alyadara

Kaldera

Raegan

Saat Kaldera baru saja pulang bekerja dari pekerjaan part time-nya, Kaldera menemukan Raegan berada di rumahnya. Raegan tengah berbincang di ruang tamu bersama Laura. Raegan mengatakan maksud kedatangannya bahwa ada yang ingin pria itu bicarakan dengan Kaldera. Kaldera pun berlalu ke kamarnya untuk mengganti pakaian terlebih dulu.

Selang beberapa menit kemudian, Kaldera telah kembali dari kamarnya. Kaldera mengatakan pada Raegan bahwa mereka bisa bicara berdua di luar.

Raegan membawa mobilnya jauh dari keramaian. Mercedez Benz milik Raegan parkir tidak jauh dari sebuah taman kota yan gtidak terlalu ramai. Kaldera dan Raegan memutuskan untuk berbicara di dalam mobil.

Sudah 2 hari berlalu sejak Kaldera mengetahui bahwa Raegan berhubungan dengan pelaku pembunuh Zio. Rasanya seperti ada jarak yang cukup jauh di antara keduanya sejak kejadian itu.

Rupanya malam ini Raegan kembali menemuinya, saat Kaldera berpikir semua di antara mereka telah selesai. Kaldera akhirnya membiarkan Raegan mengatakan hal yang ingin pria itu katakan terlebih dulu.

“Apa yang ingin kamu tau? Aku akan coba untuk jawab itu,” ucap Raegan memulai pembicaraannya.

Kaldera lantas mengalihkan tatapannya ke arah Raegan. Berbagai pertanyaan memang berkecamuk di dalam benaknya. Namun sebenarnya Kaldera juga tidak tahu pasti, apa alasan ia terkesan marah pada Raegan selama 2 hari belakangan. Marah dan kecewa, itu seperti bercampur menjadi satu di dalam dirinya.

“Apa alasan kamu melakukan itu?” tanya Kaldera akhirnya.

Raegan nampak berpikir sejenak. Raegan memiliki jawabannya. Namun telah bertahun-tahun sejak Raegan menjadi ketua mafia, ia belum pernah mengungkapkannya pada siapa pun.

Raegan menghela napasnya, lalu ia menghembuskannya pelan. “Aku nggak ingin kehilangan orang-orang yang di sekitarku karena rasa kecewa mereka. Lebih baik mereka nggak tau apa yang aku lakukan,” ungkap Raegan.

Kaldera masih tidak dapat mengerti dan memahami jalan pikiran Raegan. Raegan merahasiakannya karena tidak ingin kehilangan orang-orang di sekitarnya. Kaldera tidak dapat membayangkan apa yang sebenarnya dirahasiakan oleh Raegan. Seberapa berbahayanya hal tersebut, Kaldera tidak dapat membayangkannya.

“Aku belum sepenuhnya paham, Mas. Tapi kalau emang itu alasan kamu, artinya kamu udah bersikap egois. Kamu tau, aku juga nggak bisa membiarkan seseorang yang ngelindungin aku berada di dalam bahaya.” Kaldera mengungkapkan seluruh yang ia rasakan. Soal kekhawatirannya pada Raegan dan soal sikap Raegan yang menurutnya egois.

Raegan tidak salah karena ingin menghukum pembunuh adiknya, tapi tidak juga dengan menempatkan dirinya pada situasi yang berbahaya. Kaldera memikirkan perasaan Indri. Bagaimana perasaan Indri setelah mengetahui semuanya? Kaldera berpikir bahwa tidak ada seorang pun ibu yang bisa tenang, saat mengetahui anaknya berhadapan dengan sesuatu yang berbahaya.

“Mas, aku akan tetap sama pendirian aku. Aku nggak bisa sejalan sama kamu. Kalau cara kamu kayak gini, aku nggak ingin terlibat dan jadi saksi di pengadilan,” putus Kaldera.

Kaldera tahu bahwa lawan mereka saat ini bukanlah sembarang orang. Meskipun tidak tahu pasti identitas orang tersebut, Kaldera tidak mau karena melindunginya, keselamatan Raegan juga yang menjadi taruhannya.

“Aku rasa pembicaraan kita udah selesai Mas,” ucap Kaldera. Detik berikutnya, Kaldera segera meraih gagang pintu mobil dan pergi dari sana. Namun Raegan meraih pergelangan tangannya dan membuat Kaldera kembali menoleh menatapnya.

“Aku akan jujur sama kamu soal semuanya. Soal identitas pekerjaanku. Tapi tolong kamu pertimbangkan lagi,” ujar Raegan.

“Pertimbangkan untuk apa?” tanya Kaldera.

“Untuk nggak pergi,” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Kedua mata Raegan yang dulu menatap Kaldera dengan tatapan dingin dan mengintimidasi, kini tatapan itu terasa berbeda. Raegan menatapnya dengan tatapan tenangnya. Terasa ada sesuatu yang mendalam yang coba pria itu sampaikan pada Kaldera.

“Selama ini aku nggak bisa mempertahankan orang-orang yang aku sayang, Kal. Mereka pergi karena keegoisan aku. Kamu benar, aku egois dengan memilih untuk nggak pernah memberi tahu mereka. Akhirnya orang-orang terdekatku mengetahuinya sendiri dan tetap berakhir kecewa sama aku,” ungkap Raegan.

Raegan sejenak mengalihkan tatapannya dari Kaldera. Raegan tengah berusaha menahan air mata yang mendesak untuk keluar dari pelupuk matanya.

“Kal, aku akan kasih tau kamu tentang pekerjaanku. Setelah itu aku akan membiarkan kamu memilih,” ujar Raegan yang telah kembali menatap ke arah Kaldera.

“Apa pilihan yang harus aku pilih?” tanya Kaldera.

“Kamu bisa pilih untuk bertahan dan lanjutin kasusnya, atau mundur dan meninggalkan semuanya,” jelas Raegan.

Kaldera memikirkan pilihan yang diberikan oleh Raegan. Ini pilihan yang sulit. Di satu sisi Kaldera ingin melanjutkan kasusnya, tapi di sini lain ada kekhawatiran yang begitu besar. Kaldera akhirnya membuat keputusan itu. Ia membiarkan Raegan untuk memberitahunya. Tentang identitas Raegan, tentang jenis pekerjaan apa yang sebenarnya Raegan lakukan yang sebelumnya Kaldera tidak pernah tahu.

Secara singkat, padat, dan jelas, Raegan lantas memberitahu Kaldera. Sama seperti dirinya, Romeo, Barra, dan Calvin juga melakukan pekerjaan yang sama. Raegan telah cukup lama meninggalkan pekerjaannya sebagai ketua geng mafia. Raegan memilih meninggalkannya karena tidak ingin lagi membahayakan hidup orang-orang yang ia sayangi. Namun demi mengungkap pelaku pembunuhan Zio dan untuk melindungi Kaldera, Raegan memutuskan kembali ke pekerjaan yang sudah lama ia tinggalkan itu. Kaldera terdiam selama beberapa menit begitu mengetahui semuanya dari Raegan.

Setelah coba memikirkannya, Kaldera kini kembali menatap Raegan. Ketika melihat mata itu, Kaldera tahu ada ketulusan dan kasih sayang yang coba Raegan ungkapkan kepadanya. Entah untuk alasan apa, tapi Kaldera akhirnya berpikir bahwa Raegan melakukannya karena ingin menjalankan amanat yang diberikan Zio.

“Mas, aku memilih untuk bertahan,” putus Kaldera kemduian. Setelah mendengar kalimat itu, ekspresi wajah Raegan sontak berubah. Raegan seperti tidak percaya, tapi ia lebih bersyukur karena Kaldera memilih bertahan.

“Tapi boleh aku ajuin satu permintaan ke kamu?” tanya Kaldera.

“Oke, aku akan pertimbangkan. Apa permintaan yang kamu inginkan?” tanya Raegan.

“Aku ingin kamu coba untuk lupain rasa dendam itu. Itu emang nggak mudah,” ucap Kaldera.

Raegan seketika terdiam begitu mendengarnya. Raegan tidak langsung bisa mengiyakan permintaan yang diajukan Kaldera. Namun Kaldera masih di sana, tidak berniat pergi saat sebagian pikiran warasnya menyuruhnya untuk lari.

Secara perlahan Kaldera mengarahkan tangannya untuk diletakkan di atas tangan Raegan. Raegan seketika menoleh, ia melihat tangannya dan Kaldera yang kini saling bersentuhan.

Masih sambil meletakkan tangannya di punggung tangan Raegan, Kaldera menatap tepat ke arah kedua iris gelap Raegan semabri berujar, “Pelan-pelan aja, Mas. Kamu pasti bisa. Lupain dendam itu, maka kamu akan lebih bisa hidup tenang bersama orang-orang yang kamu sayang.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Raegan telah setuju dan mengatakan akan melakukan syarat yang diajukan Kaldera. Raegan akan mencoba melupakan rasa dendam di dalam dirinya. Secara perlahan, meskipun Raegan belum tahu pasti caranya, tapi ia memiliki alasan untuk berusaha melakukannya.

Alasannya adalah Kaldera. Raegan tidak ingin kehilangan Kaldera, ia tidak ingin orang yang disayangi pergi dari hidupnya untuk yang kesekian kali.

Hari ini Raegan menjemput Kaldera sepulang sekolah. Raegan mengajak Kaldera pergi ke suatu tempat dan mengatakan bahwa ada yang ingin Raegan sampaikan pada Kaldera.

Picnic

Destinasi pertama mereka adalah sebuah taman dan mereka akan melakukan piknik. Setelah membeli beberapa makanan, Raegan dan Kaldera berjalan menuju sebuah taman yang masih satu lokasi dengan sebuah pantai. Taman ini terletak di selatan kota, tidak terlalu dekat dengan keramaian, tapi tidak terlalu terpencil juga. Di taman ini pengunjung diperbolehkan untuk berpiknik, karena areanya yang juga lumayan luas.

Udara sore ini tampak cerah. Langit berwana biru terang, awan putih nampak cantik saat dilihat dari bawah sini. Raegan dan Kaldera telah memilih sebuah spot untuk mereka tempati dan mereka duduk di atas kain yang disewakan oleh pengelola taman ini.

Kaldera mulai membuka tas belanjaan yang berisi makanan yang sudah mereka beli sebelumnya. Kaldera mengambil makanan milik Raegan lebih dulu dan memberikannya kepada pria itu. Baru setelahnya Kaldera akan menyantap makanan miliknya.

Sebenarnya hari ini merupakan acara mendadak. Tadi sepulang sekolah, Raegan menjemput Kaldera dan mengajaknya ke tempat ini. Kaldera tiba-tiba kepikiran tentang apa yang ingin Raegan katakan padanya. Di tengah-tengah pemikirannya itu, pergerakan Raegan dari posisinya mengalihkan pikiran Kaldera. Raegan mengambil sebuah tisu dari dalam tas belanja, mengambilnya satu lembar, lalu mengasurkannya kepada Kaldera.

Dengan bahasa tubuhnya, Raegan menunjuk ke arah ujung bibir Kaldera. Kaldera pun akhirnya mengerti, ia lekas mengambil tisu yang disodorkan Raegan, lalu mengusapkan tisu itu di ujung bibirnya. Pasti ada bekas makanan di sana dan Kaldera cukup malu harus terjebak di tengah situasi seperti ini bersama Raegan.

“Habis ini mau sewa sepeda sebelum ke skywalk?” tanya Raegan. Raegan telah telah menyelesaikan kegiatan makannya dan kini pria itu tengah menatap Kaldera yang masih menyantap makanannya.

“Emangnya ada sewa sepeda deket sini Mas?” tanya Kaldera.

“Ada kok, nggak jauh dari sini. Gimana, kamu mau?”

Kaldera pun segera menganggukkan kepala dengan antusias. “Mau,” ucapnya spontan. Nadanya suara Kaldera begitu bersemangat kala mengucapkannya. Sebuah senyum juga seraya terukir di wajah cantik itu.

“Oke,” ucap Raegan kemudian. Menyaksikan senyum Kaldera hari ini, membuat Raegan ikut tersenyum. Ujung-ujung bibir Raegan tidak kuasa untuk saling menarik satu sama lain.

***

Setelah piknik, Kaldera dan Raegan memang berencana untuk pergi ke skywalk. Raegan mengatakan bahwa ia ingin mengambil foto pemandangan malam hari di sana. Namun Raegan teringat bahwa Kaldera suka naik sepeda. Raegan mengetahui hal tersebut saat ia pergi ke kamar Zio dan menemukan foto polaroid yang Zio simpan apik di laci mejanya. Ada momen di mana Zio dan Kaldera naik sepeda bersama. Di balik polaroid itu, ada sebuah catatan kecil yang ditulis oleh Zio. Zio menuliskan bahwa Kaldera sangat suka naik sepeda. Jadi Raegan berniat mewujudkan kegiatan itu untuk Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera bisa tersenyum dan kembali bahagia seperti sediakala. Meskipun mungkin tidak akan pernah sama dengan saat sebelum Zio pergi.

Sepedaan

Raegan dan Kaldera menyewa dua buah sepeda. Mereka berkeliling di sekitar area taman sampai pantai, tepatnya di atas jalanan khusus untuk sepeda mau pun skuter listrik yang disewakan oleh pengelola.

Kegiatan sederhana selama kurang lebih 30 menit itu rupanya mampu membuat Kaldera merasa bahagia. Saat matahati sudah mulai terbenam, Kaldera dan Raegan memutuskan untuk menyudahi kegiatan mereka. Sebelum menuju mobil, keduanya membeli minum di pedagang kaki lima untuk meredakan dahaga yang tengah menyerang.

Tidak lama kemudian, keduanya telah berada di dalam perjalanan untuk menuju skywalk. Selama di dalam mobil, Kaldera memikirkan sesuatu. Rasanya Kaldera baru saja menemukan dirinya yang baru, versi dirinya yang sudah mulai bisa menerima kepergian orang yang dicintainya. Dirinya seperti hilang sejak kepergian Zio.

“Mas,” ucap Kaldera.

Raegan lantas menoleh kepada Kaldera. Mereka baru saja sampai dan Raegan menarik rem tangan saat mobilnya telah terparkir dengan sempurna.

“Kenapa Kal?” tanya Raegan.

Kaldera kemudian menatap Raegan lurus-lurus, pandangannya terasa begitu penuh makna. “Makasih ya untuk hari ini,” ungkap Kaldera, nadanya terdengar begitu tulus. Tanpa perlu menjelaskan maksud rasa terima kasih itu, Raegan dapat mengerti alasan Kaldera mengatakannya.

Raegan lantas mengulaskan senyum segarisnya. Mungkin Kaldera belum mengetahuinya. Raegan ingin membuat Kaldera bahagia bukan semata karena amanat dari Zio, tapi ada alasan lain yang mendasari hal tersebut. Raegan melakukannya karena perlahan ia mulai mencintai Kaldera. Raegan melihat Kaldera sebagai seorang perempuan. Rasa sayang Raegan pada Kaldera telah melebihi kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.

***

Sebelum berjalan menuju area skywalk, Kaldera menunggu Raegan mengambil sesuatu dari jok belakang mobil. Tidak lama saat Raegan kembali, Kaldera mendapati lelaki itu membawa sebuah blazer jaket berwarna abu-abu di tangannya.

Raegan menyodorkan jaket itu, meminta Kaldera untuk memakainya. Kaldera belum menerima sodoran itu, ia justru melempar tatapan bertanya kepada Raegan.

“Ini udah malem dan anginnya lumayan kenceng. Kamu pakai jaket aku ya,” ujar Raegan.

Kaldera akhirnya menerima jaket itu dan memakainya. Setelah itu Kaldera mulai mengikuti langkah Raegan. Langkah Kaldera sedikit melambat di belakang Raegan, membuat Raegan akhirnya ikut melambatkan langkahnya agar bisa sejajar dengan Kaldera. Entah mengapa Kaldera menjadi gugup. Jantung Kaldera berdetak lebih kencang dari biasanya. Padahal tadi masih normal-normal saja. Ini terjadi sejak saat Raegan memberikan jaketnya untuk dipakai oleh Kaldera.

Setelah Raegan dan Kaldera membeli 2 buah cemilan sebagai syarat untuk masuk ke tempat itu, mereka kini tengah berjalan di skywalk atau biasa disebut jembatan layang yang menyuguhkan pemandangan luar biasa itu.

Senayan Skywalk

Kaldera tahu tempat ini, tapi ia mengatakan pada Raegan bahwa dirinya belum pernah ke sini. Jembatan layang yang terletak bagian metropolitan kota ini memang dibuka untuk umum. Saat malam hari, pengunjung sedang ramai-ramainya. Tentu yang menjadi incaran mereka adalah pemandangan kota yang sangat cantik. Bertabur lampu-lampu jalanan dan lampu dari gedung-gedung, destinasi ini menjadi sangat menarik untuk dikunjungi, terutama pada saat malam hari.

Kaldera menikmati cemilannya dengan seksama. Dalam hatinya, Kaldera berusaha menepis segala pemikirannya tentang sikap Raegan yang belakangan ini agak berbeda terhadapnya. Begitu Kaldera menoleh ke arah Raegan, lelaki itu rupanya juga tengah menatapnya. Mereka sama-sama canggung akhirnya. Kaldera menahan senyumnya, Raegan pun terlihat terkekeh pelan. Kaldera memperhatikan itu, nampak dua buah lesung pipi di wajah Raegan.

Sekitar kurang lebih 10 menit berlalu, Raegan telah menghabiskan cemilannya lebih dulu. Pria itu mengatakan pada Kaldera akan kembali setelah membuang sampah bungkus makanannnya. Tanpa Kaldera sadari, tujuan Raegan bukan hanya untuk membuang sampah, melainkan ia sekalian ingin mengambil potret Kaldera dari belakang. Senyum Raegan lantas mengembang, saat ia menatap hasil jepretan di ponselnya yang begitu cantik. Lampu dan pemandangan di sini memang indah, tapi sosok yang bersamanya malam ini lebih indah dari pada apa pun.

Kaldera & Raegan at Skywalk

“Kal,” ujar Raegan begitu pria itu kembali.

“Iya Mas?” Kaldera pun menoleh dan mendapati Raegan di sampingnya.

“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” ucap Raegan.

Raegan berusaha menatap mata Kaldera. Raegan yang selama ini mudah saja menatap mata itu, tapi kali ini hal tersebut terasa sulit untuk ia lakukan. Jantung Raegan berdegup cukup kencang dan ia merasa gugup. Bahkan angin malam di sini tidak mampu menghalau hawa hangat yang tiba-tiba Raegan rasakan di kulit wajahnya.

Kaldera tengah memberikan seluruh atensinya untuk Raegan. Kaldera menunggu Raegan mengatakannya, kedua alis Kaldera nampak menyatu kala mendapati rona wajah Raegan yang memerah, kontras dengan kulit putihnya.

Akhirnya Raegan berani menatap mata itu. Kini pandangannya hanya tertuju pada Kaldera, seolah orang-orang yang berlalu di sekitarnya tidak berarti baginya.

“Kaldera, I have a feeling on you,” ucap Raegan. Raegan lalu meraih satu tangan Kaldera yang bebas. Raegan menggenggam tangan kecil itu, ia kembali melanjutkan perkataannya. “Aku sayang kamu, Kal. Perasaan aku ke kamu lebih dari perasaan sayang seorang kakak untuk adiknya. Aku melihat kamu sebagai seorang perempuan, bukan seorang adik.” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Raegan memperhatikan reaksi Kaldera setelah mendengar penuturannya. Ada keterkejutan di wajah itu serta sebuah kebimbangan.

Kaldera pun masih membiarkan Raegan menggenggam tangannya. Tangan besar yang selama ini tidak pernah Kaldera bayangkan akan menggenggam tangannya, bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun, tapi hari ini Kaldera mendapati itu.

“Mas, aku—” ucapan Kaldera menggantung. Kaldera dan Raegan hanya saling menatap selama beberapa detik tanpa mengucapkan apa pun.

Kaldera akhirnya membuka mulutnya dan ia berujar, “Barusan itu serius? Maksud aku … tadi itu—” Kaldera tidak dapat melanjutkan perkataannya, lebih tepatnya ia bingung bagaimana harus menyusun kalimatnya.

Raegan segera mengangguk pelan untuk meyakinkan Kaldera bahwa ucapannya sungguh-sungguh. “Aku nggak tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Tapi aku ingin kamu tau perasaanku.”

Kaldera merasakan genggaman tangan Raegan di tangannya mengerat. Dari tatapan Raegan, Kaldera dapat melihat ketulusan yang begitu besar yang terpancar dari sana. Namun Kaldera tidak bisa membalas perasaan itu. Lebih tepatnya, Kaldera tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa menyayangi Raegan sebagai seorang pria.

“Mas, aku udah menganggap kamu sebagai seorang kakak. I can’t imagine that I can love you as a man,” ucap Kaldera apa adanya. Secara perlahan Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman tangan Raegan. Beberapa detik keduanya pun saling terdiam. Mereka sama-sama mengalihkan pandangan ke arah lain dan entah apa yang ada di pikiran masing-masing

“Kal, boleh aku tanya sesuatu sama kamu?” ujar Raegan memecah kebungkaman mereka. Seketika Kaldera pun kembali menoleh dan menatap Raegan.

Kaldera mengangguk pelan. “Boleh. Kamu mau tanya apa?”

“Apa Redanzio masih ada di hati kamu?”

Mungkin Raegan akan menyesali pertanyaan yang ia utarakan itu. Namun Raegan lebih ingin mengetahuinya langsung dari Kaldera. “Kal, apa itu yang membuat kamu nggak bisa memulai untuk mencintai lelaki lain?” tanya Raegan lagi.

Pertanyaan Raegan seketika membuat Kaldera menundukkan pandangannya. Kaldera bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Apakah benar ia telah menutup hati karena masih begitu mencintai Zio? Atau ada alasan lain? Seketika hati Kaldera membisikkan sesuatu. Kaldera takut terperangkap pada rasa trauma akan cinta yang akhirnya hanya memberi rasa sakit. Terlebih saat kita harus berakhir kehilangan orang yang kita cintai.

Benar. Kaldera hanya takut untuk kembali memulai. Dari sekian banyak lelaki di dunia ini, mengapa harus Raegan? Mengapa harus sosok yang ketika Kaldera bersamanya, Kaldera dapat selalu teringat akan sosok Zio?

Kaldera lantas kembali mendongak, ia menatap Raegan tepat di iris legam pria itu. “Mas, Zio emang masih ada di hati aku. Aku pikir gampang melupakan perasaan itu saat Zio udah nggak ada, tapi aku salah. Aku masih mencintai Zio,” ungkap Kaldera.

Raegan akhirnya mengangguk mengerti. Raegan tidak ingin memaksa Kaldera untuk membuka hati untuknya.

“Kal,” ucap Raegan. Ketika Kaldera balas menatapnya, Raegan mengunci pandangan itu.

“Aku nggak ingin memaksa kamu untuk itu,” Raegan kembali meraih tangan Kaldera, ia menggenggamnya dan mengusapkan ibu jarinya dengan lembut di atas punggung tangan Kaldera. “Kal, aku akan berusaha membuat kamu pelan-pelan membuka hati, membuat kamu jatuh cinta lagi. Aku akan menunggu kamu selama apa pun itu.”

Kaldera melihat ketulusan dan tidak ada nada memaksa dari ucapan Raegan. Raegan akan membiarkan Kaldera sembuh dari rasa sakitnya terlebih dulu. Perlahan-lahan Raegan juga akan menunjukkan kesungguhan perasaannya terhadap Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera kembali membuka hati dan merasakan perasaan cinta yang tulus, perasaan cinta yang datang dari lubuk hatinya yang terdalam.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Raegan telah setuju dan mengatakan akan melakukan syarat yang diajukan Kaldera. Raegan akan mencoba melupakan rasa dendam di dalam dirinya. Secara perlahan, meskipun Raegan belum tahu pasti caranya, tapi ia memiliki alasan untuk berusaha melakukannya.

Alasannya adalah Kaldera. Raegan tidak ingin kehilangan Kaldera, ia tidak ingin orang yang disayangi pergi dari hidupnya untuk yang kesekian kali.

Hari ini Raegan menjemput Kaldera sepulang sekolah. Raegan mengajak Kaldera pergi ke suatu tempat dan mengatakan bahwa ada yang ingin Raegan sampaikan pada Kaldera.

Picnic

Destinasi pertama mereka adalah sebuah taman dan mereka akan melakukan piknik. Setelah membeli beberapa makanan, Raegan dan Kaldera berjalan menuju sebuah taman yang masih satu lokasi dengan sebuah pantai. Taman ini terletak di selatan kota, tidak terlalu dekat dengan keramaian, tapi tidak terlalu terpencil juga. Di taman ini pengunjung diperbolehkan untuk berpiknik, karena areanya yang juga lumayan luas.

Udara sore ini tampak cerah. Langit berwana biru terang, awan putih nampak cantik saat dilihat dari bawah sini. Raegan dan Kaldera telah memilih sebuah spot untuk mereka tempati dan mereka duduk di atas kain yang disewakan oleh pengelola taman ini.

Kaldera mulai membuka tas belanjaan yang berisi makanan yang sudah mereka beli sebelumnya. Kaldera mengambil makanan milik Raegan lebih dulu dan memberikannya kepada pria itu. Baru setelahnya Kaldera akan menyantap makanan miliknya.

Sebenarnya hari ini merupakan acara mendadak. Tadi sepulang sekolah, Raegan menjemput Kaldera dan mengajaknya ke tempat ini. Kaldera tiba-tiba kepikiran tentang apa yang ingin Raegan katakan padanya. Di tengah-tengah pemikirannya itu, pergerakan Raegan dari posisinya mengalihkan pikiran Kaldera. Raegan mengambil sebuah tisu dari dalam tas belanja, mengambilnya satu lembar, lalu mengasurkannya kepada Kaldera.

Dengan bahasa tubuhnya, Raegan menunjuk ke arah ujung bibir Kaldera. Kaldera pun akhirnya mengerti, ia lekas mengambil tisu yang disodorkan Raegan, lalu mengusapkan tisu itu di ujung bibirnya. Pasti ada bekas makanan di sana dan Kaldera cukup malu harus terjebak di tengah situasi seperti ini bersama Raegan.

“Habis ini mau sewa sepeda sebelum ke skywalk?” tanya Raegan. Raegan telah telah menyelesaikan kegiatan makannya dan kini pria itu tengah menatap Kaldera yang masih menyantap makanannya.

“Emangnya ada sewa sepeda deket sini Mas?” tanya Kaldera.

“Ada kok, nggak jauh dari sini. Gimana, kamu mau?”

Kaldera pun segera menganggukkan kepala dengan antusias. “Mau,” ucapnya spontan. Nadanya suara Kaldera begitu bersemangat kala mengucapkannya. Sebuah senyum juga seraya terukir di wajah cantik itu.

“Oke,” ucap Raegan kemudian. Menyaksikan senyum Kaldera hari ini, membuat Raegan ikut tersenyum. Ujung-ujung bibir Raegan tidak kuasa untuk saling menarik satu sama lain.

***

Setelah piknik, Kaldera dan Raegan memang berencana untuk pergi ke skywalk. Raegan mengatakan bahwa ia ingin mengambil foto pemandangan malam hari di sana. Namun Raegan teringat bahwa Kaldera suka naik sepeda. Raegan mengetahui hal tersebut saat ia pergi ke kamar Zio dan menemukan foto polaroid yang Zio simpan apik di laci mejanya. Ada momen di mana Zio dan Kaldera naik sepeda bersama. Di balik polaroid itu, ada sebuah catatan kecil yang ditulis oleh Zio. Zio menuliskan bahwa Kaldera sangat suka naik sepeda. Jadi Raegan berniat mewujudkan kegiatan itu untuk Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera bisa tersenyum dan kembali bahagia seperti sediakala. Meskipun mungkin tidak akan pernah sama dengan saat sebelum Zio pergi.

Sepedaan

Raegan dan Kaldera menyewa dua buah sepeda. Mereka berkeliling di sekitar area taman sampai pantai, tepatnya di atas jalanan khusus untuk sepeda mau pun skuter listrik yang disewakan oleh pengelola.

Kegiatan sederhana selama kurang lebih 30 menit itu rupanya mampu membuat Kaldera merasa bahagia. Saat matahati sudah mulai terbenam, Kaldera dan Raegan memutuskan untuk menyudahi kegiatan mereka. Sebelum menuju mobil, keduanya membeli minum di pedagang kaki lima untuk meredakan dahaga yang tengah menyerang.

Tidak lama kemudian, keduanya telah berada di dalam perjalanan untuk menuju skywalk. Selama di dalam mobil, Kaldera memikirkan sesuatu. Rasanya Kaldera baru saja menemukan dirinya yang baru, versi dirinya yang sudah mulai bisa menerima kepergian orang yang dicintainya. Dirinya seperti hilang sejak kepergian Zio.

“Mas,” ucap Kaldera.

Raegan lantas menoleh kepada Kaldera. Mereka baru saja sampai dan Raegan menarik rem tangan saat mobilnya telah terparkir dengan sempurna.

“Kenapa Kal?” tanya Raegan.

Kaldera kemudian menatap Raegan lurus-lurus, pandangannya terasa begitu penuh makna. “Makasih ya untuk hari ini,” ungkap Kaldera, nadanya terdengar begitu tulus. Tanpa perlu menjelaskan maksud rasa terima kasih itu, Raegan dapat mengerti alasan Kaldera mengatakannya.

Raegan lantas mengulaskan senyum segarisnya. Mungkin Kaldera belum mengetahuinya. Raegan ingin membuat Kaldera bahagia bukan semata karena amanat dari Zio, tapi ada alasan lain yang mendasari hal tersebut. Raegan melakukannya karena perlahan ia mulai mencintai Kaldera. Raegan melihat Kaldera sebagai seorang perempuan. Rasa sayang Raegan pada Kaldera telah melebihi kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.

***

Senayan Skywalk

Sebelum berjalan menuju area skywalk, Kaldera menunggu Raegan mengambil sesuatu dari jok belakang mobil. Tidak lama saat Raegan kembali, Kaldera mendapati lelaki itu membawa sebuah blazer jaket berwarna abu-abu di tangannya.

Raegan menyodorkan jaket itu, meminta Kaldera untuk memakainya. Kaldera belum menerima sodoran itu, ia justru melempar tatapan bertanya kepada Raegan.

“Ini udah malem dan anginnya lumayan kenceng. Kamu pakai jaket aku ya,” ujar Raegan.

Kaldera akhirnya menerima jaket itu dan memakainya. Setelah itu Kaldera mulai mengikuti langkah Raegan. Langkah Kaldera sedikit melambat di belakang Raegan, membuat Raegan akhirnya ikut melambatkan langkahnya agar bisa sejajar dengan Kaldera. Entah mengapa Kaldera menjadi gugup. Jantung Kaldera berdetak lebih kencang dari biasanya. Padahal tadi masih normal-normal saja. Ini terjadi sejak saat Raegan memberikan jaketnya untuk dipakai oleh Kaldera.

Setelah Raegan dan Kaldera membeli 2 buah cemilan sebagai syarat untuk masuk ke tempat itu, mereka kini tengah berjalan di skywalk atau biasa disebut jembatan layang yang menyuguhkan pemandangan luar biasa itu.

Kaldera tahu tempat ini, tapi ia mengatakan pada Raegan bahwa dirinya belum pernah ke sini. Jembatan layang yang terletak bagian metropolitan kota ini memang dibuka untuk umum. Saat malam hari, pengunjung sedang ramai-ramainya. Tentu yang menjadi incaran mereka adalah pemandangan kota yang sangat cantik. Bertabur lampu-lampu jalanan dan lampu dari gedung-gedung, destinasi ini menjadi sangat menarik untuk dikunjungi, terutama pada saat malam hari.

Kaldera menikmati cemilannya dengan seksama. Dalam hatinya, Kaldera berusaha menepis segala pemikirannya tentang sikap Raegan yang belakangan ini agak berbeda terhadapnya. Begitu Kaldera menoleh ke arah Raegan, lelaki itu rupanya juga tengah menatapnya. Mereka sama-sama canggung akhirnya. Kaldera menahan senyumnya, Raegan pun terlihat terkekeh pelan. Kaldera memperhatikan itu, nampak dua buah lesung pipi di wajah Raegan.

Sekitar kurang lebih 10 menit berlalu, Raegan telah menghabiskan cemilannya lebih dulu. Pria itu mengatakan pada Kaldera akan kembali setelah membuang sampah bungkus makanannnya. Tanpa Kaldera sadari, tujuan Raegan bukan hanya untuk membuang sampah, melainkan ia sekalian ingin mengambil potret Kaldera dari belakang. Senyum Raegan lantas mengembang, saat ia menatap hasil jepretan di ponselnya yang begitu cantik. Lampu dan pemandangan di sini memang indah, tapi sosok yang bersamanya malam ini lebih indah dari pada apa pun.

Kaldera & Raegan at Skywalk

“Kal,” ujar Raegan begitu pria itu kembali.

“Iya Mas?” Kaldera pun menoleh dan mendapati Raegan di sampingnya.

“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” ucap Raegan.

Raegan berusaha menatap mata Kaldera. Raegan yang selama ini mudah saja menatap mata itu, tapi kali ini hal tersebut terasa sulit untuk ia lakukan. Jantung Raegan berdegup cukup kencang dan ia merasa gugup. Bahkan angin malam di sini tidak mampu menghalau hawa hangat yang tiba-tiba Raegan rasakan di kulit wajahnya.

Kaldera tengah memberikan seluruh atensinya untuk Raegan. Kaldera menunggu Raegan mengatakannya, kedua alis Kaldera nampak menyatu kala mendapati rona wajah Raegan yang memerah, kontras dengan kulit putihnya.

Akhirnya Raegan berani menatap mata itu. Kini pandangannya hanya tertuju pada Kaldera, seolah orang-orang yang berlalu di sekitarnya tidak berarti baginya.

“Kaldera, I have a feeling on you,” ucap Raegan. Raegan lalu meraih satu tangan Kaldera yang bebas. Raegan menggenggam tangan kecil itu, ia kembali melanjutkan perkataannya. “Aku sayang kamu, Kal. Perasaan aku ke kamu lebih dari perasaan sayang seorang kakak untuk adiknya. Aku melihat kamu sebagai seorang perempuan, bukan seorang adik.” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Raegan memperhatikan reaksi Kaldera setelah mendengar penuturannya. Ada keterkejutan di wajah itu serta sebuah kebimbangan.

Kaldera pun masih membiarkan Raegan menggenggam tangannya. Tangan besar yang selama ini tidak pernah Kaldera bayangkan akan menggenggam tangannya, bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun, tapi hari ini Kaldera mendapati itu.

“Mas, aku—” ucapan Kaldera menggantung. Kaldera dan Raegan hanya saling menatap selama beberapa detik tanpa mengucapkan apa pun.

Kaldera akhirnya membuka mulutnya dan ia berujar, “Barusan itu serius? Maksud aku … tadi itu—” Kaldera tidak dapat melanjutkan perkataannya, lebih tepatnya ia bingung bagaimana harus menyusun kalimatnya.

Raegan segera mengangguk pelan untuk meyakinkan Kaldera bahwa ucapannya sungguh-sungguh. “Aku nggak tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Tapi aku ingin kamu tau perasaanku.”

Kaldera merasakan genggaman tangan Raegan di tangannya mengerat. Dari tatapan Raegan, Kaldera dapat melihat ketulusan yang begitu besar yang terpancar dari sana. Namun Kaldera tidak bisa membalas perasaan itu. Lebih tepatnya, Kaldera tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa menyayangi Raegan sebagai seorang pria.

“Mas, aku udah menganggap kamu sebagai seorang kakak. I can’t imagine that I can love you as a man,” ucap Kaldera apa adanya. Secara perlahan Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman tangan Raegan. Beberapa detik keduanya pun saling terdiam. Mereka sama-sama mengalihkan pandangan ke arah lain dan entah apa yang ada di pikiran masing-masing

“Kal, boleh aku tanya sesuatu sama kamu?” ujar Raegan memecah kebungkaman mereka. Seketika Kaldera pun kembali menoleh dan menatap Raegan.

Kaldera mengangguk pelan. “Boleh. Kamu mau tanya apa?”

“Apa Redanzio masih ada di hati kamu?”

Mungkin Raegan akan menyesali pertanyaan yang ia utarakan itu. Namun Raegan lebih ingin mengetahuinya langsung dari Kaldera. “Kal, apa itu yang membuat kamu nggak bisa memulai untuk mencintai lelaki lain?” tanya Raegan lagi.

Pertanyaan Raegan seketika membuat Kaldera menundukkan pandangannya. Kaldera bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Apakah benar ia telah menutup hati karena masih begitu mencintai Zio? Atau ada alasan lain? Seketika hati Kaldera membisikkan sesuatu. Kaldera takut terperangkap pada rasa trauma akan cinta yang akhirnya hanya memberi rasa sakit. Terlebih saat kita harus berakhir kehilangan orang yang kita cintai.

Benar. Kaldera hanya takut untuk kembali memulai. Dari sekian banyak lelaki di dunia ini, mengapa harus Raegan? Mengapa harus sosok yang ketika Kaldera bersamanya, Kaldera dapat selalu teringat akan sosok Zio?

Kaldera lantas kembali mendongak, ia menatap Raegan tepat di iris legam pria itu. “Mas, Zio emang masih ada di hati aku. Aku pikir gampang melupakan perasaan itu saat Zio udah nggak ada, tapi aku salah. Aku masih mencintai Zio,” ungkap Kaldera.

Raegan akhirnya mengangguk mengerti. Raegan tidak ingin memaksa Kaldera untuk membuka hati untuknya.

“Kal,” ucap Raegan. Ketika Kaldera balas menatapnya, Raegan mengunci pandangan itu.

“Aku nggak ingin memaksa kamu untuk itu,” Raegan kembali meraih tangan Kaldera, ia menggenggamnya dan mengusapkan ibu jarinya dengan lembut di atas punggung tangan Kaldera.

“Tapi aku akan berusaha membuat kamu pelan-pelan membuka hati, membuat kamu jatuh cinta lagi. Aku akan menunggu kamu selama apa pun itu,” ungkap Raegan.

Kaldera melihat ketulusan dan tidak ada nada memaksa dari ucapan Raegan. Raegan akan membiarkan Kaldera sembuh dari rasa sakitnya terlebih dulu. Perlahan-lahan Raegan juga akan menunjukkan kesungguhan perasaannya terhadap Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera kembali membuka hati dan merasakan perasaan cinta yang tulus, perasaan cinta yang datang dari lubuk hatinya yang terdalam.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Kaldera

Raegan

Kaldera menemukan Raegan di rumahnya, tepat saat ia baru saja pulang bekerja dari pekerjaan part time-nya. Raegan tengah berbincang di ruang tamu bersama Laura, sementara Kaldera berlalu ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Sekembalinya Kaldera dari kamarnya, Kaldera akhirnya meminta pada Raegan untuk bicara berdua di luar.

Raegan membawa mobilnya jauh dari keramaian. Mercedez Benz milik Raegan parkir tidak jauh sebuah taman kota yang tidak terlalu ramai di situasi menjelang malam hari seperti ini. Kaldera dan Raegan memutuskan untuk berbicara di dalam mobil.

Sudah 2 hari berlalu setelah Kaldera mengetahui bahwa Raegan berhubungan dengan pelaku pembunuh Zio. Rasanya seperti ada jarak yang cukup jauh di antara keduanya sejak kejadian itu.

Rupanya malam ini Raegan kembali menemuinya, saat Kaldera berpikir semua di antara mereka telah selesai. Kaldera akhirnya membiarkan Raegan mengatakan hal yang ingin pria itu katakan lebih dulu.

“Apa yang ingin kamu tau? Aku akan coba untuk jawab itu,” ucap Raegan memulai pembicaraannya.

Kaldera lantas mengalihkan tatapannya ke arah Raegan. Berbagai pertanyaan memang berkecamuk di dalam benaknya. Namun sebenarnya Kaldera juga tidak tahu pasti, apa alasan ia terkesan marah pada Raegan selama 2 hari belakangan. Marah dan kecewa, itu seperti bercampur menjadi satu di dalam dirinya.

“Apa alasan kamu melakukan itu?” tanya Kaldera akhirnya.

Raegan nampak berpikir sejenak. Raegan memiliki jawaban itu, tapi telah bertahun-tahun sejak ia menjadi ketua mafia, Raegan belum pernah mengungkapkannya pada siapa pun.

Raegan menghela napasnya, lalu ia menghembuskannya pelan. “Lebih baik mereka nggak tau apa yang aku lakukan. Aku nggak ingin lagi kehilangan orang-orang yang ada di sekitarku karena rasa kecewa mereka,” ungkap Raegan.

Kaldera masih tidak dapat mengerti dan memahami jalan pikiran Raegan. Raegan merahasiakannya karena tidak ingin kehilangan orang-orang di sekitarnya? Kaldera tidak dapat membayangkan apa yang sebenarnya dirahasiakan oleh Raegan. Seberapa besar hal itu, Kaldera tidak tahu ia sanggup untuk mendengarnya atau tidak.

“Aku belum sepenuhnya paham, Mas. Tapi kalau emang itu alasan kamu, artinya kamu udah bersikap egois. Kamu tau, aku juga nggak bisa membiarkan seseorang yang ngelindungin aku ada di dalam bahaya. Kamu pake cara yang berbahaya, padahal masih ada acara lain.” Kaldera mengungkapkan seluruh yang ia rasakan. Soal kekhawatirannya pada Raegan dan soal sikap Raegan yang menurutnya egois.

Raegan tidak salah karena ingin menghukum pembunuh adiknya, tapi tidak juga dengan menempatkan dirinya sendiri di dalam bahaya. Bagaimana perasaan Indri setelah tahu semuanya? Tidak ada seorang pun ibu yang bisa tenang, saat mengetahui anaknya berhadapan dengan sesuatu yang berbahaya.

“Mas, aku akan tetap sama pendirian aku. Aku nggak bisa sejalan sama kamu. Kalau cara kamu kayak gini, aku nggak ingin terlibat dan jadi saksi di pengadilan,” putus Kaldera.

Kaldera tahu bahwa lawan Raegan saat ini bukanlah sembarang orang. Meskipun tidak tahu pasti identitas orang tersebut, Kaldera tidak mau karena melindunginya, keselamatan Raegan yang juga menjadi taruhannya.

“Aku rasa pembicaraan kita udah selesai Mas,” ucap Kaldera. Detik berikutnya, Kaldera hendak meraih gagang pintu mobil dan pergi dari sana. Namun Raegan menahan pergelangan tangannya, membuat Kaldera kembali menoleh menatapnya.

“Aku akan jujur sama kamu soal semuanya. Soal identitas pekerjaanku. Tapi tolong kamu pertimbangkan lagi,” ucap Raegan.

“Pertimbangkan untuk apa?” tanya Kaldera.

“Untuk nggak pergi,” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Kedua mata Raegan yang dulu menatapnya dengan tatapan dingin dan mengintimidasi, kini tatapan itu terasa berbeda. Raegan menatapnya dengan tatapan tenangnya. Terasa ada sesuatu yang mendalam yang coba pria itu sampaikan padanya.

“Selama ini aku nggak bisa mempertahankan orang-orang yang aku sayang. Mereka pergi karena keegoisan aku. Aku egois dengan memilih untuk nggak pernah ngasih tau mereka. Akhirnya keluargaku mengetahuinya sendiri dan tetap berakhir kecewa sama aku,” ungkap Raegan.

Raegan sejenak mengalihkan tatapannya dari Kaldera. Raegan tengah berusaha menahan air mata yang mendesak untuk keluar dari pelupuk matanya.

“Kal, aku akan kasih tau kamu dan membiarkan kamu memilih setelah itu,” ujar Raegan yang telah kembali menatap ke arah Kaldera.

“Apa pilihan yang harus aku pilih?” tanya Kaldera.

“Kamu bisa pilih untuk bertahan dan lanjutin kasusnya, atau mundur dan pergi selamanya,” jelas Raegan.

Akhirnya Kaldera membiarkan Raegan untuk memberitahunya. Tentang identitas Raegan, tentang jenis pekerjaan apa yang sebenarnya Raegan lakukan yang sebelumnya Kaldera tidak pernah tahu.

Secara singkat, padat, dan jelas, Raegan pun memberitahu Kaldera. Sama seperti dirinya, Romeo, Barra, dan Calvin juga melakukan pekerjaan yang sama. Raegan telah cukup lama meninggalkan pekerjaannya sebagai ketua geng mafia. Raegan memilih meninggalkannya karena tidak ingin lagi membahayakan hidup orang-orang yang ia sayangi. Namun demi mengungkap pelaku pembunuhan Zio dan untuk melindungi Kaldera, Raegan memutuskan kembali ke pekerjaan yang sudah lama ia tinggalkan itu. Kaldera pun terdiam selama beberapa menit begitu mengetahui semuanya dari Raegan.

Kaldera lantas menatap Raegan. Ketika melihat mata itu, Kaldera tahu ada ketulusan dan kasih sayang yang coba Raegan ungkapkan kepadanya. Entah untuk alasan apa, tapi Kaldera akhirnya berpikir bahwa Raegan melakukannya karena ingin menjalankan amanat yang diberikan oleh Zio.

“Mas, aku milih untuk bertahan,” putus Kaldera akhirnya. Setelah mendengar kalimat itu, ekspresi wajah Raegan sontak berubah. Raegan seperti tidak percaya, tapi ia lebih bersyukur karena Kaldera memilih bertahan.

“Tapi boleh aku ajuin satu permintaan ke kamu?” tanya Kaldera.

“Aku akan coba pertimbangkan. Apa permintaan yang kamu inginkan?” tanya Raegan.

“Aku ingin kamu coba untuk lupain rasa dendam itu. Itu emang nggak mudah,” ucap Kaldera.

Raegan seketika terdiam mendengarnya. Raegan tidak langsung bisa mengiyakan permintaan yang diajukan Kaldera. Namun Kaldera masih di sana, tidak berniat pergi saat sebagian pikiran warasnya menyuruhnya untuk lari.

Perlahan Kaldera pun mengarahkan tangannya untuk diletakkan di atas tangan Raegan. Raegan seketika menoleh, ia melihat tangannya dan Kaldera yang kini saling bersentuhan.

Masih sambil meletakkan tangannya di punggung tangan Raegan, Kaldera memberikan usapan lembut di sana. Kaldera menatap tepat ke arah kedua iris gelap Raegan dan berujar, “Pelan-pelan aja, Mas. Kamu pasti bisa. Lupain dendam itu, maka kamu akan lebih bisa hidup tenang bersama orang-orang yang kamu sayang.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Markas Tacenda

Di sebuah bangunan bertingkat 3 yang terletak jauh dari pemukiman dan daerah metropolitan, kini tengah terjadi pertarungan sengit antara dua buah kubu. Tempat tersebut beberapa menit yang lalu telah dikepung oleh kelompok yang jumlah anggotanya cukup banyak.

Terjadi adu kekuatan tanpa senjata di sana. Beberapa anggota dari kubu pemilik tempat maupun dari kubu lawan sudah ada yang tumbang. Kini hanya tersisa yang terkuat yang akan maju untuk kembali melakukan penyerangan.

Salah seorang dari kubu pemilik tempat tersebut melangkah maju menghadapi pemimpin yang menyerang markasnya itu. “Siapa yang memerintah kalian untuk ke sini?!” ujar pria itu dengan tatapan bengisnya. Pemimpin itu jelas tidak terima bahwa markasnya tiba-tiba diserang dan anggotanya dilumpuhkan.

Mereka sepakat untuk tidak menggunakan senjata, tapi tampaknya tidak ada yang ingin mengalah dari pertempuran. Sudah selayaknya harga mati, mereka melindungi nama baik ketua mereka, begitulah mereka melakukannya selama bertahun-tahun lamanya. Pemilik markas itu adalah anggota geng mafia Tacenda (dibaca : Tesenda). Sementara lawan yang menyerang, belum diketahui siapa identitas mereka.

“Di mana bos kalian?!” bentak salah satu pemimpin dari kubu lawan. Darah segar nampak mengalir dari pelipisnya. Namun meskipun begitu, nampaknya ia tidak ingin mundur. Para anggotanya juga masih setia berada di belakangnya sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Salah satu yang berbeadan besar dan berambut hitam cepak lantas maju selangkah lagi. “Anda tidak tahu telah berurusan dengan siapa, hah?” balasnya.

“Bos kalian rupanya sungguh pengecut dengan menyuruh pecundang-pecundang seperti kalian datang ke sini. Jangan main-main dengan kami,” peringat seorang lagi. Lelaki berbadan kekar itu meludahkan salivanya ke lantai. Itu nampak sedikit berwarna merah karena bercampur dengan darah.

“Bos kalian yang akan habis di tangan bos kami,” ujar salah satu dari kubu lawan sambil hendak melakukan seragan lagi. Namun aksinya tersebut ditahan oleh salah seorang anggotanya.

“Bos akan ke sini dan turun tangan langsung,” bisik pria itu yang seketika dapat menahan aksinya.

***

Raegan memutar balik stir mobilnya sekitar beberapa meter sebelum perempatan jalan di depan. Kaldera yang berada samping Raegan tidak mengerti mengapa Raegan memutar balik arah tujuan mereka.

“Mas, kita mau ke mana?” tanya Kaldera, ia jelas tidak tahu ke mana mobil Raegan akan menuju.

“Hari ini kamu pulang ke rumah dulu, jangan ke markas atau pergi ke mana pun,” ucap Raegan.

“Iya, tapi kenapa?” Kaldera nampak kebingungan. Kaldera membutuhkan penjelasan, tapi Raegan tidak berminat memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi.

Sesampainya mobil Raegan di depan rumah Kaldera, Raegan meminta Kaldera segera turun dan pria itu mengatakan sesuatu yang harus Kaldera patuhi. “Hari ini kamu jangan kemana-mana. Aku ada urusan penting yang mendadak,” tutur Raegan.

Raegan dan Kaldera sebelumnya berencana pergi ke markas The Ninety Seven. Mereka ingin mengadakan barbeque party di sana. Namun tiba-tiba saja Raegan membatalkan semuanya setelah mendapat telfon yang Kaldera juga tidak tahu dari siapa.

“Oke,” ucap Kaldera pada akhirnya. Meskipun di dalam hatinya terbesit kekhawatiran, tapi Kaldera tidak bisa meminta Raegan untuk memberitahunya. Mungkin memang yang terbaik adalah ia tidak mengetahui apa pun.

***

Raegan pergi ke markas Leonel karena anggotanya yang melawan anggota Leonel mengalami chaos. Beberapa hari yang lalu, anggota Raegan sudah menemukan lokasi markas Leonel dan berniat membawa Leonel ke tangan Raegan, dengan ultimatum harus dengan keadaan hidup. Raegan ingin menghukum Leonel menggunakan tangannya sendiri.

Raegan akhirnya menuju markas Leonel dan berniat mengibarkan bendera perang kepada ketua mafia itu. Rasa dendam yang ada di dalam dirinya, tanpa Raegan sadari telah membuatnya bertindak terlalu buru-buru. Hampir saja terjadi pertumpahan darah di sana. Namun untungnya Calvin dan Romeo segera mengatasi situasi itu. Mereka mengerahkan anggota mereka untuk bantu melakukan perlawanan.

Perkelahian antara Tacenda dan Aquiver akhirnya secara paksa harus dihentikan. Raegan sempat keras kepala untuk tetap melawan, tapi Romeo dan Barra lekas menariknya paksa untuk pergi dari tempat itu.

“Lo sebaiknya nggak bertindak gegabah kayak tadi,” ujar Romeo pada Raegan. Mereka baru saja sampai di kediaman Raegan. Romeo dan Barra tidak bisa membiarkan Raegan pulang sendiri dan menyetir di situasi kacau yang tengah dialami oleh sahabat mereka.

“Gue tau lo ingin mendapatkan pelaku itu dengan tangan lo sendiri, tapi nggak gini caranya,” ucap Barra menambahkan.

Kedua sahabatnya itu tampak frustasi juga dengan apa yang terjadi. Namun sejatinya mereka berada di satu geng yang sama. Jadi mereka akan tetap saling membela dan setia, itu adalah sebuah janji yang sudah mereka junjung sejak menjadi ketua mafia yang memimpin area berbeda.

“Kita harus susun strategi yang matang untuk mendapatkan Leonel. Lo nggak bisa membahayakan anggota lo, bahkan juga diri lo sendiri,” ucap Romeo.

Barra dan Romeo berniat mengurus Raegan. Mereka akan memastikan sahabat mereka kembali ke rumah dengan selamat. Sementara Calvin masih mengurus beberapa urusan dengan geng Tacenda yang tidak bisa selesai begitu saja.

Raegan, Romeo, dan Barra menunggu seseorang membukakan pintu rumah untuk mereka. Namun seketika mereka tampak terkejut, begitu mendapati seseorang yang tengah membukakan pintu itu.

“Kaldera—” ucapan Raegan menggantung kala melihat Kaldera di hadapannya. Raegan, Romeo, dan Barra lantas saling melempar pandangan. Mereka tidak menduga bahwa Kaldera akan mendapati situasi seperti ini dan kemungkinan Kaldera telah mendengar percakapan mereka barusan. Raegan kemudian meminta Romeo dan Barra untuk meninggalkannya berdua dengan Kaldera. Raegan mengatakan akan mengurusnya dan berusaha menjelaskannya pada Kaldera.

***

Kaldera dan Raegan kini duduk berhadapan. Indri akhirnya juga sudah tau soal apa yang Raegan lakukan. Raegan meminta mamanya untuk meninggalkannya bersama Kaldera lebih dulu. Raegan akan menjelaskan pada Indri setelah ia menjelaskannya pada Kaldera.

Raegan yang pulang dengan keadaan cukup parah, yakni ada luka di sudut bibirnya dan di pelipisnya mengalir darah segar, tentu membuat Kaldera bertanya-tanya dan tergambar jelas kekhawatiran di wajahnya.

“Aku tau Mas, kamu berurusan langsung sama pelaku itu.” Kaldera membuka suaranya setelah mereka saling bungkam selama beberapa menit. Raegan lebih tepatnya bingung harus mulai dari mana menjelaskannya pada Kaldera.

Raegan lantas mendongak, ia menatap Kaldera tepat di iris mata perempuan itu.

“Apa ini tujuan kamu membentuk The Ninety Seven?” tanya Kaldera. Raegan tidak menjawab pertanyaan itu, yang pada akhirnya semakin membuat Kaldera yakin bahwa dugaannya benar.

“Aku minta kamu untuk nggak keluar dari rumah hari ini, tapi kenapa kamu malah ke sini?” tanya Raegan.

Kaldera mengabaikan ucapan Raegan soal dirinya yang melanggar perintahnya. “Mas, kamu melakukan ini karena rasa dendam itu. Dendam itu nggak akan ada habisnya. Dendam yang dibalas dengan cara seperti ini akan selamanya berlanjut,” ujar Kaldera.

Raegan tidak dapat menjelaskan apa pun kepada Kaldera. Saat ini semua perkataan Kaldera seperti menamparnya dengan cukup kuat. Dengan tatapan kecewa dan mata yang berkaca-kaca, Kaldera berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Raegan.

Raegan mengejar langkah Kaldera sampai ke halaman rumah, tapi Barra dan Romeo segera menahannya.

“Kasih waktu dia buat tenang dulu. Jangan lo kejar sekarang,” saran Barra.

“Lo tenang aja. Kaldera tetap aman, kita akan terus pantau dan jagain dia dari jauh,” tutur Romeo.

“Dia nggak mau gue ngelakuin ini,” ucap Raegan dengan suara pelannya. Tatapan Raegan tampak sendu dan kalut.

Barra lantas menepuk pundak Raegan, lalu pria itu berujar, “Jelas. Dia pasti syok karena baru tau hal ini. Dia mungkin akan kecewa sama lo beberapa saat, tapi gue pikir dia nggak bisa lama-lama bersikap nggak peduli sama lo. Lo harus bisa liat, dia emang kecewa dan marah sama lo, tapi dia juga khawatir.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Sebuah Mercedez Benz hitam terlihat terparkir tidak jauh dari sebuah rumah bergaya minimalis. Di depan rumah tersebut, ada sebuah tenda, lalu kursi-kursi plastik yang tengah diduduki oleh beberapa tamu. Jika dilihat dari dekorasinya, dapat ditebak bahwa di rumah tersebut sedang berlangsung sebuah acara penting.

Genggaman tangan Raegan pada setir mobilnya tanpa ia sadari telah mengerat. Dengan mata kepalanya sendiri, hari ini Raegan menyaksikan sebuah acara pertunangan seseorang yang ia cintai. Kekasihnya tengah melangsungkan lamaran dengan seorang lelaki pilihan orang tuanya. Raegan masih di sana sampai acara inti akhirnya selesai. Kini satu persatu tamu terlihat mulai menikmati hidangan makan siang di prasmanan yang telah disajikan.

Kaluela tidak mengatakan apa pun pada Raegan mengenai acara tunangannya. Dua hari yang lalu, ponsel kekasihnya itu tidak aktif saat Raegan coba menghubungi. Hari ini akhirnya Raegan berniat untuk membuktikan sendiri firasatnya. Ternyata dugaannya tepat sekali, ada sesuatu yang coba kekasihnya sembunyikan darinya selama ini.

Terpampang jelas nama Kaluela Gabriel di sebuah welcome sign akrilik berhiaskan bunga yang diletakkan di dekat pagar rumah minimalis itu. Nama Kaluela berdampingan dengan nama pria yang pernah sempat Raegan curigai saat ia dirinya dan Kalu masih menjalin hubungan. Kalu mengatakan bahwa pria itu hanyalah sahabatnya, dan mereka sudah saling mengenal berkat orang tua mereka yang juga berteman.

Raegan memutuskan untuk pergi dari sana setelah ia mengetahui semuanya. Raegan menyalakan mesin mobilnya dan bersiap untuk menarik persneling. Namun belum Raegan sempat menjalankan mobilnya, dari kaca jendelanya nampak sosok cantik yang begitu fameliar baginya. Kaluela, perempuan cantik yang hari ini mengenakan kebaya biru muda itu tiba-tiba mengetuk jendela mobilnya dan meminta Raegan untuk menurunkan kacanya.

Raegan menghembuskan napasnya. Ia tidak bisa menghindar dan memang harus menyelesaikannya. Meskipun hatinya terasa sakit jika semakin tahu kebenarannya, tapi Raegan memang harus menghadapi rasa sakit tersebut.

Raegan akhrinya membuka kaca jendela mobilnya. Ketika kaca terbuka hingga setengah, Raegan langsung disuguhkan oleh ekspresi penuh penyesalan di wajah Kaluela.

Congrats for the purpose,” ucap Raegan.

“Raegan, aku minta maaf,” serbu Kalu cepat, kedua mata Kalu nampak berkaca-kaca. Kalu menatap Raegan, tapi pria itu membuang pandangannya ke arah lain.

Setelah beberapa detik keduanya saling bungkam, Raegan akhirnya memutuskan membuka suaranya, “Ini adalah kehidupan yang kamu impikan. Orang tua kamu juga pasti bahagia kamu akan menikah dengan lelaki terbaik pilihan mereka,” ujar Raegan lagi. Setelah mengatakannya, Raegan berniat untuk menutup kaca mobilnya, tapi Kalu segera mencegahnya.

“Raegan, sebenarnya aku nggak menginginkan ini. Orang tuaku menjodohkanku. Aku mencintai kamu dan selamanya akan begitu. Ini baru acara lamaran, aku bisa membatalkan pernikahannya. Kamu percaya sama aku, kan?” ujar Kalu dengan wajah memohonnya.

“Lalu apa yang terjadi setelah kamu membatalkan pernikahan?” tanya Raegan.

Kalu seketika terdiam mendapati pertanyaan itu keluar dari mulut Raegan. Kalu tidak tahu harus menjawab apa. Kalu juga tidak tahu akan mengarah ke mana hubungannya dengan Raegan. Itu terasa seperti abu-abu, terutama bagi Kalu.

Raegan lantas kembali menatap Kalu. Tatapan Raegan terasa masih menyimpan rasa cinta untuk Kalu, tapi rasa sakit yang lebih dominan, berhasil memerintah pikiran Raegan untuk melupakan tentang Kalu dan semua kenangan mereka.

Raegan menarik napasnya, lalu menghembuskannya dengan sedikit kasar. “Dengan membatalkan pernikahan kamu, nggak akan mengubah orang tua kamu untuk merestui hubungan kita, Kalu. Bagi orang tua kamu, aku bukan yang terbaik untuk anak perempuannya.”

Hari itu Raegan akhirnya memutuskan untuk melepaskan Kaluela. Perjalan cinta mereka selama 3 tahun telah kandas sampai di sini. Meskipun ini tidak mudah bagi Raegan maupun Kalu, tapi ini adalah jalan yang terbaik untuk keduanya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Raegan memiliki dua tujuan saat ia akhirnya memutuskan untuk membentuk The Ninety Seven. Tujuan pertama Raegan adalah ingin mendapatkan Leonel dengan tangannya sendiri. Sebelum hukum negara menghukum bajingan itu, Raegan ingin menghukumnya dengan kemampuan yang ia miliki. Tujuan kedua Raegan adalah ia ingin melindungi Kaldera. Raegan tidak bisa melindungi adiknya. Raegan berkali-kali menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi dengan Zio. Raegan tidak ingin, sesuatu yang buruk terulang lagi dan itu terjadi pada Kaldera.

Setelah membalas pesan di group chat The Ninety Seven, Raegan bergegas mengambil kunci mobil dan melangkah meninggalkan ruang kerjanya. Raegan mengatakan pada sekretarisnya bahwa ia ada urusan dan akan kembali ke kantor secepatnya.

Raegan berencana untuk menjemput Kaldera di sekolah sore ini. Raegan datang lebih awal rupanya, jadi ia memilih menunggu Kaldera di salah satu kursi tunggu yang ada di koridor lantai satu. Setelah sekitar 15 menit Raegan menunggu, akhirnya jam pulang sekolah tiba.

Dari arah tangga di sisi barat, nampak para siswa mulai berhamburan turun. Seperti pada umumnya, pulang sekolah adalah hal yang begitu dinantikan oleh mayoritas anak sekolah. Ekspresi bahagia tergambar jelas di wajah mereka, tawa canda juga mengiringi langkah mereka.

Raegan lantas berdiri dari posisi duduknya untuk menemui Kaldera. Tubuh tingginya memudahkan pria itu untuk mencari sosok Kaldera di tengah banyaknya siswa dan siswi di sana. Begitu netranya menemukan sosok yang begitu fameliar, rupanya sosok itu juga langsung menyadari kehadiran Raegan dan tengah menatap ke arahnya.

Kaldera berbicara pada temannya, sebelum akhirnya kedua kakinya melangkah menuju Raegan. Setelah keduanya bertemu, mereka segera menuju di mana mobil Raegan terparkir. Kali ini Raegan tidak membawa BMW hitamnya, melainkan sebuah Mercedes Benz hitam yang nampak gagah dan cukup tinggi ketika Kaldera akan menaiki mobil itu.

Raegan in suit

Raegan's car

“Mas, nanti bisa mampir ke supermarket dulu sebentar?” tanya Kaldera ketika Raegan baru akan menjalankan mobilnya.

“Bisa,” balas Raegan.

“Oh iya kamu harus balik ke kantor, kan? Kalau enggak, turunin aku aja di supermarket, Mas. Aku mau beli bahan makanan,” ujar Kaldera memberi saran.

Kaldera menjelaskan pada Raegan bahwa ia ingin berbelanja bahan makanan untuk di markas The Ninety Seven. Beberapa hari yang lalu, Kaldera mendapati bahwa kulkas di sana tampak tidak terisi dengan baik. Hanya ada bir, minuman bersoda, dan minuman beralkohol. Mentok-mentok yang terbaik di kulkas itu adalah 2 buah apel dan setengah potong semangka.

“Aku bisa balik telat ke kantor kok. Aku anter kamu ke supermarket ya,” ujar Raegan sambil sekilas menoleh ke arah Kaldera.

***

Kaldera ingin melakukan sesuatu untuk Raegan, Romeo, Barra, dan Calvin. Keempat pria itu telah melakukan banyak hal untuknya, dan Kaldera juga ingin berbuat sesuatu yang berarti untuk mereka.

Setelah ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan yang jumlahnya cukup banyak, Kaldera pun berniat memasak untuk makan sore. Kaldera is likes a mama bird untuk keempat pria dewasa itu. Para pria dewasa itu ahli beladiri dan tahu caranya mencari uang, tapi mereka kurang paham caranya untuk hidup sehat. Mereka akhirnya mengaku telah sedikit melupakannya. Itu terjadi berkat rutinitas pekerjaan yang cukup padat yang harus mereka lakukan akhir-akhir ini.

Makanan yang dimasak Kaldera belum siap sepenuhnya, tapi Romeo dan Calvin sudah tidak sabar untuk mencicipi. Mereka mencomot udang goreng tepung yang padahal baru saja diangkat dari penggorengan. Alhasil kedua mulut mereka kepanasan dan berakhir berlari bersamaan menuju kulkas untuk mengambil air minum dingin di sana.

They are really look like a kids. See,” ucap Barra sambil sedikit berdecak.

Kaldera yang memperhatikan kejadian itu hanya tersenyum kecil sambil sekilas menggelengkan kepalanya. Sementara Romeo dan Calvin masih meredakan rasa panas di mulut mereka, Raegan dan Barra membantu Kaldera membawa makanan yang telah siap ke meja makan. Mereka akan makan bersama. Ini hal yang sedikit terasa asing bagi mereka. Sebenarnya mereka lupa kapan terakhir klali bisa menghabiskan waktu seperti ini. Ada rasa rindu terhadap momen di antara sahabat itu. Terlebih sejak Raegan meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang mafia, momen kebersamaan itu menjadi langka sekali.

“Mas, kamu mau udang atau ayam?” tanya Kaldera kepada Raegan. Seketika Raegan pun tersadar dari lamunannya. Kaldera yang duduk di samping Raegan hendak mengambilkannya lauk dan bertanya pada Raegan apa yang pria itu inginkan,

“Aku mau udang gorengnya,” jawab Raegan akhirnya.

Kaldera lalu segera mengasurkan 3 potong udang berukuran besar ke piring Raegan yang sebelumnya telah terisi dengan nasi.

***

Setelah merasa kenyang dan puas akan masakan Kaldera yang katanya sangat enak itu, Romeo mengajak Kaldera untuk berenang. Romeo terlihat antusias sekali dan Kaldera juga nampak tertarik dengan ide tersebut.

“Ini udah malem, gue bakal anter Kaldera pulang,” ujar Raegan yang secara tidak langsung melarang Kaldera mengikuti ajakan Romeo. Laki-laki dan perempuan berenang bersama? Dasar Romeo modus, pikir Raegan. Entah apa yang ada di pikiran seorang lelaki dewasa dengan mengajak seorang gadis berenang bersama.

Romeo lantas menghampiri Raegan, lalu ia menepuk pundak sahabatnya dan membisikkan sesuatu, “Gue udah nganggep Kaldera kayak adek sendiri, kali. Lo kenapa kayak kebakaran jenggot gitu. Bukannya lo nganggep Kaldera sebagai adek juga?”

Kaldera melihat ke arah Romeo dan Raegan dengan tatapan penasarannya. Kaldera terlihat ingin tahu tentang apa yang tengah dibicarakan Romeo dengan Raegan, tepatnya setelah aksi Romeo yang mengajaknya untuk berenang.

Raegan lantas mengulkaskan senyum palsunya ke arah Kaldera. Setelah itu, Raegan kembali pada Romeo dan membisikkan sesuatu. Ketika mengatakannya, nada suara Raegan terdengar serius dan tidak terbantahkan. “Justru karena gue nganggep Kaldera sebagai adik, gue harus jauhin dia dari buaya darat kayak lo.”

Raegan keburu menanggapi candaan Romeo dengan begitu serius. Padahal nyatanya Romeo hanya bergurau soal mengajak Kaldera berenang, terlebih saat matahari bahkan sudah hampir terbenam. Raegan mengumpat dalam hati dan menatap Romeo dengan tatapan kesalnya.

“Lo kayak bukan nganggep Kaldera adek, tau nggak?” celetuk Romeo sambil melempar pandangannya bergantian ke arah Raegan dan Kaldera.

“Lo kayak papah papah yang posesif ke anak gadisnya. Wow, how sweet.” Segera setelah mengatakannya, Romeo segera pergi dari hadapan Raegan sebelum pria itu sempat menghajarnya.

***

Sebelum hari benar-benar menjadi gelap, Kaldera dan The Ninety Seven memutuskan untuk bermain badminton di taman belakang yang cukup luas. Dua buah raket dan satu slot shuttlecock diambil dari ruang penyimpanan, mereka pun siap melakukan permainan.

Mereka memilih halaman berumput yang ada di belakang rumah untuk dijadikan tempat bermain. Indah sekali tempat dan suasananya, udara yang sejuk, sangat cocok untuk menghabiskan waktu sore dengan bermain bersama.

Mereka bermain 2 lawan 2, dan 1 orang lagi menjadi wasit. Barra dan Calvin berada di tim yang sama, sementara Raegan dan Romeo berada di tim satunya lagi. Kaldera menjadi wasit, tapi sesekali ia menjadi pemain pengganti dengan menggantikan Romeo.

Permainan berjalan cukup seru. Mereka sepakat bahwa tim yang kalah akan diberi hukuman, yakni mencuci piring kotor. Calvin dan Barra menjadi tim yang kalah setelah 3 kali permainan, jadi mereka harus melaksanakan tugas sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

Calvin dan Barra sedang menjalankan hukuman mereka di dapur. Tadinya Raegan akan mengantar Kaldera pulang, tapi Kaldera ketiduran di salah satu kamar di rumah itu dan mereka tidak tega membangunkannya.

Mereka telah melakukan banyak hal yang menyenangkan, dan mereka juga bahagia karena bisa membuat Kaldera tersenyum serta banyak tertawa hari ini. Tanpa Kaldera sadari, perlahan rasa sedihnya karena kepergian Zio mulai bisa terlupakan. Meskipun belum sepenuhnya, kehadiran Raegan, Romeo, Barra dan Calvin rupanya dapat membantu Kaldera bangkit dari masa terpuruknya.

Di ruang tamu rumah itu, Raegan terlibat obrolan serius sama Romeo. Raegan menceritakan pada Romeo sekilas tentang latar belakang keluarga Kaldera. Romeo yang mendengar itu dari Raegan, menjadi semakin paham mengapa Raegan begitu protektif terhadap Kaldera. Raegan telah menyelidiki banyak hal tentang Kaldera, termasuk tantenya Kaldera yang merupakan wali sahnya setelah orang tuanya tiada.

Selain itu Raegan juga mencari tahu tentang hubungan Kaldera dan Zio. Kaldera dan mendiang adiknya telah menjalin hubungan asmara selama kurang lebih satu tahun. Sejak saat itu, hidup Zio maupun Kaldera berubah menjadi lebih baik berkat hubungan keduanya. Bagi Kaldera, Zio sudah seperti dunia baru dan mimpi yang indah untuknya. Jadi saat Zio pergi, Raegan dapat melihat betapa hancurnya Kaldera.

“Dia nolak waktu gue mau menjadikan dia bagian dari keluarga gue. Itu keinginan dan wasiat dari Zio. Jadi gue nggak punya pilihan lain saat gue mutusin buat balik jadi mafia. Walaupun gue tau konsekuensinya, tapi gue nggak punya cara lain untuk ngelindungin Kaldera,” ungkap Raegan.

“Soal walinya Kaldera, lo udah selidikin?” tanya Romeo.

Raegan pun mengangguk. Pria jangkung itu meraih gelas berisi air mineral miliknya di meja, lalu Raegan meneguk isinya sampai habis dengan satu kali tegukan. “Gue udah minta Arjuna buat cari tau, tapi sejauh ini semuanya keliatan baik-baik aja,” ujar Raegan, ia meletakkan kembali gelas kosongnya di atas meja.

Ketika netra Raegan bertemu dengan Romeo, sahabatnya itu seolah tahu apa yang tengah Raegan pikirkan. Tidak mungkin seorang mantan ketua mafia seperti Raegan tidak menyimpan kecurigaan terhadap hal yang meskipun itu tidak mengundang tanda tanya sekali pun. Hal-hal yang mulai tercium baunya, sudah biasa mereka dapati ketika menjadi mafia dan mereka pasti akan langsung menyelidikinya. Mereka akan mencari tahu tuntas sampai ke akar-akarnya. Seorang mafia yang handal pasti akan melakukan hal tersebut.

“Lo butuh bantuan untuk cari tau soal walinya Kaldera?” tanya Romeo.

Raegan nampak memikirkan tawaran Romeo sejenak. Kemudian Raegan berdeham, matanya yang sebelumnya tidak menatap Romeo, kini berlai melihat Romeo lurus-lurus. “2 minggu lagi Kaldera akan bersaksi di pengadilan. Gue baru dapat kabar tadi siang kalau kejaksaan udah memutuskan itu.”

“Terus?”

“Kemungkinan sekarang posisi Kaldera nggak aman, karena dia adalah seorang saksi. Gue minta tolong, sebisa mungkin kita fokus ke Kaldera dulu. Soal walinya Kaldera, gue bakal minta bodyguard gue untuk terus pantau.”

Romeo lantas memicingkan matanya. Raegan memang belum memberitahu lebih jauh tentang walinya Kaldera, tapi Romeo sudah bisa mencium arah kecurigaan Raegan terhadap satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki Kaldera itu. Selain itu lawan mereka bukan juga sembarang orang. Leonel Nathan Tarigan adalah ketua mafia Tacenda yang menguasai area barat, yang mana terkenal cukup kuat dan berpengaruh.

Raegan yakin, Leonel pasti telah menyiapkan sesuatu dan tidak sedang bersantai-santai dengan duduk di atas kursinya sambil mengangkat kedua kaki. Seorang mafia pasti memiliki backing yang kuat yang melindungi geng mereka dari jeratan hukum, maka dari itu iika ingin melawan mafia, maka cara terbaik adalah dengan menjadi mafia itu sendiri.

“Gue nggak ingin Kaldera kecewa sama gue,” ucap Raegan tiba-tiba. Ketika kembali menjadi seorang mafia, maka Raegan harus siap kalau hidup orang-orang yang ia sayangi terancam bahaya. Itu adalah konsekuensinya, tapi Raegan juga tidak punya pilihan lain. Selain anggota The Ninety Seven, keluarganya, serta kekasihnya, tidak ada yang tahu bahwa Raegan adalah mantan ketua geng mafia. Raegan ingin merahasiakan identitasnya tersebut dari Kaldera. Selain untuk menjamin keselamatan Kaldera, sikap Kaldera yang telah mempercayainya, yang akhirnya membuat Raegan tidak ingin suatu hari Kaldera kecewa terhadap pekerjaannya.

“Bro, lo bener-bener sayang sama Kaldera ya,” celetuk Romeo.

Tatapan Raegan yang sebelumnya menatap ke lantai, kini tatapan lelaki itu beralih lagi pada Romeo. Romeo sudah lama mengenal Raegan, jadi ia tahu bahwa dari tatapan sahabatnya itu, seperti ada perasaan lain yang lebih dari perasaan seorang kakak yang menyayangi adiknya.

“Gue cuma ngelakuin apa yang diamanatkan Zio. Nggak lebih dari itu,” ujar Raegan begitu Romeo terus mendesaknya untuk jujur terhadap perasaannya sendiri.

Seperti yang diinginkan oleh Redanzio, Raegan akan mencoba melindungi Kaldera dengan seluruh kemampuan yang ia miliki. Raegan memang telah menyayangi Kaldera, tapi perasaan itu tidak lebih dari rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.

“Lo bisa bohong sama diri lo sendiri, tapi lo nggak bisa bohong sama gue,” ujar Romeo. Apa yang dikatakan Romeo terasa benar adanya. Romeo sudah seperti bayangan bagi Raegan yang selalu mengikutinya, dan sejauh ini Raegan tidak pernah bisa membohongi Romeo.

“Pembicaraan kita selesai sampai di sini. Gue mau nganter Kaldera pulang dulu,” Raegan beranjak dari duduknya dan mengabaikan ucapan Romeo tentang perasaannya terhadap Kaldera.

Awalnya Raegan berpikir semua yang ia lakukan hanya sebagai bentuk pengganti kasih sayang yang ia ingin berikan pada Zio, yakni dengan menganggap Kaldera sebagai adiknya dan menyayanginya. Namun sepertinya sekarang Raegan meragukan dirinya sendiri. Perlahan-lahan hatinya mulai memberitahu kebenaran akan perasaannya terhadap Kaldera. Namun kembali lagi, pikiran realistis Raegan berusaha terus menyangkal. Apalagi Raegan telah memiliki kekasih. Rasanya mustahil Raegan jatuh cinta pada perempuan lain di saat hatinya telah diisi oleh seseorang. Ibarat sebuah gelas yang telah diisi penuh oleh air, kalau gelas tersebut diisi lagi hingga air sebelumnya tumpah, maka dapat timbul bencana dan masalah. Bukankah begitu?

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Seperti yang telah Raegan katakan pada Kaldera, untuk seterusnya akan ada yang mengantar jemput Kaldera ke sekolah. Ini sudah satu minggu sejak kehidupan Kaldera sedikit berbeda dari yang sebelumnya.

Kaldera juga mulai mengenal anggota The Ninety Seven, begitu nama yang dibuat untuk mereka. Awalnya Kaldera belum terbiasa dengan semuanya, kemana-mana ada yang mengawasi, dan itu rasanya sedikit aneh baginya. Namun seiring berjalannya waktu, kehadirannya yang diterima dengan baik oleh The Ninety Seven, membuat Kaldera mulai terbiasa. Hanya saja, karena perbedaan umur yang cukup jauh, membuat Kaldera menganggap Raegan, Romeo, Barra, dan Calvin sebagai kakak baginya.

“Kal, hari ini kita jadi kerja kelompok ya. Alamat tempatnya udah gue share di grup, jam empat kita ketemuan di sana,” ujar Riva, salah satu teman satu kelompoknya. Hari ini Kaldera dan teman-temannya memang berencana untuk mengerjakan tugas kelompok mata pelajaran seni budaya.

“Oke,” balas Kaldera dan setelah itu Riva berlalu dari hadapannya.

“Kal, hari ini lo dijemput sama om ganteng yang mana lagi?” tanya Icha yang berjalan di sisi Kaldera dan mereka baru akan menuruni tangga. Ini sudah jam pulang sekolah, Kaldera berencana ke markas The Ninety Seven sebelum harus pergi untuk kerja kelompok. Calvin bersedia mengajarinya bermain bowling dan Kaldera tertarik untuk mencoba permainan tersebut.

“Hari ini gue dijemput sama om Romeo,” ujar Kaldera menjawab pertanyaan Icha.

“Kirain lo dijemput sama mas Raegan. Eh, tapi om Romeo ganteng juga. Kal, boleh nggak gue ikut lo sampe ke parkiran? Gue mau liat om Romeo sebentar, aja. Please,” pinta Icha.

“Yaudah, iya. Liat aja ya, nggak pake acara kenalan,” ujar Kaldera.

“Iya-iya, lo tenang aja,” ujar Icha dengan wajah semringahnya dan sahabatnya itu nampak sangat bersemangat.

***

Kaldera awalnya menyebut tempat ini sebagai rumah. Namun Romeo mengatakan kalau tempat ini lebih tepat disebut sebagai markas bagi The Ninety Seven. Satu hal yang pasti, lokasi dan keberadaan markas The Ninety Seven tidak boleh diketahui oleh siapa pun, sekali pun sahabat Kaldera yang notabenenya termasuk ke dalam kategori orang asing. Jadi ketika Icha meminta mengenalkan Romeo padanya, Kaldera dengan tegas menolak. Biasanya orang yang berada di sekitar Kaldera, otomatis akan kenal juga dengan sahabatnya. Namun situasinya kini berbeda. The Ninety Seven bukanlah sembarang orang yang dapat Kaldera kenalkan pada sahabatnya. Itu lah kenyataan yang ada.

“Kal, boleh nggak gue nanya sesuatu ke lo?” tanya Romeo begitu mereka sampai. Dengan lihai Romeo telah memarkirkan mobilnya di parkiran basement.

“Boleh. Mau nanya apa?”

“Gimana caranya lo bisa percaya sama gue, Barra, dan Calvin? Kenapa akhirnya lo setuju buat nerima syarat itu dari Raegan?”

Kaldera seketika nampak berpikir, alisnya menyatu mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Romeo. Mereka masih di sana, mesin mobil masih menyala, dan Romeo tengah menatap Kaldera tepat di irisnya.

“Bahkan lo nggak tau identitas kita. Tapi emang lo seharusnya nggak tau Kal, ada alasan kenapa kita merahasiakannya dari lo,” ucap Romeo lagi, ekspresi wajahnya nampak begitu serius.

Kaldera lantas mengangguk paham. Kaldera mencoba untuk mengerti bahwa ia memang tidak boleh mengetahui identitas The Ninety Seven. Kaldera menghela napasnya, lalu menghembuskannya dengan pelan.

“Gue percaya sama kalian karena gue percaya sama mas Raegan. Mas Raegan nggak mungkin milih orang yang salah. Mas Raegan juga percaya sama kalian, jadi gue nggak ada alasan buat ragu,” jelas Kaldera akhirnya.

Detik berikutnya, Romeo pun mengulaskan senyumnya. “Okey, good girl,” ucap Romeo. Lelaki tampan itu lantas tertawa sampai menampakkan deretan gigi depannya yang rapi.

***

Kaldera telah melakukan beberapa kali percobaan untuk melempar bola bowling-nya. Calvin mengajarinya dengan begitu telaten. Mulai dari posisi tubuh yang benar ketika melempar, hingga cara melempar agar mendapat poin yang cukup tinggi.

Kaldera cukup bagus melakukannya dan Calvin kagum akan kemampuan cepat menangkapnya. Kaldera tipe yang tidak mudah menyerah akan suatu hal, ia pun mempunyai tekad yang kuat untuk dapat bisa melakukannya.

“Lo keren banget. Besok kita coba lagi, biar lo makin jago,” ujar Calvin seraya mengajak Kaldera ber-high five. Kaldera segera menyambut tangan Calvin dengan bersemangat.

“Habis ini lo ada kerja kelompok, kan? Barra sama Romeo lagi ada urusan. Kalau Raegan masih di kantor. Gue yang anter lo ke sana, gimana?” tanya Calvin. Lelaki itu kemudian berjalan mengambil air mineral dingin di kulkas dapur.

“Boleh,” ucap Kaldera. Sebenarnya tidak masalah bagi Kaldera siapa yang akan mengantar dan menjemputnya. Dengan diperlakukan baik seperti ini, Kaldera sudah merasa cukup dan begitu bersyukur.

***

Ketika Kaldera sampai di meja di mana beberapa para temannya sudah datang lebih dulu, Kaldera langsung diserbu oleh berbagai pertanyaan mengenai Calvin yang tadi mengantarnya. Pasalnya Calvin mengantar Kaldera sampai ke dalam kafe. Saat Kaldera sudah menemukan meja teman-temannya, Calvin baru meninggalkannya dari sana. Jadi mau tidak mau memang sebagian temannya telah tau bahwa setiap saat ada yang mengantar jemput Kaldera, tidak hanya ke sekolah, tapi kemana pun gadis itu pergi.

Mereka adalah 4 orang lelaki dewasa yang berusia 30 tahunan. Kaldera menjelaskan seadanya pada teman-temannya. Bahwa ketiga lelaki yang mengantar jemputnya adalah teman-temannya Raegan yang notebenenya adalah kakak dari mendiang pacarnya.

Sisanya Kaldera tidak mengatakan lebih jauh tentang mereka. Teman-temannya pun akhirnya mencoba untuk mengerti. Hakikatnya setiap orang berhak memiliki privasi dan ada batasan dalam mengetahui urusan orang lain.

“Kal, gue mau nanya deh. Tapi ini no offense ya,” celetuk Delisa, salah satu temannya yang sekelompok dengannya.

“Nanya apa Del?” Kaldera lantas menoleh ke arah Delisa.

Seketika tatapan semua orang yang ada di meja itu juga tertuju kepada Delisa. Perempuan berambut coklat sepunggung tersebut mengarahkan tatapannya lurus ke arah Kaldera.

“Mhmm… lo jangan tersinggung ya. Lo nggak curiga gitu Kal, mereka ada apa-apanya sama lo? Soalnya ... kayak nggak mungkin aja mereka baik ke lo tanpa alasan, kan? Nganter jemput lo ke sekolah, bahkan ke mana pun lo pergi deh kayaknya. Lo nggak takut gitu Kal, secara kan lo cewek dan mereka cowok-cowok dewasa.”

Selesai ucapan Delisa, Icha yang duduk di depan Delisa pun langsung melayangkan tatapan tidak sukanya kepada gadis itu. “Del, lo ngomong apa sih? Jelas-jelas Kaldera udah bilang kalau yang nganter jemput dia itu temen-temennya mas Raegan. Nggak mungkin lah mereka ada niat jahat ke Kaldera,” serbu Icha. Icha seperti tersulut emosi, gadis itu heran dengan Kaldera yang tampak tenang dan diam saja, padahal harga dirinya sedang berusaha dilukai oleh Delisa.

“Udah, Cha. Nggak usah dibahas lagi ya,” ujar Kaldera pada Icha. Kemudian tatapan Kaldera beralih menatap Delisa. “Del, apa yang udah jadi keputusan gue, itu adalah pilihan gue. Gue tau yang terbaik untuk gue dan lo nggak berhak untuk berspekulasi tentang itu,” pungkas Kaldera.

Usai ucapan tegas Kaldera, Delisa pun tidak lagi berbicara. Selama kerja kelompok berlangsung, Delisa menjadi lebih diam dari pada biasanya.

***

Kaldera sama sekali tidak tahu menahu bahwa Raegan yang akan menjemputnya di kafe. Raegan rupanya berada di salah satu meja yang tidak jauh dari meja yang Kaldera tempati bersama teman-temannya. Entah sudah berapa jam pria itu berada di sana. Namun atu hal yang dapat dipastikan, Regan sudah cukup lama duduk di tempat itu. Terbukti dari gelas minuman yang sudah habis dan piring yang hanya meninggalkan remahan croissant di meja pria itu.

“Mas Raegan sejak kapan di sini? Kok nggak bilang apa-apa sama aku?” tanya Kaldera yang kini tengah menghampiri Raegan ke mejanya. Beberapa temannya melihat ke arah Kaldera dan Raegan. Sebenarnya mereka sudah selesai mengerjakan tugas kelompok, tapi temannya memang ada beberapa yang belum dijemput atau masih ada yang ingin menikmati waktu dengan berbincang-bincang di kafe tersebut.

“Mas Raegan denger apa yang tadi dibilang sama temenku?” tanya Kaldera lagi. Kaldera merasa tidak enak jika benar Raegan mendengarnya. Tidak ada seorang pun yang pantas berbicara sesuatu mengenai orang lain, terlebih orang itu tidak tahu fakta yang sebenarnya terjadi.

“Kamu udah selesai kerja kelompoknya?” tanya Raegan. Kaldera segera mengangguk menjawab pertanyaan itu. Kaldera lantas meminta Raegan untuk menunggunya, sementara Kaldera akan berpamitan lebih dulu dengan teman-temannya yang tersisa.

Sesampainya Kaldera di meja teman-temannya, gadis itu mengambil tasnya di salah satu kursi. “Guys, gue duluan ya. Nanti kalau ada yang masih kurang, kabarin aja,” ucap Kaldera yang langsung diangguki oleh teman-temannya. Kaldera pun berlalu dari meja itu dan menyusul Raegan yang sudah lebih dulu melangkah keluar dari kafe.

Di perjalanan pulang, tidak ada percakapan yang terjadi di antara Raegan dan Kaldera. Setelah lampu merah pertama, Raegan membelokkan setir mobilnya ke arah sebuah toko buku yang besar dan terkenal cukup lengkap.

“Ada yang mau dibeli di sini Mas?” tanya Kaldera begitu Raegan telah sempurna memarkirkan mobilnya.

Raegan menoleh ke arah Kaldera yang berada di sampingnya, “Kemarin kamu bilang ada buku yang mau kamu beli. Kita beli sekalian, toko buku ini yang paling lengkap,” jelas Raegan.

Kaldera pun memasang tampang bingungnya. Kaldera bahkan lupa kapan ia pernah mengatakannya pada Raegan. Namun tidak ingin memikirkan itu lebih jeauh, Kaldera segera turun dari mobil. Sebuah senyum kecil tampak terulas di wajah Kaldera. Entah untuk alasan apa, Kaldera juga tidak terlalu paham. Satu yang jelas, Kaldera merasa bahagia karena ia bisa pergi ke salah satu tempat favoritnya.

***

Raegan dan Kaldera sedang dalam perjalanan pulang dari toko buku, jalanan Jakarta malam ini nampak cukup padat. Ketika mobil di depan mereka berhenti, Raegan otomatis menarik rem tangan dan menoleh ke arah Kaldera yang berada di sampingnya.

“Mas, soal omongan temanku di kafe tadi,” Kaldera memulai perkataannya, ia menjeda kalimatnya. Selama beberapa detik keduanya pun hanya saling menatap. Kaldera menunduk sejenak, ia berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk diutarakan kepada Raegan.

“Kata-kata itu nggak penting buat aku. Aku percaya sama kamu, Mas,” Kaldera menjeda ucapannya sesaat. Raegan mendapati kedua mata bulat Kaldera menatapnya dengan tatapan penuh arti. Entah apa makna tatapan itu untuk Raegan, tapi ketika melihatnya Raegan merasa begitu damai. Raegan tadi memang mendengar ucapan teman Kaldera. Ia pun sempat memikirkan kalimat apa yang harus Kaldera dapati yang mungkin dapat membuat orang berpersepsi buruk terhadap gadis itu.

“Makasih ya Mas, selama ini kamu udah ngelakuin yang terbaik. You tried to cheer me up when I’m feel sad. Walaupun itu bukan kewajiban kamu, tapi aku akan selalu berterimakasih dan bersyukur untuk itu,” ungkap Kaldera.

Raegan baru akan mengatakan sesuatu, tapi mobil di depan sudah bergerak maju. Jadi Raegan segera menjalankan mobilnya, kalau tidak ingin mobil di belakangnya membunyikan klakson.

Kurang lebih setelah menghabiskan waktu 20 menit di jalan, akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Kali ini Raegan mengantar Kaldera sampai ke depan rumahnya. Raegan yang kadang memang bersikap suka semaunya, jadilah pria itu cenderung melakukan sesuatu sesuai apa yang ia yakini benar.

Kaldera pun tidak bisa mencegah itu. Mungkin kekhawatirannya selama ini yang terlalu berlebihan dan tidak beralasan. Toh hubungannya dengan Raegan hanya akan berjalan sampai kasus Zio selesai dan Aksa bisa bebas dari hukumannya. Jadi tidak ada yang perlu Kaldera khawatirkan. Setelah pelakunya terungkap, Raegan tidak perlu lagi melakukan semuanya untuk menjaga Kaldera, yang kemungkinan dapat berpotensi bagi pria itu untuk terlibat dengan tantenya.

“Mas, aku turun dulu ya. Sekali lagi makasih buat hari ini. Buat bukunya juga,” ucap Kaldera seraya mengulaskan senyumnya.

Raegan lantas mengangguk sekali. “Kamu hati-hati,” ucap Raegan sesaat sebelum Kaldera membuka pintu dan turun dari mobil.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Sampai saat Raegan memarkirkan mobilnya di sebuah garasi yang cukup luas, Kaldera tidak berhenti takjub terhadap tempat yang kini didatanginya. Tempat ini sungguh besar dan sangat mewah. Kaldera hanya pernah melihat tempat seperti ini di drama Korea yang ditontonnya.

Hari ini sepulang sekolah, Kaldera pergi bersama Raegan. Raegan mengatakan kalau ia akan mengenalkan Kaldera pada orang-orang yang akan menjaganya. Kaldera telah setuju untuk memenuhi syarat dari Raegan. Kaldera hanya menuruti Raegan, meski ia sendiri masih sangsi bahwa memang benar-benar ada bahaya yang akan mengancamnya.

Raegan lebih dulu turun dari mobil dan Kaldera segera mengikuti langkah lebar pria itu. “Apa aku boleh tau mereka sebenarnya siapa? Kenapa Mas Raegan minta mereka untuk melakukan tugas itu?” pertanyaan tersebut Kaldera lontarkan selama perjalanannya mengikuti langkah Raegan memasuki tempat ini. Kaldera tidak tahu berapa jauh lagi ia harus berjalan untuk sampai ke tempat yang menjadi tujuan mereka.

The 97 Headquarters

Raegan tiba-tiba berbalik, membuat jaraknya dan Kaldera menjadi sangat dekat. Kaldera nampak sedikit terkejut, ia pun bergerak otomatis mundur beberapa langkah dari Raegan.

“Ada beberapa hal yang nanti boleh kamu ketahui, tapi ada juga yang nggak boleh kamu ketahui,” ucap Raegan.

Sepertinya Raegan memang tidak ingin membahas hal tersebut lebih jauh. Jadi Kaldera memutuskan untuk menganggukinya saja. Raegan pun kembali melanjutkan langkahnya dan Kaldera mengikutinya di belakang.

Ketika mereka menaiki lift, Kaldera melihat Raegan tengah berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. “Lo di mana? Romeo sama Calvin juga, kenapa markas kayak nggak berpenghuni?” ujar Raegan di telfon.

Setelah mendengar jawaban dari orang yang terhubung dengannya itu, Raegan lekas mematikan sambungannya. “Mereka ada di tempat yang berbeda di rumah ini. Pertama kita ke ruang billiard dulu,” ucap Raegan pada Kaldera.

***

Billiard room

Sepertinya tempat ini memang diciptakan sedemikian rupa menakjubkan dan memanjakan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Ada ruang billiard di rumah ini dan katanya salah satu anggota mereka memang sangat menyukai permainan tersebut.

Begitu memasuki ruangan billiard itu, Raegan dan Kaldera langsung disambut oleh sosok pria bertubuh jangkung yang sedang memegang tongkat billiard dengan satu tangannya. Potongan rambut pria itu undercut, tubuhnya tinggi semampai, dan siapa pun yang melihatnya mungkin berpikiran bahwa pria ini bisa menjadi seorang model yang sukses.

Pria itu segera menaruh tongkat billiard-nya, lalu ia berjalan ke arah Raegan dan Kaldera.

“Halo, Kaldera. Kenalin gue Barra,” tanpa babibu, pria itu langsung menyodorkan tangannya di depan Kaldera dan memperkenalkan diri.

“Kaldera,” tangan Kaldera terjulur dan membalas jabatan tangan itu. Kemudian Barra sedikit menceritakan tentang dirinya kepada Kaldera. Namanya lengkap pria itu adalah Airlangga Barra Alatas. Barra menyukai olahraga basket sama seperti Raegan, mahir melakukan bela diri, panahan, dan pria itu juga memegang sabuk hitam taekwondo.

Barra

“Seiring berjalannya waktu, lo akan lebih kenal dengan sendirinya sama gue, Calvin, dan Romeo. We are kind, mostly to girls. But take a note, Romeo is the most kind to girl,” ujar Barra diiringi kekehan kecilnya.

Selesai perkenalan dengan Barra, Raegan mengajak Kaldera untuk ke ruangan bowling. Mereka akan bertemu dengan salah satu anggota The Ninety Seven yang paling muda, yakni Calvin Putra Angkasa.

Bowling Room

Begitu seseorang menyadari adanya orang lain di ruangan bowling itu, orang itu langsung mengurungkan niatnya untuk melempar bola ke arah 10 pin bowling yang telah menunggunya.

Calvin meletakkan bola di tangannya dan berjalan menghampiri dua orang di sana.

Calvin

“Hai, Kaldera. Salam kenal ya, gue Calvin,” ucap pria berwajah tampan itu sembari mengulaskan senyum menawannya.

Kaldera lantas mengangguk dan balas mengulaskan senyuman ramahnya. “Kaldera,” ucapnya memperkenalkan diri. Calvin secara singkat memperkenalkan dirinya kepada Kaldera. Ketika Calvin bercerita lebih jauh, Raegan nampak memberi kode melalui gerakan matanya. Calvin langsung paham dan segera menghentikan kalimatnya.

“Oke, tinggal Romeo. Gue udah kenalin Kaldera ke Barra sebelumnya,” Raegan pun berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Calvin pun mengangguk satu kali, mempersilakan Raegan dan Kaldera untuk meninggalkan ruangan bowling. Sepeninggalan Raegan dan Kaldera, Calvin menghela napas panjang dan sedikit mengumpat. Hampir saja ia keceplosan mengatakan soal identitas keempat pria yang akan menjaga Kaldera.

***

Room pool

Tempat terakhir yang akan menjadi tujuan Raegan dan Kaldera adalah sebuah kolam renang indoor yang dilengkapi dengan ruangan mandi, sauna, serta area spa. Satu-satunya manusia yang sedang berenang dengan gaya bebasnya itu, adalah Romeo Damian Sagara.

“Hei, Bro,” seru Romeo ketika menyadari kehadiran Raegan di sana. Melihat Romeo yang keluar dari kolam tanpa mengenakan pakaian atasnya, membuat Kaldera otomatis menutup mata dengan kedua tangan. Raegan pun reflek menyuruh Romeo mandi lebih dulu dan menggunakan pakaiannya dengan lengkap.

“Ups, sorry,” ucap Romeo yang lantas segera berlari menuju ruang mandi.

“Kamu bisa buka mata, Romeo udah nggak ada,” ucap Raegan yang memperhatikan Kaldera masih menutup matanya.

Beberapa detik setelahnya, Kaldera akhirnya menjauhkan tangannya dari depan matanya.

“Kita tunggu Romeo di sana aja,” Raegan menunjuk ke arah sebuah rooftop yang tidak jauh dari kolam itu.

Kaldera mengangguk, ia mengikuti langkah Raegan untuk sampai ke rooftop. Setelah sekitar 15 menit kemudian, Romeo datang dan memecah situasi hening yang terjadi di antara Raegan dan Kaldera. Pria bertubuh kekar dan tinggi itu kini telah lengkap berpakaian, sebuah handuk putih kecil berada di satu tangannya, dan rambutnya masih tampak setengah basah.

Romeo

Romeo mengulurkan tangannya kepada Kaldera, pria itu lantas tersenyum ramah. “Hai. You must be Kaldera, right?”

Belum sempat Kaldera membalas uluran tangan itu, Romeo lebih dulu meraih tangannya dan menjabatnya seraya berucap, “Kenalin, gue Romeo.”

“Kaldera,” ucap Kaldera akhirnya dan cukup lama Romeo menahan tangannya.

Begitu bersinggungan tatap dengan Raegan, Romeo pun segera melepaskan tangan Kaldera dari genggamannya.

Romeo menceritakan tentangnya dan itu tidak sedikit. Jadi Raegan segera menghentikan Romeo dan mengatakan bahwa perkenalan hari ini telah selesai dan cukup sampai di sini. Namun rupanya Romeo masih mengikuti Raegan dan Kaldera sampai ke parkiran.

“Kenapa lo sama Kaldera cepet-cepet pulang sih?” tanya Romeo begitu Raegan akan membuka pintu mobilnya. Kaldera telah masuk lebih dulu ke dalam mobil, sementara Raegan masih berada di luar dan tengah berbincang dengan Romeo.

“Apa lagi? Agenda hari ini cuma ngenalin Kaldera ke kalian, and it’s already done,” ucap Raegan santai.

Romeo lantas mengangguk-angguk mendengar ucapan Raegan. Romeo masih di sana, seperti tidak berniat pergi. Raegan yang memperhatikan sahabatnya itu lantas menyeletuk. “You keep your eyes on her,” ujar Raegan yang seolah telah begitu tahu apa yang ada di dalam kepala Romeo. Romeo dan Raegan bergabung ke dalam geng di waktu yang cukup dekat dan mereka sudah cukup lama saling mengenal.

Yes. She’s so beautiful,” balas Romeo seraya mengulaskan senyum tipis di wajah tampannya.

Remember our job. I wanted you you focus to protect her,” ucap Raegan.

“Lo tenang aja. She will be safe with us,” balas Romeo disertai kekehannya.

Sebelum berbalik dari hadapan Romeo, Raegan pun kembali mengatakan satu hal pada lelaki itu. Itu merupakan sebuah rahasia yang harus Romeo, Calvin, dan Barra jaga dengan apik.

“Gue nggak ingin Kaldera sampai tau tentang identitas kita. Tugas kita cuma ngelindungin dia, jangan sampai Kaldera mengenal kita lebih jauh. Lo paham maksud gue, kan?”

Romeo menatap Raegan sejenak, tidak lama pria itu akhirnya mengangguk paham. Raegan pun berlalu dari hadapan Romeo dan memasuki mobilnya.

Sepeninggalan Raegan, Romeo masih berdiri di tempatnya, bahkan sampai mobil hitam Raegan meninggalkan area parkiran. Romeo mengerti maksud dari amanat yang disampaikan oleh Raegan barusan.

Jika ada orang yang mengetahui identitas mereka dan mengenal mereka lebih jauh, maka semakin banyak kemungkinan bahaya yang dapat mengancam orang tersebut. Meski sikap Raegan tidak menunjukkannya secara gamblang, tapi Romeo dapat merasakan bahwa Kaldera adalah harta yang begitu bernilai besar bagi Raegan.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Raegan melepas sepatunya di teras rumah dan meletakkannyadi depan pintu. Kemudian Raegan melangkah memasuki rumahnya. Begitu sampai di ruang tamu, sayup-sayup Raegan dapat mendengar obrolan dua orang dari arah dapur. Hal yang rasanya begitu asing di rumah ini, hingga mampu membuat Raegan penasaran. Siapa yang sebenarnya sedang bersama mamanya di dapur dan tengah mengobrol?

Ketika akhirnya langkah Raegan sampai di tempat tujuannya, dua perempuan berbeda generasi di sana langsung menatap ke arahnya. Di sana ada Indri dan Kaldera, keduanya nampak sedang mengobrol di meja makan. Indri terlihat akrab dengan Kaldera dan seperti tidak ada jarak berarti di antara keduanya. Raegan dapat melihat Indri tersenyum lagi, setelah beberapa dua bulan ini Raegan hanya melihat guratan kesedihan di wajah mamanya.

“Raegan, kamu mau langsung makan malam atau nanti aja?” tanya Indri memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.

“Nanti aja Mah,” jawab Raegan.

“Yaudah kalau gitu. Itu di meja makan udah ada makanan. Tadi mama masak bareng Kaldera, nanti kamu tinggal angetin aja ya.”

Raegan lantas mengangguki ucapan mamanya. Setelah itu Raegan pun pamit berlalu dari hadapan Indri dan Kaldera untuk menuju kamarnya.

Saat Raegan akan membuka pintu kamarnya, tangannya terhenti begitu saja di gagang pintu. Raegan pun berbalik, ia menatap ke arah pintu berpelitur putih di seberang kamarnya.

Raegan mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamarnya sendiri. Pria itu malah menyentuh gagang pintu kamar Zio, lalu melangkah memasuki kamar itu.

Begitu sampai di dalam, Raegan menyapukan netranya pada kamar bernuansa monokrom tersebut. Tiba-tiba perasaannya terasa campur aduk dan dadanya terasa sedikit sesak. Raegan meraup udara sebisa mungkin, lalu ia menghembuskan napasnya dengan helaan yang cukup panjang.

Ketika Raegan akan berbalik dan pergi dari kamar itu, sebuah figura di nakas samping tempat telah tidur mencuri perhatiannya. Raegan mengambil figura itu dan melihat potret yang ada di sana. Di potret tersebut nampak Zio dan Kaldera yang berfoto dengan latar taman hiburan. Zio tersenyum lebar di foto itu, nampak begitu bahagia.

Raegan lantas bertanya-tanya, kapan terakhir kali ia melihat adiknya sebahagia di foto ini? Raegan pun tidak memiliki jawabannya. Apakah sudah terlalu lama Zio kehilangan kebahagiaannya dan menemukannya kembali setelah bertemu dengan Kaldera?

“Mas Raegan.” Panggilan itu seketika membuat Raegan menoleh. Raegan menemukan Kaldera di belakangnya dan gadis itu kini tengah menatapnya.

Pandangan Kaldera lantas tertuju pada figura yang masih berada di tangan Raegan.

Raegan segera meletakkan figura itu kembali ke tempatnya. Keduanya pun saling menatap, dan seolah tau apa yang tengah dipikiran Raegan, Kaldera mengatakan maksudnya yang tiba-tiba datang ke kamar Zio.

I missed him,” ucap Kaldera sembari mengalihkan tatapannya entah ke mana. Kaldera tengah berusaha mencegah air matanya untuk turun.

Pandangan Raegan seketika tertuju pada arah yang sama dengan Kaldera. Di meja belajar di kamar Zio itu, ada sebuah buku berwarna biru dongker. Kaldera berjalan ke meja itu, lalua ia mengambil album foto yang berukuran cukup besar tersebut. Perlahan satu tangan Kaldera mengusap sekilas benda tersebut.

Kaldera hanya membuka album itu pada lembar keduanya, lalu Kaldera kembali menutupnya dan meletakkannya di meja. Begitu Kaldera akan melangkah melewati Raegan, lelaki itu menahannya.

“Kaldera,” ucap Raegan.

Kaldera seketika menoleh, ia menatap Raegan dengan tatapan bertanya.

“Kenapa kamu melakukan ini? Apa kamu melakukan semua ini untuk membujuk aku dan membuat aku ngubah keputusan?” tanya Raegan.

Rupanya Kaldera cukup gigih melakukannya. Seminggu belakangan ini, Kaldera melakukan hal-hal yang tidak pernah terlintas di benak Raegan. Kaldera menjadi lebih dekat dengan Indri dan dapat membuat mamanya kembai tersenyum. Gadis yang dicintai almarhum adiknya itu benar-benar menunjukkan secara tidak langsung rasa cintanya yang begitu besar terhadap Zio, yakni dengan rasa peduli yang Kaldera tunjukkan pada Raegan maupun Indri. Tidak hanya itu, hari ini Raegan juga tahu seberapa besar rasa cinta Zio terhadap Kaldera. Di kamar adiknya ini, tersimpan begitu banyak memori indah yang dimiliki Zio bersama Kaldera. Fakta yang membuat Raegan tertegun adalah bahwa Kaldera merupakan pemeran utama dalam menciptakan kebahagiaan tersebut.

Dari sorot mata Kaldera, Raegan mampu melihat sebuah cinta yang begitu besar. Raegan merasa bahwa rasa cinta tersebut yang membuat Kaldera gigih dan tidak ingin menyerah begitu saja dengan kasus itu.

“Kaldera, saya akan mengizinkan kamu. Tapi saya punya satu syarat yang harus kamu penuhi,” ucap Raegan.

Kaldera nampak sedikit tidak percaya dengan keputuan Raegan. Kaldera pun tidak menyangka Raegan akhirnya luluh juga dan memberinya izin untuk melakukannya.

“Apa syaratnya?” tanya Kaldera, kedua alis gadis itu nampak menyatu. Kaldera tidak dapat memikirkan kira-kira syarat apa yang akan Raegan ajukan padanya.

Kali ini Raegan tidak memberitahu Kaldera saat itu juga. Raegan mengatakan bahwa ia akan mengabari Kaldera dan menjelaskan soal syarat yang akan ia ajukan.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂