membuat Sienna tidak berkutik setiap Alvaro menatapnya dengan tatapan penuh afeksi seperti ini.

“Gue minta maaf, karena hubungan ini pasti sulit buat lo,” ujar Alvaro.

Sienna tidak menampik kalimat yang diutarakan Alvaro. Memang ini terasa sulit baginya. Mereka tidak bisa saling mengakui orang yang mereka cintai dan tidak bisa bebas berpergian di depan umum. Setelah beberapa detik Sienna hanya diam, akhirnya ia angkat bicara. “Al, ini emang sulit buat gue. Tapi kita udah sama-sama dewasa, dan gue nggak bisa cuma mikirin diri gue di dalam hubungan ini. Gue menghargai usaha lo untuk hubungan kita, untuk selalu luangin waktu, dan berusaha bikin gue seneng. Lo nggak perlu minta maaf, Al, karena kita berjuang bareng untuk hubungan kita. Lo berjuang untuk gue, jadi gue juga akan ngelakuin hal yang sama untuk lo.”

We dated in private, is it oke?” Alvaro bertanya lagi.

It’s made me sad, sometimes. But that’s not a big problem, you know. Sekarang dunia belum perlu tau, tapi yang penting, kita tau kalau apa yang kita jalanin bisa bikin kita bahagia, right?

Alright.” Alvaro mengangguk.

Selama sepersekian detik, Alvaro masih menatap Sienna dengan tatapan sayangnya.

Sienna cukup mengetahui bahwa Alvaro mencintainya, dan di setiap waktu yang telah mereka lalui bersama, Alvaro selalu berusaha untuk bisa membahagiakannya. Pada hakikatnya, cinta haruslah memiliki komposisi yang seimbang. Jika hanya satu orang yang berjuang, maka hasilnya tidak akan maksimal. Bagi Sienna, dirinya dan Alvaro saat ini sedang sama-sama berjuang untuk cinta mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

2 hari kemudian.

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan tidur. Alvaro pernah mengalami gejala kesulitan tidur hingga membuatnya terus terjaga di malam hingga pagi hari. Seiring berjalannya waktu, setelah konsultasi dengan dokter dan mendapat terapi serta saran, pola tidur Alvaro dapat berangsur membaik. Namun kini Alvaro kembali mendapati gejala kesulitan tidurnya. Setiap akan tidur, pikirannya selalu merasa cemas. Padahal Alvaro telah mengikuti anjuran dokter untuk tidak lagi mengonsumsi alkohol, dan memperbaiki pola makan, juga pola istirahatnya. Alvaro sebisa mungkin telah memberi tubuhnya istirahat, tidak terlalu memforsir tubuhnya untuk bekerja, tapi tetap saja usahanya belum berhasil.

Nanti malam Alvaro ada jadwal shooting, tapi sejak siang ia belum juga bisa beristirahat. Alvaro kini tengah berada di kamar barunya, berusaha untuk memejamkan mata. Saat Alvaro merasa kesal karena belum bisa merasa mengantuk, ponselnya di atas nakas berdering. Alvaro segera mengangkat panggilan itu ketika melihat ID Call yang tercantum di sana.

‘Sienna my love ❤️’ is calling.

“Halo,” ujar Alvaro menjawab panggilan tersebut.

“Halo Al? Lho katanya nanti malem ada shooting, lo belum tidur jam segini?” terdengar suara Sienna di telfon.

I’m trying,” ujar Alvaro dengan nada frustasinya.

“Coba lagi. Kalau belum bisa juga, nanti gue ke sana.”

Really?

“Hmm.”

Alright. Nanti minta jemput sama pak Amar ya.”

Sebelum Sienna menutup sambungan telfonnya, Alvaro mengucapkan sesuatu yang membuat Sienna seketika menahan dirinay untu ktetap di sana. “Thank you.” Hanya itu yang diucapkan Alvaro, tapi dua kata tersebut rasanya diungkapkan dengan sangat tulus dan begitu mendalam.

***

Sienna memutuskan datang ke rumah Alvaro, setelah beberapa yang menit lalu Alvaro memberitahu bahwa lelaki itu belum juga dapat terpejam. Pekerjaan Sienna hari ini tidak terlalu padat di studio, jadi ia bisa meninggalkannya dan meminta para karyawannya untuk meng-handle-nya.

Ketika Sienna sampai di kediaman Alvaro, Sienna mendapati Alvaro tengah berada di ruang keluarga. TV di nyalakan dengan volume yang cukup keras, dan Alvaro menonton tayangan di hadapannya, tapi nyawanya seperti tidak tertuju pada tayangan tersebut.

“Al,” Sienna menghampiri Alvaro. Alvaro seketika menoleh dan menatap Sienna.

“Hei,” ucap Alvaro sambil menatap ke arah Sienna. “The new room is ready to use, and made only for us,” lanjutnya.

Sienna lantas mengulaskan senyumnya, lalu ia mengangguk ketika Alvaro mengajaknya ke kamar baru itu.

***

New room

Kamar yang kini telah resmi Alvaro tempati, tidak jauh berbeda dari segi luas ruangannya dibandingkan dengan kamar sebelumnya. Namun terdapat perbedaan, yakni dari segi desain. Kamar baru ini lebih simple tampilannya, tidak terlalu banyak detail, dan Alvaro mengatakan bahwa tone wana kamarnya adalah warna yang ia sukai.

Sienna melangkah ke dalam kamar dan menyapukan netranya ke penjuru kamar itu. Alvaro menyusulnya dan lagi, menutupi pintu dan segera menguncinya.

Sienna yang mendapati Alvaro melakukan itu, otomatis menorehkan senyumnya. Alvaro selalu konsisten dengan ucapannya di awal mereka menjalin hubungan. Waktu yang mereka miliki, Alvaro begitu menghargainya dan selalu memastikan mereka dapat menikmatinya semaksimal mungkin. Tidak ada seorang pun yang dapat mengganggu.

Alvaro menghargai kebersamaan dengan orang-orang yang ia sayang, maka Sienna juga menghargai hal tersebut sebagai bentuk cintanya kepada Alvaro.

Sienna duduk di tepi kasur, dan Alvaro berada di sampingnya. “Waktu pertama kali, kamar ini belum sepenuhnya bisa ditempatin. Jadi kemarin terpaksa kita harus pake kamar yang lama,” ujar Alvaro.

It’s oke,” ujar Sienna.

Alvaro sering kali memikirkan hal-hal kecil. Baginya, kenyamanan dirinya dan Sienna adalah yang utama. Dengan berada di kamar yang lama, Alvaro tidak ingin Sienna terbayang-bayang akan masa lalunya. Begitu sebaliknya, Alvaro juga ingin keluar dari masa lalu itu, dengan cara meninggalkannya sepenuhnya. Alvaro ingin memulai di tempat yang baru dengan orang baru, dan tentunya dengan perasaan yang baru.

Sienna izin untuk ke kamar mandi karena ia ingin sedikit membersihkan diri. Alvaro membiarkannya dan menunggu Sienna kembali.

Tidak lama kemudian ketika Sienna kembali, Sienna mendapati Alvaro yang masih duduk di tepi kasur, lelaki itu terlihat belum ingin menjamah kasur.

“Al, jangan terlalu banyak pikiran. Just let it flow,” ucap Sienna seolah tahu bahwa Alvaro sedang memiliki banyak pikiran di dalam kepalanya.

“Sienna, let me ask you something,” ujar Alvaro.

What happen?”

It’s about my past. Are you okay … with that?

Pertanyaan yang dilontarkan Alvaro bagaikan jarum yang melobangi hati Sienna. Sienna memang pernah memikirkan itu, tapi tidak menduga bahwa pikiran Alvaro dipenuhi juga oleh hal tersebut. Sienna lantas bertanya mengapa Alvaro menanyakan itu padanya, dan Alvaro segera menjelaskan, “I’m just asking. Sienna, gue nggak mau nyakitin lo karena masa lalu gue. Gue ingin lo tau kalau apa yang udah jadi masa lalu gue, nggak akan mempengaruhi hubungan kita, mau sekarang ataupun nanti.”

Sienna seketika menggeleng pelan. Sienna kemudian memangkas jarak di antara dirinya dan Alvaro. Sienna meraih satu tangan Alvaro dan kemudian menggenggamnya.

“Gue menerima masa lalu lo, Al. Jangan khawatirin tentang itu, yaa?” Sienna berusaha meyakinkan Alvaro.

Alvaro kemudian mengangguk. Alvaro mengerti, bahwa Sienna telah mencoba untuk berdamai dan menerima. Sienna juga menjelaskan bahwa sejak ia memutuskan menjalin hubungan dengan Alvaro, itu berarti Sienna telah sepenuhnya menerima masa lalu yang dimiliki Alvaro. Karena bagi Sienna, tujuan sebuah hubungan asmara adalah untuk bersinergi bersama, yakni bahwa dua insan harus melihat lurus ke depan, meninggalkan apa yang telah berlalu dan tidak perlu menoleh lagi ke belakang.

Setelah pembicaraan itu, Alvaro dan Sienna memutuskan untuk merebahkan diri di kasur. Sienna posisinya menghadap Alvaro, satu tangannya berada di pinggang Alvaro, mendekap ringan di sana.

Alvaro masih menatap paras Sienna, ia belum juga merasa mengantuk.

“Al, tidur,” ucap Sienna pelan.

“Iya, sebentar lagi.”

“Tau gitu gue nggak ke sini, lo malah jadi nggak bisa tidur,” ujar Sienna.

Just a minute, Sienna. Gue lagi liatin lo, soalnya lo cantik banget.”

“Modus,” celetuk Sienna cepat.

“Lho, emang cantik.”

“Pasti ada maunya.”

Alvaro tidak dapat menahan tawanya mendengar ucapan Sienna. Ketika akhirnya tawa Alvaro reda, netra Sienna tertuju pada sesuatu yang nampak seperti bekas jahitan yang posisinya berada di bawah bahu Alvaro, yakni persis di dekat tulang selangka. Sienna lantas bertanya. “What happened with this?”ujarnya sembari menjalarkan tangannya pada bekas luka itu.

“Ini bekas cidera karena shooting. Dijahit 4 jahitan,” jawab Alvaro. Tidak jauh dari bekas jahitan itu, Sienna mendapati sebuah tato kecil berwarna hitam. Karena Alvaro mengenakan kaus tanpa lengan yang bagian kerahnya cukup rendah, jadi baru kali ini Sienna melihat tato itu.

How many tattoo did you have?” Sienna bertanya.

It’s four. Why?

Sienna menggeleng. Ia hanya sekedar bertanya, karena belum pernah menemui tato milik Alvaro yang memang ukurannya cukup kecil.

You really loves them?” tanya Sienna.

Alvaro mengangguk menjawab pertanyaan yang lagi-lagi diajukan Sienna. “You want me to make it one again? That one is gonna be for you,” ucap Alvaro.

“Gambar atau tulisan?”

It will be one words, it’s ‘Sienna’ and I’ll make it beautiful.”

Sienna otomatis menarik ujung-ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman, kemudian ia mengangguk. “Oke, you can add that one. Where it will be?

Alvaro meraih tangan Sienna dan mengarahkan tangan perempuan itu untuk berada di atas dadanya, “Here,” ujarnya. Kemudian mereka tertawa bersama, tanpa alasan yang jelas, hanya tahu bahwa mereka menikmati waktu kebersamaan ini.

“Al,” ujar Sienna setelah tawa mereka reda.

“Hmm?”

“Secepatnya gue mau cerita ke papa dan mama, soal hubungan kita,” ujar Sienna.

Alright. Please tell me then how they respond,” ucap Alvaro.

Sienna langsung mengangguk mengiyakan. Pada awalnya Sienna memang belum ingin menceritakan soal hubungan mereka kepada kedua orang tuanya. Alvaro memaklumi hal tersebut dan memberi Sienna waktu, sebelum akhirnya Sienna sendiri yang ingin memberi tahu orang tuanya.

Keputusan Sienna hari itu yang akan menceritakan tentang hubungan mereka, berhasil menciptakan kebahagiaan kecil untuk Alvaro. Meskipun sebenarnya ada sedikit kekhawatiran tentang itu, tapi Alvaro selalu menanti, hari di mana orang yang penting di hidup Sienna mengetahui hubungan mereka.

Beberapa detik yang lalu Alvaro sudah memejamkan matanya, tapi kini kelopaknya kembali terbuka. Sienna menatapnya Alvaro dan sedikit mengerucutkan bibirnya. Itu karena Alvaro belum juga tidur, padahal sudah hampir 30 menit mereka berada di kasur.

Dengan mata yang setengah mengantuk menatap Sienna, Alvaro lantas berujar, “Sienna … can I kiss you?”

Mendengar ujaran itu, Sienna terlihat sedikit terkejut dan gugup. Namun yang terjadi, pikiran dan hatinya dengan kompak berseru bahwa Sienna juga menginginkannya. Tanpa dapat dicegah, pipi Sienna pun terasa menghangat. Tatapan mata Sienna yang entah mendapat perintah dari mana, menatap ke arah belah bibir Alvaro yang nampak lembap itu.

If you don’t want, then I will not do it,” ujar Alvaro. Alvaro tidak akan melakukannya, jika Sienna tidak mengizinkannya dan jika Sienna tidak menginginkan mereka melakukannya.

I want it too.” Sienna mengucapkannya dengan gamblang. Sienna dan Alvaro masih saling bertukar pandang, dan dari tatapan keduanya, mereka tahu apa yang benar-benar mereka inginkan dari hati yang terdalam.

Alvaro dan Sienna sama-sama tidak dapat mencegah senyum yang terbit di wajah masing-masing. Sienna membiarkan Alvaro untuk melakukannya, membiarkan lelaki itu menangkup satu sisi wajahnya, lalu perlahan mulai bergeak memangkas habis jarak mereka.

Dengan jemarinya, Alvaro memberikan sentuhan dan usapan di pipi Sienna. Alvaro menatap Sienna dalam-dalam, tatapan Alvaro ini adalah tatapan yang selalu berhasil membekukan persendian Sienna. Alvaro memandangi paras Sienna dengan seksama, paras yang 14 tahun lalu berhasil membuatnya jatuh cinta. Bersyukurnya mereka bertemu lagi, dan Sienna kembali berhasil membuat Alvaro jatuh cinta, lagi.

“Sienna, I can’t help my self to not fall in love with you. You made me felt the love, not by once, but every time when I saw you.”

Usai mengatakannya, Alvaro semakin mendekatkan dirinya pada Sienna. Sienna lalu memejamkan matanya karena merasa gugup dan juga berdebar. Dua detik berikutnya, Sienna dapat merasakan sesuatu kenyal dan lembap menyapa belah bibirnya. Jantung Sienna berdegup kencang dan rasanya seperti ingin meledak. Rasanya seperti ada kembang api dan pesta pora yang kini tengah menggemparkan hatinya.

“Al …” ucap Sienna diiringi sedikit lenguhan yang tanpa sadar keluar dari bibirnya. Sienna menikmati setiap kecupan yang Alvaro berikan padanya, itu ditandakan dengan kelopak matanya yang membuka, lalu tertutup lagi.

Yes ... Babe?” Alvaro menjeda ciuman mereka, sedikit menjauhkan dirinya dari Sienna.

Sienna tidak mengucapkan apa pun, karena lidahnya terasa kelu dan kaku, ditambah otaknya seperti membeku, hingga tidak dapat berpikir dengan cepat. Namun pipi Sienna yang memerah telah menjelaskan semuanya, bahwa Sienna menyukai apa yang barusan terjadi. Alvaro lantas tertawa kecil, lalu ia menampakkan senyum lebarnya.

Let’s sleep,” ujar Alvaro kemudian meraih tubuh Sienna ke dalam rengkuhannya.

I will be a good man for you, Sienna,” ucap Alvaro di sela-sela pelukan mereka.

Di balik punggung Alvaro, Sienna mengulaskan senyum lembutnya. Kemudian satu tangan Sienna bergerak mengelus punggung Alvaro dengan gerakan searah.

“Al, lo udah berusaha jadi yang terbaik buat gue. Lo juga udah jadi papa yang hebat buat Gio. Makasih untuk semua itu,” ucap Sienna.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Satu bulan telah berlalu sejak Sienna dan Alvaro memutuskan menjalin hubungan. Belum banyak yang mengetahui tentang hubungan keduanya. Namun sebagian memang sudah tau, terutama orang-orang terdekat Alvaro. Setelah Inggit, lalu disusul orang-orang yang bekerja dan tinggal di rumah Alvaro. Gina, mbak Ida, Aufar, dan beberapa pekerja lainnya.

Sementara Gio, tentu anak itu tidak mengerti apa-apa. Satu hal yang bocah 6 tahun itu ketahui adalah, ia merasa senang karena bunda Sienna-nya jadi lebih sering ke rumah dan menghabiskan waktu bersamanya dan juga papanya. Gio tidak tahu, bahwa bunda dan papanya sering menghabiskan waktu hanya berdua tanpa dirinya. Seperti pasangan pada umumnya, Alvaro dan Sienna beberapa kali butuh waktu untuk berduaan saja, dan itu adalah hal yang wajar.

Suasana rumah sianh ini sedang sepi karena pembuat keramaian sedang tidak ada, karena Gio belum pulang dari sekolahnya. Sienna datang ke rumah dan bertemu Gina di ruang tamu yang sedang membersihkan area di dekat sofa.

“Eh Ibu,” sapa Gina sambil mengulaskan senyum sopannya.

Sienna membalas sapaan Gina dengan seulas senyum. “Gin, Gio pulang sekolah jam berapa ya hari ini?” tanya Sienna ketika ia teringat sesuatu.

“Sekitar jam 4 sore Bu. Soalnya ada les renang dulu habis pulang sekolah.”

“Oh gitu. Jadi gini Gin, hari ini saya nggak bisa temenin Gio les. Saya minta tolong kamu yaa, bisa?”

“Oh, iya Bu, bisa. Nanti saya yang temenin Gio.”

“Oke, makasih ya Gin.”

Tepat setelah itu, terlihat sosok Alvaro yang berjalan menuju Sienna dari arah kamarnya. Alvaro segera sampai di hadapan Sienna. Jarak mereka yang sudah dekat itu, membuat Gina mengerti dan kemudian segera berlalu dari hadapan keduanya.

“Al, tadi masih ada Gina,” ujar Sienna.

“Gina udah paham,” ujar Alvaro pelan sembari mengulaskan senyum tipisnya. Kemudian Alvaro meraih tangan Sienna, Alvaro menggenggamnya dan mengajak Sienna untuk menuju kamarnya.

“Harusnya gue temenin Gio les renang lho hari ini,” ujar Sienna.

“Gio ada Gina yang temenin. Kalau papanya Gio nggak ada yang temenin.”

Sienna sukses membelakkan matanya ke arah Alvaro berkat kalimat enteng lelaki itu. Alvaro hanya terkekeh mendapati hal tersebut. Begitu langkah mereka telah sampai di kamar, Alvaro menutup pintunya dan menguncinya.

“Kenapa dikunci?” tanya Sienna yang baru sadar karena sebelumnya ia sedang menyapa Lily, kucing anggora putih yang sedang berada di kamar Alvaro.

Alvaro berjalan menghampiri Sienna, kemudian mengambil Lily dari gendongan Sienna. “Mau dibawa ke mana Lily-nya?” tanya Sienna.

“Lily, kamu keluar dulu yaa,” ujar Alvaro sambil mengusap bulu halus Lily.

Sienna mengikuti langkah Alvaro yang membawa Lily keluar. Ketika Alvaro meletakkan Lily di lantai dan hampir menutup pintunya, Lily mengaum kecil, mengeluarkan bunyi ‘meow’ lembut dari bibirnya.

“Kasian Lily,” ujar Sienna. Namun Alvaro tetap menutup pintunya dan kembali menguncinya, sehingga Lily tidak bisa melangkah masuk ke dalam.

“Al,” Sienna memelas, meminta Alvaro untuk membuka pintunya.

“Apaa ... Sayang?” Alvaro malah tersenyum jenaka ke arah Sienna. “Tunggu dulu sebentar di sini ya,” ucap Alvaro yang lantas menghilang di balik tembok yang menuju walk in closet di kamar itu.

Sienna pun menunggu Alvaro, ia duduk di tepi kasur. Sienna sedikit merasa gugup, jantungnya berdebar, dan sedari tadi sebenarnya Sienna mencoba menyembunyikan senyuman di wajahnya.

Selang 5 menit kemudian, Alvaro sudah kembali. Sienna langsung menoleh dan mendapati Alvaro telah mengganti pakaian yang sebelumnya lelaki itu kenakan.

“Kenapa ganti baju?” Sienna bertanya karena ia tidak mengerti mengapa Alvaro mengganti pakaiannya.

“Udah kotor baju yang tadi. Kan mau tidur,” jelas Alvaro.

Ketika Alvaro mulai menjamah kasur, Sienna dapat menghirup aroma parfum fameliar yang biasa Alvaro pakai. Alvaro telah lebih dulu merebahkan dirinya di kasur, baru setelah itu Sienna menyusul.

Sienna merebahkan tubuhnya dengan posisinya yang membelakangi Alvaro, hal tersebut membuat Alvaro terkekeh pelan. Namun tanpa mengucapkan apapun, Alvaro mendekat lebih dulu. Kemudian dengan gerakan lembut, satu lengan Alvaro menghela pinggang Sienna untuk didekap.

Sienna masih diam di tempatnya, sampai ketika beberapa menit berselang, Sienna mulai mendekatkan diri dan menyandarkan punggungnya di dada bidang Alvaro. Sienna memberi usapan lembut di lengan keras dan berotot Alvaro yang mendekap pinggang rampingnya.

“Sienna,” ujar Alvaro dengan suara pelannya.

“Hmm? Lo belum tidur?” Sienna memutuskan membalikkan badannya. Jadi kini Sienna bisa melihat wajah Alvaro. Wajah Alvaro nampak setengah mengantuk, matanya terlihat agak sayu.

“Ada kamar baru yang masih direnovasi, belum sepenuhnya jadi,” ujar Alvaro.

“Kamar siapa?” Sienna bertanya.

“Kamar gue. Nanti gue nggak tidur di kamar ini lagi.”

Sienna mengerti tanpa harus meminta Alvaro menjelaskan maksud dari ‘kamar baru’ yang akan Alvaro tempati. Sienna dapat mengerti rasa sakit yang dialami Alvaro, sampai Alvaro memutuskan membuat kamar baru untuknya. Kamar ini, pasti telah menyimpan banyak kenangan antara Alvaro dan Marsha. Maka dari itu, untuk mengobati suatu luka, seseorang harus benar-benar meninggalkan semua yang berhubungan dengan dengan masa lalu mereka. Dari pancaran mata Alvaro, Sienna dapat melihat rasa sakit yang lelaki itu coba sembunyikan.

Beberapa menit telah berlalu, Sienna hanya memperhatikan Alvaro yang sudah memejamkan matanya, tapi Sienna tahu Alvaro belum sepenuhnya tertidur. Kini giliran Sienna yang mendekat lebih dulu. Sienna melesakkan dirinya ke dalam pelukan Alvaro, lalu ia membiarkan Alvaro merengkuh tubuhnya. Begitu mereka sudah saling mendekap, Sienna dapat merasakan deru napas hangat Alvaro di dekatnya, dan juga wangi tubuhnya.

Sebelum Alvaro benar-benar pergi ke alam mimpinya, lelaki itu menyematkan sebuah kecupan lembut di kening Sienna. Alvaro kemudian berucap pelan di dekat Sienna. “Gue bersyukur lo ada di sini, Sienna.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Satu bulan telah berlalu sejak Sienna dan Alvaro memutuskan menjalin hubungan. Belum banyak yang mengetahui tentang hubungan keduanya. Namun sebagian memang sudah tau, terutama orang-orang terdekat Alvaro. Setelah Inggit, lalu disusul orang-orang yang bekerja dan tinggal di rumah Alvaro. Gina, mbak Ida, Aufar, dan beberapa pekerja lainnya.

Sementara Gio, tentu anak itu tidak mengerti apa-apa. Satu hal yang bocah 6 tahun itu ketahui adalah, ia merasa senang karena bunda Sienna-nya jadi lebih sering ke rumah dan menghabiskan waktu bersamanya dan juga papanya. Gio tidak tahu, bahwa bunda dan papanya sering menghabiskan waktu berdua tanpa dirinya. Seperti pasangan pada umumnya, Alvaro dan Sienna beberapa kali butuh waktu untuk berduaan saja, dan itu adalah hal yang wajar.

Suasana rumah sianh ini sedang sepi karena pembuat keramaian sedang tidak ada, karena Gio belum pulang dari sekolahnya. Sienna datang ke rumah dan bertemu Gina di ruang tamu yang sedang membersihkan area di dekat sofa.

“Eh Ibu,” sapa Gina sambil mengulaskan senyum sopannya.

Sienna membalas sapaan Gina dengan seulas senyum. “Gin, Gio pulang sekolah jam berapa ya hari ini?” tanya Sienna ketika ia teringat sesuatu.

“Sekitar jam 4 sore Bu. Soalnya ada les renang dulu habis pulang sekolah.”

“Oh gitu. Jadi gini Gin, hari ini saya nggak bisa temenin Gio les. Saya minta tolong kamu yaa, bisa?”

“Oh, iya Bu, bisa. Nanti saya yang temenin Gio.”

“Oke, makasih ya Gin.”

Tepat setelah itu, terlihat sosok Alvaro yang berjalan menuju Sienna dari arah kamarnya. Alvaro segera sampai di hadapan Sienna. Jarak mereka yang sudah dekat itu, membuat Gina mengerti dan kemudian segera berlalu dari hadapan keduanya.

“Al, tadi masih ada Gina,” ujar Sienna.

“Gina udah paham,” ujar Alvaro pelan sembari mengulaskan senyum tipisnya.

Kemudian Alvaro meraih tangan Sienna, menggenggamnya dan mengajak Sienna untuk menuju kamarnya.

“Harusnya gue temenin Gio les renang lho hari ini,” ujar Sienna.

“Gio ada Gina yang temenin. Kalau papanya Gio nggak ada yang temenin.”

Sienna sukses membelakkan matanya ke arah Alvaro berkat ucapan enteng lelaki itu. Alvaro hanya terkekeh mendapati hal tersebut. Begitu langkah mereka telah sampai di kamar, Alvaro menutup pintunya dan menguncinya.

“Kenapa dikunci?” tanya Sienna yang baru sadar karena sebelumnya ia sedang menyapa Lily, kucing anggora putih yang sedang berada di kamar Alvaro.

Alvaro berjalan menghampiri Sienna, kemudian mengambil Lily dari gendongan Sienna. “Mau dibawa ke mana Lily-nya?” tanya Sienna.

“Lily, kamu keluar dulu yaa,” ujar Alvaro sambil mengusap bulu halus Lily.

Sienna mengikuti langkah Alvaro yang membawa Lily keluar. Ketika Alvaro meletakkan Lily di lantai dan hampir menutup pintunya, Lily mengaum kecil, mengeluarkan bunyi ‘meow’ lembut dari bibirnya.

“Kasian Lily,” ujar Sienna. Namun Alvaro tetap menutup pintunya dan kembali menguncinya, sehingga Lily tidak bisa melangkah masuk ke dalam.

“Al,” Sienna memelas, meminta Alvaro untuk membuka pintunya.

“Apaa ... Sayang?” Alvaro malah tersenyum jenaka ke arah Sienna. “Tunggu dulu sebentar di sini ya,” ucap Alvaro yang lantas menghilang di balik tembok yang menuju walk in closet di kamar itu.

Sienna pun menunggu Alvaro, ia duduk di tepi kasur. Sienna sedikit merasa gugup, jantungnya berdebar, dan sedari tadi sebenarnya Sienna mencoba menyembunyikan senyuman di wajahnya.

Selang 5 menit kemudian, Alvaro sudah kembali. Sienna langsung menoleh dan mendapati Alvaro telah mengganti pakaian yang sebelumnya lelaki itu kenakan.

“Kenapa ganti baju?” Sienna bertanya karena ia tidak mengerti mengapa Alvaro mengganti pakaiannya.

“Udah kotor baju yang tadi. Kan mau tidur,” jelas Alvaro.

Ketika Alvaro mulai menjamah kasur, Sienna dapat menghirup aroma parfum fameliar yang biasa Alvaro pakai. Alvaro telah lebih dulu merebahkan dirinya di kasur, baru setelah itu Sienna menyusul.

Sienna merebahkan tubuhnya dengan posisinya yang membelakangi Alvaro, hal tersebut membuat Alvaro terkekeh pelan. Namun tanpa mengucapkan apapun, Alvaro mendekat lebih dulu. Kemudian dengan gerakan lembut, satu lengan Alvaro menghela pinggang Sienna untuk didekap.

Sienna masih diam di tempatnya, sampai ketika beberapa menit berselang, Sienna mulai mendekatkan diri dan menyandarkan punggungnya di dada bidang Alvaro. Sienna memberi usapan lembut di lengan keras dan berotot Alvaro yang mendekap pinggang rampingnya.

“Sienna,” ujar Alvaro dengan suara pelannya.

“Hmm? Lo belum tidur?” Sienna memutuskan membalikkan badannya. Jadi kini Sienna bisa melihat wajah Alvaro. Wajah Alvaro nampak setengah mengantuk, matanya terlihat agak sayu.

“Ada kamar baru yang masih direnovasi, belum sepenuhnya jadi,” ujar Alvaro.

“Kamar siapa?”

“Kamar gue. Nanti gue nggak tidur di kamar ini lagi.”

Sienna mengerti tanpa meminta Alvaro menjelaskan maksud dari ‘kamar baru’ yang akan Alvaro tempati itu. Sienna dapat paham rasa sakit yang dialami Alvaro, sehingga membuat lelaki itu memutuskan membuat kamar baru untuknya. Kamar ini, pasti telah menyimpan banyak kenangan antara Alvaro dan Marsha. Maka dari itu, untuk mengobati dirinya, Alvaro benar-benar ingin meninggalkan semua yang berhubungan dengan Marsha, semua yang berhubungan dengan masa lalu mereka. Dari pancaran mata Alvaro, Sienna dapat melihat rasa sakit yang lelaki itu coba sembunyikan.

Beberapa menit berlalu, Sienna hanya memperhatikan Alvaro yang sudah memejamkan matanya, tapi Sienna tahu Alvaro belum sepenuhnya tidur. Kini giliran Sienna yang mendekat lebih dulu. Sienna melesakkan dirinya ke dalam pelukan Alvaro, lalu ia membiarkan Alvaro merengkuh tubuhnya. Begitu mereka sudah saling mendekap, Sienna dapat merasakan deru napas hangat Alvaro di dekatnya, dan juga wangi tubuhnya. Sebelum Alvaro benar-benar pergi ke alam mimpinya, lelaki itu menyematkan sebuah kecupan lembut di kening Sienna.

Alvaro kemudian berucap pelan di dekat Sienna. “Gue bersyukur lo ada di sini, Sienna.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Alvaro lupa kapan terakhir kali ia merasakan perasaan seperti ini, yakni sebuah perasaan jatuh cinta yang baru dan begitu menggebu. Rasanya persis seperti saat dirinya berusia 15 tahun, tepatnya saat Alvaro mendapati masa pubernya. Ini terasa gila, tapi sekaligus menakjubkan.

Alvaro sudah beranjak dari kasurnya sejak pukul 7, bahkan ia meminta hairstylist-nya datang ke rumah untuk menata rambutnya. Alvaro tidak ingin membuat kesalahan atau menghabiskan waktu hanya karena ketidakmahirannya dalam hal menata rambut. Alvaro tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi dan mengacaukan rencana perginya dengan Sienna hari ini.

Alvaro mengecek sekali lagi penampilannya melalui kaca kecil di mobil, sebelum akhirnya memutuskan untuk turun. Alvaro telah memberitahu Sienna bahwa ia telah sampai, tapi Sienna tidak tahu kalau Alvaro akan menjemputnya ke dalam studio makeup-nya, bukannya menunggu di mobil seperti yang Sienna katakan padanya.

Alvaro menatap gedung bernuansa putih dan pink di hadapannya, sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah ke sana dan masuk ke dalam.

Begitu pintu ganda kaca itu terbuka, beberapa pasang mata yang ada di tempat itu langsung tertuju ke arah pintu. Ada 2 orang karyawan perempuan yang berjaga di meja tamu di bagian depan, serta 2 orang lagi yang sepertinya adalah klien yang ingin membuat appointment. Dari cara mereka menatap Alvaro, sepertinya mereka mengetahui siapa dirinya.

Alvaro menuju meja tamu dan mengatakan maksud kedatangannya pada karyawan di sana. “Permisi, saya ingin bertemu dengan Sienna dan udah buat janji sebelumnya.”

“Mbak Sienna masih di dalam, sebentar ya dipanggilkan dulu. Silakan menunggu,” ujar salah satu karyawan yang lantas mempersilakan Alvaro untuk duduk. Tidak jauh dari meja tamu, ada deretan kursi yang memang diperuntukkan bagi tamu untuk menunggu.

Alvaro hanya menurut saja dan akhirnya mengambil tempat di salah satu kursi. Tidak lama Alvaro menunggu di sana, dari arah dalam, nampak sosok Sienna yang berjalan dan langsung menatap ke arahnya. Sienna telah membawa tas tangannya. Sienna mengatakan sesuatu pada karyawannya tentang pekerjaan, sebelum akhirnya berjalan menghampiri Alvaro.

“Kenapa nggak nunggu di mobil aja? Biar gue yang keluar,” ujar Sienna.

They don’t know about us?” ujar Alvaro pelan di dekat Sienna.

“Awalnya nggak tau, tapi habis ini kemungkinan jadi tau,” ucap Sienna.

“Bagus kalau gitu.”

“Ayo, Al. Nanti kita telat lho.” Sienna melangkah lebih dulu dari sana, baru kemudian Alvaro menyusulnya.

***

Kisah cinta setiap orang memiliki jalan ceritanya masing-masing. Ada yang selalu berjalan mulus-mulus saja, baru kenal langsung cocok dan kemudian menjalin hubungan. Namun ada juga yang satu, dua, atau bahkan tiga kali mengalami kegagalan. Selama 25 tahun hidupnya, kisah cinta Sienna berjalan tidak terlalu mulus, tidak seperti kisah fiksi romansa yang ditulikan penulis di novel-novel.

Saat Sienna bertemu dengan Alvaro dan lelaki tu menyatakan perasaanya kepada Sienna, Sienna berpikir bahwa kisah cintanya akan kembali kandas, bahkan sebelum sempat dimulai. Namun siapa yang menyangka, takdir memang tidak terduga. Nyatanya hari ini Sienna menjalin hubungan dengan seseorang. Sienna menghabiskan waktunya bersama sosok yang hatinya inginkan, sosok yang juga menginginkan kehadiran Sienna di hidupnya.

Bisa dibilang, ini bukanlah pertama kali Alvaro dan Sienna menghabiskan waktu bersama. Namun ini merupakan kali pertama mereka benar-benar pergi berdua saja, dan dengan status yang sudah berubah, yakni sebagai sepasang kekasih.

Alvaro yang mengusulkan ide agar mereka mengikuti Pottery Wheel Class di salah satu art space yang ada di sebuah mall. Sienna pun setuju dengan ide tersebut. Jadi selama 1 setengah jam , Alvaro dan Sienna mengikuti kelas membuat keramik menggunakan wheel, yang setiap kelasnya di isi oleh 5 orang dengan dipandu 1 orang guru. Menurut Sienna, ini adalah rencana kencan yang cukup unik dan bisa dibilang menyenangkan.

“Kok bagusan punya lo sih?” ujar Sienna sambil menatap miliknya, lalu ia menatap milik Alvaro yang ada di sampingnya. Hasil keramik yang dibuat Alvaro nampak bagus dan rapi, sementara punya Sienna terlihat kurang rapi dan bentuknya aneh, itu menurutnya.

“Bukan bentuk keramiknya bagus atau engga yang jadi esensinya, Sienna,” ujar Alvaro.

“Terus apa?”

“Kebersamaannya,” jawab Alvaro dengan entengnya. Ya, Alvaro terlihat sangat enteng mengucapkannya, tapi sukses membuat Sienna salah tingkah. Ditambah lagi, Alvaro mengatakannya sambil tersenyum ke arah Sienna.

“Sienna,” ujar Alvaro.

“Hmm?”

“Fokus ke keramiknya. Itu masih kurang halus, coba lo halusin lagi,” tutur Alvaro.

Sienna mengangguk dan kembali mencoba fokus ke keramik miliknya. Dalam hatinya, Sienna membenarkan ucapan Alvaro. Bukan estetika keramik ini yang menjadi poin utama dari kencan mereka, tapi yang utama adalah waktu berharga yang Sienna dan Alvaro habiskan bersama.

***

Agenda kencan hari ini hampir berakhir. Setelah tadi membawa pulang hasil jadi keramik mereka, Alvaro dan Sienna mampir sebentar ke sebuah toko pakaian branded ternama. Sienna ingin membeli pakaian untuk dirinya. Namun rupanya tanpa mengatakannya pada Alvaro, Sienna memutuskan membelikan satu kemeja dan satu celana panjang untuk Alvaro.

Setelah Alvaro mencoba pakaian tersebut dan tampak pas di tubuhnya, barulah Sienna membayarnya dan mereka memutuskan untuk pulang. Alvaro nampak senang dengan pemberian Sienna. Mungkin ini hanya sepasang pakaian, tapi yang penting adalah siapa yang memberi. Alvaro beberapa kali mendapat hadiah dari penggemarnya dan mendapatkan barang branded yang dibelinya dari hasil jerih payahnya bekerja. Alvaro memiliki puluhan barang branded, tapi pemberian Sienna ini rasanya jadi yang paling berharga untuknya.

Sebelum benar-benar pulang, Alvaro dan Sienna memutuskan untuk menikmati makan malam. Sienna yang menentukan tempat makan mereka kali ini. Sienna mengerti bahwa dirinya dan Alvaro tidak bisa berada di tengah-tengah publik, yang di mana kemungkinan orang-orang akan mengenali Alvaro. Sienna memahami itu dan tidak masalah baginya, selama mereka bisa menghabiskan waktu bersama. Hubungan Sienna dan Alvaro yang dibilang private ini, keduanya menikmatinya.

Mobil Alvaro telah sampai di sebuah parkiran restoran bintang lima. Tempat yang mereka putuskan memang sesuai dengan keinginan, yakni yang areanya private.

“Sienna,” ujar Alvaro sebelum mereka turun dari mobil. Sienna menoleh dan menghentikan aksinya yang akan membuka pintu mobil di sampingnya.

“Iya?”

“Hmm … dulu lo nolak gue dan hampir pergi dari gue setelah bertahun-tahun kita ketemu lagi. Sekarang keadaannya berbeda. Apa alasan lo akhirnya menerima gue?”

Sienna terdiam sejenak, dan Alvaro menunggu jawaban itu dengan setia. Sampai akhirnya Sienna berujar sambil menatap Alvaro lekat, “Lo yang dulu sama yang sekarang beda banget, jelas gue mau sama lo yang sekarang.” Sienna menjawab dengan enteng, nadanya terdengar bergurau, bukan seperti orang yang sedang serius.

Alvaro lantas terkekeh pelan. “Ohh jadi gitu. Dulu gue nggak cakep gitu maksud lo?” Alvaro sukses dibuat terkejut dengan jawaban gadis yang kini tengah bersamanya dan berstatus kekasihnya itu.

Exactly.” GOTCHA. Sienna justru memperjelas jawabannya.

“Untung yaa ... gue suka lagi sama lo setelah bertahun-tahun,” Alvaro berujar lagi, tatapan mata Alvaro tidak lepas dari Sienna, jujur saja itu membuat Sienna salah tingkah.

“Maksudnya?” Sienna pun bertanya dengan kedua alisnya yang bertaut. Meski sudah berpacaran, Alvaro dan Sienna justru lebih terlihat layaknya sahabat yang santai dengan hubungan yang mereka jalani.

“Yaa gue masih suka sama lo, setelah bertahun-tahun. Kalau ngga suka, gue ngga ngejar lo, Sienna. Kalau laki-laki serius sama perempuan, dia akan berusaha untuk bisa bersama dengan perempuan itu. Udah jadi naluri alamiahnya, lelaki akan berjuang demi perempuan yang dia sukai.”

So … I’m lucky that you like me?” tanya Sienna.

Yes, and I’m lucky too that I met you again.” Alvaro menjeda ucapannya, lalu ia mengulaskan senyumnya. “Sienna, makasih ya, lo udah milih buat nggak pergi,” ujar Alvaro, nadanya terdengar begitu tulus.

Sienna sukses dibuat terdiam. Sienna kehilangan kata-kata yang hendak ia ucapkan, dan itu berkat ucapan Alvaro. Nada bicara Alvaro terdengar tulus, yang mau tidak mau membuat hati Sienna menghangat secara sempurna.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Alvaro sampai di rumahnya setelah mengendarai range rover miliknya dengan kecepatan 100 km per jam. Alvaro lupa kapan terakhir kali ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sekitar 15 menit, Alvaro akhirnya berhasil sampai di rumah. Alvaro memakirkan mobilnya dengan asal-asalan, lalu menyerahkan kunci mobilnya kepada pak Hasyim, meminta tolong pada beliau untuk merapikan mobilnya.

Alvaro kemudian melangkah memasuki rumahnya. Netranya memindai di ruang keluarga, tapi tidak menemukan sosok yang dicarinya.

“Gio? Gina? Mbak Ida?” Alvaro berjalan menuju kamar Gio, memanggil semua nama yang merupakan penghuni rumahnya. Namun Alvaro tetap belum mendapat sahutan. Sebenarnya ke mana semua orang?

“Sienna?” Terakhir Alvaro menyebut nama itu. Alvaro melangkah lebar menuju area belakang rumah, dan belum sempat kakinya sampai di sana, netranya telah lebih dulu menangkap sosok yang ia cari.

“Kok rumah sepi banget? Orang-orang pada ke mana?” tanya Alvaro pada Sienna. Alvaro merutuki dirinya, kenapa justru pertanyaan konyol itu yang terlontar dari mulutnya. Alvaro, bodoh, umpatnya dalam hati.

“Gina lagi bersihin taman depan, mbak Ida lagi ke minimarket. Gio lagi berenang,” jelas Sienna.

Alvaro lantas hanya ber-oh ria.

“Ayo sarapan bareng,” ucap Sienna kemudian. Alvaro lantas mengangguk dan segera mengekori langkah Sienna.

***

Area Belakang Rumah

Alvaro menarik salah satu kursi di hadapannya. Di sebuah gazebo dekat kolam renang, terdapat area yang memang dibuat untuk makan bersama. Di sebuah meja makan berisi 6 kursi itu, dipergunakan untuk menyantap makanan sambil menikmati pemandangan terbuka di area belakang rumah.

“Gio, ayo makan dulu. Nanti lanjut berenang lagi,” ujar Sienna yang tengah menghampiri Gio di pinggir kolam.

“Satu kali lagi, Bunda. Gio berenang sampai ujung dulu sekali, nanti habis itu makan.”

“Oke, bener ya?” Sienna bertanya dan Gio pun berjanji akan menurutinya. Setelah kesepakatan itu, Gio langsung ngacir berenang lagi. Sienna pun kembali menuju gazebo. Sienna baru saja akan mengambil piring untuknya, tapi tiba-tiba kehadiran Gina di sana menginterupsi.

“Ibu, maaf, tadi minta tolong Gina ambilkan apa ya Bu?” tanya Gina pada Sienna.

“Oh, itu. Tolong ambilin baju handuk untuk Gio ya. Habis ini mau makan dulu dianya, baru lanjut berenang lagi.”

“Baik, Bu. Saya ambilkan dulu,” ucap Gina yang setelah itu berlalu dari hadapan Sienna dan Alvaro.

Sienna kembali lanjut mengambil makanannya. Sementara Alvaro sudah memulai suapan pertamanya. Sienna menarik kursi di hadapan Alvaro, ia duduk di sana dan mulai menyantap makanannya.

Sienna yang merasa Alvaro memperhatikannya, langsung mengalihkan fokusnya dari makanannya kepada Alvaro yang berada di hadapannya.

“Sejak kapan Gina manggil lo beda?” tanya Alvaro.

“Oh, itu. Gio yang nyuruh Gina.” Sienna sedikit tertawa. Kalau diingat, memang kelakukan Gio itu selalu saja penuh kejutan.

“Ohya?” Alvaro terlihat bingung mengapa bisa demikian terjadi. Percakapan itu tiba-tiba terinterupsi oleh kehadiran Gio dan Gina di sana. Gina sedang membantu Gio memakai baju handuknya dan mengeringkan tubuh anak itu agar tidak terlalu basah. Setelah Gina mengambilkan makanan untuk Gio, Gina pamit berlalu dari sana.

“Gio, Papa mau tanya. Kamu nyuruh mbak Gina manggil Bunda Sienna apa?”

Gio lantas menoleh pada Alvaro, bocah itu tampak bingung. Namun tidak lama kemudian, Gio menjelaskan setelah Sienna coba mengingatkan kejadian tadi pagi.

“Gio suruh mbak Gina manggil Bunda pake sebutan ‘Bu’. Kan mbak Gina dulu juga manggil mama pake sebutan ‘Bu’. Itu biar sopan, kan Papa?”

“Iya, biar sopan,” Alvaro manggut-manggut dan kemudian terkekeh pelan. Bisa-bisanya anaknya kepikiran sampai hal yang se-detail itu. Sepertinya di pikiran Gio saat ini hanya ada Sienna, Sienna, dan Sienna saja. Semuanya hanya tentang ‘Bunda Sienna’-nya itu.

Selang 15 menit kemudian, Alvaro, Sienna dan Gio telah selesai menyantap sarapan mereka. Gio akan kembali berenang, anak itu meminta Sienna menemaninya dan menolak Gina yang akan menggantikan tugas tersebut.

“Gio, ditemenin Mbak Gina dulu ya?” Sienna membujuk Gio.

“Emang Bunda mau ke mana? Bunda mau pulang?”

“Engga, Bunda pulangnya nanti. Bunda mau ada yang diomongin dulu sama Papa. Oke?”

Setelah dibujuk, akhirnya Gio menurut. Sebagai gantinya, Gio ingin tidur siang ditemani Sienna. Sienna menyetujui itu, dan mereka telah sepakat agar sama-sama mendapatkan win win solution.

Gio telah kembali berenang dan Sienna berlalu dari sana. Sienna lantas menyusul Alvaro dan menemukan lelaki itu berada di ruang keluarga. Di sisi sofa yang kosong di samping Alvaro, Sienna mendaratkan dirinya di sana.

Selama beberapa detik, tidak ada yang mengeluarkan suara apa pun. Sienna dan Alvaro hanya diam dan saling menatap, mereka juga sama-sama tidak tahu harus membicarakan apa. Setelah pernyataan Sienna kepada Alvaro melalui pesan yang dikirimnya, Alvaro seperti bukan Alvaro yang biasanya dapat lugas berbicara di depan Sienna.

Alvaro salah tingkah, mendapati Sienna menatapnya seperti ini, dan jarak mereka yang cukup dekat.

“Gio bukannya minta ditemenin berenang?” Alvaro bersuara juga akhirnya.

“Gio ditemenin sama Gina,” ujar Sienna.

Setelah percakapan tersebut, Sienna meraih tangan Alvaro. Alvaro segera tertuju pandangannya pada tangannya yang diraih oleh Sienna dan kini digenggam ringan.

Alvaro menundukkan wajahnya, ketika ia merasakan hawa hangat menyergapnya permukaan kulitnya. Setelah berhasil menstabilkan dirinya, Alvaro kembali menatap Sienan lurus-lurus. Sienna lantas tersenyum untuknya, sebuah senyum yang terlihat sangat manis.

Want to spend time together? Only for us?” Alvaro bertanya, masih sambil pandangannya yang tidak lepas memandang wajah cantik Sienna.

Sienna lantas mengeratkan genggamannya di tangan Alvaro. Detik berikutnya, Sienna menjawab dengan sebuah anggukan lugas. “Emangnya mau pergi kapan?”

“Hmm ... lusa bisa deh kayaknya. Bentar, gue coba tanya mbak Ila dulu.”

Sienna lantas membiarkan Alvaro mengambil ponsel di saku jaketnya dan menunggu Alvaro berbicara di telfon dengan mbak Ila.

“Halo mbak Ila? Lusa bisa nggak ya Mbak minta tolong kosongin jadwal gue?”

“….”

“Gue mau pergi sama Sienna. Nggak sama Gio, gue sama Sienna doang.”

“…”

“Ada, ini Sienna di samping gue.”

Alvaro lantas mengaktifkan mode* speaker* di ponselnya. “Sienna,” terdengar suara Ila dari telfon.

“Iya Mbak?” Sienna menyahut.

“Udah jadian nih kalian?”

“Iyaaa Mbak.” Alvaro yang menjawabnya dengan cepat.

Kemudian terdengar suara Ila dengan nada leganya. “Finally … gue bisa tenang habis ini.”

Sienna seketika tertawa pelan mendengar ucapan Ila. Lantas Ila melanjutkan ucapannya. “Gue bisa tenang, akhirnya artis gue nggak uring-uringan lagi. Sienna, he almost crazy because of you. Jangan lo tinggalin dia, nanti gue yang bisa repot.”

Setelah Ila sedikit bercerita tentang Alvaro yang semingguan ini nampak kacau, akhirnya telfon pun ditutup. Alvaro tidak menampiknya, karena kenyataannya memang seperti itu. Meskipun kini Alvaro harus tertangkap basah tepat di depan sosok yang membuatnya hampir gila, tapi itu tidak masalah baginya. Sebagai bonusnya, Alvaro berhasil mendapatkan cuti kerja dan akan menggunakan sehari penuh waktu liburnya untuk pergi dengan Sienna.

“Jangan ngerepotin mbak Ila lagi habis ini,” ujar Sienna.

“Iyaa, Sienna.”

“Jangan mabok lagi, bisa-bisa nanti sembarangan ngirim* drunk text* ke orang.”

“Iyaa, ngga kirim drunk text lagi. Paling kalau iya, gue kirimnya ke lo doang.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Satu minggu kemudian.

Malam ini sepulang shooting, sekitar pukul 1 dini hari, Alvaro tidak bisa tidur. Beberapa hari ini, Alvaro berusaha terlihat kuat di hadapan orang-orang yang ia sayang. Di depan Gio, mamanya, dan di depan Sienna. Namun ketakutan Alvaro akan kehilangan sosok yang ia sayang, membuatnya hancur dari dalam. Ya, Alvaro takut akan kehilangan Sienna. Padahal Alvaro belum pernah memiliki Sienna, tapi rasanya begitu sakit membayangkan jika Sienna benar-benar pergi dari hidupnya.

Alvaro mengambil sesuatu dari ruang kerjanya. Setelah membuka salah satu lemari, kini di tangannya sudah terdapat sebuah botol minuman alkohol. Alvaro lekas membuka botol tersebut, dan dengan cepat meneguk isinya. Katakan jika Alvaro sudah gila, karena ia tahu tubuhnya memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol, tapi malam ini Alvaro malah menikmati minuman itu.

Tegukan demi tegukan Alvaro lakukan. Sampai ketika botol tersebut isinya sudah setengah, Alvaro akhirnya menghentikan aksinya.

Setelah beberapa saat kemudian, Alvaro merasa kepalanya pusing dan seperti dipukuli. Alvaro berusaha menutup botol itu dengan sisa tenaga yang dimiliknya, dan ketika berhasil, tubuhnya langsung luruh ke lantai.

Alvaro terjatuh di lantai dan wajahnya hampir saja mencium kerasnya lantai. Namun sisa kekuatannya menyelamatkannya, Alvaro berhasil menahan tubuhnya yang akan membentur lantai.

Alvaro bergerak dari posisinya, lalu ia berusaha menyandarkan punggungnya pada tembok, dan berusaha menahan kepalanya agar tidak membentur lantai. Alvaro seperti kehilangan separuh jiwanya, seperti dibawa pergi begitu saja.

“Sienna … ” Alvaro berucap lirih. Dengan satu tangannya, Alvaro mengacak rambutnya kemudian dengan cukup kencang menarik rambutnya ke arah belakang. “Sienna ... aku ngga bisa kalau tanpa kamu,” racau Alvaro lagi.

“Sienna Skyla, please be mine,” ucapan Alvaro semakin menjadi. Alvaro masih memiliki sisa kesadaran, maka satu tangannya mengambil sesuatu dari kantung celananya. Alvaro mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Setelah sekian lama, Alvaro lupa kapan tepatnya, ia kembali mengirimkan drunk text kepada seseorang.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭