alyadara

Sejak kejadian yang didapati Edgar pagi itu di kantor, Edgar perlahan menjauh lebih dulu dari Lilie. Lilie bisa merasakan bahwa Edgar menghindarinya. Edgar lebih jarang menghubunginya atau mengajak keluar makan siang bersama.

Di kantor mereka lebih banyak diam dan bekerja senormalnya. Edgar bilang ke Lilie kalau ia butuh waktu untuk fokus pada sempronya. Edgar menjadikan hal itu sebagai alasannya menjauh dari Lilie.

Siang ini di kantor, Lilie jadi kurang fokus terhadap pekerjaannya. Jelas pikirannya tertuju pada seseorang yang ada di sampingnya. Sudah seminggu ini Edgar berubah. Lilie mengerti jika lelaki itu sedang disibukkan oleh seminar proposalnya. Namun Lilie berpikir, sesibuk sibuknya, apa tidak bisa sedikit Edgar meluangkan waktu untuknya? Apa Lilie tidak berarti bagi lelaki itu?

Padahal sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja. Lilie sedikit kecewa dengan sikap Edgar. Hatinya sedikit meragu dan mempertanyakan apakah Edgar serius soal menjalin komitmen dengannya? Atau benar rumornya bahwa Edgar suka bermain-main dengan para perempuan?

“Edgar, kamu besok sempro kan?” Lilie bertanya.

Edgar yang mendengar pertanyaan itu lantas menoleh ke samping dan menatap Lilie. “Iya, Kak. Besok aku izin nggak masuk kerja ya.”

Lilie kemudian menganggukinya. Besok adalah hari di mana sidang sempronya Edgar, tapi belum juga terlihat tanda-tanda perbaikan dalam hubungan mereka. Ketika di kantor, terlihatnya mereka baik-baik saja. Bagaimana pun yang terjadi, Lilie maupun Edgar berusaha bersikap profesional dalam menjalankan pekerjaan mereka.

Ketika hari sudah beranjak sore, tersisa di ruangan tersebut hanya Valdo dan Edgar. Sisanya sudah pulang, termasuk Lilie.

“Lo nggak balik Gar?” Valdo bertanya sambil memperhatikan Edgar yang masih tampak sibuk dengan laptopnya.

“Nanti dulu deh, Bang. Tanggung ini dikit lagi,” jawab Edgar.

“Perlu bantuan nggak untuk sempro lo? Kalau butuh, bilang aja.”

“Iya, Bang. Tadi udah dibantuin Kak Lilie juga kok.”

“Lu kayaknya lagi kurang fokus ya akhir-akhir ini. Lilie juga gitu deh keliatannya. Lo berdua tuh kompak banget galaunya,” ujar Valdo.

Edgar hanya terdiam mendengarnya. Jari-jarinya yang sebelumnya menari di atas keyboard laptop, kini terhenti begitu saja.

“Kalau mau cerita, cerita aja. Siapa tau gue bsia bantu. Gue nggak tau hubungan lo sama Lilie udah sejauh mana, tapi kalau belum siap diceritain, yaudah nggak papa,” ucap Valdo.

“Emang keliatan banget ya Bang gue galau?” Edgar malah mengajukan pertanyaan kepada Valdo.

“Keliatan sih. Perasana kemarin seneng-seneng aja lu saama Lilie. Habis pergi berdua kan ke pantai?”

Hari di mana Edgar dan Lilie pergi ke pantai itu, jadi hari terindah mereka. Namun keesokan harinya seperti ada api yang membara dan membakar habis kebahagiaan itu. Hati Edgar hancur kala melihat Lilie dan Marcel berciuman di lorong. Edgar tidak terpikirkan tentang apa yang harus ia lakukan, yang jelas kini ia tengah berusaha untuk menata kembali perasaannya yang telah hancur.

***

Hari ini Edgar menjalani sidang untuk seminar proposalnya. Sidang tersebut diadakan di gedung fakultas FISIP. Edgar datang tepat waktu, lelaki itu tengah siap dan tampak rapi dengan pakaian formalnya. Sebuah dasi hitam melengkapi kemeja putih yang dikenakan Edgar hari ini.

Di hari penting ini baginya, Edgar berharap perasaannya juga baik. Namun takdir berkata lain. Edgar masih hancur dan ia tidak baik-baik saja.

Edgar mendapat giliran kelima untuk masuk ke ruang sidang. Ian dan Rico sidang juga hari ini. Mereka saling menyemangati, meskipun bisa membaca bahwa Edgar seperti tengah kehilangan separuh nyawanya. Entah apa penyebabnya, mungkin itu tenrtang Lilie, tapi kedua sahabatnya itu memutuskan untuk tidak bertanya. Mereka memilih diam, karena tidak ingin membuat Edgar semakin terpuruk dan akan mempengaruhi sidangnya hari ini.

Ian dan Rico mendapat antrian lebih dulu dari Edgar. Jadi mereka telah dinyatakan lulus sidang sempro. Sementara itu mereka masih menunggu Edgar keluar dari ruang sidang, karena Edgar baru mendapat gilirannya.

Sekitar 1 jam lebih, akhirnya Edgar keluar dari ruang sidang. Lelaki itu tampak mengulaskan senyumnya sekilas kepada Ian dan Rico.

“Gue lulus sidang,” ucap Edgar. Kedua sahabatnya itu langsung menyambut Edgar dengan gembira dan juga memberi ucapan selamat.

“Makasih guys,” ucap Edgar begitu ia menerima bingkisan dari Rico, Ian, serta ada beberapa temannya yang lain.

Setelah sidang hari itu selesai, beberapa temannya ada yang mengadakan acara makan-makan bersama di sebuah restoran yang tidak jauh dari kampus mereka. Ian dan Rico turut serra, tapi edgar menolak untuk bergabung. Edgar mengatakan kalau ia ingin pulang karena sedang merasa kurang fit kondisi tubuhnya. Ian dan Rico memaklumi hal tersebut, mungkin memang Edgar membutuhkan waktu untuk sendiri.

Seharian ini Edgar tidak membuka ponselnya. Baru ketika Edgar tiba di rumah dan masuk ke kamarnya, ia mengecek ponselnya.

Terdapat beberapa pesan yang masuk ke ponselnya, tapi Edgar tidak menemukan pesan dari sosok yang ditunggunya. Padahal Lilie tahu kalau Edgar sempro hari ini, Edgar pikir Lilie akan menyemangatinya, paling tidak sebagai mentornya. Edgar telah kehilangan semangatnya. Ambisinya adalah Lilie, energinya adalah Lilie, tapi Edgar tidak menemukan kehadiran perempuan itu.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Keesokan harinya.

Pagi ini Lilie datang lebih cepat ke kantor. Jalanan untuk menuju kantornya tidak terlalu padat. Jadi ketika Lilie sampai, kantor masih tampak begitu sepi.

Lilie bertemu dan berpapasan dengan an Marcel di lobi, lalu mereka naik lift yang sama. Lilie menyapa Marcel seperlunya, hanya sebagai wujud hormat yang dilakukan karyawan kepada atasannya.

Sampai di lorong yang akan menuju ruangan Lilie, Marcel bukannya ke ruangannya, pria itu malah menyusul langkah Lilie. Mereka kembali cekcok dan Lilie berusaha melepaskan diri dari Marcel.

“Cel, ini bukan cuma tentang orang tua kamu yang menentang hubungan kita sejak awal. Tapi ini soal aku nggak mau lagi mencintai kamu dan ada hati seseorang yang aku jaga. Kita bener-bener udah nggak bisa bareng lagi, Cel. Semuanya udah selesai,” papar Lilie panjang lebar.

Mendengar kalimat yang terlontar dari Lilie, Marcel nampak kecewa. Namun tidak sampai di sana, Marcel rupanya masih belum ingin pergi dari hadapan Lilie.

“Lilie, apa yang bisa dia kasih buat kamu? Apa kamu nggak tau kalau dia deket sama beberapa cewek sekaligus?” ujar Marcel.

Jadi Marcel mengatakan kalau Lilie bukan satu-satunya bagi Edgar. Edgar suka main cewek, begitulah intinya.

“Dia nggak baik buat kamu, Lilie,” ujar Marcel lagi.

Marcel dan Lilie masih berhadapan. Marcel lantas lebih dulu mendapati sosok yang menjadi perbincangan mereka. Sosok lelaki yang telah memenuhi hati Lilie dan yang membuat Lilie menjaga perasaannya.

Di lorong yang sepi itu, Marcel lebih dulu melihat kehadiran Edgar. Mendapati kesempatan itu, Marcel segera memanfaatkannya dengan mendekat pada Lilie dan menciumnya.

Edgar yang mendapati itu dengan netranya memutuskan untuk lekas berbalik dan pergi dari sana.

Edgar berusaha sebisa mungkin untuk mengontrol emosinya. Tidak mungkin kan, ia memukul Marcel dengan tangannya? Meskipun Edgar ingin sekali melakukannya. Bagaimana pun yang terjadi, Marcel adalah atasan tertinggi di perusahaan tempatnya magang saat ini.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Setelah pengakuan Edgar mengenai perasaannya kepada Lilie, esok hari setelah pulang kerja, mereka meluangkan waktu untuk membicarakannya.

Edgar mengajak Lilie ke sebuah pantai yang berlokasi di daerah PIK. Kali ini Edgar membawa mobil, katanya agar mereka bisa bepergian jauh tanpa harus naik angkutan umum.

Jelas sejak pengakuan Edgar malam itu melalui chat, rasanya ada yang berbeda. Ketika Lilie menatapnya, Edgar pun merasa malu. Namun mau bagaimana lagi, Edgar juga ingin Lilie mengetahui perasaannya.

Rasanya jantung Edgar ingin copot setiap kali Lilie menatapnya dan berakhir perempuan itu mengulaskan senyum kecilnya. Manis sekali, batin Edgar.

Edgar dan Lilie telah berkeliling di sekitar pantai. Mereka melepas sepatu dan membiarkan halus pasir pantai menyapa permukaan kulit telapak kaki. Beberapa menit yang lalu, mereka telah membeli cemilan dari pedagang di sekitar pantai dan menghabiskannya begitu saja.

Edgar belum bicara apa pun mengenai pengakuannya tadi malam. Tiba-tiba Lilie menghentikan langkahnya, membuat langkah Edgar ikut terhenti.

Lilie menatap Edgar lekat, senyum manis perempuan itu pun terulas. Lilie mencoba menyusun kepingan memori seperti kepingan puzzle di dalam benaknya. Perlakuan Edgar selama ini pada Lilie, jika disusun dan disambungkan satu persatu, jelas sekali bahwa lelaki itu memberi kode bahwa dirinya menyukai Lilie. Lilie sebenarnya menyadari itu, tapi ia tidak ingin menduga terlalu jauh karena takut bahwa dugaannya salah.

“Kak, aku ngomongnya nanti dulu ya,” ucap Edgar. Ekspresi Edgar terlihat jelas bahwa lelaki itu tengah gugup. Mau tidak mau, Edgar yang begini membuat Lilie tidak sanggup menahan tawanya.

“Iya, nggak papa,” ucap Lilie kemudian.

Edgar dan Lilie kembali berjalan menyusuri pantai. Hingga matahari akhirnya terbenam dan mereka menyaksikan pemandangan sunset, setelah itu mereka memutuskan kembali ke parkiran untuk mengambil mobil dan pulang.

Sebelum sampai di parkiran, Edgar menahan langkah Lilie. Edgar mengatakan bahwa ia akan membicarakannya sekarang.

“Kak, soal omongan aku di chat itu, aku serius. I have crushed on you, Kak.”

“Sejak kapan?” pertanyaan itu yang justru keluar dari bibir Lilie setelah ucapan Edgar.

Mereka kini saling bertatapan dengan intens. Sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh Edgar bahwa ia akan bisa memiliki momen seperti ini dengan Lilie.

“Sejak aku ngeliat Kakak di acara seminar fakultasku. Kakak jadi pembicara waktu itu,” ujar Edgar.

Lilie tampak terkejut, seketika bola matanya membesar dengan sempurna. Lilie kehilangan kata-katanya, tidak menyangka bahwa Edgar telah menyukainya sejak pertemuan pertama mereka. Lilie jelas ingat seorang mahasiswa yang mengajukan dua pertanyaan sekaligus padanya di acara seminar waktu itu.

Edgar kembali melanjutkan perkataannya dan memang dirinya yang harus menjelaskan semuanya. “Aku nggak tau gimana caranya biar bisa kenal sama Kakak. Satu-satunya yang aku pikirin saat itu cuma apply magang di kantor tempat Kakak kerja.”

Pada akhirnya mengalirlah begitu cerita tersebut. Edgar memberitahu pada Lilie. Dari mulai alasannya gigih untuk diterima magang di kantor tersebut, mengirim direct message ke Instagram Lilie, sampai meminta bantuan Fina yang merupakan anak magang sebelumnya untuk merekomendasikannya kepada Lilie.

Setelah penjelasan tersebut, mereka memutuskan untuk masuk ke mobil. Hari semakin malam, Edgar mengatakan ia akan mengantar Lilie pulang. Edgar baru saja akan menyalakan mobilnya, tapi Lilie menahannya.

“Edgar, aku mau ngasih tau kamu sesuatu,” ucap Lilie.

Kini mereka saling bertatapan. Satu tangan Edgar yang memegang kunci mobil menggantung begitu saja, lantas ia letakkan benda itu kembali ke kantung jaket denimnya.

I have the same feeling with you. I don’t know since when, but I can’t lied to my self,” Lilie menjeda ucapannya sesaat. Lilie menatap jemarinya yang tertaut, lalu ia kembali menatap Edgar dan melanjutkan ucapannya. “You made me the happiest person when I'm at my lowest,” sambung Lilie lagi.

Lilie menjelaskan bahwa hidupnya rasanya lebih berwarna dan ia bisa menghapus sedihnya saat bersama Edgar. Edgar menjadi sosok yang paling perhatian padanya setelah orang tuanya mengenai keadaan Lilie dan apa yang terjadi dengannya.

Lilie mengatakan kalau ia juga punya perasaan yang sama terhadap Edgar, tapi mungkin itu masih baru.

Setelah mendiskusikannya, mereka akhirnya sepakat untuk mencoba pendekatan dulu. Mereka ingin saling mengenal lebih dekat, tapi saat di kantor tidak boleh sampai kentara. Edgar dan Lilie ingin mengenal satu sama lain dengan lebih jauh dan serius untuk berkomitmen.

Keduanya masih di dalam mobil, tapi kini Edgar telah menyalakan mobilnya. Jantungnya yang berdebar kencang membuat hawa sekitar terasa panas, maka pilihan untuk menyalakan mesin mobil adalah yang terbaik.

Rasanya masih aneh dan baru, tapi sekaligus menyenangkan dan mendebarkan. Selama perjalanan pulang, Edgar maupun Lilie tidak banyak bicara. Mereka hanya sesekali membahas sesuatu, itupun juga hal lain, intinya tidak mengarah pada perasaan mereka.

***

Setelah sekitar 2 jam menempuh perjalanan, akhirnya mobil Edgar berhenti di depan rumah yang sudah tampak fameliar baginya. Rumah bercat putih milik Lilie merupakan tempat yang menjadi saksi bisu soal perasaannya selama ini pada Lilie.

“Udah tiga kali berarti ya kamu ke rumahku,” ujar Lilie begitu Edgar turun dari mobil untuk mengantarnya sampai ke pagar rumah.

“Iya, Kak,” ujar Edgar disertai cengiran kecilnya.

Lilie pun tidak mampu menahan senyumannya. Kalau diingat rasanya lucu juga. Sebenarnya selama ini Edgar telah berusaha melakukan pendekatan pada Lilie, tapi Lilie terlampau menampiknya karena takut salah mengira.

“Kamu mau mampir dulu?” Lilie bertanya.

“Pengen sih Kak. Tapi udah malem. Kalau kapan-kapan aja boleh nggak?”

“Boleh.”

“Oke. Aku pamit dulu ya Kak,” ucap Edgar.

Lilie pun mengangguk. “Iya. Kamu hati-hati.”

Edgar mengacungkan ibu jarinya tanda mengiyakan. Kemudian lelaki itu berbalik dan mulai melangkah menjauh dari Lilie.

Lilie masih menunggu Edgar pergi dengan mobilnya. Kemudian tanpa Lilie diduga, Edgar berbalik lagi sebelum masuk ke mobil. Lelaki itu melemparkan senyumnya yang tampak begitu manis bagi Lilie. Lilie terkesiap sesaat, ia terpesona pada senyuman itu.

Akhirnya buru-buru Lilie melemparkan senyumnya juga. Dua detik yang terasa indah itu, kemudian berlalu begitu saja. Edgar akhirnya memasuki mobilnya dan tidak lama sungguhan menghilang dari penglihatan Lilie.

Di bawah langit malam yang sama 2 bulan lalu, Lilie masih berpikir soal perilaku Edgar padanya. Lilie sempat berharap bahwa Edgar menyukainya. Kini keadaannya telah berbeda. Malam ini, Lilie akhirnya tahu bahwa Edgar memiliki perasaan khusus terhadapnya, dan Lilie tidak perlu ragu untuk mengungkapkan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama.

Malam ini terasa sempurna dan indah. Hati Lilie berbunga-bunga, sampai ia tidak yakin bahwa malam ini dirinya bisa tidur dengan nyenyak. Lilie meyakinkan dirinya bahwa ini bukan mimpi. Lilie tidak ingin bermimpi, yang ketika besok pagi ia terbangun, semuanya berbeda dari yang ia alami sebelumnya. Lilie ingin ini adalah kenyataan yang pasti dan bahagia yang nyata.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Hari demi hari berlalu, sudah terhitung satu minggu sejak kejadian Edgar menjemput Lilie di bandara. Hubungan Edgar dan Lilie berkembang dengan baik. Itu terjadi begitu saja. Waktu kebersamaan mereka di kantor mendekatkan keduanya dan membuat mereka saling terbuka satu sama lain. Mereka cukup sering berbagi cerita, tapi sebisa mungkin tidak memperlihatkan kedekatan tersebut ketika berada di kantor.

Sore ini pekerjaan Lilie telah selesai lebih cepat dari biasanya. Jadi sepertinya ia tidak perlu kerja lembur dan bisa pulang kantor on time.

Lilie menoleh ke sampingnya, ia menemukan Edgar yang juga tengah menatap padanya. Keduanya kemudian cepat-cepat mengalihkan pandangan ke arah lain.

Lilie kembali berkutat pada pekerjaannya di laptop, padahal sebenarnya ia sudah menyelesaikannya. Edgar masih duduk di kursinya juga, sampai para rekan kerja di ruangan itu satu persatu mulai berhambur pulang dan meninggalkan ruangan.

Tersisa kini Edgar dan Lilie di sana. Lilie terlihat tengah mematikan laptopnya dan mengemasi barang-barangnya ke dalam tas. Edgar melakukan hal yang sama dengan yang Lilie lakukan. Beberapa detik kemudian, usia keduanya siap untuk meninggalkan ruangan, Edgar menahan Lilie.

“Kak, kemarin udah jadi pergi ke Pasar Lama Tangerang?” Edgar bertanya pada Lilie.

“Oh itu, belum sempet sih. Temenku jadwalnya pada bentrok, jadi belum reschedule lagi buat pergi ke sana.”

Beberapa hari lalu, Lilie memang berencana untuk mencoba street food di Pasar Lama Tangerang bersama teman-teman lamanya. Edgar mengetahui hal tersebut karena Lilie sempat mencari tahu soal akomodasi yang bisa dirinya jangkau untuk pergi ke Pasar Lama Tangerang, yang notabenenya berjarak cukup jauh dari kantor. Lilie berencana akan pergi ke tempat itu sepulang bekerja, tapi jadi tertunda karena hari itu satu temannya ada yang mendadak tidak bisa turut serta. Rencana itu akhirnya terpaksa dibatalkan.

“Tapi masih pengen ke sana Kak?” Edgar bertanya algi.

“Pengen sih. Tapi yaudahlah, mungkin nanti aku bisa ke sana sendiri,” terang Lilie.

“Bukannya tempatnya jauh dari rumah Kakak ya?”

“Iya, sebenernya jauh. Tapi nggak papa, aku biasa pergi ke mana mana sendiri kok,” tanpa sadar, Lilie mengucapkannya begitu saja.

“Mau pergi ke sana sama aku nggak Kak?” celetuk Edgar secara spontan. Edgar tidak berpikir panjang soal ajakan itu, ia hanya mengikuti saja apa kata hatinya.

Lilie langsung menatap Edgar dengan tatapan tidak percaya. Selama dua detik keduanya pun sama-sama diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata apa pun.

“Ke sananya naik motor?” Lilie justru bertanya.

“Iya. Atau mau naik angkutan umum juga nggak papa. Gimana?” Edgar menawarkan alternatif.

Lilie pun mengangguk setuju. “Naik angkutan umum aja, kita bisa naik kereta ke sana. Soalnya tempatnya lumayan jauh, mending naik angkutan umum aja.”

“Oke. Jadi aku tinggal motor di kantor aja kalau gitu.”

Edgar pun juga ikut menyetujuinya. Edgar sebenarnya tidak tahu alasan pasti Lilie ingin naik angkutan umum ketimbang naik motor. Namun sepertinya karena jarak tempuh yang cukup jauh, jadi lebih nyaman naik angkutan umum. Bolehkah Edgar berharap kalau Lilie memikirkannya yang harus mengendarai motor dengan jarak tempuh yang tidak dekat?

“Kak, kenapa nggak mau naik motor?” Karena penasaran, Edgar akhirnya memutuskan bertanya.

Lilie tampak terkejut mendapat pertanyaan itu. Kini keduanya tengah berjalan bersisian untuk kelaur dari gedung kantor. Mereka akan menuju stasiun KRL terdekat dari kantor untuk naik kereta dari sana.

“Karena tempatnya lumayan jauh. Kasian kamu ngendarain motornya. Lebih aman sama nggak cape naik angkutan umum, beneran deh,” jelas Lilie akhirnya.

Mungkin Edgar belum tahu pasti bahwa Lilie telah memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Namun sepertinya, Edgar sudah mendapat lampu hijau dari Lilie. Bolehkah Edgar berharap jika Lilie menyukainya?

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

5 tahun kemudian.

House

Lilie pernah memiliki mimpi ketika ia berusia 20 tahun. Lilie membayangkan suatu hari ia memiliki rumah sederhana miliknya sendiri. Rumah tersebut tidak harus besar, tapi nyaman untuk ditingali dan yang paling penting, ditempati olehnya dan juga orang-orang yang ia sayang.

Sejak mendapat pekerjaan tetap setelah lulus kuliah, Lilie telah rutin menyisihkan pendapatannya dari bekerja untuk ditabung. Lilie ingin memiliki simpanan untuk masa depannya, yang pada akhirnya, uang tersebut akan dipakai. Setelah menikah dengan Edgar, tidak lama mereka dikaruniai seorang anak yang dititipkan di rahim Lilie.

Beberapa bulan sebelum bayi cantik itu lahir, Lilie dan Edgar telah berhasil membeli sebuah rumah dari hasil kerja keras mereka. Lilie menggunakan sebagian uang tabungannya untuk membeli rumah itu, ditambah dengan punya Edgar. Lilie mengatakan pada Edgar bahwa Lilie memang menyisihkan uang itu untuk dipakai di masa depan.

Lilie bahagia karena kini ia telah mewujudkan satu persatu yang menjadi mimpinya. Terlebih Lilie bisa kembali bekerja setelah memutuskan resign begitu anaknya lahir. 5 tahun lalu, Lilie meninggalkan pekerjaannya karena ingin mengurus dan merawat putrinya. Lilie ingin menikmati waktunya sebagai seorang ibu, serta menyaksikan setiap tumbuh kembang putri cantiknya.

Sabtu sore ini, sekitar pukul 3, Lilie baru saja sampai di rumah. Hari Sabtu Lilie masih bekerja setengah hari. Edgar libur bekerja di hari Sabtu, jadi biasanya suaminya itu akan menghabiskan waktunya bersama anak mereka di rumah.

“Hai hai, Bunda pulang nih,” ucap Lilie begitu ia membuka pintu dan melangkahkan kakinya ke dalam.

Lilie menunggu Lea yang biasanya dengan riang dan bersemangat menyambutnya ketika pulang bekerja. Benar saja, dua detik berikutnya, Lilie mendapati sosok putrinya menghampirinya. Sebuah senyum lebar mengembang di wajah cantik Lea begitu gadis kecil itu menghambur pada Lilie dan memeluknya.

“Yeay, Bunda udah pulang kerja,” ucap Lea.

Lilie mengusap puncak kepala anaknya, lalu juga mencium kedua pipi gembilnya.

Sesaat kemudian pelukan mereka terurai dan Lilie mendapati Edgar menghampirinya dan Lea di ruang tamu.

“Hari ini Lea sama Ayah nggak berantakin rumah, kan? Mbak nggak masuk lho hari ini. Kalau kalian main, mainannya harus dibereskan, oke?”

Seketika Lea menatap ke arah Edgar dan kedua manusia itu tersenyum bersamaan.

“Aman dong, Bunda,” ujar Edgar cepat.

“Aman sih, Bunda. Tapi Lea belum makan siang,” ujar Lea.

“Lho, ini udah sore. Kenapa Lea belum makan siang?”

“Tadi aku gorengin telor sama nugget buat Lea, tapi gosong semua, Yang. Terus nuggetnya udah habis di kulkas, aku bingung mau masakin Lea apa lagi,” ujar Edgar, lebih kepada pengakuan atas perbuatannya. Edgar lantas nyengir kecil, begitupun Lea yang malah mengikuti tingkah Ayahnya.

Lilie akhirnya hanya menghela napas panjangnya.

“Tapi Lea udah kenyang kok, Bunda,” ucap Lea.

Lilie seketika menatap Lea dan anaknya itu langsung menjelaskan.

“Kan di lemari ada chiki sama permen coklat, jadi tadi Lea sama Ayah makan itu deh. Jadi Bunda tenang aja, ya.”

Bukannya Lilie tenang, justru ia semakin mengelus dada karena harus bersabar. “Kalian ini kompak sama mirip banget ya kelakukannya. Nak, sini dengerin Bunda. Besok kalau dikasih permen sama Ayah, jangan mau. Lea harus makan nasi dulu, baru boleh makan permen. Ya Nak?” tutur Lilie menasehati anaknya.

“Iya, Bunda,” malah Edgar yang menyahut.

“Yang, jangan dikasih permen lagi anaknya kalau belum makan nasi,” ujar Lilie kepada Edgar.

“Iya, Sayang. Besok enggak lagi deh,” ucap Edgar sambil menampakkan senyum lebarnya. “Maafin aku ya?” tambah Edgar yang lantas menyusul langkah Lilie ke dapur.

Baru saja Lilie memaafkan Edgar, ia sudah dibuat pusing lagi. Pasalnya ruang keluarga dan dapur rumah mereka tampak tidak baik-baik saja. Beberapa barang berserakan di lantai, dan nugget gosong di dapur terlihat mengenaskan bersama telur dadar di piring yang warna dan bentuknya pun tidak jelas.

“Sekarang, Lea sama Ayah rapihin rumah dulu. Bunda mau order makanan, habis masak juga bingung. Dapurnya kacau balau begini.”

“Oke, Bunda,” ujar Lea disertai anggukannya.

“Oke, Yang,” ucap Edgar sambil mengacungkan ibu jarinya.

Lilie memperhatikan kedua manusia beda genarasi itu yang lagsung siaga membersihkan rumah, sesuai apa yang ia perintahkan. Mau tidak mau, akhirnya Lilie tidak dapat menahan senyumnya. Lucu juga, pikirnya.

Meskipun terkadang ayah dan anak itu membuatnya pusing tujuh keliling, tapi mereka juga alasan bagi Lilie untuk tersenyum dan merasa bahagia hanya dengan kehadiran keduanya. Lilie sungguh bersyukur dengan kenyataan bahwa ia memiliki Edgar dan Lea di dalam hidupnya.

“Yang, mending tau Lea makan permen dari pada dia makan telor dadar buatan aku,” celetuk Edgar yang kini telah selesai berberes. Edgar menghampiri Lilie yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

“Emang kenapa telor dadar buatan Ayah?” Lilie bertanya pada Lea yang kini ikut bergabung dengan orang tuanya di sofa.

“Asin banget telornya, Bunda. Lea keasinan tau, terus gosong juga,” jawab Lea dengan lugu dan tampang polosnya.

“Nak, kamu jangan terlalu jujur dong,” celetuk Edgar.

“Habis Ayah masaknya sambil ditinggal main game, Bunda. Kan jadi gosong makanannya,” Lea malah mengadukan kelakuan Ayahnya pada Bundanya.

“Oh gitu yaa Yang? Kamu masak sambil main game. Besok-besok gini aja, Bunda nggak tingalin kalian di rumah berdua lagi.”

“Lho kenapa emangnya?” Edgar berceletuk dengan tampak bingungnya.

Lilie pun dengan cepat menjawab, “Nggak aman kalau kalian ditinggal berdua. Rumah bentukannya jadi nggak karuan.”

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Sore ini Edgar menjemput Lilie. Edgar telah sampai di terminal dua, sesuai yang telah diberitahukan Lilie, perempuan itu berada di terminal 2 untuk kedatangan domestik. Situasi di sana tampak cukup padat, beberapa orang berlalu lalang dan melakukan kesibukan masing-masing. Edgar akhirnya cukup sulit menemukan sosok Lilie di antara banyaknya orang di sana. Maka Edgar memutuskan untuk menghubungi Lilie dengan ponselnya.

Edgar menelfon Lilie sambil berjalan menyisiri terminal dua. Panggilannya belum juga diangkat oleh Lilie, hingga akhirnya hanya suara operator perempuan yang didengarnya. Saat Edgar akan kembali menghubungi Lilie, netranya telah lebih dulu menangkap sosok yang fameliar yang berjarak tidak jauh darinya.

Lilie berada di sana. Namun Lilie tidak sendiri, perempuan itu terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan Marcel. Edgar bertanya-tanya di dalam hati, mana perginya karyawan lain yang harusnya ada di sana juga? Mengapa hanya ada Lilie dan Marcel?

Edgar memang sedikit terlambat datang menjemput Lilie, karena tadi lalu lintas menuju bandara cukup padat. Jadi apakah Lilie menunggunya dan menyisakan perempuan itu hanya bersama Marcel di sana?

Tanpa membuang waktu, Edgar segera melangkahkah kakinya ke sana. Saat beberapa langkah lagi Edgar sampai di hadapan Lilie, Edgar yang posisinya membelakangi Marcel, ia melihat pria itu tengah merengkuh tubuh Lilie ke dalam pelukannya. Netra Lilie yang bertubrukan dengan Edgar seketika membeliak, Lilie menatap lurus tepat ke arah Edgar.

Begitu langkah Edgar sampai tepat depan dua orang itu, detik itu juga Lilie langsung melepaskan dirinya dari Marcel.

Marcel yang mendapati Lilie menjauh darinya begitu saja, segera berbalik dan menemukan keberadaan Edgar di sana. Kedua lelaki itu lantas saling menatap. Secara bersamaan, kemudian tatapan keduanya mengarah kepada Lilie.

Lilie terpaku di tempatnya selama beberapa detik, sebelum akhirnya perempuan itu menarik koper miliknya dan mengajak Edgar untuk pergi dari sana.

Sepeninggalan Lilie dan Edgar, Marcel masih di sana dan menatap ke arah dua orang yang baru saja berlalu darinya. Tanpa Marcel sadari, kedua tangannya telah mengepal di samping tubuhnya.

Di sisi lain, ketika berjalan menuju parkiran, Lilie berujar kepada Edgar. “Tadi kamu liat aku sama Marcel,” ucapan Lilie menggantung begitu saja, ia merasa bingung untuk menyusun kata-katanya.

Edgar lantas menoleh dan hanya menatap Lilie. Lilie balas menatapnya dengan tatapan lugu dan polos khasnya.

“Tapi tuh sebenernya nggak kayak gitu. Maksud aku, aku nggak tau tiba-tiba Marcel ngelakuin itu,” ucap Lilie dengan cepat. Setelah mengatakannya, Lilie langsung menyesali aksi spontannya tersebut. Dalam hatinya, Lilie pun berpikir, mengapa ia harus menjelaskannya kepada Edgar?

Edgar sendiri setelah mendengar penjelasan Lilie, justru berusaha menahan senyumnya. Tiba-tiba hatinya jadi membuncah bahagia, dan seperti biasa, jantungnya berdebar dengan debaran yang tidak normal.

Edgar merasa seharusnya Lilie tidak perlu menjelaskan apa pun padanya mengenai apa yang tadi terjadi. Namun Lilie justru menjelaskannya, seolah memang Edgar perlu mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Sore ini Edgar menjemput Lilie di bandara. Sesuai yang dikatakan Lilie, perempuan itu berada di terminal 2 untuk kedatangan domestik. Edgar meminjam mobil milik kakaknya, karena ia belum memiliki mobilnya sendiri.

Edgar telah sampai di terminal dua. Situasi di sana tampak cukup padat, beberapa orang berlalu lalang dan melakukan kesibukan masinh-masing. Edgar pun akhirnya cukup sulit menemukan sosok Lilie di antara banyaknya orang di sana. Maka ia memutuskan untuk menghubungi Lilie dengan ponselnya.

Edgar menelfon Lilie sambil berjalan menyisiri terminal dua. Panggilan telfonnya belum juga diangkat oleh Lilie, hingga akhirnya hanya suara operator perempuan yang didengarnya. Saat Edgar akan kembali menghubungi Lilie, netranya telah lebih dulu menangkap sosok yang fameliar yang berada tidak jauh darinya.

Lilie berada di sana. Namun Lilie tidak sendiri, perempuan itu tengah membicarakan sesuatu dengan Marcel. Ke mana perginya karyawan lain yang harusnya ada di sana juga?

Edgar memang agak terlambat datang menjemput Lilie, karena tadi jalanan cukup macet. Jadi apakah Lilie menunggunya dan menyisakan perempuan itu hanya bersama Marcel seorang di sana?

Tanpa membuang waktunya, Edgar pun segera melangkah ke sana. Saat beberapa langkah lagi kakinya sampai di hadapan Lilie, Edgar mendapati Marcel yang membelakanginya dan pria itu merengkuh tubuh Lilie ke dalam pelukannya. Netra Lilie yang bertubrukan dengan Edgar membeliak, Lilie menatap lurus tepat ke arah Edgar.

Begitu langkah Edgar sampai tepat depan dua orang itu, Lilie detik itu juga langsung melepaskan dirinya dari Marcel.

Marcel yang mendapati Lilie menjauh darinya begitu saja, segera berbalik dan menemukan sosok Edgar di sana. Kedua lelaki itu lantas saling menatap.

“Ada yang masih ingin saya bicarakan dengan Lilie, hanya berdua saja,” ujar Marcel.

“Maaf, Pak Marcel. Tapi saya pikir tidak ada perlu dibicarakan di antara Bapak dan saya. Saya permisi Pak,” ujar Lilie dengan cepat.

Lilie manatap Edgar sesaat, sebelum akhirnya perempuan itu menarik koper miliknya mengajak Edgar untuk pergi dari sana.

Sepeninggalan Lilie dan Edgar, Marcel masih di sana menatap ke arah dua orang yang baru saja berlalu darinya. Tanpa Marcel sadari, kedua tangannya telah mengepal di samping tubuhnya.

Di lain sisi, selama berjalan menuju parkiran, Lilie berujar kepada Edgar. “Tadi kamu liat aku sama Marcel,” ucapan Lilie menggantung begitu saja, ia merasa bingung menyusun kata-katanya.

Edgar lantas menoleh dan hanya menatap Lilie. Lilie balas menatapnya dengan tatapan lugu dan polosnya.

“Tapi tuh sebenernya nggak kayak gitu. Maksud aku, aku nggak tau tiba-tiba Marcel ngelakuin itu,” ucap Lilie dengan cepat. Setelah mengatakannya, Lilie tiba-tiba jadi menyesali aksi spontannya tersebut. Dalam hatinya Lilie pun berpikir, mengapa ia harus menjelaskannya kepada Edgar?

Edgar sendiri setelah mendengar penjelasan Lilie, justru berusaha menahan senyumnya. Tiba-tiba hatinya jadi membuncah bahagia, dan seperti biasa, jantungnya berdebar dengan tidak normal.

Edgar merasa seharusnya Lilie tidak perlu menjelaskan apa pun padanya mengenai apa yang tadi terjadi. Namun Lilie justru menjelaskannya, seolah memang Edgar perlu mengetahui kebenaran sesungguhnya.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Hari-hari berlalu begitu saja dan Lilie menjalani harinya seperti biasa. Lilie terpikirkan untuk resign dari pekerjaannya, tapi rasanya masih berat baginya. Lilie ingin memikirkannya terlebih dulu. Dulu Lilie memutuskan meninggalkan pekerjaan lamanya, agar ia bisa pergi sejauh mungkin dari Marcel. Ketika Marcel kembali ke hidupnya, sama saja membuat posisi Lilie jadi sulit dan ia seperti tidak memiliki pilihan.

Pagi ini Lilie datang tepat waktu ke kantor. Kalau biasanya ia datang lebih pagi, kini saat Lilie sampai, para anggota timnya sudah lengkap berada di ruangan. Namun ada seseorang yang tidak didapati oleh Lilie di sana. Lilie pun bertanya pada Valdo. “Val, aku mau tanya. Edgar belum dateng ya?”

“Ohh tadi udah dateng sih anaknya, cuma tiba-tiba dipanggil sama Rere buat ke ruangannya Pak Marcel,” ujar Valdo.

“Ada urusan apa ya Val? Rere tadi ngasih info nggak?” Lilie bertanya lagi.

“Nggak ngasih info sih, cuma katanya dipanggil doang. Rere nggak jelasin alasannya,” terang Valdo.

Lilie lantas tampak berpikir. Tidak ada kepentingan yang membuat Marcel harus memanggil Edgar ke ruangannya. Pikiran Lilie pun melayang keman-mana. Ia jelas mengenal tabiat Marcel, sepertinya Marcel telah tahu siapa yang Lilie maksud sebagai sosok yang telah mengisi hatinya.

Lilie memutuskan melakukan sesuatu. Ia menelfon Rere melalui telfon kantor.

“Halo, Rere? Boleh aku tanya sesuatu?” ujar Lilie begitu panggilannya telah terhubung dengan Rere.

“…”

Lilie menanyakan pada Rere soal kepentingan apa yang membuat Marcel sampai harus memanggil karyawan internship-nya. Sebagai mentor untuk Edgar di perusahaan ini, maka seharusnya jika ada kepentingan, bisa melalui Lilie terlebih dulu yang bertanggung jawab atas karyawan magangnya.

Rere pun tidak dapat menjelaskan pada Lilie alasan tersebut. Rere mengatakan bahwa ia juga tidak mengetahuinya.

Tidak lama setelah Lilie mengakhiri telfonnya dengan Rere, tampak pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok Edgar di sana.

Lilie pun menanyakannya pada Edgar, ada urusan apa sampai lelaki itu dipanggil ke ruangan CEO. Namun Edgar hanya menjawab bahwa urusan tersebut adalah soal kontrak magangnya di perusahaan ini.

Lilie akhirnya bisa merasa tenang. Meskipun perempuan itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lilie tidak tahu bahwa saat ini ada dua lelaki yang secara terang-terangan telah mengibarkan bendera perang untuk mendapatkannya.

Marcel yang tadi menemui Edgar, mengkonfirmasi soal Edgar yang tertarik kepada Lilie. Marcel rupanya telah mengamati semuanya dan mencium gelagat tersebut. Edgar akhirnya mengatakan kalau hal tersebut bukanlah urusan Marcel. Apakah Edgar mempunyai perasaan pada Lilie, atau bagaimana hubungan mereka saat ini, Marcel tidak berhak tahu. Apa pun di antara Edgar dan Lilie, hanyalah akan menjadi urusan mereka. Di luar selain pekerjaan, Edgar dengan sopan mengatakan bahwa Marcel memang tidak berhak mengetahui urusan pribadi para karyawannya.

Marcel sebenarnya sudah tahu bahwa Edgar menyukai Lilie, tanpa perlu mendengar pernyataan langsung dari Edgar. Marcel hanya mengetes saja, dan secara halus memberitahu Edgar bahwa lelaki itu harus bersaing dengannya jika ingin mendapatkan Lilie.

Marcel pun mengatakan pada Edgar bahwa ia bertekad membuat Lilie kembali menerimanya. Sedangkan Edgar, ia tidak terpengaruh sama sekali atas hal tersebut. Marcel mengatakan bahwa ia akan memperjuangkan Lilie dan membuat perempuan itu kembali mencintainya.

Persaingan pun kini telah dimulai. Antara kedua belah pihak, telah sama-sama tahu bahwa mereka mempunyai satu tujuan yang sama. Namun sebenarnya bagi Edgar, ia hanya akan berjuang untuk membuat Lilie mencintainya, bukan bersaing dengan Marcel untuk memenangkan hati Lilie. Karena seperti yang Lilie katakan, antara Lilie dan Marcel sudah berakhir sejak dua tahun yang lalu.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

Siang ini hampir seisi lantai 22 dibuat penasaran akan sosok yang tiba-tiba mengunjungi kantor. Kedua tamu tersebut kemudian langsung diantar oleh sekretaris Marcel untuk menuju ruangan CEO mereka. Dari mulut ke mulut, akhirnya berhembus kabar bahwa kedua orang itu merupakan orang tua dari atasan mereka, yakni Marcellio Moeis. Kedatangan orang tua atasan mereka pun segera menjadi buah bibir banyak orang di kantor.

Lorong di lantai 22 masih tampak ramai dengan orang-orang yang berbincang membicarakan kedatangan orang tua Marcel ke kantor yang katanya mendadak, karena tanap sepengetahuan Marcel sama sekali. Sebagian menduga bahwa ada urusan yang sangat penting, hingga membuat dua orang yang diketahui merupakan pengusaha dengan segudang kesibukan, rela datang ke tempat ini.

Edgar dan Valdo baru saja kembali dari membeli makan siang di luar. Waktu sudah memasuki jam makan siang, tapi sepertinya orang-orang lebih tertarik pada sesuatu yang terjadi di kantor, ketimbang harus mencari santapan untuk mengisi perut mereka.

“Boleh tau nggak ada apa? Tumben rame banget,” ujar Valdo yang lantas bertanya apa yang terjadi pada salah satu karyawan yang berkerumun di lorong itu.

“Itu, orang tuanya Pak Marcel datang ke kantor, terus tadi langsung ke ruangannya Pak Marcel. Si Rere, sekretarisnya bilang kalau Pak Marcel mau ada meeting bentar lagi dan harus nanyain dulu ke Pak Marcel kalau mau ketemu, even mereka orang tuanya ya. Tapi orang tuanya tetep kekeh mau ketemu Pak Marcel sekarang juga. Kayaknya urusan penting deh,” ujar seorang karyawan perempuan yang ditanyai oleh Valdo itu.

Mendengar ungkapan tersebut, tiba-tiba Edgar terpikirkan akan sesuatu. Entah mengapa pikirannya mengarah pada hal yang berhubungan dengan Lilie.

“Bang,” ujar Edgar pada Valdo sebelum langkah mereka sampai di ruangan.

“Kenapa?” tanya Valdo.

“Ini makanan gue buat lo aja ya. Gue mau ngajak Kak Lilie makan siang di luar, nanti gue jelasin alasannya,” ujar Edgar.

Valdo nampak bingung dengan tingkah Edgar. Namun akhirnya ia hanya menurutinya. Edgar mengatakan kalau ini berhubungan dengan Lilie dan Marcel. Tujuan Edgar hanya satu, yakni ia tidak ingin Lilie kembali menghadapi luka lamanya.

***

Edgar baru saja akan mengajak Lilie keluar untuk makan siang, tapi sepertinya ia terlambat. Lilie lebih dulu dipanggil ke ruangan atasan tertinggi mereka. Tentu atasan tertinggi di perusahaan ini adalah Marcellio Moeis, dan Lilie diminta ke ruangan Marcel karena ada hal yang akan disampaikan.

Lilie sebelumnya tidak mengetahui kabar soal orang tua Marcel yang datang ke kantor. Beberapa jam lalu Lilie sibuk bekerja untuk mengejar deadline-nya. Jadi ketika ia diminta ke ruangan Marcel, Lilie hanya melangkah begitu saja ke sana. Tanpa Lilie tahu bahwa memang ada sosok yang sedang menunggu kedatangannya dan mengatakan hal yang seketika menohok hatinya.

Orang tua Marcel meminta secara tegas pada Lilie untuk resign dari kantor, yakni sama saja dengan meninggalkan karir dan pekerjaannya di perusahaan ini.

“Saya akan jamin kamu mendapat pekerjaan dan posisi terbaik di perusahaan lain,” ucap wanita yang merupakan ibu dari Marcel itu sambil menatap lurus ke arah Lilie.

“Mama dan Papa nggak ada hak untuk meminta Lilie resign dari perusahaan Marcel. Perusahaan ini milik Marcel dan kalian nggak berhak atas keputusan apa pun di tempat ini,” sambar Marcel dengan cepat.

“Marcel, kamu yang memaksa Papa dan Mama untuk melakukan ini. Kamu membeli perusahaan tanpa sepengetahuan kita, dan ternyata kamu punya maksud tertentu dengan memberi perusahaan ini,” ujar Papanya Marcel.

Kemudian giliran Mamanya yang kembali angkat bicara, “Sekarang kamu yang putuskan, Marcel. Kalau kamu ingin dia tetap bekerja di sini, kamu yang harusnya melepas perusahaan ini. Setelah dua tahun, kamu masih aja mengejar dia. Mama nggak ngerti, apa yang ada di pikiran kamu.”

Lilie hanya mampu terdiam di tempatnya. Bahkan rasanya ia tidak sanggup lagi menatap orang tua Marcel yang tengah duduk di hadapannya.

Lilie kembali merasa hancur, luka lama yang telah ia coba tutup kini seperti kembali terbuka.

Kejadiannya hampir persis seperti 2 tahun lalu. Di mana ketika orang tua Marcel menemui Lilie, dan secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka tidak menerima Lilie untuk menjadi bagian dari keluarga mereka.

“Pah, Mah, tolong hentikan. Kalau Papa sama Mama nyakitin Lilie, sama aja kalian nyakitin Marcel. Papa dan Mama perlu tahu satu hal, perempuan yang Marcel cintai cuma Lilie,” ujar Marcel dengan nada suaranya yang terdengar frustasi.

Lilie lantas menatap Marcel yang duduk di sampingnya. Tatapan Lilie terlihat penuh luka dan kecewa. Marcel memang membelanya di depan orang tuanya dan mengatakan bahwa ia mencintai Lilie dan hanya ingin hidup bersama Lilie. Namun bagi Lilie sendiri, Marcel telah terlambat untuk memperjuangkannya.

Lilie akhirnya pamit dari ruangan itu setelah mengatakan bahwa ia akan segera resign dari perusahaan.

Langkah Lilie yang meninggalkan ruangan Marcel rupanya segera disusul oleh Marcel. “Lilie, dengerin aku dulu,” ucap Marcel yang mengejar langkah Lilie.

Lilie segera berbalik dan mendapati Marcel berada di sana. Kedua mata Lilie membeliak menatap Marcel yang menyusulnya. Mereka jelas-jelas masih berada di area kantor, dan Marcel seolah tidak peduli akan tanggapan orang-orang yang bisa saja melihat mereka dan akan mendengar pembicaraan keduanya.

“Lilie, aku nggak akan biarin kamu untuk resign dari perusahaan ini,” ucap Marcel.

Lilie merasakan matanya memanas dan ia berusaha menahan air matanya. Lilie tidak ingin membalas apa pun ucapan Marcel, karena bisa saja itu justru memperburuk keadaan, dan orang kantor mungkin akan segera mengetahui tentang masa lalu mereka.

Lilie kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Marcel. Dengan perasaannya yang kembali hancur, sebisa mungkin Lilie menahan semua emosi yang bergejolak dalam dirinya. Tidak ketika ia masih berada di kantor. Lilie ingin pergi dari tempat itu sekarang juga, kalau saja itu memungkinkan. Namun Lilie tidak bisa melakukannya, karena pekerjaannya masih menunggu untuk segera diselesaikan.

Marcel benar-benar telah meninggalkan Lilie dua tahun yang lalu. Marcel tidak pernah tahu bahwa sangat hancur kala itu. Marcel memang mencintai Lilie, tapi pria itu terlambat berjuang dan sudah tidak ada lagi cinta di hati Lilie untuk sosok Marcel.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕

2 hari kemudian.

Lilie telah kembali bekerja setelah merasa bahwa kondisinya cukup baik. Edgar akhirnya mengetahui fakta bahwa Lilie menolak Marcel malam itu. Cerita Lilie pada Edgar sore itu, berakhir dengan Lilie yang mengatakan bahwa pada saat acara ulang tahun kantor, Marcel meminta Lilie untuk kembali menjalin hubungan denganya. Namun Lilie menolak Marcel dengan menyatakan bahwa ia tidak ingin menjalin hubungan dengan Marcel, atau pun kembali membiarkan dirinya jatuh cinta pada pria itu.

Malam itu yang terjadi adalah Marcel menyatakan perasaannya pada Lilie, tanpa tahu bahwa selama 2 tahun berlalu, Lilie telah mencoba menyusun hatinya yang hancur. Marcel tidak pernah tahu bahwa Lilie sehancur itu. Lilie terluka dan terpuruk, bahkan ia sempat menyalahkan dirinya sendiri. Lilie merasa tidak berharga karena ditinggalkan oleh orang yang telah ia anggap menyayanginya. Seseorang yang sebelumnya memiliki citra baik dimatanya dan sempat memberikan janji-janji manis kepadanya.

Marcel pernah menjadi masa lalu yang indah bagi Lilie. Namun dengan Marcel yang saat ini mencoba kembali memasuki hidup Lilie, sama saja Marcel berusaha kembali menghancurkan hati Lilie yang sudah perempuan itu coba benahi dengan susah payah.

Ketika ada urusan pekerjaan yang harus melibatkan Lilie dengan Marcel, karena Lilie adalah manager divisi, Lilie memang tidak bisa menghindari Marcel. Seperti siang ini, Lilie harus datang seorang diri ke ruangan CEO. Sekretaris Marcel memberitahu bahwa ada urusan pekerjaan dan atasan memanggil Lilie untuk ke ruangannya.

Lilie hanya bisa berharap bahwa Marcel tidak memanfaatkan jabatannya, semata hanya karena Marcel ingin bertemu dengannya.

Lilie diantar oleh sekretaris Marcel sampai ke ruangan pria itu. Sesampainya Lilie di sana, sekretaris Marcel meninggalkan Lilie hanya berdua dengan Marcel di tempat itu.

Lilei segera menghampiri Marcel dan meletakkan sebuah file yang Marcel minta di meja pria itu. “Berikut dokumen yang sebelumnya Bapak minta,” ucap Lilie dengan sopan.

Marcel langsung beranjak dari kursinya tanpa melirik sedikitpun dokumen tersebut. Marcel berjalan menghampiri Lilie dan kini tengah menatap tepat di manik mata perempuan itu.

“Ada yang perlu aku bicarakan sama kamu, Lilie,” ucap Marcel.

“Jika yang ingin Bapak bicarakan mengenai dokumen tersebut, maka akan dijelaskan oleh divisi product development pada rapat nanti sore, Pak. Dari tim sosial media marketing, sudah dijelaskan di rapat kemarin.”

“Tapi kemarin kamu tidak masuk bekerja. Jadi saya ingin kamu menjelaskan ulang pada saya. Ada hal yang ingin saya bahas tentang promotion tools brand kita,” ucap Marcel.

Ucapan Marcel seketika membuat Lilie menatap pria itu dengan tatapan tidak percaya. Apa lagi ini? Jelas-jelas Marcel sengaja melakukannya. Pria itu membuat keadaan di mana Lilie harus melakukan pekerjaannya dan hanya ada dirinya dan Marcel saja berdua di ruangan itu.

“Kalau begitu, saya akan menjelaskannya dengan didampingi oleh tim saya Pak. Izinkan saya untuk memanggil salah satu tim saya terlebih dulu,” ucap Lilie.

“Saya rasa kamu mampu menjelaskannya sendiri, Lilie. Kamu bertanggung jawab penuh terhadap divisi kamu, bukan?” Marcel berujar lagi.

Lilie tidak dapat berkutik. Pada akhirnya ia hanya mampu menjalankan perintah tersebut. Andaikan mencari pekerjaan baru adalah hal yang mudah, maka Lilie sudah memutuskan keluar dari perusahaan ini ; tentunya untuk pergi selamanya dari seorang Marcellio Moeis.

Lilie kemudian mengambil flash disk dari saku blazernya, dan akan mempresentasikan sebuah power point di hadapan Marcel. Sebuah layar projector dinyalakan dan materi sudah tertampang di layar, Lilie akhirnya segera membuka presentasinya.

Marcel memperhatikan Lilie dari kursinya. Kedua mata kecilnya mengarah pada Lilie, mendengarkan juga dengan seksama penjelasan perempuan itu.

“Untuk produk-produk kita yang sebelumnya, dari pihak marketing menyarankan untuk kembali dilakukan promosi secara gencar, Pak. Terutama promosi dari sosial media, karena dari riset yang kita lakukan, brand kita cukup banyak dapat engagement dari sosial media. Untuk rekap insight bulan ini, Instagram menghasilkan reach audiens terbanyak, yakni sejumlah 20 ribu impression,” ujar Lilie panjang lebar.

“Tapi bukannya produk kita yang baru launching kemarin juga sukses? Satu pertanyaan saya, kenapa tim marketing ingin kembali mendongkrak promotion untuk produk-produk lama?”

“Begini, Pak. Karena sebelumnya yang mendongkrak nama IT’S CLEINE adalah pemain-pemain lama. Mulai dari Flame Rose, Sweet Red, sampai dengan Vanilla Angel yang merupakan produk best seller kita di setiap tahunnya. Produk-produk lama kita dari segi penjualan masih cukup baik Pak, tapi memang konsumen jadi lebih fokus paa produk baru kita. Untuk 2 produk baru, yaitu Eucalyptus dan Loewe, akan tetap tim marketing kita promosikan secara rutin di berbagai platform,” terang Lilie panjang lebar.

“Oke, kalau gitu coba jalankan dulu rencana itu. Penjelasan yang kamu paparkan cukup masuk akal. You did it so well. Untuk tema pemasarannnya, tolong buat semenarik mungkin ya,” ujar Marcel akhirnya.

“Baik, Pak. Apa ada lagi yang perlu saja jelaskan?” Lilie bertanya sebelum mengakhiri presentasinya.

“Ada satu hal yang ingin saya tanyakan sama kamu,” ujar Marcel.

Ucapan Marcel tersebut lantas membuat Lilie mengernyitkan kedua alisnya. “Pertanyaan apa ya Pak?” Lilie bertanya. Perempuan itu masih berdiri di tempatnya. Sampai akhirnya Marcel beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Lilie.

Lilie sedikit mendongak untuk menatap Marcel. Tatapan mata itu terasa sama seperti 2 tahun yang lalu. Namun yang telah berbeda saat ini adalah perasaan Lilie sendiri. Lilie tidak bisa lagi merasakan perasaan cinta di hatinya untuk Marcel.

“Apa artinya ada pemain baru di hidup kamu, sehingga nggak ada kesempatan untuk pemain lama?”

Lilie masih terdiam selama beberapa detik. Lilie jelas paham maksud pertanyaan Marcel.

Marcel merasa kalau ada seseorang yang telah menempati hati Lilie, jadi perempuan itu menolaknya. Mungkin kalau tidak ada pemain baru itu, Lilie masih akan memberi Marcel kesempatan dan bisa kembali merasakan perasaan cinta itu.

Detik berikutnya, Lilie akhirnya membuka suara. “Apa yang kamu bilang barusan, itu benar.” Detik berikut setelah mengatakannya, Lilie segera beranjak dari hadapan Marcel dan berlalu dari ruangan itu. Namun dengan cepat Marcel kembali menahan langkah Lilie.

You must be lying to me, Lilie,” ucap Marcel.

Lilie lantas menghembuskan napas panjangnya. “Aku rasa sudah cukup aku bilang ke kamu, Marcel. Tolong sebisa mungkin, kamu jauhin aku dan bersikap profesional. Seharusnya kalau kamu peduli sama aku, kamu nggak bikin posisi aku perusahan ini jadi sulit. Dengan kamu yang kayak gini, itu menyulitkan posisi aku di kantor. Selamanya kamu tetap akan jadi atasan aku, dan aku bawahan kamu. Kamu harusnya tau batasan itu.”

Setelah sebelumnya sudah mendapat penolakan, rupanya Marcel masih mencoba dan gigih mendekati Lilie, yang pada akhirnya membuat rumor jelek tentang Lilie semakin banyak berhembus di area kantor. Lilie sempat menanggapi rumor itu, tapi tetap saja gosip tersebut bisa reda dengan mudah. Antara dirinya dan Marcel, tidak ada apa pun yang spesial. Apa yang dilihat oleh orang-orang, hanyalah sebatas hubungan pekerjaan. Namun mereka mengasumsikannya dengan asumsi yang berbeda dan berakhir menciptakan isu-isu yang tidak benar.

***

Marcel memutuskan mencari tahu soal kebenaran tentang ucapan Lilie. Sebelumnya tidak terbesit di pikiran Marcel bahwa ada sosok lelaki di hati Lilie.

Dengan bantuan sekretarisnya, Marcel akhirnya berhasil mendapat info tentang seorang lelaki yang kemungkinan memiliki hubungan dengan Lilie atau sedang dekat dengan perempuan itu. Sekretarisnya juga memberikan informasi bahwa beberapa kali Lilie terlihat pulang diantar oleh lelaki yang sama.

Marcel tidak mempercayai informasi yang diberikan sekretarisnya itu. Maka sore ini, Marcel memutuskan untuk membuktikannya sendiri dengan matanya.

Biasanya Lilie memang memang telat pulang dari kantor. Marcel sering mengamati hal tersebut, tapi masih mencoba menjaga batasan itu. Namun kini sepertinya pria itu tidak peduli. Marcel berjalan ke ruangan di mana Lilie bekerja, melewati batas yang seharusnya ia tidak lewati.

Seorang kurir pengantar makanan datang ke ruangan tempat Lilie bekerja untuk mengantar pesanan. Ketika kurir itu melewati Marcel, Marcel melihatnya dan tahu bahwa merek restoran dibungkusan tersebut adalah restoran makanan Korea yang merupakan kesukaan Lilie.

Marcel pun akhirnya berhasil mendapati itu di depan matanya sendiri. Di ruangan kerja itu, nampak Lilie tidak sendiri berada di sana. Lilie tengah bersama seorang lelaki yang Marcel ketahui adalah karyawan magang di kantor. Marcel mendapati dengan jelas kedekatan antara Lilie dan Edgar. Bagi seorang karyawan magang, tidak diwajibkan untuk lembur, tapi lelaki itu bersedia untuk melakukannya. Bukan hanya sekali dua kali, dari info yang Marcel dapatkan, karyawan magang itu memang sempat beberapa kali bekerja lembur di kantor meski itu tidak diwajibkan. Jelas sekali itu bukan hal wajar dan biasa, di balik itu pasti ada tujuan lain. Sebagai sesama lelaki, Marcel pun dapat membaca gelagat Edgar bahwa lelaki itu memang menyukai Lilie.

Marcel merasa kalau dibandingkan dengan lelaki itu, dirinya lebih unggul dan bisa mendapatkan Lilie. Maka Marcel telah memutuskan sesuatu, bahwa ia tidak akan mundur begitu saja untuk kembali mendapatkan Lilie. Jika Marcel harus bersaing dan siapa pun itu yang menjadi rivalnya, Marcel bersedia untuk melakukannya. Marcel akan dengan senang hati menghadapi persaingan tersebut.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕