Dendam dan Orang-Orang yang Disayang
Saat Kaldera baru saja pulang bekerja dari pekerjaan part time-nya, Kaldera menemukan Raegan berada di rumahnya. Raegan tengah berbincang di ruang tamu bersama Laura. Raegan mengatakan maksud kedatangannya bahwa ada yang ingin pria itu bicarakan dengan Kaldera. Kaldera pun berlalu ke kamarnya untuk mengganti pakaian terlebih dulu.
Selang beberapa menit kemudian, Kaldera telah kembali dari kamarnya. Kaldera mengatakan pada Raegan bahwa mereka bisa bicara berdua di luar.
Raegan membawa mobilnya jauh dari keramaian. Mercedez Benz milik Raegan parkir tidak jauh dari sebuah taman kota yan gtidak terlalu ramai. Kaldera dan Raegan memutuskan untuk berbicara di dalam mobil.
Sudah 2 hari berlalu sejak Kaldera mengetahui bahwa Raegan berhubungan dengan pelaku pembunuh Zio. Rasanya seperti ada jarak yang cukup jauh di antara keduanya sejak kejadian itu.
Rupanya malam ini Raegan kembali menemuinya, saat Kaldera berpikir semua di antara mereka telah selesai. Kaldera akhirnya membiarkan Raegan mengatakan hal yang ingin pria itu katakan terlebih dulu.
“Apa yang ingin kamu tau? Aku akan coba untuk jawab itu,” ucap Raegan memulai pembicaraannya.
Kaldera lantas mengalihkan tatapannya ke arah Raegan. Berbagai pertanyaan memang berkecamuk di dalam benaknya. Namun sebenarnya Kaldera juga tidak tahu pasti, apa alasan ia terkesan marah pada Raegan selama 2 hari belakangan. Marah dan kecewa, itu seperti bercampur menjadi satu di dalam dirinya.
“Apa alasan kamu melakukan itu?” tanya Kaldera akhirnya.
Raegan nampak berpikir sejenak. Raegan memiliki jawabannya. Namun telah bertahun-tahun sejak Raegan menjadi ketua mafia, ia belum pernah mengungkapkannya pada siapa pun.
Raegan menghela napasnya, lalu ia menghembuskannya pelan. “Aku nggak ingin kehilangan orang-orang yang di sekitarku karena rasa kecewa mereka. Lebih baik mereka nggak tau apa yang aku lakukan,” ungkap Raegan.
Kaldera masih tidak dapat mengerti dan memahami jalan pikiran Raegan. Raegan merahasiakannya karena tidak ingin kehilangan orang-orang di sekitarnya. Kaldera tidak dapat membayangkan apa yang sebenarnya dirahasiakan oleh Raegan. Seberapa berbahayanya hal tersebut, Kaldera tidak dapat membayangkannya.
“Aku belum sepenuhnya paham, Mas. Tapi kalau emang itu alasan kamu, artinya kamu udah bersikap egois. Kamu tau, aku juga nggak bisa membiarkan seseorang yang ngelindungin aku berada di dalam bahaya.” Kaldera mengungkapkan seluruh yang ia rasakan. Soal kekhawatirannya pada Raegan dan soal sikap Raegan yang menurutnya egois.
Raegan tidak salah karena ingin menghukum pembunuh adiknya, tapi tidak juga dengan menempatkan dirinya pada situasi yang berbahaya. Kaldera memikirkan perasaan Indri. Bagaimana perasaan Indri setelah mengetahui semuanya? Kaldera berpikir bahwa tidak ada seorang pun ibu yang bisa tenang, saat mengetahui anaknya berhadapan dengan sesuatu yang berbahaya.
“Mas, aku akan tetap sama pendirian aku. Aku nggak bisa sejalan sama kamu. Kalau cara kamu kayak gini, aku nggak ingin terlibat dan jadi saksi di pengadilan,” putus Kaldera.
Kaldera tahu bahwa lawan mereka saat ini bukanlah sembarang orang. Meskipun tidak tahu pasti identitas orang tersebut, Kaldera tidak mau karena melindunginya, keselamatan Raegan juga yang menjadi taruhannya.
“Aku rasa pembicaraan kita udah selesai Mas,” ucap Kaldera. Detik berikutnya, Kaldera segera meraih gagang pintu mobil dan pergi dari sana. Namun Raegan meraih pergelangan tangannya dan membuat Kaldera kembali menoleh menatapnya.
“Aku akan jujur sama kamu soal semuanya. Soal identitas pekerjaanku. Tapi tolong kamu pertimbangkan lagi,” ujar Raegan.
“Pertimbangkan untuk apa?” tanya Kaldera.
“Untuk nggak pergi,” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Kedua mata Raegan yang dulu menatap Kaldera dengan tatapan dingin dan mengintimidasi, kini tatapan itu terasa berbeda. Raegan menatapnya dengan tatapan tenangnya. Terasa ada sesuatu yang mendalam yang coba pria itu sampaikan pada Kaldera.
“Selama ini aku nggak bisa mempertahankan orang-orang yang aku sayang, Kal. Mereka pergi karena keegoisan aku. Kamu benar, aku egois dengan memilih untuk nggak pernah memberi tahu mereka. Akhirnya orang-orang terdekatku mengetahuinya sendiri dan tetap berakhir kecewa sama aku,” ungkap Raegan.
Raegan sejenak mengalihkan tatapannya dari Kaldera. Raegan tengah berusaha menahan air mata yang mendesak untuk keluar dari pelupuk matanya.
“Kal, aku akan kasih tau kamu tentang pekerjaanku. Setelah itu aku akan membiarkan kamu memilih,” ujar Raegan yang telah kembali menatap ke arah Kaldera.
“Apa pilihan yang harus aku pilih?” tanya Kaldera.
“Kamu bisa pilih untuk bertahan dan lanjutin kasusnya, atau mundur dan meninggalkan semuanya,” jelas Raegan.
Kaldera memikirkan pilihan yang diberikan oleh Raegan. Ini pilihan yang sulit. Di satu sisi Kaldera ingin melanjutkan kasusnya, tapi di sini lain ada kekhawatiran yang begitu besar. Kaldera akhirnya membuat keputusan itu. Ia membiarkan Raegan untuk memberitahunya. Tentang identitas Raegan, tentang jenis pekerjaan apa yang sebenarnya Raegan lakukan yang sebelumnya Kaldera tidak pernah tahu.
Secara singkat, padat, dan jelas, Raegan lantas memberitahu Kaldera. Sama seperti dirinya, Romeo, Barra, dan Calvin juga melakukan pekerjaan yang sama. Raegan telah cukup lama meninggalkan pekerjaannya sebagai ketua geng mafia. Raegan memilih meninggalkannya karena tidak ingin lagi membahayakan hidup orang-orang yang ia sayangi. Namun demi mengungkap pelaku pembunuhan Zio dan untuk melindungi Kaldera, Raegan memutuskan kembali ke pekerjaan yang sudah lama ia tinggalkan itu. Kaldera terdiam selama beberapa menit begitu mengetahui semuanya dari Raegan.
Setelah coba memikirkannya, Kaldera kini kembali menatap Raegan. Ketika melihat mata itu, Kaldera tahu ada ketulusan dan kasih sayang yang coba Raegan ungkapkan kepadanya. Entah untuk alasan apa, tapi Kaldera akhirnya berpikir bahwa Raegan melakukannya karena ingin menjalankan amanat yang diberikan Zio.
“Mas, aku memilih untuk bertahan,” putus Kaldera kemduian. Setelah mendengar kalimat itu, ekspresi wajah Raegan sontak berubah. Raegan seperti tidak percaya, tapi ia lebih bersyukur karena Kaldera memilih bertahan.
“Tapi boleh aku ajuin satu permintaan ke kamu?” tanya Kaldera.
“Oke, aku akan pertimbangkan. Apa permintaan yang kamu inginkan?” tanya Raegan.
“Aku ingin kamu coba untuk lupain rasa dendam itu. Itu emang nggak mudah,” ucap Kaldera.
Raegan seketika terdiam begitu mendengarnya. Raegan tidak langsung bisa mengiyakan permintaan yang diajukan Kaldera. Namun Kaldera masih di sana, tidak berniat pergi saat sebagian pikiran warasnya menyuruhnya untuk lari.
Secara perlahan Kaldera mengarahkan tangannya untuk diletakkan di atas tangan Raegan. Raegan seketika menoleh, ia melihat tangannya dan Kaldera yang kini saling bersentuhan.
Masih sambil meletakkan tangannya di punggung tangan Raegan, Kaldera menatap tepat ke arah kedua iris gelap Raegan semabri berujar, “Pelan-pelan aja, Mas. Kamu pasti bisa. Lupain dendam itu, maka kamu akan lebih bisa hidup tenang bersama orang-orang yang kamu sayang.”
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂