alyadara

Setelah 3 hari dirawat di rumah sakit dan kondisinya telah membaik, Olivia akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan menjalani rawat jalan.

Olivia dapat menghubungi Dokter Sarah jika terjadi sesuatu dan beliau juga akan memantau kondisi kehamilan Olivia.

Sore ini Olivia tengah duduk di ranjangnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur.

Tania berada di apartemen Olivia sejak siang tadi, sahabatnya itu membantunya untuk sekedar menyiapkan makanan. Olivia masih belum terlalu pulih dan memiliki energi seperti sediakala, jadi katanya Tania khawatir dan akan menemani Olivia di apartemen.

Saat Olivia ingin ke toilet, bahkan Tania mengantarnya untuk sekedar memastikan Olivia tidak akan terpleset.

“Tania, gue cuma hamil,” ujar Olivia begitu mendapati Tania di depan kamar mandi, tepat setelah Olivia menyelesaikan panggilan alamnya.

“Gue khawatir sama lo. Lo hamil sendirian kayak gini. Kalau amit-amitnya lo kenapa-napa, nggak ada yang nolongin lo nanti,” cerocos Tania.

Olivia lekas menatap Tania dengan tatapan terharunya dan berterimakasih. “Makasih ya lo udah perhatian sama gue,” ujar Olivia.

“Yaelah, Liv. Santai aja kali, kayak sama siapa aja lo. Lo itu punya gue, inget ya. Lo nggak sendirian,” tutur Tania yang lantas segera diangguki oleh Olivia.

Olivia kemudian baru akan kembali ke kasurnya, tapi bunyi bel di pintu apartemennya membuat Olivia dan Tania lantas saling bertatapan.

“Marcel bilang sama lo kalau dia mau ke sini?” Tania bertanya.

Olivia menggeleng satu kali. Pasalnya memang Olivia tidak tahu apa pun tentang Marcel yang akan datang.

Olivia telah meminta Marcel untuk pergi dari hidupnya, maka mungkin pria itu tidak akan pernah kembali datang.

“Biar gue yang cek siapa yang dateng,” ujar Tania dan Olivia pun hanya mengangguk. Olivia lantas melangkah menuju kasurnya dan membiarkan Tania melenggang ke pintu.

Olivia merasa penasaran siapa yang datang, jadi ia memutuskan menunggu Tania kembali.

Belum lama Olivia menunggu di kamarnya, Olivia mendapati Tania kembali dan temannya itu memberitahu. “Yang dateng Marcel. Dia mau ngomong sama lo,” ucap Tania.

Olivia menghela napasnya panjang mendengar ucapan Tania.

“Liv, lo sendiri yang bilang kalau lo nggak mau egois, kan? Gue tau ini berat buat lo, tapi anak lo dan Marcel, mereka berdua punya ikatan yang kuat. Lo nggak bisa misahin anak sama bapaknya,” Tania mencoba memberi pengertian pada Olivia. Tania paham bahwa ini tidak mudah bagi Olivia, tapi bagaimana pun Olivia mengandung darah daging Marcel, jadi tidak bisa bersikap egois untuk urusan yang satu ini.

Olivia akhirnya mengangguk. Ia bersedia untuk bertemu dengan Marcel dan membiarkan Tania meninggalkan mereka berdua. Tania memutuskan pergi dan nantinya akan kembali setelah pembicaraan antara Olivia dan Marcel selesai.

Olivia melangkah keluar dari kamarnya dan segera mendapati Marcel keberadaan di ruang tamunya. Olivia lantas mengambil duduk di hadapan Marcel. Kini mereka berhadapan dan tengah saling menatap.

“Kamu mau ngomongin apa?” Olivia bertanya, tampak ingin buru-buru menyelesaikan pembicaraannya dengan Marcel.

“Aku nggak akan nyerah buat ngeyakinin kamu Lic. Aku nggak akan biarin kamu laluin ini sendiri. Aku juga pengen ambil peran untuk anakku, jadi tolong jangan minta aku buat pergi dari kamu,” tutur Marcel.

Marcel tidak ingin kehilangan untuk yang kesekian kalinya dan penyebanya adalah orang tuanya.

Olivia akhirnya mengetahui soal Marcel yang selama ini hidup di dalam penderitaan dan penyebabnya adalah orang tuanya sendiri. Orang tua Marcel bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuan mereka, termasuk menjauhkan Marcel dari orang yang pria itu cintai.

Marcel bertekad memperjuangkan Olivia dan tidak ingin menyerah terhadap apa yang menjadi kebahagiaannya.

“Gimana caranya?” Olivia akhirnya bertanya. Di pikirannya kini, hanya terlintar tentang bagaimana caranya mereka dapat melalui semua ini? Bagaimana caranya mereka bisa bersama?

Marcel lantas menatap Olivia lekat, lalu ia mengutarakannya, “Kamu nggak perlu khawatir. Aku cuma butuh kamu di samping aku untuk kita bisa berjuang bareng. Kamu cuma perlu ngelakuin dua hal Liv, jangan pergi dari aku dan percaya sama aku.”

Olivia terdiam di tempatnya, ia tampak sedang berpikir. Mendapati Marcel yang tidak menyerah, perlahan membuat Olivia sadar bahwa Marcel sungguh mencintainya. Olivia juga tidak dapat membohongi, bahwa ia begitu mencintai Marcel. Jauh di lubuk hatinya, Olivia ingin berjuang untuk cintanya dan hanya ingin mewujudkan keluarga bahagia impiannya bersama Marcel.

“Oke, tolong kasih aku waktu untuk mikirin ini. Nanti aku akan kasih jawabannya ke kamu,” ujar Olivia yang akhirnya memutuskan.

Sore itu Olivia akhirnya Olivia mengatakan bahwa ia membutuhkan waktu untuk berpikir dan tidak akan mendorong Marcel pergi dari hidupnya begitu saja. Olivia memberi kesempatan pada Marcel dan juga sebenarnya untuk dirinya sendiri.

Olivia tidak memberi jawaban pada Marcel secara langsung, tapi meskipun begitu, Marcel meminta Olivia mengizinkannya untuk beberapa jam berada di apartemen Olivia. Marcel tiddak langsung pulang setelah pembicaaan mereka. Jadi akhirnya Tania bisa pulang dan giliran Marcel yang menjaga Olivia dan merawatnya.

Marcel memastikan Olivia makan dengan benar, membuatkan susu untuk Olivia, dan memastikan Olivia meminum vitaminnya.

Hingga hampir pukul 7 malam, akhirnya Marcel baru pamit pulang. Waktu beberapa jam yang berharga tadi, Marcel gunakan untuk mengambil perannya sebagai calon ayah untuk anak mereka.

“Aku pulang dulu ya. Kalau kamu butuh apa-apa, please let me know,” ujar Marcel sebelum dirinya melangkah meninggalkan apartemen Olivia.

Olivia hanya mengangguk mengiyakan. Setelah itu Marcel benar-benar membawa dirinya pergi dari sana.

Olivia menutup pintunya dan masuk ke dalam. Olivia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Olivia merasakan jantung berdebar di dalam sana, untuk kesekian kalinya Olivia merasa bahwa dirinya jatuh cinta pada Marcel. Olivia jatuh cinta dengan cara Marcel memperlakukan dan menunjukkan bahwa pria itu mencintainya dengan sangat tulus.

Sekeras apa pun Olivia berusaha tidak mencintai Marcel, Olivia rasa ia akan kidak mampu melakukannya.

Olivia telah jatuh terlalu cinta terlalu dalam pada Marcel, jadi katakan bagaimana caranya seseorang mendorong cintanya pergi di hidupnya?

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Siang ini Olivia kembali mendapati Marcel datang ke ruang rawatnya. Setelah Om dan Tantenya berpamitan pulang, Marcel baru memunculkan batang hidungnya di sana. Olivia tidak ingin Marcel bertemu dengan Om dan Tantenya, yang tentu saja bisa menimbulkan banyak pertanyaan di benak keduanya.

Marcel dan Olivia akhirnya bicara dengan Dokter Sarah mengenai kondisi kandungan Olivia.

Olivia mengatakan bahwa Dokter Sarah bisa memaparkannya kepada Marcel, karena pria jangkung di hadapan mereka saat ini adalah ayah biologis dari janin yang dikandung Olivia.

Akhirnya Dokter Sarah menjelaskan pada Marcel. Kandungan Olivia saat ini kondisinya lemah dan cukup rentan. Olivia perlu dipantau oleh dokter agar nutrisinya selama hamil tercukupi dan kondisi psikologis Olivia akan menjadi perhatian dokter selama masa kehamilannya. Kemarin Olivia mengalami drop karena kurang asupan makanan untuk tubuhnya. Olivia juga tidak boleh merasa stres dan tertekan, karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi janin di kandungannya.

Usai Dokter Sarah selesai menjelaskan, beliau pamit dari ruang rawat itu. Marcel mengantar Dokter Sarah sampai ke pintu dan bicara lagi dengan beliau di ruang ruangan.

“Terima kasih banyak, Dok,” ucap Marcel pada Dokter Sarah.

“Sama-sama, Pak Marcel.”

“Kayaknya Olivia udah nyaman sama Dokter. Jadi untuk seterusnya, saya minta tolong kesediaan Dokter untuk jadi dokter obgynnya Olivia. Bagaimana Dok?” Marcel bertanya.

Dokter Sarah mengangguk dan akhirnya menyanggupi permintaan yang diajukan oleh Marcel.

Setelah itu Dokter Sarah pamit berlalu dari sana.

Marcel kemudian kembali melangkah masuk ke dalam ruang rawat Olivia.

Marcel mendapati Olivia di ranjangnya. Marcel lalu menarik kusi di samping ranjang dan menempatkan dirinya di sana.

“Kamu pengen Dokter Sarah jadi Dokter obgyn kamu, kan? Tadi aku udah minta sama beliau dan katanya beliau bersedia. Sekarang kamu nggak perlu mikirin apa pun, aku yang akan urus semuanya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu tinggal bilang, oke?”

Marcel mengucapkannya bertubi-tubi, sementara Olivia hanya mendengarkan dan menatap Marcel dengan tatapan bingungnya. Olivia belum mengucapkan sepatah kata apa pun, Marcel juga akhirnya menjadi diam. Mereka sama-sama membisu pada akhirnya dan hanya menatap canggung.

“Aku minta maaf,” ucap Marcel setelah keterdiaman keduanya yang cukup panjang.

“Minta maaf untuk apa?”

“Aku nggak ngertiin posisi kamu dan kemarin aku bilang kamu egois,” ujar Marcel.

“Kamu nggak perlu minta maaf,” ujar Olivia. Kemudian Olivia menjeda ucapannya, ia menundukkan pandangannya dan hanya menatap jemarinya yang saling tertaut.

“Aku sadar kalau aku egois. Dengan aku pergi gitu aja dan nggak ngasih tau kamu tentang anak kita,” ucap Olivia tanpa bisa menatap ke arah kedua mata Marcel. Olivia terlalu tidak sanggup untuk melakukannya.

“Olivia, please look at me,” ucap Marcel sembari meraih satu tangan Olivia dan menggenggam ringan di sana.

Olivia yang semula menunduk, kini akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Marcel. Olivia tahu ketika ia menatap kedua mata itu, dirinya masih begitu mencinta terhadap sosok di hadapannya ini.

Marcel kemudian berujar, “Tanpa fakta kalau kamu hamil sekali pun, aku tetap nggak akan menikah sama Ghea, karena aku nggak mencintai dia. Kemarin aku dateng ke butik, karena aku pengen mastiin kamu ada di sana atau engga. Aku nggak bener-bener pengen dateng untuk cobain tuxedo itu atau ngurus apa pun tentang pernikahan aku sama Ghea.” Marcel menjeda ucapannya sesaat.

Olivia mendapati luka yang rasanya begitu dalam pada diri Marcel kala pria itu melontarkan kata demi kata dari bibirnya. Posisi Marcel juga tidak mudah, pria itu tidak ingin menjalani sesuatu yang tidak dikehendaki oleh hatinya.

“Liv, aku mau memperjuangkan kamu, aku memperjuangkan cinta kita, dan bikin keluarga kecil sama kamu. Cuma kamu,” ucap Marcel.

Olivia tidak kunjung menanggapi ucapan Marcel, membuat Marcel merasa khawatir dan takut.

“Liv?” Marcel berujar lagi, kali ini suaranya terdengar memelan.

“Kamu ragu sama aku?” Marcel melontarkan pertanyaan, karena sepertinya dari pancaran mata Olivia, perempuan itu memang meragu terhadapnya.

Olivia lantas menggeleng pelan. “Aku bukannya ragu sama kamu, Cel,” Olivia berucap lirih.

Olivia kemudian menjelaskan bahwa dirinya tidak ragu terhadap perasaan cinta Marcel kepadanya atau tentang Marcel yang ingin memperjuangkan hubungan mereka. Namun Olivia hanya terlalu takut terhadap jalan yang akan mereka tempuh, jika Marcel menentang orang tuanya dan berniat memperjuangkan cinta mereka. Olivia hanya tidak ingin menjauhkan Marcel dari orang tuanya dan membuat hubungan Marcel dengan orang tuanya semakin buruk. Jalannya terlalu penuh rintangan. Olivia juga tidak sampai hati, jika sampai keluarga Ghea tahu bahwa pernikahan akan dibatalkan.

Olivia perlahan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Marcel.

Marcel pun menatap Olivia dengan tatapan tidak percaya, hancur, dan terluka.

“Liv .. ” Marcel berujar pelan dengan nada memohon. Namun Olivia tetap bersikeras dengan keputusannya, bahwa ia tidak ingin Marcel memperjuangakannya.

Hari itu Olivia telah memutuskan bahwa ia tetap akan melangkah pergi dari Marcel, atau lebih tepatnya meminta Marcel untuk pergi dari hidupnya. Genggaman tangan yang dilepas begitu saja, menjadi tanda sebuah perpisahan.

“Cel, kamu pulang ya. Aku mau istirahat,” ucap Olivia dengan suaranya yang terdengar sedikit bergetar. Olivia berbaring di ranjang dan bergerak memunggungi Marcel di sana.

Olivia tengah menahan isak tangisnya, ia mengulum kedua belah bibirnya ke dalam. Olivia hanya ingin Marcel segera pergi agar ia bisa puas menumpahkan air matanya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Valerie secara tiba-tiba datang ke kediaman Marcel. Valerie seorang diri menyambangi rumah putra semata wayangnya.

Rumah tersebut terlihat sepi di siang hari seperti ini. Valerie tentu memiliki maksud datang di waktu demikian, di saat cucunya tidak ada di rumah karena sedang bersekolah. Kemungkinan besar juga anaknya tidak ada di rumah, jadi Valerie akan menemui perempuan itu seorang diri.

Langkah Valerie kini telah sampai di ruang makan di rumah itu. Netranya di sana segera mendapati sosok Olivia di sana. Ada dua orang assiten rumah tangg yang langsung disuruh oleh Valerie pergi, untuk meninggalkannya hanya berdua dengan Olivia.

Olivia yang mendapati kehadiran Valerie di sana, lekas dengan sopan mempersilakan Valerie untuk duduk.

Namun Valerie menolak. “Kamu nggak berlaku sopan ke saya,” ujar Valerie masih sambil berdiri.

“Saya nggak akan pernah menganggap kamu menantu, sekali pun nanti anak saya menikahi kamu. Karena kamu tau, kamu adalah penyebab retaknya hubungan antara orang tua dengan anaknya. Karena kamu, anak saya sampai tega mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati suami saya dan juga saya,” ujar Valerie.

Tepat di depan wajahnya, Valerie mengatakan bahwa Olivia adalah penyebab nama keluarga Moeis tercoreng, dan Olivia tidak tahu diri dengan keberadaannya di hidup Marcel.

Setelah melontarkan kata-katanya, Valerie pikir Olivia akan memutuskan menyerah dan pergi, tapi rupanya tidak.

Olivia telah meyakinkan dirinya dan dengan tegas tapi tetap sopan, akhirnya Olivia berujar, “Mohon maaf Tante, tanpa mengurangi rasa hormat saya sama Tante, saya tidak pernah meminta Marcel untuk bersikap atau pun berkata-kata yang bisa menyakiti orang tuanya. Marcel cuma mengatakan apa yang dia rasain, Tante. Selama ini semuanya nggak bisa dia ungkapin, semuanya yang bikin Marcel tertekan.”

Tidak ada sosok yang patut untuk dituding sebagai penyebab retaknya hubungan Marcel dengan orang tuanya. Marcel hanya kecewa terhadap orang tuanya yang tidak pernah mengerti perasaannya.

“Apa maksud kamu ngomong kayak gitu? Kamu nyalahin saya dan suami saya? Tau apa kamu soal keluarga kami?” ucap Valerie bertubi-tubi.

“Saya mungkin udah lancang mengatakan ini sama Tante. Tante jelas lebih tau Marcel, karena Tante adalah Mamanya. Marcel selalu berharap kalau Tante bisa mengerti perasaannya, hanya itu yang dia butuhin. Saya minta maaf, tapi Marcel udah menyampaikan dengan baik-baik pada Papanya, mengenai rencana pernikahan kami. Marcel ingin mendapatkan restu orang tuanya, dan sebisa mungkin dia udah berusaha, Tante.”

Marcel dan Olivia hanya ingin menikah dan menyatukan cinta mereka, tidak ada yang salah dari keputusan tersebut. Selain itu Olivia mengatakan bahwa apa pun yang terjadi, Olivia akan tetap bertahan di sisi Marcel, karena ia mencintai pria itu.

“Apa yang kamu bilang barusan? Kamu masih punya keberanian untuk bertahan di sisi anak saya? Setelah kamu membuat anak saya lebih membela kamu dibandingkan orang tuanya,” Valerie mengulang ucapan Olivia yang sebelumnya.

“Iya, Tante. Karena saya mencintai Marcel,” ujar Olivia. Tidak sedikitpun Olivia mengalihkan tatapannya dari Valerie, meski rasanya tatapan Valerie menghunusnya dan jelas terpancar kebencian dari tatapan kedua iris itu.

Olivia ingin Valerie melihat kesungguhannya, bahwa alasan Olivia bertahan di sisi Marcel adalah karena Olivia mencintai Marcel.

Valerie dan Olivia masih di sana. Tanpa keduanya tahu, sedari tadi seseorang telah mendengar semua pembicaraan mereka.

Rupanya pembicaraan Olivia dan Valerie sejak tadi didengar oleh Marcel. Marcel baru kembali dari kantor dan kini berjalan menghampiri kedua Olivia dan Valerie.

Valerie yang mendapati Marcel di sana seketika langsung menatap ke arah Marcel. Begitu juga Olivia, yang tampak membeliak menatap Marcel, karena kehadiran pria itu tidak diduga olehnya.

Ketika akhirnya langkah Marcel sampai di hadapan Olivia dan Valerie, Marcel segera membawa dirinya untuk berdiri di samping Olivia.

Kemudian Marcel berujar sambil menatap Valerie, “Mah, Mama perlu tau satu hal. Kalau ada yang patut disalahin atas retaknya hubungan keluarga kita, itu adalah Mama dan Papa sendiri. Apa Mama sadar, kalau selama ini Mama nggak pernah mikirin perasaan Marcel.”

Kedua matan Valerie tampak berkilat ketika menatap Marcel. “Marcel kamu sadar nggak kamu lagi ngomong sama siapa? Mama ini yang melahirkan dan membesarkan kamu. Nggak ada perempuan baik-baik yang menjauhkan seorang anak dari orang tuanya.”

Ucapan Valerie tampak tidak dipedulikan oleh Marcel. Bagi Marcel itu seperti angin lalu, yang masuk ke telinga kanannya, lalu keluar melalui telinga kiri.

“Selama ini Marcel selalu coba buat menghargai dan menghormati Mama. Tapi apa Mah? Mama pernah nggak mikirin kebahagiaan Marcel?” lagi, Marcel mengatakannya.

Valerie seketika bungkam. Keterdiaman Valerie di sana, akhirnya membuat Marcel meminta Olivia meninggalkan ruang makan itu. Hanya akan Marcel yang bicara pada Valerie, ia tidak membiarkan Valerie bicara pada Olivia.

Namun sebelum Olivia melangkah pergi dari sana, perkataan Valerie tiba-tiba menahan langkahnya. “Kamu perempuan yang nggak tau diri dan nggak punya kehormatan. Seharusnya kamu tau posisi kamu, dan kamu itu nggak pantes untuk anak saya.”

Olivia mematung di tempatnya. Olivia hanya menatap pada Valerie, dan dari tatapan itu, Marcel melihat luka yang begitu jelas terpancar.

“Mah, tolong stop. Marcel bener-bener kecewa sama Mama,” ucap Marcel sambil tetap menatap Valerie.

Marcel kemudian meminta Olivia untuk tidak pergi dulu dari sana. Marcel ingin Olivia mendengar apa yang akan dikatakannya kepada Valerie.

“Mah, seharusnya kata-kata itu nggak diucapkan oleh wanita kepada wanita lain. Apalagi Mama tau kalau anak laki-laki Mama mencintai perempuan yang baru aja Mama sakitin.” Marcel menjeda ucapannya sesaat, ketika tiba-tiba merasakan lidahnya terasa kelu untuk sekedar berucap dan dadanya terasa sesak.

Valerie masih menatap Marcel di sana, wanita itu terdiam, padahal Marcel memberikan Valerie kesempatan untuk bicara.

Marcel akhirnya seacara sepihak memutuskan, bahwa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan oleh Mamanya kepada dirinya maupun Olivia.

Marcel pun bergerak meraih tangan Olivia, lalu ia menggenggamnya. Marcel akan membawa Olivia berlalu dari hadapan Valerie, tapi sebelumnya Marcel mengutarakan sekali lagi apa yang ada di pikirannya.

“Mah, Marcel sayang sama Mama dan sangat menghormati Mama. Tapi kalau Mama nggak bisa menghormati perempuan yang Marcel cintai, maaf Mah, Marcel sulit rasanya menghormati Mama. Marcel menghormati Mama,sama kayak Marcel menghormati Olivia. Sebagai sesama wanita dan seorang ibu, Mama harusnya nggak mengeluarkan kata-kata itu. Mama udah nyakitin Olivia, sama artinya Mama udah nyakitin Marcel, sama aja Mama udah nyakitin calon ibu dari cucu-cucu Mama nantinya.”

Usai mengatakannya, Marcel benar-benar berlalu dari hadapan Valerie sembari menggandeng tangan Olivia bersamanya.

Valerie masih terdiam di tempatnya, ia menatap putra semata wayangnya yang berlalu meninggalkannya.

Semua perkataan Marcel barusan padanya terasa benar, tapi Valerie tidak mau mengakui itu. Marcel begitu menghargai wanita yang dicintainya, tapi mengapa bisa begitu kecewa terhadapnya, padahal Valerie adalah ibunya? Apakah rasa cinta putranya sudah terkikis terhadap Valerie?

Valerie merasa terpukul, ia merasa begitu jauh dan tidak mengenali putranya. Apakah cinta seorang anak pada orang tuanya bisa berubah? Valerie tiba-tiba merasa takut akan hal itu. Valerie takut kehilangan cinta yang dimiliki seorang anak terhadap orang tuanya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Setelah jam makan siang di kantor, Marcel memutuskan untuk menemui Papanya di ruangan Presiden Direktur.

Enrico Moeis menjabat sebagai Presiden Direktur, di mana posisi tersebut merupakan posisi kedua tertinggi setelah CEO. Chief Executive Officer merupakan jabatan tertinggi pada sebuah perusahaan dan sebagai pembuat keputusan utama. Marcel menjabat sebagai CEO PT. Permata Tambangraya TBK, karena ia merupakan pewaris satu-satunya dari Papanya.

Sesampainya Marcel di lantai 5, ia langsung diperbolehkan untuk masuk ke ruangan Enrico. Marcel pun membuka knop pintu jati di hadapannya.

Ketika sudah masuk, Marcel segera menemukan sosok Enrico di kursi kebesarannya.

“Tumben kamu sampai harus ke ruangan Papa. Ada apa? Apa ini soal pekerjaan?” Enrico langsung bertanya kepada Marcel.

Sekretaris Enrico yang sebelumnya berada di ruangan itu, tiba-tiba pamit berlalu dari sana.

Enrico tampak bingung, tapi kemudian dengan cepat dapat membaca situasi. Biasanya kalau ada urusan pekerjaan antara Presdir dengan CEO, maka sekretaris Enrico juga akan dilibatkan.

Akhirnya Enrico berujar, “Kalau bukan soal pekerjaan, dan apalagi itu tentang hubungan kamu sama perempuan itu, Papa nggak ingin dengar.”

“Nggak papa kalau Papa nggak ingin dengar atau peduli. Marcel ingin tetap akan menyampaikan ini, karena Marcel masih menghormati Papa sebagai orang tua. Marcel sama Olivia akan menikah, minggu depan kita akan mendaftarkan pernikahan,” ujar Marcel.

“Oke, kalau itu keputusan kamu. Kamu tau kan, setiap keputusan yang diambil, pasti ada konsekuensinya,” ujar Enrico. “Kamu membuat perusahaan kacau, harga saham kita turun drastis sejak 3 hari yang lalu. Kamu jelas tau dampaknya.”

“Iya, Pah. Marcel tau. Hal kayak gini nggak sekali dua kali kita alamin. Secepatnya Marcel akan berusaha buat balikin keadaan dan bikin harga saham kita balik stabil lagi,” ujar Marcel.

“Di luar urusan perusahaan, Papa tetap akan memberi kamu konsekuensi dari keputusan yang kamu ambil. Kamu menikah tanpa restu dari Papa dan Mama, artinya kamu bersedia untuk nggak lagi dianggap anak sama Papa dan Mama.”

Marcel terdiam di tempatnya mendapati kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Enrico. Marcel pikir ia akan terluka setelah mendengarnya, tapi rupanya tidak. Entah mengapa, rasanya sulti bagi Marcel merasakan rasa sakit itu.

Marcel sudah kebal dengan luka yang diberikan oleh orang tuanya, hingga rasanya ia tidak bisa lagi merasa terluka.

“Kalau itu udah jadi keputusan Papa, Marcel akan terima apa yang Papa putuskan,” ucap Marcel akhirnya.

Satu kalimat yang Marcel lontarkan itu seketika membuat Enrico membeliak. Enrico menatap Marcel dengan tatapan matanya yang nyalang dan dipenuhi emosi.

Marcel pun kembali mengatakan, bahwa ia bersedia jika harus hengkang dari keluarga Moeis dan melepas identitasnya, demi untuk memperjuangkan Olivia dan membuat keluarga bahagia bersama orang dicintainya. Marcel telah mencoba untuk menghormati orang tuanya setelah semua yang terjadi, tapi orang tuanya tetap tidak mau memahaminya.

“Cinta udah bikin kamu buta,” ujar Enrico.

“Mungkin yang Papa bilang bener. Tapi lebih baik cinta bikin Marcel buta Pah, ketimbang harus terus ngerasa sakit, karena Papa dan Mama yang selalu nyakitin Marcel.” Marcel mengucapkannya tanpa emosi, tapi raut wajahnya justru menggambarkan kesedihan yang mendalam. Marcel berharap Enrico akan mengerti perasaan sedihnya, tapi justru selalu bersikap sebaliknya.

Enrico semakin tampak marah, rahangnya mengeras dan kulit wajahnya memerah.

“Kurang ajar ya kamu. Papa dan Mama yang membesarkan kamu dari kecil, tapi cuma karena perempuan itu, kamu bilang Papa dan Mama nyakitin kamu selama ini?”

“Marcel cuma berharap Papa dan Mama bisa sadar, selama ini yang Papa dan Mama lakuin udah nyakitin Marcel. Marcel nggak pernah mau menikah sama Adelia, Marcel nggak bahagia dengan pernikahan Marcel, Pah. Apa Papa pernah memikirkan itu?” ujar Marcel.

Setelah mengatakannya, Marcel rasa urusannya telah telah selesai di ruangan itu. Marcel sudah akan pergi dari sana, tapi ucapan Enrico tiba-tiba menahan langkahnya.

Marcel sudah membalikkan tubuhnya dan memunggungi Enrico. Namun langkah kakinya terhenti begitu saja.

“Kamu sudah membuang berlian seperti Ghea, demi perempuan yang nggak punya orang tua dan nggak jelas bibit, bebet, dan bobotnya,” ujar Enrico.

Tanpa sadar kedua tangan Marcel mengepal kuat di sisi tubuhnya setelah mendengar kalimat itu. Marcel menahan gejolak amarah yang perlahan mulai menguasainya. Namun Marcel memutuskan untuk tidak menggunakan emosinya kali ini. Marcel akan mencobanya, seperti yang Olivia katakan padanya.

Marcel kemudian berbalik. Marcel kembali menatap Enrico, tatapannya jelas menyiratkan rasa kecewa dan tidak terima. “Pah, tolong jaga bicara Papa. Emangnya apa yang salah dari nggak punya orang tua?” ujar Marcel.

“Nggak ada yang ngajarin dia caranya untuk tau posisi dan sadar diri,” ucap Enrico.

“Papa nggak tau apa pun tentang Olivia, jadi Papa nggak berhak bicara tentang dia. Nggak ada yang salah dari nggak punya orang tua, Pah. Di mata Marcel, Olivia yang terbaik buat Marcel. Dia perempuan yang hebat dan luar biasa, padahal orang tuanya meninggal sejak dia kecil. Marcel pikir, lebih baik nggak punya orang tua, dari pada punya, tapi rasanya kayak nggak punya.” Semua yang Marcel ucapkan merupakan curahan hatinya yang selama ini terpendam begitu dalam di dasar hatinya.

“Apa maksud kamu ngomong begitu?” ujar Enrico dengan suaranya yang terdengar sedikit meninggi.

Marcel menghela napasnya, ia tengah berusaha mengontrol dirinya. Marcel yang semula mengalihkan tatapannya ke arah lain, kini kembali menatap Enrico lekat-lekat. “Mungkin sebagian anak di dunia ini emang nggak beruntung, Pah. Mereka punya orang tua, tapi nggak pernah merasa dimengerti perasaannya, nggak pernah ngerasa punya rumah dan ngerasa nyaman, kayak yang harusnya mereka rasain di saat mereka punya orang tua.”

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Enrico dan Valerie diliputi oleh kemarahan yang besar terhadap putra mereka. Setelah Prabu Adiwijaya menyampaikan kekecewaannya pada Enrico dan menarik saham yang ditanamnya di perusahaan serta membatalkan merger kedua perusahaan, Enrico dan Valerie memutuskan datang ke kediaman putra tunggal mereka. Di mana sumber kekecewaan keduanya adalah Marcellio Moeis, anak semata wayang keduanya yang selama ini telah mereka besarkan.

Sesampainya Enrico dan Valerie di sana, Enrico segera meminta tiga orang ajudannya untuk menyingkirkan anak buah Marcel. Karena mereka melarang Enrico dan Valerie untuk memasuki rumah, lebih tepatnya sebelum mendapat persetujuan dari Marcel.

“Ini rumah anak saya, kalian semua tidak berhak melarang saya untuk masuk,” hardik Enrico yang pada akhirnya memaksa masuk. Valerie segera mengikuti langkah suaminya, berjalan di sisinya untuk memasuki rumah itu.

Valerie mengomel tentang bagaimana bisa-bisanya Marcel melarang orang tuanya sendiri untuk memasuki rumah ini.

“Pah, Mama nggak terima lho. Masa kita dilarang masuk kayak gitu,” ocehan Valerie terdengar disepanjang lorong yang mengantarkan mereka untuk masuk ke dalam rumah.

Ketika akhirnya langkah Enrico dan Valerie sampai di ruang keluarga, keduanya langsung mendapati tiga orang di sana, yakni Marcel, Olivia, dan juga Mikayla.

Marcel segera menyadari kehadiran orang tuanya dan kini tengah menatap pada Enrico dan Valerie.

“Mikayla, tolong kamu ke kamar dulu ya Nak sama Mommy,” ujar Marcel pada putrinya, lalu tatapan Marcel beralih menatap pada Olivia.

“Kamu ke kamar Mikayla dulu ya,” ujar Marcel pada Olivia.

Namun Olivia justru menggeleng, ia tidak ingin meninggalkan Marcel. Olivia tahu Marcel akan menghadapi orang tuanya. Jadi Olivia ingin berada di samping Marcel di saat yang mungkin terasa tidak mudah untuk pria itu.

Akhirnya hanya Mikayla yang melenggang dari ruangan itu. Mikayla tampak tidak mengerti mengapa Papanya memintanya untuk ke kamar, padahal sebelumnya mereka bertiga sedang asyik menghabiskan waktu bersama di ruang keluarga.

Sepeninggalan Mikayla dari sana, Enrico dan Valerie segera menghampiri Marcel dan Olivia.

Pandangan Valerie lantas hanya tertuju pada Olivia yang berdiri di samping Marcel. Tatapan tidak suka jelas terpancar dari kedua mata Valerie.

Hingga akhirnya Enrico lebih dulu membuka suaranya. “Kamu sadar apa yang telah kamu lakukan?” Enrico menatap tajam pada putra semata wayangnya yang kini ada di hadapannya.

“Akibat perbuatan kamu yang membatalkan perjodohan, Prabu Adiwijaya menarik sahamnya yang berjumlah cukup besar di perusahaan kita. Ada rumor juga kalau Prabu akan membatalkan merger kedua perusahaan,” ujar Enrico.

Setelah Enrico bicara, kini giliran Valerie yang bersuara. “Marcel, Mama dan Papa sangat kecewa sama kamu. Bisa-bisanya kamu mencoreng nama baik keluarga kita dengan membatalkan perjodohan. Keluarga Adiwijaya adalah partner bisnis kita yang bernilai besar, dan kamu baru aja menghancurkan semuanya,” ujar Valerie bertubi-tubi.

“Beritanya sekarang udah kesebar di beberapa kalangan mitra bisnis kita yang lain. Kamu udah memutuskan meninggalkan berlian seperti Ghea, dan kamu tanggung sendiri akibat perbuatan kamu,” ucap Enrico lagi.

Orang tua Marcel bersikeras tidak merestui hubungannya dengan Olivia, tapi Marcel berkata bahwa ia sama sekali tidak peduli dengan itu. Marcel menatap kedua orang tuanya secara bergantian, lalu ia berujar, “Marcel nggak perlu restu dari Papa dan Mama untuk kebahagiaan Marcel sendiri. Udah cukup selama ini Papa dan Mama jadiin anak kalian seperti boneka yang kalian mau. Papa sama Mama selama nggak pernah sadar kalau perlakuan kalian itu nyakitin Marcel.”

“Jaga perkataan kamu, Marcel. Kamu sebagai anak nggak berhak bicara seperti itu,” ucap Enrico dan terlihat rahangnya yang sudah mengeras. Enrico menatap sengit pada Marcel. Pria paruh baya itu tampak langsung diliputi amarah begitu mendengar perkataan yang Marcel lontarkan.

Valerie terdiam di tempatnya, tapi tatapannya jelas menggambarkan bahwa wanita itu tengah diselimuti juga oleh amarah.

“Papa bisa aja nampar kamu, biar kamu itu sadar akan semua perbuatan kamu,” Enrico berucap lagi.

Perkataan Enrico memang terdengar menyakitkan bagi Marcel. Namun Marcel telah lama terluka, jadi rasanya ia telah terlalu terbiasa dengan luka itu.

Marcel justru menantang balik perkataan Enrico. Marcel mengatakan ia rela ditampar oleh Papanya, asal Marel bisa mempertahankan orang yang dicintainya. Mungkin hanya dengan cara itu, Enrcio bisa merasa puas dan meluapkan emosi.

“Kamu nantangin Papa ya Marcel?” ucap Enrico yang sudah maju selangkah. Valerie tidak menahan suaminya sama sekali, justru membiarkan Enrico semakin diliputi oleh emosi.

Di samping Marcel, Olivia tampak khawatir. Marcel meraih tangan Olivia dan menggenggam tangan itu erat, ia tengah mencari kekuatannya di sana.

Enrico semakin dekat dengan Marcel, hingga satu tangannya akhirnya terangkat. Tanpa menunggu apa pun lagi, Enrico pun melayangkan tangannya begitu saja untuk menampar Marcel dengan cukup kuat.

PLAK!

Bunyi tamparan itu terdengar memenuhi ruang tamu yang terbilang luas. Artinya tamparan tersebut sangat kuat hingga bunyinya begitu jelas terdengar.

Dua detik berlalu, tiga detik, empat detik, di ruangan itu Marcel hanya mematung di tempatnya berdiri setelah Papanya menamparnya. Pukulan Enrico rasa tidak terlalu terasa sakit, karena Marcel sudah terlalu mati rasa dengan semuanya.

Setelah adegan tidak terduga dan menyakitkan itu, Enrico melangkah pergi begitu saja dari sana.

Valerie pun maju selangkah, lalu ia hendak mengatakan sesuatu pada Olivia sambil menatap sinis. Namun dulu Marcel menghentikan Mamanya dengan berujar, “Lebih baik Mama jangan bicara kalau niat Mama cuma mau nyakitin Oliv.”

“Marcel kamu .. kamu lebih mentingin perasaan dia dari pada Mama? Di mana pikiran kamu? Dia itu yang udah buat semuanya kacau, bisa-bisanya kamu terus ngelindungin dia,” ujar Valerie dengan matanya yang membeliak menatap Marcel.

“Selama ini, apa Mama pernah mikirin perasaan Marcel?” gantian Marcel bertanya, dan jelas saja Valerie tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Valerie akhirnya melenggang dari sana dengan perasaan kesal yang juga tengah membendungnya. Valerie merasa begitu terluka, tanpa dirinya tahu bahwa putranya selama ini sudah jauh lebih terluka.

***

Sepeninggalan Enrico dan Valerie, Olivia tampak khawatir dengan keadaan Marcel dan segera mencari pertolongan pertama untuk meredakan rasa sakit di wajah Marcel. Pipi kanan Marcel tampak memerah berkat kejadian beberapa saat lalu dan pasti rasanya sungguh nyeri.

Olivia telah meminta tolong pada asisten rumah tangga untuk menyiapkan kompresan air dingin.

Marcel berada di kamarnya dan tengah menyandarkan punggungnya pada header kasur.

Pintu kamar tidak lama diketuk. Olivia lekas beranjak membukanya dan mendapati asisten rumah tangga di sana membawakan sesuatu yang dimintanya.

“Bu, ini kompresannya,” ujar asisten itu.

“Makasih ya Mbak.” Olivia menerima wadah berisi air dingin yang dibawakan asisten itu.

“Perlu apa lagi Bu kira-kira?” tanya asisten itu sebelum berlalu.

“Ini aja dulu, nanti kalau butuh lagi saya akan bilang,” ujar Olivia dan setelahnya ia membawa kompresan itu ke dalam kamar.

Olivia masuk kembali ke kamar, kemudian ia duduk di tepi kasur dan mulai mengkompres pipi kanan Marcel menggunakan handuk kecil.

Marcel meringis kecil begitu Olivia mulai melakukan kegiatannya.

“Tahan sebentar, ya,” ucap Olivia. Olivia tidak sadar juga ikutan meringis, ia merasa tidak tega melihat kondisi Marcel yang seperti ini.

Tidak lama berselang, Olivia akhirnya menyudahi kegiatannya mengkompres pipi Marcel.

Marcel akan istirahat setelah ini dan pria itu mengatakan ia ingin Olivia berada di sisinya.

“Kamu di sini aja, temenin aku,” ujar Marcel pelan.

“Iya, sebentar. Ini aku balikin kompresannya dulu,” ucap Olivia yang kemudian beranjak untuk membawa kompresan keluar kamar.

Beberapa detik kemudian, pintu kamar terbuka dan Marcel mendapati kemunculan Olivia di sana. Olivia membawa sebuah obat oles untuk meredakan memar dan nyeri yang kemudian ia letakkan di nakas samping ranjang.

Olivia lalu beranjak ke kasur, ia bergabung bersama Marcel di sana.

Perlahan Marcel bergerak memeluk Olivia, ia berusaha mencari kekuatan atas kerapuhan dan rasa sakitnya. Olivia pun membalas pelukan itu, kedua lengannya melingkar pada torso Marcel.

“Babe,” ujar Marcel pelan di tengah pelukan mereka.

“Hmm?” Olivia menyahut. Lantas Olivia sedikit melonggarkan pelukannya pada torso Marcel.

“Kamu pasti takut habis liat kejadian tadi,” ucap Marcel.

Marcel mengira bahwa Olivia pasti merasa kaget dan juga mungkin takut, setelah melihat peringai orang tuanya. Marcel berpikir Olivia akan kembali mempertimbangkan untuk bertahan di sisinya.

Olivia lantas perlahan mengurai pelukannya, ia menatap Marcel dan menggeleng pelan. “Aku nggak akan ninggalin kamu. Aku udah janji, aku mau berjuang sama kamu. Keputusan aku nggak akan berubah,” tutur Olivia.

Olivia mengatakan, ia justru memikirkan kondisi Marcel, yang dirinya khawatirkan adalah keadaan Marcel yang sekarang. Tidak terbesit sama sekali di benaknya untuk pergi.

Marcel akhirnya mengatakan pada Olivia, bahwa Olivia tidak perlu khawatir tentang kondisinya. “Aku nggak papa. Kamu nggak usah khawatir ya. Aku kan kuat,” ujar Marcel.

“Beneran?” Olivia bertanya.

Marcel mengangguk sekali. Marcel kemudian memandangi wajah Olivia dengan teliti. Setiap seluk beluk paras itu, Marcel begitu mencinta dan selalu merasa nyaman, hanya dengan mendapati Olivia berada di dekatnya.

“Aku nggak akan biarin siapa pun nyakitin kamu, sekalipun itu orang tuaku,” ucap Marcel sembari tidak lepas memandang wajah Olivia.

“Hmm.”

“I love you, Babe. I really do. You mean everything to me,” lanjut Marcel.

Detik setelahnya usai kalimat tersebut, air mata Olivia sukses meluncur membasahi pipinya. Olivia lantas bergerak mendekat untuk memberi kecupan lembut di sisi kiri wajah Marcel.

Marcel seketika merasakan wajahnya ikutan basah karena air mata Olivia.

Ada seseorang yang menangis untuknya di saat Marcel terluka. Ada seseorang yang mendekap tubuhnya dan memberinya ketenangan yang benar-benar ia butuhkan. Maka coba jelaskan, bagaimana jadi Marcel jika dirinya tanpa Olivia? Marcel tidak akan sanggup, tidak akan pernah.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Olivia bersikap seolah baru saja tidak ada yang terjadi. Namun Olivia salah besar jika bahwa mengira Marcel tidak mengetahuinya. Olivia tidak merasa baik-baik saja, tepatnya setelah apa yang terjadi. Kata-kata Valerie jelas menyayat hati Olivia.

Olivia akhirnya tidak bisa membohongi dirinya sendiri dan berdusta di hadapan Marcel.

Seperti yang dikatakan Marcel, jika Olivia disakiti, maka Marcel juga bisa merasakan sakitnya. Marcel terluka mendapati orang yang disayanginya disakiti oleh seseorang yang juga ia sayang dan hormati.

“Sayang, aku minta maaf atas yang dilakuin Mama, ya? Tadi Mama udah kelewatan banget,” ucap Marcel. Pedih Marcel menatap Olivia, tidak tega melihat cintanya merasa terluka seperti ini.

“Iya, nggak papa,” balas Olivia.

“Kamu nggak perlu merasa bersalah kayak gini,” tambah Olivia lagi. Olivia memandang wajah Marcel, lalu tangannya terangkat untuk menangkup satu sisi wajah Marcel.

Olivia memang terluka, tapi ia juga tidak bisa melihat Marcel merasa bersalah seperti ini. Olivia mengatakan, mungkin hanya masalah waktu dan semuanya perlahan akan membaik.

Bagaimana pun Valerie dan apa yang telah terjadi, beliau tetaplah seorang ibu yang sudah melahirkan Marcel dan merawatnya.

“Aku rasanya marah banget sama keadaan,” ucap Marcel. “Aku marah karena aku nggak bisa lindungin kamu dan yang bikin kamu terluka adalah keluargaku sendiri.”

Kini Marcel gantian menghela sisi wajah Olivia. Marcel mempertemukan ujung hidung mereka. Dua detik berikutnya, akhirnya air mata Marcel tumpah. Olivia yang mendengar isak tangis Marcel, lama-lama ikut menangis juga.

Air mata Olivia tidak dapat tertahankan lagi. Seseorang tengah menangis untuknya, rasanya tidak ada yang lebih menyakitkan dari pada kenyataan yang kini didapatinya.

Beberapa detik setelah tangisan yang tidak terduga itu, Marcel perlahan menjauhkan wajahnya dari Olivia.

Marcel menatap Olivia dalam-dalam dan ia berujar, “Kalau misalnya kita pindah dan tinggal menetap di luar negeri, kira-kira kamu mau kita ke mana?”

“Maksud kamu?”

“Iya, aku udah memutuskan. Kita pindah tinggal di luar negeri aja,” ujar Marcel.

Olivia membeliakkan matanya mendengar keputusan itu. Olivia lalu berujar, “Babe, kamu boleh marah. Kamu boleh susah lupain kejadiannya, tapi jangan kayak gini. Jangan nggak memaafkan dan memilih lari. Maafin Mama kamu ya, kita nggak usah tinggal di luar negeri.”

“Tapi aku nggak mau kejadian kayak tadi terulang lagi. Aku akan ninggalin perusahaan dan nyerahin jabatanku ke Papa,” tukas Marcel.

Olivia segera menggeleng pelan. “Kamu mutusin ini secara impulsif dan disaat kondisi kamu juga nggak oke, di saat pikiran kamu kacau. Jangan kayak gini, please.”

“Aku ngelakuin ini demi kamu, Babe,” ujar Marcel yang masih nampak kekeuh dengan keputusan yang baru saja dibuatnya.

Olivialantas menatap Marcel dengan tatapan lembutnya, tatapan yang biasanya akan manjur. Olivia pun kembali berujar, “Iya, aku paham apa yang jadi concern kamu. Tapi aku ngelakuin ini juga demi masa depan kita. Aku mau antara kamu dan orang tua kamu, semuanya membaik, walaupun itu butuh waktu.” Olivia lalu meraih satu tangan Marcel dan dibawanya untuk menangkup sebelah pipinya. “Aku cinta sama kamu, bukan cuma diri kamu aja, tapi semuanya. Mikayla, anak kamu. Orang tua kamu, temen-temen kamu, juga pekerjaan kamu. Aku nggak mau bikin kamu jauh dari mereka, apalagi sampe pindah ke luar negeri. Dengerin aku, kita bisa laluin ini. Aku bakal selalu ada di samping kamu. Katanya kamu kuat kalau ada aku.”

Selama beberapa detik Marcel hanya terdiam dan belum mengatakan apa pun. Marcel membiarkan dirinya hanya menatap iris legam Olivia, sampai akhirnya Marcel membawa torso Olivia untuk ia dekap.

Marcel mendekap Olivia erat, membiarkan dirinya merasakan cintanya di sana.

Masih sambil berpelukan, Marcel pun berujar pelan, “Kalau ada kamu, aku kuat dan aku pasti bisa. Kita laluin ini bareng ya, tolong jangan pergi tinggalin aku. Aku akan coba pertimbangin lagi, tapi kalau emang kita harus pindah ke luar negeri, please kamu setuju, ya? Aku cuma nggak mau sampe orang tuaku nyakitin kamu lagi. Aku pengen kita tinggal di Swiss. We can live there and be happy.”

Olivia setelahnya mengangguk pelan tanpa mengucapkan apa pun, tapi Marcel sudah tau jawabannya. Marcel tahu bahwa Olivia akan bersedia bertahan di sisinya dan mereka akan berjuang bersama. Mereka tahu bahwa jalannya tidak akan mudah, tapi mereka memiliki satu sama lain dan yakin akan mampu melewatinya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Olivia mendapati pesan bertubi-tubi yang terasa menyakitkan yang dikirim Ghea kepadanya. Adik sepupunya marah sekali terhadapnya dan mengatakan hal yang tidak Olivia sangka akan dilontarkan orang yang ia sayangi kepadanya. Namun bukannya merasa sakit hati berkat perlakuan itu, Olivia justru merasa bersalah.

Olivia pun bersikeras ingin datang ke rumah Om dan Tantenya untuk menjelaskan semuanya secara langsung dari sisinya dan juga meminta maaf. Olivia meminta Marcel untuk mengantarnya, dan awalnya Marcel tidak setuju, tapi berakhir Marcel menuruti Olivia.

Olivia mengatakan ini belum selesai. Olivia ingin menyelesaikannya, dan kalau pun harus mendapati kemarahan Ghea di depan matanya secara langsung, Olivia akan siap untuk itu.

Siang ini akhirnya Marcel dan Olivia datang ke rumah itu. Giandi dan Filia menyambut kedatangan Olivia dan Marcel di ruang tamu. Mereka berempat duduk berhadapan di sofa yang dibatasi oleh sebuah meja.

Ternyata Om dan Tantenya itu sudah tahu mengenai hubungannya dan Marcel. Mungkin Ghea sudah memberitahu keduanya.

“Apa yang ingin kamu sampaikan Olivia?” ujar Filia yang tampak sinis menatap Olivia. Tatapan yang sebelumnya selalu hangat menatap Olivia, kini Olivia tidak menemukan lagi kehangatan yang sama. Giandi yang merupakan Omnya juga memilih bungkam, hanya menatap Olivia tanpa ekspresi apa pun di wajahnya.

“Om, Tante, Oliv mau minta maaf atas apa yang terjadi. Oliv juga mau ketemu sama Ghea untuk ngejelasin semuanya,” ujar Olivia.

Belum sempat Filia mengatakan sesuatu, tiba-tiba situasi di ruangan itu diinterupsi oleh seseorang. Tampak Ghea menuruni anak tangga dari lantai dua dan kini tengah menatap lurus pada Olivia.

Sesampainya langkah Ghea di hadapan Olivia, Ghea langsung berujar, “Untuk apa Kakak dateng ke sini? Mau ngapain?”

“Ghea, Kakak mau minta maaf sama kamu,” ucap Olivia sambil menatap ke arah Ghea.

Ghea tersenyum tipis, tapi detik berikutnya ekspresi wajahnya kembali menjadi datar dan dingin. “Permintaan maaf Kakak nggak akan ngerubah hidup aku yang udah hancur. Nggak akan ngerubah pernikahan aku yang udah batal. Kakak puas sekarang udah ngehancurin semuanya?” ucap Ghea bertubi-tubi.

Ghea mengatakan bahwa Olivia adalah penghancur hidupnya. Olivia telah merenggut kebahagiaannya dengan cara yang licik, padahal kenyataannya tidak seperti itu.

“Ghea, kenyataannya nggak seperti yang kamu pikirin,” ujar Olivia.

“Terus gimana kenyataannya Kak? Seharusnya kalau Kakak tau aku dan Marcel udah dijodohin, kenapa Kakak nggak ngalah dan pergi aja? Kenapa Kak?” ucapan Ghea terasa menyakitkan, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga terasa menyakitkan untuk Olivia.

Olivia dan Marcel menjalin hubungan karena mereka saling mencintai, dan Olivia tidak tahu mengenai perjodohan Marcel dan Ghea. Olivia mencoba menjelaskan itu kepada Ghea, tapi Ghea tidak mau mendengar.

Ghea hendak melenggang dari ruang tamu, tapi Olivia berusaha menahannya. Bagi Olivia ini harus selesai, sekalipun Ghea begitu marah padanya.

“Kak, kamu egois. Kamu orang paling egois yang pernah aku kenal,” hardik Ghea tanpa memedulikan lagi nada bicaranya yang terdengar meninggi.

Giandi pun menegur putrinya untuk tidak bertindak labih jauh lagi, karena bagaimanapun Olivia adalah kakak sepupu Ghea. Namun Ghea tidak mau mendengar, justru ia tampak semakin marah dengan keadaan saat ini.

Ghea menatap Olivia dengan tatapan sinis, “Sampai kapan pun, aku nggak akan maafin kamu Kak,” ucap Ghea.

“Ghea, please dengerin aku dulu. Tolong maafin aku ..” Olivia meraih pergelangan tangan Ghea, tapi dengan cepat Ghea menepisnya.

Ghea yang tengah menatap penuh kemarahan itu, tiba-tiba mengangkat tangannya dan hendak melayangkan tamparan pada Olivia. Namun detik berikutnya, hingga beberapa saat kemudian pun, Olivia tidak merasakan apa pun yang ia duga akan menyakitinya.

Mata Olivia yang sebelumnya terpejam akhirnya membuka, lalu ia mendapati Marcel yang tengah melindunginya. Marcel berada di depan tubuhnya dan mencegah Ghea yang hendak menampar Olivia.

“Kamu nggak berhak melakukan itu ke Oliv,” ucap Marcel sambil menatap Ghea tepat di matanya.

“Ghea, kamu boleh marah, tapi kamu nggak bisa nyakitin Oliv,” tambah Marcel lagi, suaranya juga terdengar bergetar begitu mengucapkannya.

Ghea terkejut mendapati itu semuanya di depan matanya. Ghea bertanya pada dirinya sendiir, rasanya mengapa justru dirinya yang seperti ditampar oleh kenyataan yang ada?

Marcel terlihat sangat jelas mencintai Olivia dan begitu memperjuangkan perempuan itu, jadi rasanya tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Hanya saja rasanya sulit bagi Ghea untuk menerima semuanya.

***

Marcel dan Ghea berakhir bicara berdua, sementara Olivia menunggu mereka di mobil. Ghea yang meminta waktu untuk bicara dengan Marcel dan hanya empat mata.

Marcel meminta maaf pada Ghea atas pernikahan yang harus dibatalkan dan semua rasa kecewa yang harus didapati perempuan itu.

Mungkin ini tidak mudah bagi Ghea, tapi kenyataan yang ada memanglah seperti itu. Marcel mengatakan bahwa Ghea tidak akan bahagia bersamanya, sekalipun mereka menikah, Marcel tidak bisa memberikan kebahagiaan itu pada Ghea.

Selain itu Marcel menjelaskan bahwa jika Ghea ingin menyalahkan seseorang, maka yang patut disalahkan adalah dirinya. Olivia bukan penghancur kebahagiaan siapa pun, dan tidak ada yang berhak menyakiti Olivia selama Marcel masih ada untuk menjaga perempuan itu.

Marcel sudah akan pergi dari sana, tapi Ghea bergerak menahan Marcel dengan memegang tangannya.

Marcel menatap pada tangannya yang digenggam oleh Ghea, kemudian secara perlahan Marcel melepaskan genggaman itu.

“Aku pengen denger dari kamu soal semuanya,” ucap Ghea.

“Soal apa?”

“Kamu sama Kak Oliv,” ucap Ghea.

Ghea ingin mendengar dari mulut Marcel secara langsung tentang semuanya. Meskipun itu mungkin akan menyakitinya, tapi Ghea bersikeras ingin mendengarnya.

“Oke, kalau itu yang mau kamu denger,” ujar Marcel.

Akhirnya Marcel mengungkapkannya. Sejak awal Marcel sudah mengatakan ia tidak setuju dengan perjodohan, tapi orang tuanya tetap melanjutkan. Bagi orang tuanya, Marcel adalah aset untuk mereka, di mana Marcel harus menjalankan keputusan orang tuanya sekalipun ia tidak menginginkannya. Dari awal, Marcel ingin membatalkan perjodohan, tapi orang tuanya berserikeras dan selalu menahannya.

Marcel bertemu dengan Olivia dan mereka saling jatuh cinta, di mana posisinya Olivia belum tahu sama sekali soal perjodohan itu. Marcel belum mengatakannya pada Olivia, karena ia takut akan kehilangan Olivia. Kehadiran Olivia tidak pernah menjadi penghancur atau pun perebut. Olivia adalah perempuan yang Marcel cintai, perempuan yang ingin Marcel lindungi dan sangat ia hormati. Marcel tidak bisa menikah dengan Ghea karena Marcel tidak mencintainya. Jika dipaksakan, bukan hanya Marcel yang menderita, tapi Ghea juga.

“Ghea, ini emang nggak mudah. Kamu boleh marah atau benci sama aku, tapi kamu nggak bisa nyakitin Olivia, selama masih ada aku,” ujar Marcel sebelum akhirnya pamit berlalu dari hadapan Ghea.

Marcel benar-benar telah berlalu dari hadapan Ghea, meninggalkan Ghea di teras rumahnya.

Ghea pun hanya menatap kepergian Marcel dengan tatapan nanar. Hingga Marcel masuk ke mobil dan kemudian mobil itu meninggalkan pekarangan rumahnya, tapi Ghea masih terdiam di tempatnya.

Rasanya semua begitu tidak adil baginya. Ghea berpikir bahwa ia memiliki Marcel dengan adanya perjodohan itu, tapi rupanya tidak. Ghea berpikir bahwa cinta Marcel dan Olivia tidaklah kuat, hingga bisa dihancurkan dengan perjodohan yang telah di rencanakan, tapi kenyataannya tidak demikian.

Ghea hari ini mendapati sendiri di dengan mata kepalanya, bahwa rasa cinta Marcel pada Olivia begitu besar, semua tentang cinta mereka rupanya begitu kuat. Sekeras apa pun Ghea mencoba mengambil Marcel dari Olivia, Marcel tidak akan pernah sepenuhnya jadi miliknya, karena sejatinya telah ada perempuan yang memiliki hati pria itu.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Sebelumnya Marcel telah bertemu orang tuanya untuk menyampaikan keinginannya membatalkan pernikahan. Sebenarnya jauh sebelumnya, Papa dan Mamanya sudah tahu bahwa Marcel tidak bersedia menerima perjodohan itu.

Marcel menemui Papa dan Mamanya hanya untuk memberitahu bahwa ia akan bicara langsung dengan keluarga Ghea mengenai pembatalan perjodohan dan keputusan itu sudah bulat, tidak lagi dapat diganggu gugat.

Marcel tidak menerima apa pun pendapat orang tuanya, saat mereka mengatakan tidak setuju dengan Marcel yang membatalkan pernikahan. Karena bagi Marcel, hanya dirinya yang tahu apa yang membuatnya bahagia. Hanya Marcel yang tahu siapa seseorang yang ingin ia ajak hidup bersama untuk selamanya.

Siang ini Marcel akhirnya datang ke kediaman Adiwijaya. Kedatangannya di sana disambut dengan baik oleh Prabu Adiwijaya. Beliau merupakan kakek dari Ghea, yang mana merupakan kolega bisnis perusahaannya.

Kehadiran Marcel di sana disambut baik oleh Prabu. Namun mungkin setelah Marcel menyampaikan maksud kedatangannya, relasi keduanya tidak akan sama lagi seperti sebelumnya.

“Ada apa ingin bertemu tiba-tiba begini Nak?” ujar Prabu setelah menyesap teh di cangkirnya.

Marcel menyesap tehnya juga satu kali, lalu ia meletakkan cangkirnya di atas meja. “Begini Pak Prabu, ada hal yang sangat penting yang saya harus sampaikan. Ini mengenai perjodohan saya dengan Ghea,” ujar Marcel.

“Oh ya? Apakah ada kendala?”

“Tidak ada kendala apa pun mengenai persiapan pernikahan. Saya ingin menyampaikan, bahwa saya tidak bisa melanjutkan perjodohan,” ucap Marcel.

Prabu yang sebelumnya menatap Marcel dengan tatapan ramahnya, seketika tatapan tersebut berubah. Marcel tidak dapat mengartikan tatapan itu, tapi yang jelas, hal tersebut sudah diprediksi olehnya akan demikian terjadi.

“Kamu mempunyai alasan untuk memutuskan ini?” Setelah diam selama beberapa detik, Prabu akhirnya buka suara.

“Tentunya saya memiliki alasan. Tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat saya pada Anda, saya tidak bisa melanjutkan perjodohan karena saya tidak mencintai Ghea. Saya memiliki seseorang yang saya cintai, dan saya hanya akan menikahi orang itu,” ungkap Marcel.

Marcel kembali melanjutkan perkataannya, “Setelah menyampaikan ini ke Pak Prabu, saya akan secara langsung menyampaikannya juga kepada orang tua Ghea. Saya meminta maaf atas situasi yang tidak mengenakkan ini, dan untuk semua persiapan yang telah berjalan, saya yang akan mengurus pembatalannya dan menanggung konsekuensi apa pun yang berpengaruh nantinya kepada bisnis kedua perusahaan.”

Bukan hanya kepada Prabu, Marcel akan menyampaikannya, tapi juga kepada orang tua Ghea secara langsung. Marcel menghormati orang tua Ghea sebagai calon mertuanya. Jadi Marcel akan secara jujur mengatakan keadaan yang sebenarnya dan meminta maaf mengenai pernikahan yang dibatalkan.

***

Marcel melangkahkan kakinya memasuki kediaman orang tua Ghea. Di ruang tamu itu Marcel disambut dengan begitu hangat. Terulas senyum dari kedua orang tua Ghea. Di sana bukan cuma ada orang tua Ghea, tapi Ghea juga bergabung besama mereka, tepatnya setelah diberitahu bahwa tamu yang datang adalah Marcel.

“Begini, Om dan Tante, ada yang ingin saya sampaikan terkait pernikahan saya dan Ghea. Saya ingin meminta maaf, bahwa tidak bisa melanjutkan perjodohan ini,” ujar Marcel menyampaika maksud kedatangannya.

Orang tua Ghea seketika saling menatap. Ghea menatap Marcel, tatapannya dipenuhi oleh pertanyaan dan perempuan itu tampak kebingungan atas apa yang barusan Marcel ucapkan.

“Hal yang saya sampaikan tersebut sudah menjadi keputusan pribadi saya. Saya minta maaf, karena saya tidak dapat menikah dengan Ghea,” ujar Marcel.

Marcel lantas menjelaskan bahwa tidak bisa melanjutkan perjodohan karena ia memiliki seseorang yang ia cintai dan hanya seorang itu yang akan ia nikahi. Marcel tidak ingin menikah dengan orang yang tidak ia cintai, sekalipun dirinya punya waktu untuk belajar mencintai. Karena ini bukan hanya tentang belajar mencintai, tapi Marcel tidak bisa meninggalkan perempuan yang dicintainya dan menikah dengan perempuan lain.

Orang tua Ghea dan Ghea nampak terkejut dengan perkataan yang diutarakan oleh Marcel, terlebih setelah tahu bahwa Marcel telah memiliki hubungan dengan seorang perempuan.

“Om Tante, dan juga Ghea, saya benar-benar minta maaf atas situasi yang tidak mengenakkan ini. Untuk semua persiapan pernikahan yang telah berjalan cukup jauh, saya yang akan mengurus pembatalannya dan menanggung konsekuensi apa pun itu nantinya,” ujar Marcel lagi.

Suasana dan atmosfir yang tidak mengenakkan di ruangan itu jelas tercipta . Filia, yang merupakan Mamanya Ghea tampak kecewa dan beliau melenggang begitu dari ruang tam. Hingga tersisa di sana Giandi, Papanya Ghea, dan tentunya Ghea yang tengah menatap Marcel dengan tatapan tidak percaya.

“Udah sejak kapan kamu berhubungan sama perempuan itu?” terlontar pertanyaan tersebut dari bibir Ghea.

“Setelah aku tau tentang perjodohan kita. Dari awal aku nggak ingin perjodohan ini dilanjutkan, tapi semuanya berjalan gitu aja, bahkan tanpa seizinku,” jelas Marcel.

“Maksud kamu?” Ghea bertanya lagi. Terlihat kilatan amarah di kedua matanya. Lantas Giandi mengajak putrinya untuk pergi dari sana, tapi Ghea tidak mau mendengar perkataan Papanya. Justru Ghea ingin dengar tentang hubungan Marcel dengan perempuan yang disebutkan oleh Marcel.

Ghea meminta Papanya untuk meninggalkannya dengan Marcel hanya berdua di ruang tamu. Ghea ingin bicara empat mata dengan Marcel. Giandi pun akhirnya berlalu dari sana.

Ghea bergerak dan mengambil ponselnya, lalu ia membuka akun Instagram Marcel di sana. Ghea memperhatikan postingan di akun tersebut dan menemukan foto seorang perempuan yang begitu fameliar baginya. Foto kebersamaan Marcel dan perempuan itu masih bertengger di sana, tidak menghilang sama sekali, padahal dugaan Ghea tidak demikian.

Tidak ada foto perempuan lain selain foto perempuan itu di Instagram Marcel.

Tatapan Ghea lekas beralih kepada Marcel, “Tolong kasih tau aku, kalau perempuan itu bukan orang yang fotonya ada di Instagram kamu,” ucap Ghea.

“Yang barusan kamu liat itu bener. Olivia, dia perempuan yang aku cintai,” ujar Marcel.

Ghea mundur selangkah menjauh begitu mendengar penuturan Marcel. Kemudian Ghea terduduk di sofa. Ghea tengah berusaha menahan gejolak amarah yang menguasai dirinya.

“Cel, kenapa harus Kak Oliv? Kenapa Kak Oliv tega ngelakuin ini ke aku?” ucap Ghea bertubi-tubi.

Ghea kembali berujar sembari menatap Marcel, “Selama ini aku kira antara kamu sama Kak Oliv udah selesai. Aku emang perhatiin Instagram kamu, dan aku nemuin foto Kak Oliv di sana. Aku pikir Kak Oliv itu cuma mantan kamu, kamu sama dia udah nggak ada apa-apa karena kita mau nikah,” ucap Ghea lagi.

Ghea menatap Marcel tepat di manik matanya. Tatapan itu tampak nanar dan bercampur dengan amarah.

Marcel masih tampak biasa saja menghadapi Ghea. Kemudian Marcel berucap dengan nada tenangnya, “Kalau kamu berpikir aku sama Oliv udah selesai, kenapa kamu tetep minta Oliv buat bikinin gaun pernikahan untuk kamu? Padahal mungkin kamu tau kalau itu nggak mudah buat dia. Setidaknya kamu punya alternatif untuk milih desainer lain. Kamu nggak kebayang gimana perasaannya Oliv?”

“Kenapa aku harus mikirin perasaan dia? Karena kamu cinta sama dia, gitu?” ujar Ghea.

“Ini bukan cuma tentang perasaan cinta aku ke Oliv, Ghea. Oliv itu kakak sepupu kamu. Oliv sempet pergi dari aku karena mikirin perjodohan kita, karena dia mikirin hubunganku sama orang tuaku, dia mikirin perasaan perempuan yang dijodohin sama aku. Aku nggak pernah minta dia buat pergi, tapi sampai sekarang pun, dia masih mikirin perasaan kamu. Kalau di sini ada yang mau kamu salahin, kamu boleh salahin aku,” jelas Marcel panjang lebar.

“Aku nggak peduli, Cel. Aku sama sekali nggak peduli. Bagi aku sekarang, dia bukan lagi sepupuku. Dia cuma orang yang udah ngerusak kebahagiaan aku.”

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Setelah 3 hari dirawat di rumah sakit dan kondisinya telah membaik, Olivia akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan menjalani rawat jalan.

Olivia dapat menghubungi Dokter Sarah jika terjadi sesuatu dan beliau juga akan memantau kondisi kehamilan Olivia.

Sore ini Olivia tengah duduk di ranjangnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur.

Tania berada di apartemen Olivia sejak siang tadi, sahabatnya itu membantunya untuk sekedar menyiapkan makanan. Olivia masih belum terlalu pulih dan memiliki energi seperti sediakala, jadi katanya Tania khawatir dan akan menemani Olivia di apartemen.

Saat Olivia ingin ke toilet, bahkan Tania mengantarnya untuk sekedar memastikan Olivia tidak akan terpleset.

“Tania, gue cuma hamil,” ujar Olivia begitu mendapati Tania di depan kamar mandi, tepat setelah Olivia menyelesaikan panggilan alamnya.

“Gue khawatir sama lo. Lo hamil sendirian kayak gini. Kalau amit-amitnya lo kenapa-napa, nggak ada yang nolongin lo nanti,” cerocos Tania.

Olivia lekas menatap Tania dengan tatapan terharunya dan berterimakasih. “Makasih ya lo udah perhatian sama gue,” ujar Olivia.

“Yaelah, Liv. Santai aja kali, kayak sama siapa aja lo. Lo itu punya gue, inget ya. Lo nggak sendirian,” tutur Tania yang lantas segera diangguki oleh Olivia.

Olivia kemudian baru akan kembali ke kasurnya, tapi bunyi bel di pintu apartemennya membuat Olivia dan Tania lantas saling bertatapan.

“Marcel bilang sama lo kalau dia mau ke sini?” Tania bertanya.

Olivia menggeleng satu kali. Pasalnya memang Olivia tidak tahu apa pun tentang Marcel yang akan datang.

Olivia telah meminta Marcel untuk pergi dari hidupnya, maka mungkin pria itu tidak akan pernah kembali datang.

“Biar gue yang cek siapa yang dateng,” ujar Tania dan Olivia pun hanya mengangguk. Olivia lantas melangkah menuju kasurnya dan membiarkan Tania melenggang ke pintu.

Olivia merasa penasaran siapa yang datang, jadi ia memutuskan menunggu Tania kembali.

Belum lama Olivia menunggu di kamarnya, Olivia mendapati Tania kembali dan temannya itu memberitahu. “Yang dateng Marcel. Dia mau ngomong sama lo,” ucap Tania.

Olivia menghela napasnya panjang mendengar ucapan Tania.

“Liv, lo sendiri yang bilang kalau lo nggak mau egois, kan? Gue tau ini berat buat lo, tapi anak lo dan Marcel, mereka berdua punya ikatan yang kuat. Lo nggak bisa misahin anak sama bapaknya,” Tania mencoba memberi pengertian pada Olivia. Tania paham bahwa ini tidak mudah bagi Olivia, tapi bagaimana pun Olivia mengandung darah daging Marcel, jadi tidak bisa bersikap egois untuk urusan yang satu ini.

Olivia akhirnya mengangguk. Ia bersedia untuk bertemu dengan Marcel dan membiarkan Tania meninggalkan mereka berdua. Tania memutuskan pergi dan nantinya akan kembali setelah pembicaraan antara Olivia dan Marcel selesai.

Olivia melangkah keluar dari kamarnya dan segera mendapati Marcel keberadaan di ruang tamunya. Olivia lantas mengambil duduk di hadapan Marcel. Kini mereka berhadapan dan tengah saling menatap.

“Kamu mau ngomongin apa?” Olivia bertanya, tampak ingin buru-buru menyelesaikan pembicaraannya dengan Marcel.

“Aku nggak akan nyerah buat ngeyakinin kamu Lic. Aku nggak akan biarin kamu laluin ini sendiri. Aku juga pengen ambil peran untuk anakku, jadi tolong jangan minta aku buat pergi dari kamu,” tutur Marcel.

Marcel tidak ingin kehilangan untuk yang kesekian kalinya dan penyebanya adalah orang tuanya.

Olivia akhirnya mengetahui soal Marcel yang selama ini hidup di dalam penderitaan dan penyebabnya adalah orang tuanya sendiri. Orang tua Marcel bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuan mereka, termasuk menjauhkan Marcel dari orang yang pria itu cintai.

Marcel bertekad memperjuangkan Olivia dan tidak ingin menyerah terhadap apa yang menjadi kebahagiaannya.

“Gimana caranya?” Olivia akhirnya bertanya. Di pikirannya kini, hanya terlintar tentang bagaimana caranya mereka dapat melalui semua ini? Bagaimana caranya mereka bisa bersama?

Marcel lantas menatap Olivia lekat, lalu ia mengutarakannya, “Kamu nggak perlu khawatir. Aku cuma butuh kamu di samping aku untuk kita bisa berjuang bareng. Kamu cuma perlu ngelakuin dua hal Liv, jangan pergi dari aku dan percaya sama aku.”

Olivia terdiam di tempatnya, ia tampak sedang berpikir. Mendapati Marcel yang tidak menyerah, perlahan membuat Olivia sadar bahwa Marcel sungguh mencintainya. Olivia juga tidak dapat membohongi, bahwa ia begitu mencintai Marcel. Jauh di lubuk hatinya, Olivia ingin berjuang untuk cintanya dan hanya ingin mewujudkan keluarga bahagia impiannya bersama Marcel.

“Oke, tolong kasih aku waktu untuk mikirin ini. Nanti aku akan kasih jawabannya ke kamu,” ujar Olivia yang akhirnya memutuskan.

Sore itu Olivia akhirnya Olivia mengatakan bahwa ia membutuhkan waktu untuk berpikir dan tidak akan mendorong Marcel pergi dari hidupnya begitu saja. Olivia memberi kesempatan pada Marcel dan juga sebenarnya untuk dirinya sendiri.

Olivia tidak memberi jawaban pada Marcel secara langsung, tapi meskipun begitu, Marcel meminta Olivia mengizinkannya untuk beberapa jam berada di apartemen Olivia. Marcel tiddak langsung pulang setelah pembicaaan mereka. Jadi akhirnya Tania bisa pulang dan giliran Marcel yang menjaga Olivia dan merawatnya.

Marcel memastikan Olivia makan dengan benar, membuatkan susu untuk Olivia, dan memastikan Olivia meminum vitaminnya.

Hingga hampir pukul 7 malam, akhirnya Marcel baru pamit pulang. Waktu beberapa jam yang berharga tadi, Marcel gunakan untuk mengambil perannya sebagai calon ayah untuk anak mereka.

“Aku pulang dulu ya. Kalau kamu butuh apa-apa, please let me know,” ujar Marcel sebelum dirinya melangkah meninggalkan apartemen Olivia.

Olivia hanya mengangguk mengiyakan. Setelah itu Marcel benar-benar membawa dirinya pergi dari sana.

Olivia menutup pintunya dan masuk ke dalam. Olivia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Olivia merasakan jantung berdebar di dalam sana, untuk kesekian kalinya Olivia merasa bahwa dirinya jatuh cinta pada Marcel. Olivia jatuh cinta dengan cara Marcel memperlakukan dan menunjukkan bahwa pria itu mencintainya dengan sangat tulus.

Sekeras apa pun Olivia berusaha tidak mencintai Marcel, Olivia rasa ia akan kidak mampu melakukannya.

Olivia telah jatuh terlalu cinta terlalu dalam pada Marcel, jadi katakan bagaimana caranya seseorang mendorong cintanya pergi di hidupnya?

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Siang ini Olivia kembali mendapati Marcel datang ke ruang rawatnya. Setelah Om dan Tantenya berpamitan pulang, Marcel baru memunculkan batang hidungnya di sana. Olivia tidak ingin Marcel bertemu dengan Om dan Tantenya, yang tentu saja bisa menimbulkan banyak pertanyaan di benak keduanya.

Marcel dan Olivia akhirnya bicara dengan Dokter Sarah mengenai kondisi kandungan Olivia.

Olivia mengatakan bahwa Dokter Sarah bisa memaparkannya kepada Marcel, karena pria jangkung di hadapan mereka saat ini adalah ayah biologis dari janin yang dikandung Olivia.

Akhirnya Dokter Sarah menjelaskan pada Marcel. Kandungan Olivia saat ini kondisinya lemah dan cukup rentan. Olivia perlu dipantau oleh dokter agar nutrisinya selama hamil tercukupi dan kondisi psikologis Olivia akan menjadi perhatian dokter selama masa kehamilannya. Kemarin Olivia mengalami drop karena kurang asupan makanan untuk tubuhnya. Olivia juga tidak boleh merasa stres dan tertekan, karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi janin di kandungannya.

Usai Dokter Sarah selesai menjelaskan, beliau pamit dari ruang rawat itu. Marcel mengantar Dokter Sarah sampai ke pintu dan bicara lagi dengan beliau di ruang ruangan.

“Terima kasih banyak, Dok,” ucap Marcel pada Dokter Sarah.

“Sama-sama, Pak Marcel.”

“Kayaknya Olivia udah nyaman sama Dokter. Jadi untuk seterusnya, saya minta tolong kesediaan Dokter untuk jadi dokter obgynnya Olivia. Bagaimana Dok?” Marcel bertanya.

Dokter Sarah mengangguk dan akhirnya menyanggupi permintaan yang diajukan oleh Marcel.

Setelah itu Dokter Sarah pamit berlalu dari sana.

Marcel kemudian kembali melangkah masuk ke dalam ruang rawat Olivia.

Marcel mendapati Olivia di ranjangnya. Marcel lalu menarik kusi di samping ranjang dan menempatkan dirinya di sana.

“Kamu pengen Dokter Sarah jadi Dokter obgyn kamu, kan? Tadi aku udah minta sama beliau dan katanya beliau bersedia. Sekarang kamu nggak perlu mikirin apa pun, aku yang akan urus semuanya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu tinggal bilang, oke?”

Marcel mengucapkannya bertubi-tubi, sementara Olivia hanya mendengarkan dan menatap Marcel dengan tatapan bingungnya. Olivia belum mengucapkan sepatah kata apa pun, Marcel juga akhirnya menjadi diam. Mereka sama-sama membisu pada akhirnya dan hanya menatap canggung.

“Aku minta maaf,” ucap Marcel setelah keterdiaman keduanya yang cukup panjang.

“Minta maaf untuk apa?”

“Aku nggak ngertiin posisi kamu dan kemarin aku bilang kamu egois,” ujar Marcel.

“Kamu nggak perlu minta maaf,” ujar Olivia. Kemudian Olivia menjeda ucapannya, ia menundukkan pandangannya dan hanya menatap jemarinya yang saling tertaut.

“Aku sadar kalau aku egois. Dengan aku pergi gitu aja dan nggak ngasih tau kamu tentang anak kita,” ucap Olivia tanpa bisa menatap ke arah kedua mata Marcel. Olivia terlalu tidak sanggup untuk melakukannya.

“Olivia, please look at me,” ucap Marcel sembari meraih satu tangan Olivia dan menggenggam ringan di sana.

Olivia yang semula menunduk, kini akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Marcel. Olivia tahu ketika ia menatap kedua mata itu, dirinya masih begitu mencinta terhadap sosok di hadapannya ini.

Marcel kemudian berujar, “Tanpa fakta kalau kamu hamil sekali pun, aku tetap nggak akan menikah sama Ghea, karena aku nggak mencintai dia. Kemarin aku dateng ke butik, karena aku pengen mastiin kamu ada di sana atau engga. Aku nggak bener-bener pengen dateng untuk cobain tuxedo itu atau ngurus apa pun tentang pernikahan aku sama Ghea.” Marcel menjeda ucapannya sesaat.

Olivia mendapati luka yang rasanya begitu dalam pada diri Marcel kala pria itu melontarkan kata demi kata dari bibirnya. Posisi Marcel juga tidak mudah, pria itu tidak ingin menjalani sesuatu yang tidak dikehendaki oleh hatinya.

“Liv, aku mau memperjuangkan kamu, aku memperjuangkan cinta kita, dan bikin keluarga kecil sama kamu. Cuma kamu,” ucap Marcel.

Olivia tidak kunjung menanggapi ucapan Marcel, membuat Marcel merasa khawatir dan takut.

“Liv?” Marcel berujar lagi, kali ini suaranya terdengar memelan.

“Kamu ragu sama aku?” Marcel melontarkan pertanyaan, karena sepertinya dari pancaran mata Olivia, perempuan itu memang meragu terhadapnya.

Olivia lantas menggeleng pelan. “Aku bukannya ragu sama kamu, Cel,” Olivia berucap lirih.

Olivia kemudian menjelaskan bahwa dirinya tidak ragu terhadap perasaan cinta Marcel kepadanya atau tentang Marcel yang ingin memperjuangkan hubungan mereka. Namun Olivia hanya terlalu takut terhadap jalan yang akan mereka tempuh, jika Marcel menentang orang tuanya dan berniat memperjuangkan cinta mereka. Olivia hanya tidak ingin menjauhkan Marcel dari orang tuanya dan membuat hubungan Marcel dengan orang tuanya semakin buruk. Jalannya terlalu penuh rintangan. Olivia juga tidak sampai hati, jika sampai keluarga Ghea tahu bahwa pernikahan akan dibatalkan.

Olivia perlahan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Marcel.

Marcel pun menatap Olivia dengan tatapan tidak percaya, hancur, dan terluka.

“Liv .. ” Marcel berujar pelan dengan nada memohon. Namun Olivia tetap bersikeras dengan keputusannya, bahwa ia tidak ingin Marcel memperjuangakannya.

Hari itu Olivia telah memutuskan bahwa ia tetap akan melangkah pergi dari Marcel, atau lebih tepatnya meminta Marcel untuk pergi dari hidupnya. Genggaman tangan yang dilepas begitu saja, menjadi tanda sebuah perpisahan.

“Cel, kamu pulang ya. Aku mau istirahat,” ucap Olivia dengan suaranya yang terdengar sedikit bergetar. Olivia berbaring di ranjang dan bergerak memunggungi Marcel di sana.

Olivia tengah menahan isak tangisnya, ia mengulum kedua belah bibirnya ke dalam. Olivia hanya ingin Marcel segera pergi agar ia bisa puas menumpahkan air matanya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒