alyadara

Hari ini Olivia dan Marcel menyempatkan waktu di tengah kesibukan mereka untuk bertemu. Ini adalah hari Rabu, jadi artinya, besok Marcel akan mengenalkan Olivia pada Mikayla.

Marcel dan Olivia pergi ke mall untuk membeli sesuatu untuk Mikayla, seperti rencana Olivia sebelumnya. Olivia ingin membawakan makanan kesukaan Mikayla dan juga mainan. Mereka telah berhasil menemukan mainan yang bentuk kemasannya menyerupai telur dan di dalamnya terdapat boneka. Olivia membeli 3 buah mainan bernama LOL Surprise tersebut yang dikemas dalam paper bag berwarna pink pastel, tidak lupa diisi juga dengan beberapa permen.

LOL

Bag

Besok, Olivia akan membawanya ketika ia bertemu Mikayla.

“Aku udah pesen cake-nya, besok siang baru dianter ke butik aku. Permennya udah satu tas sama mainannya. Kamu besok jemput aku jam berapa?” ujar Olivia pada Marcel. Olivia baru saja merapikan belanjaan dan menatanya di dekat sofa ruang tamu apartemennya.

“Jam 4 sore aku jemput kamu,” ujar Marcel.

“Oke. Yaudah, ini kamu mau pulang, kan?”

“Kamu ngusir aku, Babe?”

“Yaa .. enggak gitu, Babe. Ini jam berapa? Udah mau jam 7 tuh.”

Marcel justru mendekat pada Olivia, lalu perlahan ia memeluk Olivia dari belakang. Marcel sedikit menggoyangkan pelukannya di sana dan ia meletakkan dagunya di bahu Olivia.

Olivia meletakkan tangannya di lengan Marcel, lalu ia menepuknya sebanyak dua kali, tapi Marcel belum ingin melepaskan pelukannya.

“Mikayla nanti nyariin Daddy-nya lho. Kamu pulang sana,” ujar Olivia.

“Ya nggak papa, kan Daddy-nya lagi dipinjem dulu sama Mommy sebentar. Kamu katanya lagi kurang enak badan hari ini, nggak mau ditemenin sama aku? Beneran aku disuruh pulang nih?”

Olivia lantas diam saja. Sebenarnya ia masih ingin Marcel di sini, tapi ada hal lain ia pikirkan.

Olivia kemudian berbalik badan agar bisa berhadapan dengan Marcel.

“Aku telfon Mikayla ya? Aku izin sama dia pulang agak telat,” ujar Marcel.

Olivia tampak sedang menahan senyumnya. “Emangnya kamu mau izinnya gimana?”

“We will see,” ujar Marcel yang langsung merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya, lantas ia segera menghubungi seseorang.

Begitu sambungan terhubung, Marcel langsung bicara, “Halo. Iya, tolong saya mau bicara sama Mikayla.”

Kemudian tidak lama berselang, Marcel mengaktifkan fitur speaker di ponselnya. “Halo, Princess.”

“Halo, Daddy? Kenapa nelfon, Daddy?” terdengar suara perempuan yang lembut sekali dari ponsel itu.

“Princess, Daddy mau izin nih sama kamu. Boleh nggak malam ini Daddy pulangnya agak telat?”

“Daddy masih kerja di kantor? Kerjaan Daddy lagi banyak ya?”

“Daddy nggak di kantor, Sayang.” Marcel menjeda ucapannya sesaat. Ia lantas menatap kepada Olivia, senyumnya teruls, begitu juga tertular kepada Olivia.

“Daddy lagi ditempat Mommy nih. Temenin Mommy sebentar ya, soalnya Mommy lagi sakit.”

“Maksudnya calon Mommy-nya Mikayla ya?”

“Iya, Princess. Boleh nggak? Jam 8 deh Daddy udah sampe di rumah. Gimana?”

“Hmm .. boleh deh. Tapi beneran ya Daddy?”

“Iya, beneran, Sayang.”

“Oke, Daddy. Bye, I love you.”

“Bye, Sayang. I love you too.”

Setelah itu sambungan diakhiri. Marcel menatap Olivia, ia mendapati sebuah senyum cantik terulas di wajah kekasihnya.

Baru pertama kali Olivia melihat interaksi antara Marcel dan anaknya, dan ia merasa bahagia mendapati itu, karena Olivia melihat Marcel terus berusaha untuk menjadi Ayah yang baik untuk Mikayla.

Marcel pernah mengatakan bahwa ketika Mikayla hadir di dunia, sebenarnya Marcel belum siap untuk menjadi seorang Ayah, dan Marcel merasa belum maksimal dalam menjalankan perannya. Marcel mencoba melakukan yang terbaik untuk Mikayla, meski kadang masih merasa payah dengan itu. Mikayla hadir atas kehendak Tuhan, meskipun mungkin Marcel tidak bisa mencintai almarhum istrinya, bahkan setelah putrinya lahir.

“She look that she’s really loves you,” ujar Olivia tiba-tiba.

Olivia menatap kedua iris legam Marcel, ia juga melihat cinta yang besar yang terpancar dari mata itu. Olivia yakin bahwa jauh di lubuk hati terdalamnya, Marcel sungguh mencintai anaknya.

***

Marcel mengatakan ia akan menunggu Olivia sampai perempuan itu tertidur. Jika sedang kurang enak badan, Olivia memang sedikit sulit terlelap. Marcel khawatir, jadi ia ingin memastikan Olivia tertidur sebelum dirinya pulang.

Mereka berpelukan ringan sambil berbaring, lantas sesekali berciuman. Namun tidak ada ciuman di bibir, karena Olivia bilang Marcel bisa ketularan sakit jika mereka melakukannya. Olivia telah makan dan meminum obat pereda demam dan sakit kepala, agar besok pagi bisa merasa lebih baik. Minggu ini pekerjaan Olivia di butik cukup padat, jadi mungkin karena itu ia merasa kelelahan dan berakhir stamina tubuhnya menjadi menurun.

“Babe,” Olivia berujar pelan.

“Kenapa Sayang?”

“Kalau aku hamil, kamu seneng nggak?”

“Babe, .. kamu hamil? Jadwal datang bulan kamu gimana?” Marcel lekas bertanya, kedua matanya tampak berbinar.

“Engga,” Olivia spontan tertawa pelan. “Aku cuma nanya, Babe. Kan seandainya.”

Marcel lalu sedikit bergerak dari posisinya, ia kemudian menangkup wajah mungil Olivia menggunakan kedua tangan besarnya. “Babe, kamu nggak perlu khawatir. Tujuan kita pacaran itu untuk nantinya menikah. Aku bakal seneng banget kalau kamu hamil. Aku pengen punya anak dari kamu. Aku pengen anak laki-laki, biar nanti kalau kamu main boneka Barbie sama Mikayla, aku bisa main sepeda sama anak laki-laki kita.”

“Ohh gitu. Makanya kamu suka makan daging, ya?”

“Iya. Aku baca di jurnal, katanya kalau mau anak laki-laki ada kiat-kiat yang bisa dilakuin, Babe. Salah satunya bisa dari apa yang kita makan.”

“Alright,” ujar Olivia kemudian.

Mereka masih saling bertatapan, lalu kemudian Marcel berujar, “Babe, I have something for you. Wait a minute” Marcel kemudian beranjak dari tempatnya. Pria itu bergegas mengambil sesuatu dari dalam jas hitamnya, yang kemudian disembunyikan di balik punggungnya.

Olivia lalu duduk bersila di atas kasur, ia menunggu Marcel memperlihatkan benda itu kepadanya. Ketika Marcel menunjukkannya, Olivia seketika tampak terkejut dan terpana menatapnya. Sebuah kotak cincin beludru berwarna biru navy di pegang oleh Marcel, lalu pria itu membukanya dan menunjukkan isi di dalamnya, yakni sebuah cincin bermata berlian.

“This is for you,” ujar Marcel.

Kedua mata seketika Olivia berbinar menatap cincin tersebut. Lantas tanpa menunggu apa pun, Marcel mengambil cincin dari kotak itu dan akan memakaikannya di jari manis Olivia.

Olivia menyerahkan tangannya, lalu membiarkan Marcel menyematkan cincin di di jari manisnya.

“Do you like it?” tanya Marcel begitu cincinnya sudah terpasang sempurna di jari Olivia.

Olivia memerhatikan cincin di jarinya itu, lantas sebuah senyum terulas di wajah cantiknya. “I like it. This is so beautiful.”

The ring

Marcel kemudian meraih tangan Olivia dan ia menyematkan kecupan di punggung tangan itu. Marcel menahan tangan Olivia untuk berada di genggamannya.

“I will always hold your hand like this, Babe,” ujar Marcel.

Olivia menatap tangannya yang digenggam oleh Marcel, lalu detik berikutnya ia beralih menatap tepat ke manik mata Marcel.

“I will do the same. Don’t you ever leave me,” ujar Olivia.

“Kenapa kamu tiba-tiba ngomong gitu? Aku nggak bakal ninggalin kamu,Babe.”

“Kita nggak ada yang tau apa yang bakal terjadi. Kadang nggak perlu alasan untuk mencintai dan nggak perlu juga alasan untuk ninggalin. I just wish that our relationship is gonna be last forever. I wish we can have each other until we’re get old, and we can make a long journey together.”

Marcel menatap Olivia lekat, lalu memperat genggaman tangannya di tangan mungil itu, “I wish it too, Babe.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Marcel belum bisa terpejam setelah beberapa saat Olivia memejamkan matanya. Olivia berada di dekapannya, tampak tertidur begitu lelap. Permukaan kulit polos mereka yang saling bersentuhan, menghadirkan perasaan nyaman di bawah satu selimut tebal yang sama. Ini tengah malam, sekitar pukul 2, Marcel dan Olivia baru saja selesai memadu kasih.

Marcel pulang dari kantor langsung ke apartemen Olivia. Kemudian Marcel mendapati Olivia yang menunggunya sampai perempuan itu hampir saja tertidur karena sudah mengantuk.

Marcel mengatakan mereka akan tidur saja. Namun ternyata Olivia menginginkannya. Marcel tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia juga menginginkan hal yang sama, dan Olivia sangat paham akan itu. Berakhir mereka melakukannya sebanyak 2 kali, kemudian memutuskan menyudahinya setelah merasa kelelahan, sehingga kini Olivia bisa mendapat tidurnya yang cukup nyenyak.

Marcel kini tengah memandangi paras Olivia. Marcel merasa terpesona dan jatuh cinta setiap menatap wajah ini, perasaannya selalu sama. Kemudian secara perlahan satu tangan Marcel terangkat, tapi tertahan di udara dan urung untuk mengelus wajah itu, karena takut mengganggu tidur Olivia.

Dua detik berikutnya, Olivia sedikit bergerak dari posisinya. Marcel mengusap lengan Olivia dan mengusap punggungnya juga, berusaha menenangkan Olivia agar tidur perempuan itu tetap nyaman.

Namun Olivia justru perlahan membuka kelopak matanya dan kini tengah menatap Marcel dengan mata yang tampak masih setengah mengantuk.

Babe, kok kamu belum tidur?” ujar Olivia.

“Kamu tidur lagi, ya?” ucap Marcel sembari mengusap puncak kepala Olivia.

“Kamu juga tidur. Besok kan kamu kerja, nanti jadi ngantuk pas di kantor.”

“I just can’t sleep,” ucap Marcel.

“Kenapa? Kamu lagi banyak pikiran ya?”

“Lumayan.”

“Mikirin apa?” Olivia bertanya.

“Mikirin kamu,” jawab Marcel cepat.

Olivia lantas mendecih pelan, tapi kemudian ia tertawa renyah. “Babe, it’s two a.m and you tried to teased me?”

“I’m not teased you, Babe. Seriously, I’m thinking about you and me, about us.”

“What do you think?” Olivia kini tengah menatap Marcel dengan mata yang sepenuhnya terbuka, perempuan itu sedikit mendongak agar pandangannya dan Marcel bisa sejajar.

“I’m thinking about us. I want to make a long journey with you, Olivia. I want you to meet my daughter and my friends. Will you?”

Olivia perlahan mengangguk. “Boleh. Kira-kira kapan?”

“Kalau hari kamis, gimana? Aku ajak kamu buat ketemu sama Mikayla. Tapi mungkin sore, pas aku pulang ngantor. Kamu harus kerja di butik, kan?”

“Aku kamis bisa.”

“Oke. Nanti aku jemput kamu, terus kita ke rumah aku ya.”

Olivia mengangguk. Namun detik berikutnya ia teringat akan sesuatu dan lekas berujar, “Oh iya, Babe. Mikayla sukanya apa ya? Aku mau bawain sesuatu buat dia.”

“She likes candy so much. Oh, and cake.”

“Alright. Kalau mainan dia sukanya apa?”

“Barbie. She like Barbie so much. Sama satu lagi ada mainan, aku nggak tau namanya apa. Yang bentuk kemasannya kayak telor gitu lho, Babe. Terus pas dibuka didalemnya ada boneka yang matanya gede gitu.”

“Yang kayak gimana sih Babe?

“Aku lupa, Babe. Gini aja, besok kita ke mall buat cari mainan itu. Aku lupa namanya, tapi kalau liat, aku tau. Aku yakin di toko mainan pasti ada.”

“Oke, selain candy sama cake, nanti aku beliin mainan buat Mikayla.”

“Alright.”

“Ayo tidur, kamu juga tidur,” ucap Olivia kemudian.

“Iya, Babe.”

Olivia lantas mendekatkan dirinya kepada Marcel, ia masuk ke pelukan hangat yang selalumembuatnya nyaman itu.

Olivia melingkarkan lengan kecilnya di tubuh kekar Marcel, kemudian memberi usapan menenangkan di punggung lebar kekasihnya.

Marcel mengulaskan senyumnya sekilas, kemudian ia menyematkan sebuah kecupan di puncak kepala Olivia dan berakhir di kening, hal yang selalu Marcel lakukan sebelum kekasihnya tertidur.

***

In Room

“Babe, kamu liat jam tangan aku nggak ya?” ujar Marcel yang tampak tengah sibuk mencari sesuatu di meja rias di kamar Olivia.

“Ada di meja, Babe. Coba cari yang bener,” sahut Olivia yang masih berada di kamar mandi.

Marcel lantas kembali berujar, “Di mana? Nggak ada Babe, ini aku udah cari di meja rias.”

Tidak lama berselang, tampak Olivia kembali dari kamar mandi dan menghampiri Marcel di depan meja rias.

Olivia telah membalut tubuhnya dengan gaun tidur berbahan satin, setelah sebelumnya Marcel hanya mendapati perempuan itu dengan bra hitam dan sebuah celana pendek di atas paha.

“Ini apa?” Olivia langsung menemukan benda yang sedari tadi dicari oleh Marcel dan menunjukkannya tepat di hadapan pria itu.

“Ketutupan, Babe.” Marcel segera menampakkan cengiran kecilnya dan mengambil benda itu dari tangan Olivia. Kemudian Marcel memakai arloji miliknya di pergelangan tangan kiri.

Olivia pun cekatan berinisiatif membantu Marcel memakai dasi, juga merapikan sedikit kerah kemeja pria itu.

“Babe, aku harus tiba-tiba ninggalin kamu, padahal kita baru spend waktu bareng. Maaf ya,” ucap Marcel dengan wajah menyesalnya.

“Iya, nggak papa,” ujar Olivia.

“Sini, peluk dulu bentar sebelum aku jalan,” ujar Marcel yang kemudian lebih dulu membawa tubuh Olivia masuk ke dalam dekapannya.

Olivia segera balas melingkarkan lengannya pada torso kekar Marcel. Kemudian Olivia menduselkan kepalanya di dada bidang Marcel. Olivia secara rakus menghirup aroma tubuh khas milik Marcel yang selalu membuatnya candu.

Setelah beberapa detik mereka saling mendekap dan menyalurkan kasih, akhirnya pelukan itu terurai secara perlahan.

Marcel lantas mengarahkan tangannya untuk menangkup kedua sisi wajah Olivia, lalu ia mendekat lagi pada Olivia dan melayangkan sebuah kecupan lembut di kening.

“Babe, gimana kalau nanti aku stock baju kerja sama beberapa baju casual di apart kamu? Jadi kalau aku nginep, nggak perlu repot bawa baju lagi,” lanjut Marcel lagi, masih sambil lekat menatap Olivia.

“Boleh, stock aja. Nanti taro di lemariku ,” ujar Olivia.

Marcel lantas mengangguk. “Babe, kamu udah cocok jadi istri deh,” ucap Marcel spontan.

“Maksudnya?“ Olivia bertanya dengan kedua alis yang tampak bertaut.

“Yaa ... kamu udah cocok jadi istriku. Kamu bisa nemuin barang yang nggak bisa aku temuin, pakein aku dasi sama bantuin aku siap-siap berangkat kerja. Itu salah satu dari sekian banyak keahlian seorang istri, Babe.”

“Emang keahlian lainnya apa?” Olivia bertanya.

“Hmm ... ahli memadu kasih di ranjang, misalnya ... ” ucap Marcel diiringi tatapan puppy eyes yang nampak menggemaskan.

Olivia tidak percaya ini. Mana ada pria dewasa berusia 30 tahun yang memiliki tampang dan kelakuan seimut seperti sosok di hadapannya ini, terlebih ketika bicara soal berhubungan intim?

Oh, shit. Olivia merutuki dirinya yang selalu terpesona akan peringai Marcellio Moeis, apalagi ia jadi teringat ekspresi wajah tampan Marcel saat mereka sedang berada di ranjang.

“Menurut kamu aku udah ahli atau belum?” Olivia lalu bertanya.

“Udah,” Marcel menjawab singkat, nada bicaranya tiba-tiba terdengar sedikit gugup. Pasalnya Marcel jadi teringat apa yang mereka lakukan semalam. Tatapan manja Olivia yang kini tengah ditunjukkan perempuan itu, sukses membuat Marcel gemas dan ingin kembali menerkam kekasihnya. Kalau saja bisa, Marcel tidak ingin berangkat ke kantor, agar ia dapat seharian menghabiskan waktunya bersama Olivia. Sayangnya Marcel memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin perusahaan dan harus profesional dalam menjalankan tugasnya.

Berkat candaan tersebut, akhirnya Marcel justru mendapat sesuatu di dari Olivia secara spontan. Olivia terlanjur gemas dengan sosok di hadapannya ini.

Olivia sedikit berjinjit untuk menyamai tingginya dengan Marcel, lalu tanpa basa-basi Olivia mencumbu bibir Marcel dengan gerakan yang cukup brutal ; seperti ada isyarat bahwa Olivia masih merindu dan ingin bersama. Marcel juga ingin sebenarnya, sangat ingin. Namun apa boleh buat, ada tuntutan pekerjaan yang juga menjadi prioritas bagi Marcel.

Awalnya Olivia yang memimpin kendali, tapi kemudian secara berangsur, Marcel mulai mengambil alih kendali dengan balas melumat bibir penuh milik Olivia, bibir yang selalu membuatnya mabuk dan merindu.

Setelah sekitar 3 menit mereka berciuman, secara perlahan pagutan itu akhirnya terurai. Mereka kini saling menatap dengan tatapan intens.

“Aku berangkat dulu ya,” ujar Marcel.

“Iya, kamu hati-hati di jalan,” ucap Olivia.

“Iya. Nanti aku telfon habis meeting. Bye, I love you,” tutur Marcel sebelum membawa dirinya untuk menghilang dari hadapan Olivia.

Olivia mengantar kepergian Marcel sampai pintu. Kemudian Olivia bergegas menutup pintu apartemennya ketika punggung Marcel sudah tidak lagi terlihat oleh pandangannya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Ketika menjalani suatu hubungan, setiap orang pastinya menginginkan dan mendambakan sesuatu dari pasangannya. Maka sejatinya hubungan yang tetap bisa berjalan harmonis, adalah ketika di mana satu sama lain dapat saling melengkapi dan mengisi bagian kosong untuk pasangannya.

Olivia mendambakan seseorang yang bisa menjadi support system baginya. Begitu sebaliknya, Olivia juga ingin bisa menjadi seseorang yang selalu mendukung pasangannya dan berada di sisinya. Maka tempo hari saat Marcel mengatakan akan pergi bisnis trip ke Surabaya, Olivia berusaha mengatur jadwalnya agar ia bisa menemani Marcel untuk perjalanan bisnis selama 2 hari. Akhirnya Olivia bisa mengosongkan jadwalnya dan ikut bersama Marcel untuk menghadiri sebuah pertemuan.

Malam itu Marcel mengenalkan Olivia kepada kolega-kolega bisnisnya. Secara bangga, Marcel menyebut Olivia sebagai kekasihnya. Olivia cukup banyak tahu tentang dunia bisnis sejak dirinya memulai karir sebagai fashion designer, jadi Olivia mengobrol dengan para perempuan hadir di sana yang merupakan istri maupun kekasih dari pria yang merupakan kolega bisnis Marcel.

Malam ini Olivia menjadi pusat perhatian banyak orang di acara itu. Sosok Olivia yang humble dan mudah bergaul, menjadikan orang yang bahkan baru mengenalnya tampak tertarik dan nyaman ketika membagi pikiran atau bertukar cerita dengannya.

Hingga saat mereka sampai di hotel setelah menghadiri jamuan acara makan malam, Marcel berujar pada Olivia, “Semua orang tadi di sana ngeliatin kamu, Babe. Melotot mata mereka.”

“Yaa .. terus?” Olivia berujar dengan nada menggantung, karena ia tidak paham ke mana arah bicara Marcel.

Babe, bahkan tadi salah satu kolega bisnis aku, dia bilang seandainya kamu bukan pacarku, dia akan jodohin kamu sama anak pertamanya.”

“Dia cuma becanda, Babe. Astaga .. kamu nih. Don’t take it too serious, oke?” ucap Olivia sambil memperhatikan raut wajah Marcel. Olivia lantas menangkup kedua sisi wajah kekasihnya dengan kedua tangannya.

“Kamu kalau kayak gini gemesin tau, nggak?” ujar Olivia sambil menatap wajah Marcel dengan jarak yang cukup dekat.

“Aku cemburu, Babe,” aku Marcel.

“Yaudah, besok aku nggak ikut kamu bisnis trip lagi. Problem solved, right?

“Tapi nanti nggak ada yang temenin aku dong. It’s hard to choose, Babe. Aku seneng kamu ikut aku bisnis trip, jadi nggak perlu kangen sama kamu kalau kita lagi jauhan.”

Setelahnya Olivia tidak kuasa lagi menahan tawanya. Saat Olivia masih tertawa, Marcel menghela tubuh mungil Olivia untuk masuk ke pelukannya. Marcel memeluk mesra Olivia, lalu ia melayangkan sebuah kecupan di bahu Olivia yang sedikit terekspos.

Don’t be jealous. I’m already yours, hmm?” ujar Olivia.

“Alright. I just tought they’re looked at you because you are too gorgeous. You are attractive, and the way you talk, you can make the world seems better. Harusnya aku nggak masalah sama itu. Aku harusnya bangga, karena kamu pacarku,” tutur Marcel panjang lebar.

“Aku juga bangga sama kamu. Temen-temen desainerku pas di New York banyak yang muji kamu. Mereka bilang, harusnya industri model bisa cari model yang mirip kamu. They said you’re looked so fine that night.”

“Oh ya?”

Olivia lantas mengangguk. “I’m so lucky to have you,” ujar Olivia sambil menatap Marcel tepat di iris hitam legam itu. Olivia terhanyut pada binar indah mata Marcel yang selalu menatapnya dengan tatapan teduh dan penuh cinta itu.

“Oh iya, Babe. Aku kan bawa dress Versace yang kamu suruh aku beli itu, yang kamu bilang bagus. Tadi aku mau pake pas ke acara, tapi nggak jadi karena kamu bilang yang dateng rata-rata kolega bisnis senior,” ujar Olivia.

“Ohh .. dress yang ketat itu, Babe?”

“Iya, yang warna hitam. Nggak mungkin aku pake itu ke acara pertemuan kolega bisnis kamu. Dress-nya emang bagus sih, tapi lumayan seksi. Next time deh, mungkin kalau acaranya nggak formal bakal aku pake.”

Babe,” ujar Marcel.

“Ya?”

“Kamu pake dress itu di depan aku aja, yaa?”

“Kamu inget emang dress-nya yang mana?”

“Inget. Dress-nya itu ketat banget, Babe. Jangan dipake keluar. Ya?”

“Iya.”

Kemudian ketika tatapan Marcel dan Olivia saling mengunci, detik yang terus berlalu, membuat mereka hanyut dan mengetahui apa yang sama-sama keduanya inginkan.

Olivia kemudian sedikit berjinjit agar ia bisa menyamai tinggi tubuhnya dengan Marcel. Tatapan Olivia lantas turun pada belah bibir Marcel yang tampak lembap dan berwarna merah muda alami.

I wanna kiss you so bad,” Olivia berujar pelan di dekat Marcel.

You can, Babe,” balas Marcel.

Begitu Olivia akan mendekatkan dirinya dan meraup bibir Marcel menggunakan bibirnya, gerakannya tiba-tiba terhenti. “Babe, you want me to wear the Versacy dress?”

You will look so fine with the dress,” ujar Marcel.

Oke, wait me for a minute. I'll be right back,” ucap Olivia sebelum akhirnya melepaskan dirinya dari dekapan Marcel. Namun belum dua langkah berlalu, Olivia berbalik lagi, lalu ia memberikan sebuah ciuman yang cukup sensual di atas bibir Marcel. Olivia menempelkan bibirnya dengan cukup kuat pada bibir Marcel selama beberapa detik. Marcel baru akan membalas ciuman tersebut, tapi Olivia lebih dulu menjauh dan meninggalkan sebuah senyum menggoda yang membuat Marcel ingin segera menerkam kekasihnya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Sebuah restoran steik bintang lima terkenal yang terletak di tengah kota metropolitan Jakarta, malam ini telah menyiapkan area private VVIP mereka untuk sebuah reservasi yang telah dibuat atas nama Marcellio Moeis.

Semua telah dipersiapkan dengan apik dan matang. Dari mulai tatanan meja, dekorasi ruangan, hingga bunga mawar merah segar.

Sekitar pukul 7, sebuah BMW putih milik Marcel tengah berhenti di lobi restoran itu. Marcel menyetir mobilnya sendiri malam ini, setelah cukup lama ia tidak menyetir.

Marcel turun lebih dulu, kemudian Olivia menyusulnya. Setelah Marcel menyerahkan kunci mobilnya pada seorang petugas, ia lekas mengajak Olivia untuk berjalan bersama.

Seorang yang diketahui adalah manajer restoran mengantar Marcel dan Olivia untuk sampai ke tempat yang telah disiapkan untuk mereka.

Mereka menaiki lift dan kini telah sampai di lantai 6, tempat di mana area tujuan mereka berada.

“Silakan,” ujar manajer itu setelah membuka sebuah pintu ruangan.

Marcel membiarkan Oliva melangkah masuk lebih dulu, baru setelahnya pria itu menyusul. Di sana lah akhirnya Marcel dan Olivia berada. di ruangan itu terdapat sebuah meja dengan dua buah kursi. Tempat itu telah didekorasi dengan begitu cantik dan menamakkan kesan yang mewah.

Olivia menarik kursi lebih dulu dan ia duduk di sana. Marcel kemudian melakukan hal yang sama dengannya.

Olivia tengah mengamati area private ini. Ruagan itu memiliki dinding kaca yang menampakkan pemandangan luar yakni gedung-gedung kota yang indah dan gemerlap.

Dekorasi meja makan di hadapan Olivia sungguh cantik, ada sebuah mawar merah segar yang diletakkan di vas di atas meja. Terdapat lampu ruangan yang tidak terlalu terang, tapi masih cukup menerangi, serta terdapat dua buah lilin di meja yang menambah kesan romantis juga intimate.

Netra Olivia seketika bertubrukan dengan netra Marcel yang rupanya juga tengah menatap lekat padanya.

“Permisi,” ucap seorang pelayan yang seketika menginterupsi momen tersebut. Marcel maupun Olivia sama-sama menoleh dan kemudian menerima buku menu yang diberikan oleh pelayan.

Tidak lama setelah Marcel dan Olivia menentukan pesanan mereka, pelayan tadi membawa kembali buku menu dan akan membawakan pesanan sekitar 20 menit lagi.

Sepeninggalan pelayan itu, Marcel kembali menatap Olivia. Sebuah senyum kemudian terulas di wajah Marcel.

Olivia kemudian secara tidak sadar ikut mengulaskan senyumnya. Justru setelah aksi Olivia itu, Marcel yang dibuat agak gugup dan tidak siap karena mendapati senyuman cantik Olivia.

“Olivia,” ujar Marcel.

“Hmm?”

“Kamu cantik banget malam ini,” ucap Marcel, nadanya terdengar lembut dan tulus. Meskipun mungkin Olivia tidak menyadari bahwa Marcel tengah gugup karena terpesona dengan kecantikan Olivia.

Malam ini Olivia tampak anggun dan menawan dengan balutan gaun merah yang bagian bahu dan punggungnya terekspos. Rambut panjang Olivia di style dengan cepol sederhana dan beberapa helaian rambutnya dibiarkan terjatuh di kedua sisi wajahnya.

Olivia dress

Olivia tampak sempurna di hari ulang tahunnya, terlebih terlihat raut bahagia tercetak di wajah mungil itu.

Setelah pesanan Marcel dan Olivia datang, mereka mulai menyantap hidangan masing-masing. Olivia memotong daging di piringnya dengan pisau, lalu mengambilnya dengan garpu dan memasukkan ke dalam mulut. Olivia merasakan daging yang empuk dan cita rasa yang tidak perlu diragukan lagi, seketika memanjakan mulut dan rasanya melengkapi hari ulang tahun Olivia. Menikmati makanan enak di hari ulang tahun, siapa yang tidak menginginkannya?

“Are you happy this night?” Marcel bertanya.

Pertanyaan Marcel tersebut membuat Olivia langsung memfokuskan atensinya pada pria itu.

Olivia baru saja memikirkannya. Kemudian Olivia segera menjawab pertanyaan itu dengan sebuah anggukan. Marcel senang mengetahuinya ia ikut merasa bahagia.

Olivia lantas terpikirkan sesuatu, ia lupa kapan terakhir kali ada orang yang begitu mempedulikannya. Ulang tahun adalah hal yang kelihatannya sepele, tapi mungkin berarti besar bagi sebagian orang. Bagi Olivia, ulang tahun adalah momen yang sangat berarti. Namun itu belasan tahun yang lalu, sebelum akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.

Olivia tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya yang akan kembali memotong daging.

Marcel yang mendapati perubahan ekspresi di wajah Olivia lekas menyadarinya, lalu pria itu segera bertanya, “Liv, kenapa?”

Olivia kemudian menatap tepat di manik mata Marcel. Pria itu terlihat khawatir padanya, jelas terpancar dari tatapannya.

“Nggak papa,” cepat-cepat Olivia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Perubahan gelagat dan mood Olivia sedikit masih membuat Marcel khawatir. Merasa bahwa suasananya jadi tidak sebagus sebelumnya, Olivia pun berucap lagi. “Nggak ada yang perlu dikhawatirin, Cel.” Kemudian Olivia menampakkan senyumannya, ia ingin meyakinkan Marcel bahwa segalanya baik-baik saja.

“Oke,” ucap Marcel akhirnya. Marcel kemudian kembali menyantap makanan di piringnya, demikian juga Olivia.

Sesekali di tengah kegiatan itu, keduanya mengobrol ringan. Marcel menceritakan beberapa hal tentang dirinya, Olivia mendengarkan dengan seksama sembari beberapa kali menanggapi.

Olivia juga ingin membagi cerita tentang dirinya setelah Marcel selesai, tapi perempuan itu tampak bingung harus memulainya dari mana.

Makanan di piring Marcel maupun Marcel telah bersih, kini mereka tengah menikmati hidangan penutup yang manis dan memanjakan mulut.

Marcel sesuap menyendok pudding pannacota di piringnya, tapi pandangannya tidak sedikitpun lepas menatap Olivia.

“Dulu waktu kecil aku suka banget ngerayain ulang tahun. Tapi ada sesuatu yang akhirnya bikin aku nggak excited lagi sama ulang tahun,” ujar Olivia memulai ceritanya.

Marcel sedikit tertegun mendengar ujaran itu.

Dari pancaran mata Olivia, tampak kesedihan yang sepertinya tidak dapat gadis itu tutupi dan terasa begitu sensitif.

Olivia menyantap dessert-nya satu suapan, lalu sesaat kemudian perempuan itu kembali berujar, “Aku lupa kapan terakhir kali ada yang mikirin dan peduli buat ngerayain ulang tahunku. Orang-orang terdekatku lama-lama mengabaikan itu, tapi mereka ngelakuin itu bukan tanpa alasan. Aku yang bilang sama mereka kalau aku nggak suka ulang tahunku dirayain.”

Olivia menjeda ucapannya. Rasanya seperti membuka luka lama baginya, tapi Olivia telah bersedia untuk membaginya pada Marcel, jadi itu tidak masalah.

“Sejak Papaku sama Mamaku mutusin buat pisah, aku nggak suka sama hari ulang tahunku,” ujar Olivia lagi. Olivia mencoba biasa saja saat mengatakannya, tapi Marcel bisa merasakan bahwa luka tersebut sepertinya begitu dalam bagi Olivia.

Sejak orang tuanya bercerai, Olivia tidak menyukai hari ulang tahunnya, karena dirinya akan teringat bahwa orang tuanya telah berpisah dan tidak ada lagi yang namanya perayaan ulang tahun bersama kedua orang tersayangnya. Papanya hanya mengirim hadiah kepada Olivia, tapi enggan untuk datang ke rumah Mamanya, meski Olivia telah memohon pada beliau untuk datang.

Olivia telah selesai menceritakannya pada Marcel. Tidak lama berselang, dessert dan minuman mereka juga telah habis. Olivia mengulaskan senyumnya sekilas, berusaha nampak baik-baik saja.

“Liv,” ujar Marcel.

“Iya?”

“Kamu bisa bilang sama aku harusnya, kalau kamu nggak mau ngerayain ulang tahun. It’s oke, kita bisa dinner tanpa harus ada momen spesial,” tutur Marcel.

Olivia lantas tertawa pelan, suara perempuan itu terdengar lembut dan renyah. “Nggak papa, Cel. Aku seneng malam ini, makasih ya. Aku sadar kok kalau aku juga nggak bisa terus-terusan lari dari masa lalu dan aku emang harus hadapin. Mungkin malam ini bisa jadi cara buat aku hadapin yang selama ini aku coba hindarin.”

Marcel yang mendengar penuturan itu perlahan mengulaskan senyumnya, bahkan kedua ujung bibirnya kemudian saling menarik membentuk senyum yang lebar. Mendapati malam ini Olivia tampak bahagia, perasaan Marcel dengan mudahnya ikut merasa senang.

Olivia pun perlahan sadar bahwa alasan bahagianya adalah sosok yang kini berada di hadapannya, sosok yang selama beberapa jam tadi mendengarkan ceritanya sembari menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut.

Olivia merasa dirinya bahagia, dengan bagaimana cara Marcel mempedulikan dan memperlakukannya. Rasanya perilaku pria itu begitu tulus terhadapnya dan hati Olivia menghangat dengan sempurna.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Marcel menjadi orang yang payah ketika ia berhadapan dengan Olivia. Sebelum bertemu dengan Olivia, Marcel mengencani beberapa perempuan. Namun Marcel belum pernah merasa bahwa ia begitu menginginkan. Hanya ketika bersama Olivia, mengobrol dengannya, bertukar pikiran, lalu berakhir tertawa bersama, Marcel merasa bahwa dirinya benar-benar hidup.

Sesuatu dalam diri Marcel yang bertahun-tahun lalu telah dimatikan oleh orang tuanya, lebih tepatnya saat ia menikah dengan almarhum istrinya, kini telah kembali hidup dan tepatnya, itu terjadi sejak Marcel bertemu dengan Olivia.

Marcel takut akan sulit baginya untuk benar-benar mencintai seseorang. Namun semua ketakutan itu terpecahkan sejak Marcel mencintai Olivia. Marcel merasa ia telah menemukan pelabuhan terakhirnya dan hanya mampu mencintai Olivia, bukan lagi orang lain yang secara paksa harus ia cintai.

Malam ini merupakan malam Senin. Besok Marcel harus bekerja, begitu juga Olivia. Namun karena satu minggu ini keduanya sama-sama sibuk bekerja, jadi mereka baru memiliki waktu di akhir pekan untuk bertemu dan berencana menghabiskan malam bersama.

Mereka akan menginap di penthouse milik Marcel. Marcel menjemput Olivia ke apartemennya sore tadi. Olivia membawa 1 koper kecil berisi pakaian miliknya, juga beberapa perlengkapan mandi serta perawatan tubuh dan wajah.

Sebelum berangkat ke penthouse, Marcel dan Olivia mampir ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan juga camilan.

Olivia mengatakan ia akan memasak makan malam untuk mereka berdua. Begitu sampai di penthouse, Marcel meminta Olivia untuk langsung memasak, karena katanya pria itu sudah lapar sekali.

Selagi Olivia memasak, Marcel berusaha membantunya. Sebenarnya Olivia cuma akan memasak omelette keju. Jadi Olivia merasa bahwa Marcel tidak perlu membantunya. Akhirnya Marcel menurut dan memutuskan untuk duduk manis di balik kitchen bar.

Tidak sampai 10 menit berlalu, akhirnya sebuah santapan yang terlihat lezat dan beraroma menggoda tersaji di hadapan Marcel. Olivia mengambilkan dua piring berisi nasi, lalu ia membawanya ke meja makan.

It’s smell so good,” ujar Marcel sambil menatap sepiring omelette di hadapannya.

Olivia tersenyum sekilas, lalu ia memotongkan satu potongan besar omelette tersebut dan mengangsurkannya ke piring milik Marcel. Baru setelah itu Olivia mengambil untuk dirinya sendiri.

Keduanya lantas mulai menyantap makan malam mereka. Suapan pertama pun Marcel dapatkan. Seketika omelette dan nasi hangat memasuki mulutnya, detik setelahnya kedua mata Marcel tampak berbinar.

Babe, ini enak banget,” ujaar Marcel setelah menelan suapan pertamanya.

“Masa sih? Rasanya udah pas? Kurang asin atau apa gitu nggak?”

“Udah pas. Kapan-kapan buatin lagi ya?”

“Iya. Nanti aku masakin lagi buat kamu.”

Berlanjutlah mereka menikmati makan malam sembari mengobrol santai. Sesekali keduanya bertukar pikiran dan membahas topik yang agak serius. Olivia menyampaikan apa yang menjadi pandangannya, itu menyangkut tentang keuangan, hubungan asmara, pekerjaan, serta rencana hidup beberapa tahun kedepan.

Olivia juga berbicara tentang arti kesepian bagi setiap orang sesungguhnya mempunyai makna yang berbeda. Pada hakikatnya, makna tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, yang di kemudian hari menjadi sumber pemicu bagi seseorang. Bagi Olivia, arti kesepian sendiri adalah ketika ia merasa tidak bernapsu menikmati makanannya tanpa menonton video dari youtube. Selain itu Olivia harus menyetel musik ketika ia sedang membuat desain pakaian, karena takut rasa sepi menyerangnya ketika ia harus bekerja sendirian.

Olivia merasa sepi dan hampa saat tidak ada seseorang yang bisa ia ajak bicara. Makan sendirian di meja makan, rasanya sungguh tidak enak. Sejak orang tuanya bercerai dan Olivia tinggal bersama keluarga Om dari Mamanya karena suatu alasan, Olivia mendapati makna kesepian yang sesungguhnya. Tetep saja rasanya berbeda, Om dan Tantenya memang merawatnya dan menyayanginya dengan baik, tapi mereka tetaplah bukan orang tua kandungnya.

Ketika Olivia menginjak usia 17 tahun, Mamanya meninggal. 2 bulan setelah itu, Papanya menyusul. Saat itu Olivia merasa hancur dan kehilangan semangat untuk hidup. Rasanya Olivia kehilangan pusat dunianya dan apa pun yang ada di dunia ini, rasanya tidak berarti bagi Olivia karena Tuhan telah mengambil kedua orang tuanya.

Sejak lulus kuliah, Olivia telah memutuskan untuk tinggal mandiri, tidak lagi tinggal bersama keluarga Om dan Tantenya. Olivia kerap kali menyantap makanannya sendiri setelah ia pulang bekerja. Di apartemennya di mana Olivia tinggal sendirian, Olivia harus menyetel video youtube atau series di Netflix sembari ia menikmati makanannya.

You’re not gonna be alone from now,” ujar Marcel ketika Olivia menyudahi ceritanya.

Kemudian Marcel meraih tangan Olivia yang ada di atas meja dan menggenggamnya. “I promise to you,” lanjut Marcel lagi.

Olivia lantas membalas genggaman tangan itu. Olivia mempercayai Marcel dan bersedia menjalani sebuah hubungan karena ia mencintai pria di hadapannya ini.

Makan malam mereka akhirnya telah selesai. Olivia beranjak dari duduknya dan menaruh piring kotor miliknya juga milik Marcel ke wastafel.

Olivia baru saja berbalik, dan ia langsung menemukan Marcel menyusulnya di sana.

Babe, don’t be sad. I’m right here for you,” ucap Marcel dengan raut khawatirnya. Marcel khawatir pada Olivia yang tampak sedih setelah menceritakan masa lalunya.

Olivia lantas mengangguk. “It’s oke,” ujar Olivia.

Beberapa detik berlalu, Olivia hanya terdiam di tempatnya. Olivia menundukkan wajahnya, hanya menatap ke arah lantai.

Olivia berusaha menetralisir perasaan sedihnya, maka ia kembali mendongak dan menatap Marcel. Jika mengingat orang tuanya, Olivia pasti akan kembali merasa sedih, perasaan itu akan tetap ada. Namun Olivia mengatakan pada Marcel bahwa rasanya jauh lebih baik sejak mereka bersama. Olivia terlalu sedih lagi kala mengingat orang tuanya. Rasanya hidup Olivia jauh lebih baik ketika ia memiliki Marcel di sisinya, ketika ia memiliki seseorang untuk mendekapnya di saat rapuh.

I need your hug,” Olivia berucap lagi ketika ia sadar bahwa dirinya tidak mampu menutupi rasa sedihnya di hadapan Marcel.

Here,” ujar Marcel seraya menghela tubuh mungil Olivia untuk masuk ke dekapannya.

Tanpa mengucapkan apa pun, Marcel lebih memilih memberikan pelukan dan ketenangan untuk Olivia melalui usapan lembut di punggung.

Selama kurang lebih dua menit mereka berpelukan, perlahan Olivia lebih dulu mengurai pelukannya. Oliva menatap Marcel, tatapannya terlihat memuja dan mendamba. Marcel juga menginginkan dan mendamba hal yang sama. Namun ada rasa takut ia akan menyakiti Olivia.

We can’t do this, Babe,” ujar Marcel akhirnya.

Olivia tampak bingung. “Why?

I don’t wanna hurt you eventhough I really want it.

Ekspresi menggemaskan Marcel saat mengatakannya justru membuat Olivia mengulaskan senyumnya.

We wanted it because we love each other,” ujar Olivia begitu Marcel mengusap sisi wajahnnya. Olivia memejamkan matanya menikmati usapan itu yang selalu bisa membuatnya nyaman.

Olivia masih diam di tempatnya, begitu akhirnya Marcel bertanya tentang satu hal padanya. “Babe, do you really want it? It’s only happen when you let me.”

Olivia membuka matanya dan kini tengah menatap Marcel. Olivia meletakkan tangannya di atas tangan Marcel yang masih menangkup wajahnya. “I do. I want it.”

***

Kiss

Sebuah ciuman panas terjadi di dapur yang luas dan sunyi. Sebelumnya kediaman megah itu memang begitu sepi, tapi sekarang jadi tidak begitu, yani berkat kedua insan manusia yang tengah saling menyalurkan kasih. Terdengar suara cecapan kedua belah bibir yang saling mencumbu.

Masih sambil mengecup Olivia, kedua lengan Marcel mengangkat tubuh mungil Olivia dengan mudah untuk duduk di atas meja di dapur. Kemudian Marcel memperdalam ciumannya pada Olivia sembari tangannya bermain di pinggul gadisnya, mengusap sensual di sana.

Olivia melenguh pelan ketika Marcel melesakkan lidahnya memasuki rongga mulutnya. Olivia melebarkan mulutnya, membiarkan Marcel masuk dan mengabsen miliknya. Marcel sedikit memiringkan kepalanya guna memudahkannya melumat bibir Olivia.

Satu tangan Olivia yang bebas lantas mendarat di dada bidang Marcel. Olivia memberi usapan lembut dan sensual di sana, berlaih juga ke bagian lain yakni pada tubuh bagian atas Marcel.

Saat semakin jauh mereka menciptakan gelora asmara itu, khirnya Marcel memutuskan menggendong Olivia di depan tubuhnya. Kedua kaki Olivia melingkar sempurna di seputaran pinggang Marcel.

Mereka masih berciuman dengan penuh gairah. Marcel melakukannya dengan begitu lihai, berhasil membuai Olivia dan membawa gadis itu serasa terbang ke langit lalu melihat pelangi yang begitu indah.

Lenguhan kecil lolos lagi dari bibir Olivia yang kini sudah tampak sedikit membengkak.

Langkah Marcel telah sampai di kamar. Satu tangannya dengan cekatan membuka pintu, sementara tangan satunya masih setia menjaga tubuh Olivia di dekapannya.

Room

Marcel belum melepas Olivia ketika mereka sudah sampai di kamar. Marcel tidak membiarkan bibir Olivia menyendiri, maka ia secara konsisten mencumbu belah ranum itu.

Saat Marcel memperdalam ciumannya, Olivia melesakkan jemarinya pada helai halus rambut Marcel. Olivia mengalungkan lengannya di leher Marcel, berusaha mencari kekuatan karena ia merasa tidak berdaya saat ini. Olivia seperti mabuk dan begitu mendamba untuk dicintai.

Mereka telah sampai di kasur. Secara perlahan Marcel membaringkan Olivia di sana. Ranjang king size milik Marcel ini, belum pernah ia izinkan untuk dimiliki oleh perempuan mana pun. Hanya Olivia yang akan menjamahnya pertama kali.

Babe, this bed is gonna be only for us. I only let you to own it,” ujar Marcel.

Marcel lalu membawa dirinya untuk berada di atas Olivia. Olivia dengan puas dapat memandangi wajah Marcel dari bawah. Indah, batin Olivia. Perlahan Olivia menjalarkan tangannya untuk mengusap satu sisi wajah Marcel.

Setelah Olivia mengangguk pelan, Marcel akhirnya kembali mencumbu Olivia. Cumbuan pada bibir itu lama-lama turun ke leher dan kini mendapat di puncak dada Olivia.

Olivia masih mengenakan pakaiannya, hingga udara yang terasa panas akhirnya membuat Olivia ingin melepas atasan itu dari tubuhnya.

Ini menjadi pertama kalinya seseorang yang Olivia cintai mendapati tubuhnya tanpa pakaian. Olivia sedikit kurang yakin, ia mengatakan miliknya kecil. Namun Marcel mengatakan tidak masalah bagaimana ukurannya. Rasa cinta Marcel pada Olivia, tidak hanya berdasarkan ukuran yang dimiliki Olivia.

Akhinya Olivia melepaskan pakaiannya. Ketika baju itu telah tanggal dari tubuhnya, kedua pipi Olivia tampak sedikit memerah. Bahkan tadi Marcel membantu Olivia menarik resleting pakaian di punggungnya, membuat Olivia tampak payah dan bodoh.

Marcel memandangi Olivia tanpa pakaian, tanpa sadar, Marcel meneguk salivanya. Jantungnya berdebar kuat, rasanya ia tidak tahan dan ingin menyentuh kedua benda kembar milik Olivia itu.

Marcel akhirnya kembali akan mencium bibir Olivia. Marcel bergerak dari posisinya yang semula duduk bersila kini menjadi di atas Olivia lagi. Berkat gerakan Marcel di atas kasur yang cukup brutal, tidak sengaja aksi itu mengakibatkan pakaian Olivia jatuh dari kasur. Itu adalah atasan hitam Versace yang kini telah jatuh ke lantai.

Kini secara nyata, Marcel dapat menyentuh lembutnya kulit Olivia tanpa pakaian serta indahnya kedua benda kembar milik kekasihnya.

Babe, you’re insanely beautiful,” ucap Marcel begitu ia mengurai ciuman mereka. Napas Marcel terdengar berhembus tidak beraturan, seperti saat pria itu berolahraga di tempat gym. Olivia yang mendapati pemandangan sempurna Marcel yang berada di atasnya, seketika mengulaskan sebuah senyuman kecil.

Udara malam serta pendingin ruangan yang harusnya membuat keduanya membutuhkan selimut, kini justru sebaliknya. Marcel bergerak membuka kaus yang ia kenakan. Marcel merasakan seluruh tubuhnya panas, maka ia memutuskan untuk menanggalkan kaus di tubuhnya.

Hingga kini jadi pertama kalinya Olivia disuguhi pemandangan bagian atas tubuh Marcel.

Olivia menatap terpana pada dada bidang dan kedua lengan berotot milik Marcel. Otot-otot itu tampak begitu berisi, mengkilap dan sempurna, membuat Olivia tidak sabar untuk menyentuhnya dan secara langsung merasakan benda-benda itu menggunakan jemarinya.

You want touch them?” Marcel bertanya seolah mengerti apa yang tengah mengganggu pikiran Olivia.

“Hmm.” Olivia hanya menjawab dengan sebuah gumaman.

You already have the permission to touch them, Babe.”

Really?

Yes.”

Setelah percakapan itu, akhirnya Olivia mencoba mengangkat tangannya, lalu begitu semakin dekat jaraknya, Olivia akhirnya berhasil menyentuh benda yang mirip roti sobek itu. Perut sixpack Marcel terlihat indah bahkan sebelum dijamah dan ketika disentuh pun, sesuai dengan ekspektasi Olivia, benda itu terasa sempurna dari segi ukuran maupun perasan ketika Olivia menyentuhnya.

Malam yang panjang itu akhirnya menjadi milik Marcel dan Olivia. Mereka bergelut dengan gelora dan asmara di atas ranjang berukuran besar itu. Perasaan keduanya sama-sama menggebu dan ada keinginan kuat untuk melakukannya.

Seolah sebelumnya sudah pernah bertemu dan kemudian berpisah, Marcel merasa begitu merindu kepada sosok Olivia. Apakah pada kehidupan sebelumnya Marcel pernah menjadi orang lain dan mencintai Olivia dalam wujud orang lain juga? Marcel tidak mengetahui pasti jawabannya, tapi yang jelas Marcel ingin hidup bersama Olivia, selama sisa umurnya dan mencintai Olivia sebanyak yang dirinya mampu.

They're are small,” ucap Olivia di tengah-tengah kegiatan mereka melakukan pemanasan sebelum akan mencapai inti dan Olivia baru saja merasakan nikmatnya ketika Marcel menyentuh dua benda kembar miliknya.

No. The size is perfect, Babe. It's feels right in my hands,” ucap Marcel.

Really? Did you like it?

Hmm, I did.”

“Alright. I like them too,” ucap Olivia sembari mengarahkan tatapannya untuk menjelajahi tubuh kekar dan indah Marcel.

“What did you like?” Marcel bertanya.

“Your abs. Your muscle, and everything about you it's perfect, Babe.”

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Ketika menjalani suatu hubungan, setiap orang pastinya menginginkan dan mendambakan sesuatu dari pasangannya. Maka sejatinya hubungan yang tetap bisa berjalan harmonis, adalah ketika di mana satu sama lain dapat saling melengkapi dan mengisi bagian kosong untuk pasangannya.

Olivia mendambakan seseorang yang bisa menjadi support system baginya. Begitu sebaliknya, Olivia juga ingin bisa menjadi seseorang yang selalu mendukung pasangannya dan berada di sisinya. Maka tempo hari saat Marcel mengatakan akan pergi bisnis trip ke Surabaya, Olivia berusaha mengatur jadwalnya agar ia bisa menemani Marcel untuk perjalanan bisnis selama 2 hari. Akhirnya Olivia bisa mengosongkan jadwalnya dan ikut bersama Marcel untuk menghadiri sebuah pertemuan.

Malam itu Marcel mengenalkan Olivia kepada kolega-kolega bisnisnya. Secara bangga, Marcel menyebut Olivia sebagai kekasihnya. Olivia cukup banyak tahu tentang dunia bisnis sejak dirinya memulai karir sebagai fashion designer, jadi Olivia mengobrol dengan para perempuan hadir di sana yang merupakan istri maupun kekasih dari pria yang merupakan kolega bisnis Marcel.

Malam ini Olivia menjadi pusat perhatian banyak orang di acara itu. Sosok Olivia yang humble dan mudah bergaul, menjadikan orang yang bahkan baru mengenalnya tampak tertarik dan nyaman ketika membagi pikiran atau bertukar cerita dengannya.

Hingga saat mereka sampai di hotel setelah menghadiri jamuan acara makan malam, Marcel berujar pada Olivia, “Semua orang tadi di sana ngeliatin kamu, Babe. Melotot mata mereka.”

“Yaa .. terus?” Olivia berujar dengan nada menggantung, karena ia tidak paham ke mana arah bicara Marcel.

Babe, bahkan tadi salah satu kolega bisnis aku, dia bilang seandainya kamu bukan pacarku, dia akan jodohin kamu sama anak pertamanya.”

“Dia cuma becanda, Babe. Astaga .. kamu nih. Don’t take it too serious, oke?” ucap Olivia sambil memperhatikan raut wajah Marcel. Olivia lantas menangkup kedua sisi wajah kekasihnya dengan kedua tangannya.

“Kamu kalau kayak gini gemesin tau, nggak?” ujar Olivia sambil menatap wajah Marcel dengan jarak yang cukup dekat.

“Aku cemburu, Babe,” aku Marcel.

“Yaudah, besok aku nggak ikut kamu bisnis trip lagi. Problem solved, right?

“Tapi nanti nggak ada yang temenin aku dong. It’s hard to choose, Babe. Aku seneng kamu ikut aku bisnis trip, jadi nggak perlu kangen sama kamu kalau kita lagi jauhan.”

Setelahnya Olivia tidak kuasa lagi menahan tawanya. Saat Olivia masih tertawa, Marcel menghela tubuh mungil Olivia untuk masuk ke pelukannya. Marcel memeluk mesra Olivia, lalu ia melayangkan sebuah kecupan di bahu Olivia yang sedikit terekspos.

Don’t be jealous. I’m already yours, hmm?” ujar Olivia.

“Alright. I just tought they’re looked at you because you are too gorgeous. You are attractive, and the way you talk, you can make the world seems better. Harusnya aku nggak masalah sama itu. Aku harusnya bangga, karena kamu pacarku,” tutur Marcel panjang lebar.

“Aku juga bangga sama kamu. Temen-temen desainerku pas di New York banyak yang muji kamu. Mereka bilang, harusnya industri model bisa cari model yang mirip kamu. They said you’re looked so fine that night.”

“Oh ya?”

Olivia lantas mengangguk. “I’m so lucky to have you,” ujar Olivia sambil menatap Marcel tepat di iris hitam legam itu. Olivia terhanyut pada binar indah mata Marcel yang selalu menatapnya dengan tatapan teduh dan penuh cinta itu.

“Oh iya, Babe. Aku kan bawa dress Versace yang kamu suruh aku beli itu, yang kamu bilang bagus. Tadi aku mau pake pas ke acara, tapi nggak jadi karena kamu bilang yang dateng rata-rata kolega bisnis senior,” ujar Olivia.

“Ohh .. dress yang ketat itu, Babe?”

“Iya, yang warna hitam. Nggak mungkin aku pake itu ke acara pertemuan kolega bisnis kamu. Dress-nya emang bagus sih, tapi lumayan seksi. Next time deh, mungkin kalau acaranya nggak formal bakal aku pake.”

Babe,” ujar Marcel.

“Ya?”

“Kamu pake dress itu di depan aku aja, yaa?”

“Kamu inget emang dress-nya yang mana?”

“Inget. Dress-nya itu ketat banget, Babe. Jangan dipake keluar. Ya?”

“Iya.”

Kemudian ketika tatapan Marcel dan Olivia saling mengunci, detik yang terus berlalu, membuat mereka hanyut dan mengetahui apa yang sama-sama keduanya inginkan.

Olivia kemudian sedikit berjinjit agar ia bisa menyamai tinggi tubuhnya dengan Marcel. Tatapan Olivia lantas turun pada belah bibir Marcel yang tampak lembap dan berwarna merah muda alami.

I wanna kiss you so bad,” Olivia berujar pelan di dekat Marcel.

You can, Babe,” balas Marcel.

Begitu Olivia akan mendekatkan dirinya dan meraup bibir Marcel menggunakan bibirnya, gerakannya tiba-tiba terhenti. “Babe, you want me to wear the Versacy dress?”

You will look so fine with the dress,” ujar Marcel.

Oke, wait me for a minute. I'll be right back,” ucap Olivia sebelum akhirnya melepaskan dirinya dari dekapan Marcel. Namun belum dua langkah berlalu, Olivia berbalik lagi, lalu ia memberikan sebuah ciuman yang cukup sensual di atas bibir Marcel. Olivia menempelkan bibirnya dengan cukup kuat pada bibir Marcel selama beberapa detik. Marcel baru akan membalas ciuman tersebut, tapi Olivia lebih dulu menjauh dan meninggalkan sebuah senyum menggoda yang membuat Marcel ingin segera menerkam kekasihnya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Beberapa hari yang lalu, Olivia memberitahu Marcel bahwa dirinya harus berangkat ke New York untuk sebuah acara fashion show. Olivia mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu desainer yang merancang wedding dress yang berkolaborasi dengan Disney. Olivia akan merancang gaun yang terinspirasi dari Cinderella dengan warna biru muda yang merupakan ciri khas dari princess Disney tersebut.

Kesempatan dan project itu sangat berarti besar bagi Olivia. Olivia dan timnya telah mempersiapkan semuanya dalam waktu yang tidak singkat. Karena ini sesuatu yang berarti besar bagi Olivia, maka Marcel ingin dirinya bisa hadir di sana untuk Olivia.

Marcel telah memberitahu Olivia bahwa ia bisa datang. Marcel berusaha untuk mengatur jadwalnya, agar ia bisa terbang ke New York pada saat hari pelaksanaan fashion show itu.

Hari yang menyenangkan sekaligus mendebarkan bagi Olivia akhirnya tiba juga. Malam ini sebuah fashion show akan digelar di venue yang cukup besar yang ada di pusat kota New York. Fashion show bertajuk Wedding Dress inspired by Princess Disney itu mengundang banyak antusias orang-orang, terutama bagi para penggemar perusahaan hiburan yang begitu besar dan terkenal itu.

Olivia tengah berada di backstage bersama para anggota timnya. Catwalk akan dimulai beberapa menit lagi. Seorang model yang akan mengenakan gaun rancangan Olivia telah siap dan tampak cantik dengan balutan gaun biru muda yang terlihat glamour, persis seperti gambaran princess Cinderella di dalam cerita dongengnya.

Olivia duduk d isalah satu kursi di backstage dan terlihat sedikit cemas sambil memegang ponselnya. Sedari tadi Olivia menatap layar ponselnya dan belum menemukan chat atau telfon dari seseorang yang tengah ia tunggu kehadirannya. Olivia khawatir terjadi sesuatu, karena ia telah mencoba menghubungi, tapi tidak mendapat jawaban.

Sekitar 10 menit lagi fashion show akan dimulai, tiba-tiba Olivia mendapati ponselnya berbunyi. Itu adalah telfon dari Marcel, seseorang yang sejak tadi ia tunggu kedatangannya.

Olivia lantas mengatakan pada asistennya kalau ia akan pergi sebentar karena suatu urusan. Olivia akan kembali sebelum acara di mulai dan akan langsung menempati kursinya, agar ia bsia menyaksikan penampilan sang model yang menggunakan rancangan dress-nya.

Olivia melewati beberapa orang di sana, suasana di tempat itu tampak padat. Terdapat banyak orang yang menghadiri acara ini, serta orang-orang di dalam tim yang bekerja untuk memastikan acara berjalan sukses.

Begitu langkah Olivia sampai di depan venue, ia segera berjalan menuju ke area parkir. Olivia turun lagi menggunakan lift untuk sampai di basement. Gedung ini memiliki rute yang cukup rumit, jadi Olivia mengatakan pada Marcel bahwa ia yang akan menjemput pria itu.

Ketika Olivia tiba di basement dan tengah mencari, tidak sampai menunggu lama, ia langsung menemukan sosok pria yang familiar di matanya. Olivia segera berjalan menghampiri Marcel dan rupanya Marcel juga melangkahkan langkah lebarnya untuk menghampiri Olivia.

“Tadi mau parkir di parking area atas, tapi udah penuh katanya. Jadi harus parkir di basement,” terang Marcel.

“Oh gitu. Emang parkiran di atas udah penuh banget. Parkir di sini lumayan susah, karena daerahnya padet. Tapi udah aman, kan?”

“Udah. Aku suruh Arsen ke kafe deket sini sambil dia nunggu.”

“Oke. Yuk kita langsung ke atas.”

Marcel mengangguk sekali, lalu ia mengikuti langkah Olivia dan berjalan di samping gadisnya.

Mereka kemudian menaiki sebuah lift untuk sampai ke lantai atas. Situasi di dalam lift tampak cukup padat. Pintu lift kembali terbuka saat berhenti di lantai lower ground dan mereka mendapati orang yang ikut naik lagi. Di lift itu semuanya para lelaki, hanya Olivia yang perempuan.

Olivia hampir saja terdorong oleh seorang lelaki yang berbadan agak tambun yang baru masuk ke dalam lift, tapi sebelum orang itu mengenai Olivia, dengan sigap Marcel yang berada di samping Olivia melindungi perempuan itu. Terlihat lift sangat penuh, tapi pria tambun yang tadi itu justru mundur-mundur dan bergerak di sana, membuat tubuhnya menyenggol Olivia yang posisinya berada di belakangnya.

Bro, please be careful,” ucap Marcel pada pria itu dengan nada sopan.

Hey, Man. You’re acted too much,” sahut pria yang kini tampak kesal menatap ke arah Marcel.

She must means a lot for you, Man. Ohh.. she is pretty tho,” pria itu malah mendekati Olivia dan menatapnya dengan tatapan khas pria mata keranjang.

Ketika pria itu semakin mendekat, Marcel dengan spontan menghadang pria itu dengan lengannya. “Just stay away from her,” ucap Marcel pada pria itu dengan menekankan setiap kata-katanya.

Suasana di dalam lift tersebut jadi sedikit menegangkan, orang-orang di sana justru hanya menyaksikan kejadian itu dan bahkan ada yang menyalakan kamera untuk merekam.

Tepat ketika pintu lift terbuka, Marcel segera menggandeng Olivia keluar dari lift.

Marcel dan Olivia kini telah sampai di lantai tujuan mereka. Marcel dan Olivia menghentikan langkah mereka sebelum memasuki venue. Di sana Marcel bertanya pada Olivia untuk memastikan keadaannya. “Babe, are you oke?

I’m oke, not a problem. Tadi kedorong dikit aja,” ujar Olivia.

“Orang kayak tadi bahaya banget. Babe, please ya, kamu kalo keman-mana jangan sendirian. Oke?”

“Iya, oke,” ucap Olivia diiringi sebuah anggukan dan senyuman meyakinkan.

***

Olivia menempati sebuah kursi yang telah diperuntukkan untuknya. Namun sebelumnya, Olivia telah meminta pada panitia acara untuk menyiapkan satu kursi lagi untuk seseorang, di mana orang tersebut adalah sosok yang spesial baginya.

Olivia menoleh ke sampingnya, ia mendapati Marcel duduk di sebelahnya. Senyum Olivia terulas manis sekali.

Beberapa saat yang lalu, Olivia meraih tangan Marcel dan menggenggamnya, tapi tautan itu dilepaskan lagi karena ini bukanlah waktunya untuk bermesraan. Mereka mungkin harus menahannya beberapa jam lagi.

Ketika tiba saatnya seorang model muncul di atas panggung menggunakan gaun berawarna biru muda, Olivia tampak bersemangat melihatnya dan memfokuskan perhatiannya ke arah panggung.

Marcel lantas mengikuti arah pandang Olivia, tapi tidak sepenuhnya pada gaun yang dikenakan oleh model itu, tapi atensinya kemudian hanya bisa tertuju pada Olivia.

Olivia yang akhirnya sadar karena tengah diperhatikan, seketika menoleh ke sampingnya. “Kamu malah liatin aku.”

“Tadi aku udah liat juga gaun rancangan kamu, Babe,” ujar Marcel.

“Gimana? Bagus nggak gaunnya? Cantik nggak?”

“Cantik.”

Olivia seketika menampakkan senyum bahagianya.

“Desainernya lebih cantik,” celetuk Marcel.

“Hmm .. lancar banget gombalnya,” ucap Olivia yang kini mengalihkan tatapannya selain ke arah Marcel.

Olivia merutuki dirinya yang dengan mudahnya blushing jika sedang bersama Marcel. Salahkan Marcel yang pintar menggombal itu. Oh astaga, Olivia jadi sulit mengontrol dirinya sendiri.

***

Setelah sekitar 1 jam berlalu, acara fashion show tersebut akhirnya selesai. Namun para desainer dan orang-orang penting di sana tidak langsung meninggalkan tempat itu begitu saja. Terdapat acara after party yang diadakan di sisi barat di venue tersebut.

Berbagai hidangan tersaji di sebuah meja panjang dalam bentuk prasmanan. Minuman cocktail dan wine tampak menggoda di meja lainnya. Namun terdapat juga minuman yang tanpa alkohol, jadi para tamu bisa memilih sesuai keinginan mereka.

Olivia ikut menghadri acara after party tersebut, ia berjumpa dengan beberapa desainer dan menyapa mereka. Olivia tidak sendiri di sana, ia bersama seseorang yang berarti baginya dan tentunya mengenalkan sosok itu dengan bangga kepada para teman sejawatnya.

Seorang desainer senior dari Paris yang Olivia kenal, tengah menyapanya begitu mendapati Olivia dari jarak yang tidak jauh dari pandangannya.

“Olivia, I really amazed with your design. We should do a collaboration in next project. I will text you soon, oke?” ujar perempuan berambut blonde itu.

Thank you, Alice. Oke, please let me know if you want to collab with me,” ujar Olivia kepada perempuan itu.

Olivia dan Alice masih mengobrol ketika tiba-tiba Marcel kembali dengan dua gelas minuman di tangannya. Marcel sebelumnya tengah mengambil minuman untuknya dan sekaligus untuk Olivia.

Oh my god, Olivia. Who is he?” Alice berbisik di dekat Olivia, tapi matanya tidak lepas menatap sosok pria yang barusan mengangsurkan segelas minuman pada Olivia.

Olivia lantas mengenalkan Marcel kepada Alice. “Alice, he’s my boyfriend. Babe, she’s Alice, my friend,” ujar Olivia.

Oh, hai. My name Alice,” ucap Alice yang langsung menyodorkan tangannya kepada Marcel.

Marcel lalu menyambut uluran tangan itu dan mengucapkan namanya, “Marcellio Moeis.”

Oh, alright, Mr. Marcellio,” balas Alice yang kemudian mendekat pada Olivia dan berbisik lagi. “Damn, Girl. Where did you find him? He look really fine and you are so lucky to have him.”

Olivia kemudian hanya tertawa pelan mendapati kalimat Alice. Kemudian Olivia menoleh dan menatap pada Marcel. Benar saja, sepertinya Olivia beruntung karena memiliki sosok Marcel di dalam hidupnya. Olivia tiba-tiba jadi teringat perkataan Tania yang mengatakan bahwa Marcel itu pria paket lengkap. Olivia sekarang merasa bahwa ucapan Tania adalah benar adanya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Hari ini Olivia datang ke kantor Marcel pada jam makan siang. Marcel mengabari bahwa dirinya cukup sibuk dengan pekerjaannya, sehingga pria itu tidak bisa meninggalkan kantor. Jadilah Olivia yang memutuskan untuk datang agar mereka bisa bertemu.

Sesampainya Olivia di lantai di mana ruangan Marcel berada, sekretaris Marcel mengatakan bahwa Marcel masih berada di ruang rapat. Mungkin sekitar 10 menit lagi Marcel baru akan selesai.

“Tadi Pak Marcel sudah menyampaikan, kalau Mbak Olivia datang, diminta langsung tunggu di ruangannya aja,” ujar Andra pada Olivia.

“Oke, makasih ya,” ujar Olivia dan setelah itu Andra berlalu dari hadapannya.

Sepeninggalan Andra, Olivia memutuskan untuk langsung masuk ke dalam ruangan Marcel.

Ketika sudah sampai di dalam, Olivia melihat-lihat ruangan Marcel, matanya berpendar mengelilingi ruangan itu. Di ruangan Marcel tidak terlalu banyak benda. Olivia mencari sesuatu, tapi ia tidak menemukannya. Tidak ada foto yang Olivia pikir ia akan menemukannya di meja kerja Marcel atau setidaknya di lemari kaca di pojok ruangan. Olivia berpikir ia akan menemukan foto anak perempuan Marcel atau almarhum istrinya, tapi ia tidak menemukannya.

Olivia tiba-tiba jadi teringat perkataan Marcel soal almarhum istrinya. Marcel tidak pernah mencintai istrinya, yakni ibu dari anaknya. Marcel telah mencoba, tapi akhirnya hingga istrinya tutup usia karena serangan jantung mendadak, Marcel pun masih belum bisa mencintai istrinya. Marcel menikah dengan istrinya bukan karena keinginannya, bukan didasari oleh perasaan cinta, tapi pernikahan itu terjadi berkat bisnis kedua keluarga.

Olivia memutuskan duduk di sofa di ruangan itu. Kira-kira 5 menit berselang, Olivia mendapati pintu ruangan terbuka. Olivia langsung menoleh dan menemukan Marcel di sana.

“Hei, Babe. Lama nggak nunggu aku?” Marcel bertanya sambil berjalan menghampiri Olivia.

“Nggak kok. Aku baru aja aku nyampe,” ucap Olivia.

Alright. Kita mau makan siang di mana?”

Delivery aja, kita makannya di sini,” Olivia memberi saran karena tidak ingin membuang waktu Marcel. Setelah ini Marcel harus kembali bekerja, jadi kalau mereka makan di luar, kemungkinan akan menghabiskan waktu lebih banyak.

“Oke. Aku lagi pengen chicken katsu curry. Gimana? Kamu mau juga?”

“Boleh, yaudah pesen itu aja.”

Setelah Olivia mengatakannya, Marcel menelfon seseorang dan meminta tolong dipesankan makanan yang dirinya dan Olivia inginkan.

“Kamu keliatan cape banget,” ujar Olivia sambil memperhatikan Marcel. Wajah Marcel tampak sedikit lesu dan matanya sayu.

“Iya. Hari ini lumayan banyak kerjaan. Terus kemarin aku lembur, jadi kurang tidur,” ungkap Marcel. Marcel menatap Olivia, memandangi wajah cantik kekasihnya dan rasa lelahnya seperti menguap begitu saja.

But I’m having you right here, and everything is feels better,” ujar Marcel lagi, lalu pria itu menampakkan senyum manis khasnya.

***

Marcel mengatakan pada Olivia bahwa dirinya masih memiliki waktu sebelum harus kembali bekerja. Jadi setelah mereka menikmati makan siang, Olivia memutuskan tidak langsung pergi dari sana.

Marcel dan Olivia tengah duduk bersisian di sofa. Marcel bercerita pada Olivia tentang harinya yang melelahkan, pekerjaannya sedang cukup hectic.

“Biasanya kerjaan aku nggak sepadet hari ini,” ujar Marcel.

“Kalau lagi nggak padet, kamu masih bisa ninggalin kantor?”

“Iya, bisa. Untuk ketemu kamu. Terus aku bisa pulang tepat waktu. Kayaknya hari ini aku bakal pulang malem banget.”

Olivia lantas menoleh ke sampingnya. Olivia menatap wajah Marcel yang tampak lelah dan berbeda dari biasanya.

Detik berikutnya Marcel menoleh juga dan tengah menatap Olivia. Sesaat kemudian Marcel meraih tangan Olivia, lalu ia menggenggamnya. Marcel tampak memejamkan kedua matanya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Olivia membalas genggaman tangan Marcel, lalu ia memberi usapan lembut di punggung tangan pria itu.

“Liv,” ujar Marcel pelan. Olivia melihat Marcel masih memejamkan matanya.

“Iya?”

I don't want to be alone,” ujar Marcel.

Marcel lantas sedikit bergerak dari posisinya, pria itu lalu membuka mata dan menegakkan tubuhnya.

You’re not gonna be alone,” ucap Olivia ketika Marcel menatapnya beralih menatapnya.

Marcel lantas mengangguk. Benar adanya bahwa ia tidak perlu merasa sendirian ataupun kesepian. Marcel memiliki Olivia, begitu pun sebaliknya, Olivia juga memilikinya. Mereka menjalin hubungan untuk saling mengasihi dan melengkapi, untuk sama-sama berusaha meluangkan waktu dan membagi kasih.

Di saat merasa lelah dengan dunia seperti sekarang ini, Marcel pun bersyukur dengan kenyataan bahwa ia memiliki seseorang di sisinya. Marcel bersyukur bahwa ada yang peduli padanya, menyayanginya, dan berusaha mengerti keadaannya. Maka begitu pun sebaliknya, Marcel tidak akan membiarkan Olivia merasa kesepian, ia akan berusaha menjadi seseorang yang selalu ada untuk Olivia. Marcel tidak ingin seseorang yang ia sayangi merasa kebingungan mencari tempat untuk bersandar, mencari tempat untuk berkeluh kesah, dan berbagi cerita.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Tempo hari saat Olivia pergi merayakan ulang tahunnya bersama Marcel, Olivia telah mengatakan secara terang-terangan pada Marcel bahwa ia menikmati waktu kebersamaan mereka.

Besok paginya, sebuah kado dikirim ke apartemen Olivia. Itu dari Marcel. Olivia kemudian menghubungi Marcel dan secara tidak langsung mengatakan bahwa Marcel berarti baginya dan pria itu memiliki tempat di hidupnya. Marcel langsung menelfon Olivia kala itu, mengatakan bahwa pria itu ingin memastikan makna ucapan Olivia. Dari nada bicara Marcel di telfon waktu itu, pria itu terdengar begitu bersemangat untuk bertemu Olivia saat nanti dirinya kembali dari luar kota.

Sore ini Olivia pergi ke kantor Marcel. Untuk pertama kalinya, Olivia menginjakkan kakinya di gedung pencakar langit itu. Olivia akhirnya tidak heran lagi. Pantas saja Marcel menghamburkan uang dengan begitu mudahnya. Marcel adalah CEO dari sebuah perusahaan tambang terbesar kedua yang ada di Asia Tenggara. Ditambah lagi, Marcel adalah putra tunggal pemilik perusahaan Permata Tambangraya TBK, menjadikan pria itu pewaris tunggal kekayaan orang tuanya. Olivia tidak sanggup memperkirakan sekaya apa Marcel dan mungkin ia akan terkejut jika mengetahui jumlah uang yang ada di kartu debit Marcel.

Oke, sudah cukup memikirkannya, Olivia mengatakan itu pada dirinya sendiri.

Olivia kini tengah diantar oleh seorang sekretaris untuk menuju ke ruangan Marcel.

Marcel rupanya telah selesai dengan urusan pekerjaannya dan tengah menunggu kedatangan Olivia.

Begitu langkah Olivia sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu coklat jati, sekretaris Marcel meninggalkannya seorang diri di sana dan mengatakan bahwa Olivia bisa langsung masuk.

Olivia merasa sedikit gugup, entah mengapa. Namun akhirnya karena tidak ingin membuat Marcel menunggu lama, Olivia segera membuka knop pintunya.

Cklek!

Olivia membuka pintu di hadapannya dan langsung menampakkan dirinya di ambang pintu. Seketika matanya mendapati ruangan kerja Marcel yang cukup luas, sangat luas bisa dibilang.

Olivia lanatas menemukan sosok Marcel di ruangan tersebut dan pria itu segera beranjak dari kursinya untuk menghampiri Olivia.

“Hai. Kita mau ke mana hari ini?” ujar Marcel sembari menatap Olivia.

Marcel telah mempersilakan Olivia untuk masuk ke ruangannya. Di ruangan itu terdapat sebuah sofa empuk yang berukuran cukup besar, dan mereka duduk bersisian di sofa itu.

“Kita dinner aja. Bentar lagi kan udah jam makan malem,” ujar Olivia sambil menilik arloji di pergelangan tangannya.

“Oke,” Marcel menyetujuinya.

“Kerjaan kamu udah selesai semua?” Olivia bertanya.

“Udah. Malem ini anak aku lagi nginep di rumah Omanya, jadi aku bisa pulang agak maleman. Kamu mau yang jauh juga bisa. Mau kemana?”

Berkat ucapan itu, Olivia seketika jadi ingat saat dirinya dan Marcel bertemu untuk yang pertama kali, di mana Olivia meminta ke Plaza Indonesia yang lokasinya cukup jauh.

“Bener nih?” Olivia malah kemudian menantang balik.

“Bener. Bilang aja kamu mau ke mana,” ujar Marcel tampak santai.

“Aku dinner di restoran yang cuma ada di Spore.”

“Bisa. Pesen tiket dulu ya kalau gitu.”

“Aku nggak serius, Cel,” cetus Olivia.

Setelah itu keduanya tergelak bersama begitu saja. Jelas mereka sama-sama teringat momen pertama kali ketika bertemu.

“Liv, tapi beneran kalau kamu mau ke Spore, kita bisa ke sana,” ujar Marcel masih menggoda Olivia.

Olivia menganggap itu hanyalah lelucon, tapi sebenarnya Marcel sungguh serius mengatakannya.

***

Sekitar pukul 9 malam, Marcel mengantar Olivia pulang. Keduanya telah menikmati makan malam yang cukup sederhana bagi Marcel, tapi terbilang cukup mewah sebenarnya bagi Olivia. Marcel tahu restoran itu, tapi ia belum pernah mencobanya, dan baru kali ini saat bersama Olivia.

Olivia belum turun dari mobil Marcel. Keduanya tengah sibuk membahas topik yang sedari tadi rupanya belum selesai mereka dibicarakan saat di perjalanan.

Arsen yang berada di balik kemudi, menjadi saksi hidup obrolan dua insan yang sedang dimabuk asmara itu. Bolehkah Arsen menghilang dari hadapan keduanya? Namun apa boleh buat, Arsen tidak akan melakukan sesuatu kalau Marcel belum menyuruhnya. Karena Marcel adalah atasannya dan Arsen bekerja pria itu.

“Cara kamu agak lain ya, Cel,” Olivia berceletuk secara blak-blakan, mengatakan bahwa cara Marcel menghubunginya melalui chat pertama kali itu sangat lain dari pada yang lain.

“Agak lain gimana?” Marcel bertanya sambil terlihat tengah menahan sebuah senyuman.

“Segala nantang diri sendiri,” ujar Olivia. Lantas Olivia menjelaskan bahwa biasanya pria yang ditolaknya akan langsung mundur saat Olivia jelas mengatakan tidak tertarik atau sedang tidak ingin menjalin suatu hubungan. Namun berbeda dengan Marcel, pria itu malah dengan percaya diri mengatakan bisa membuat Olivia mencintainya hanya dalam waktu 14 hari.

“Tapi akhirnya berhasil kan?” celetuk Marcel.

“Mana berhasil?”

“Sekarang buktinya kita bisa ngobrol kayak gini. Kemarin kamu lupa bilang apa di chat? Kita ini udah sampe tahap apa sebenernya, Olivia, hmm?” ujar Marcel dengan tatapan menggoda yang tertuju pada Olivia.

“Tetep aja, cara kamu tuh aneh,” cetus Olivia lagi, tampak teguh pada pendapatnya bahwa Marcel cukup agresif dalam mengejar wanita.

“Tapi berhasil kan bikin kamu tertarik?”

“Iya. Tapi berhasil bikin kesel di awal. Kamu sadar nggak?”

“Iya, aku sadar.” Kemudian Marcel tidak dapat lagi menahan tawanya. Olivia tertawa juga secara spontan. Tidak disangka oleh Olivia, mereka membicarakan hal ini dan justru jadi terasa lucu ketika mengingat kembali momen tersebut.

“Liv, hakikatnya cewek itu punya rasa penasaran yang tinggi dan semakin suka kalau ditantang. Kalau waktu itu aku nggak bikin tantangan untuk diri aku sendiri, yaa mungkin kita nggak bisa ngobrol kayak gini dan sampai di tahap ini.”

Olivia tertegun sesaat setelah mendengar penurutan Marcel. Namun ia tidak dapat memungkiri bahwa itu benar adanya.

“Aku tau kok temen kamu buntutin kita pas di Plaza Indonesia,” ujar Marcel lagi.

Olivia tampak tercengang mendengarnya.

“Kok kamu bisa tau?” Oliva bertanya dengan tampang bingungnya.

Marcel hanya tertawa mendapati ekspresi Olivia yang menurutnya tampak lucu dan menggemaskan.

“Temen kamu mainnya kurang pro, Olivia. Kenapa temen kamu buntutin kamu?”

“Yaa .. itu kan pertama kali banget kita ketemu, jadi aku takut aja diculik,” secara gamblang Olivia mengungkapkannya.

Alright. Itu salah satu cara perempuan untuk protect dirinya. That's a good idea,” ujar Marcel.

Setelah percakapan itu, keduanya kemudian terdiam. Beberapa detik berlalu, ketika tatapan Marcel dan Olivia bertemu di satu titik dan saling mengunci. Marcel kemudian tersenyum lebih dulu, baru setelahnya Olivia ikut mengulaskan senyumnya.

“Arsen,” ujar Marcel tiba-tiba memanggil Arsen.

“Iya Pak?” Arsen segera menyahuti panggilan itu.

“Tolong tinggalkan saya dan Olivia di mobil berdua dulu. Kamu tunggu di luar sebentar,” ucap Marcel.

Tanpa menunggu apa pun, Arsen pun segera melaksanakan perintah atasannya. Arsen turun dari mobil, meninggalkan Marcel dan Olivia hanya berdua di dalam.

“Kenapa Arsen disuruh turun?” Olivia bertanya.

“Ada hal penting yang mau aku omongin sama kamu, dan kita perlu ruang untuk berdua aja,” ujar Marcel.

Olivia hanya mengangguk dan ia menunggu Marcel memulai pembicaraan. Pandangan keduanya kemudian bertemu dan saling mengunci satu sama lain. Olivia mendapati kedua mata sekecil sabit Marcel yang selalu menatapnya dengan tatapan berbinar.

“Olivia, aku bener-bener serius tentang perasaan aku ke kamu,” ujar Marcel.

Marcel menjeda ucapannya sealama beberapa detik. Marcel menatap Olivia, tatapan itu dirasa penuh makna.

“Liv, aku nggak pernah main-main tentang yang aku bilang dari sejak awal aku chat kamu. *I know it’s too early for us, but I just want you to know that I want us to be together. I want to be in relationship with you, I want to share stories with you, and I want to see your smile as much as I can. Olivia, will you be mine?”

Olivia mendengar dengan seksama semua penuturan itu. Secara sederhana Marcel mengungkapkannya, tapi entah kenapa, Olivia merasa bahwa pria itu benar-benar tulus kepadanya.

Olivia belum membuka suara untuk menanggapi, yang jelas saja itu membuat Marcel tampak khawatir.

Marcel masih menunggu di sana, ia bertekad akan mendengar jawabannya langsung dari Olivia. Apa pun jawaban itu, Marcel harus siap mendapatinya.

Olivia lantas menatap Marcel dengan tatapan hangatnya. Kemudian jemari mungil Olivia perlahan meraih jemari Marcel yang ukurannya lebih besar. Olivia menyelipkan jemarinya di antara jemari Marcel, berikutnya mulai menautkan tangan mereka, menciptakan sebuah kehangatan dari genggaman yang sederhana.

Marcel menatap tangannya yang digenggam oleh Olivia. Sialan, jantungnya rasanya ingin meledak. Kenapa Olivia begitu mampu memberikan dampak seperti ini padanya, padahal itu hanya sebuah aksi kecil.

“Liv, jadi gimana?” Marcel bertanya dengan tidak sabar.

Olivia mengangguk sekilas. “Iya,” ucapnya.

“Iya .. maksudnya?”

“Ya itu jawabannya. Emangnya tadi pertanyaan kamu apa? Masa lupa.”

I’m not forgot, of course. Oke, that’s mean you are mine right now and we are in relationship, right?”

“Hmm.” Olivia hanya bergumam untuk mengiyakan.

Olivia mendapati Marcel yang kini tengah menatapnya dengan intens dan jarak mereka terbilang cukup dekat. Cara Marcel menatapnya inilah yang membuat Olivia hanyut dan bisa merasakan ketulusan pria itu. Awalnya Olivia memang ragu, tapi berkat usaha gigih Marcel, pria itu telah berhasil membuat Olivia merasakan perasaan tulusnya.

Mungkin jika sekeras apa pun Olivia berusaha tidak mencintai Marcel dan bersikap denial terhadap perasaannya sendiri, Olivia yang akan merugi karena ia akan kehilangan orang yang dengan tulus mencintainya.

Olivia lantas menatap tangannya yang saat ini masih berada di genggaman Marcel.

“Ini nggak mau dilepas? Udah malem lho, kita mau di sini terus?” celetuk Olivia.

Just wait for a few minute. Please?

Olivia hanya tertawa pelan mendapati tingkah Marcel. Ekspresi menggemaskan Marcel saat ini tidak sesuai dengan peringai dan perawakan gagah pria itu. Sungguh Olivia baru tahu baru Marcel bisa menjadi pribadi yang berbeda seperti ini.

“Liv, do you wanna try something?” ujar Marcel.

“Try what?”

“Mhmm it’s a—” Marcel menjeda ucapannya. Tatapan Marcel lalu sedikit turun dan tertuju pada bibir ranum Olivia.

“It’s only happen if you really want it,” ucap Marcel.

“Right now? Here?”

Marcel lantas mengangguk pelan. Olivia kini tengah menatap Marcel dengan tatapan lekat. Mata cantik Olivia hanya tertuju padanya dan dunia Marcel seolah berhenti berputar, tapi jantungnya seperti akan meledak karena terlalu keras berdegup.

“Your heart is beating so fast,” celetuk pelan Olivia yang kemudian gadis itu tidak bisa menahan tawa kecilnya. Olivia jelas-jelas mendengar degup jantung Marcel di tengah kesunyian di antara mereka.

“It’s because of you,” aku Marcel.

“Let’s do it for real then,” ujar Olivia.

“Are you sure?” Marcel bertanya lagi untuk memastikan.

Olivia mengangguk satu kali sebagai jawaban. Olivia yakin dan ia menginginkannya.

“I will let you,” ujar Olivia pelan sebelum akhirnya Marcel mulai mendekatkan diri padanya.

Tanpa menunggu lagi, Marcel lantas memangkas jarak yang tersisa di antara dirinya dan Olivia. Kemudian secara perlahan dan penuh kelembutan, Marcel lebih dulu mengecup belah bibir Olivia. Pertama Marcel menempelkan bibirnya di atas bibir Olivi dan dua detik berikutnya, Olivia balas memagut bibir Marcel dengan sedikit menggigit-gigit kecil.

Satu tangan Marcel yang bebas lantas berada di pinggang ramping Olivia, menjaga perempuan itu agar tetap berada di posisinya. Marcel melumat bibir Olivia, merasakan manisnya bibir itu menggunakan bibirnya.

Ciuman itu terasa begitu mendebarkan bagi keduanya. Wangi tubuh Marcel yang maskulin dan sangat khas itu, kini Olivia bisa menghirupnya dengan begitu puas.

Olivia dapat merasakan bibir Marcel terasa lembap, kenyal, dan manis secara bersamaan, yang kemudian sukses memberi gelenyar pada aliran darah Olivia selagi Marcel menciumnya.

Begitu juga, satu lengan Olivia mendarat sempurna di bahu Marcel, lalu tangan itu bergerak menangkup satu sisi wajah Marcel, memberi sedikit usapan lembut di sana.

Marcel dan Olivia sama-sama memejamkan mata ketika bercumbu semakin dalam. Keduanya sama-sama menginginkan dan mendamba satu sama lain, ingin membagi kasih, dan mengungkapkan sebuah perasaan.

Marcel masih mencium Olivia di sana, kali ini sedikit memelankan tempo gerakan bibirnya di atas bibir Olivia.

Sebuah lenguhan kecil kemudian lolos dari bibir penuh Olivia. Olivia merasakan jantungnya berdebar kuat, perasaan ini yang telah cukup lama tidak Olivia dapati dari pria yang ia kencani sebelumnya atau pria-pria yang berusaha mendekatinya.

It’s about a feeling who chose someone.

Bagian terakhir sebelum mengurai ciuman, Marcel memberi sebuah kecupan kecil di kedua ujung bibir Olivia. Olivia terpaku di tempatnya, ia masih sedikit tidak menyangka, tapi rasanya sangat mendebarkan dan itu adalah jenis debaran bahagia.

Olivia kini mendapati Marcel tengah menatapnya penuh afeksi, lalu perlahan pria itu mengusapkan ibu jarinya di ujung bibir Olivia.

It’s time to go home. Aku anter kamu sampe ke unit,” ujar Marcel.

“Oke,” ujar Olivia.

***

Sesampainya Marcel dan Olivia di depan unit apartemen milik Olivia, Marcel tidak langsung berlalu dari sana.

You know, I’m so happy this night. To be with you is really amazing, Olivia,” ungkap Marcel secara terang-terangan.

Olivia akan menunggu Marcel pergi dari hadapannya, tapi rupanya pria itu mengatakan belum ingin beranjak dari sana.

“Aku masih pengen sama kamu. Boleh nggak?” celetuk Marcel sembari menampakkan senyum manjanya.

“Tapi ini udah malem, Cel,” ujar Olivia.

“Sebentar doang, beneran. Kita ngobrol aja di apart kamu.”

“Berapa lama?”

Thirthy minutes, habis itu aku balik.”

“Oke, beneran ya?” Oliva bertanya untuk memastikan.

“Iya, beneran.”

***

Marcel menunggu Olivia di ruang tamu selagi perempuan itu membuatkan minuman hangat untuknya.

Cuaca hari ini terasa cukup dingin, ditambah hari sudah semakin malam. Jam dinding di apartemen Olivia mennujukkan hampir pukul 11.

Sekitar lima menit berselang, Marcel kembali mendapati Olivia. Gadis itu membawa secangkir coklat panas yang lantas diletakkan di atas meja. Olivia mengambil tempat di samping Marcel, mereka duduk bersisian di sofa ruang tamu.

Marcel lantas mengambil cangkirnya. Setelah perlahan meniup minuman hangat itu, pria itu menyesap minumannya pelan. Marcel lalu meletakkan kembali cangkirnya di atas meja.

“Liv, besok kalau aku sempet, aku mau mampir ke butik kamu, boleh? Pas jam makan siang,” ujar Marcel.

“Boleh. Tapi beneran kalau kamu senggang aja.”

“Sure.”

“Liv,” ujar Marcel lagi setelah beberapa detik mereka hanya terdiam.

“Iya?”

“Aku mau kamu coba percaya sama aku dan yakin sama apa yang lagi kita jalanin sekarang,” ujar Marcel sembari netranya tidak lepas menatap Olivia.

Marcel lantas melanjutkan perkataannya bahwa ia memiliki banyak mantan pacar, dan selama ini dirinya merasa belum menemukan yang cocok yang bisa membuatnya menginginkan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun pengeculian untuk Olivia. Di hubungan mereka, Marcel begitu menginginkan Olivia, dan belum pernah ia merasa seperti ini.

Marcel lantas meraih satu tangan Olivia yang bebas, Marcel menggenggam tangan mungil itu. Olivia membalas genggaman tangan Marcel, sebuah senyum lembut penuh kasih terukir di paras cantik Olivia.

“Iya, aku mau coba percaya sama kamu,” ucap Olivia akhirnya.

Marcel dengan cepat mengulaskan senyumnya. Mereka masih di posisi yang sama, kini Marcel sedikit menggoyangkan genggaman tangannya di tangan Olivia.

“Cel, ini udah setengah jam lho. Malah udah lebih,” ujar Olivia sambil melirik jam dinding.

“Iya, sebentar lagi, Liv.”

“Kamu kamaleman nanti baliknya.”

“Nggak papa. Arsen udah biasa lembur, nanti aku kasih dia bonus bulanan. Oh iya Liv, aku baru inget sesuatu.”

“Apa?”

“Besok dan sampe dua hari ke depan, kayaknya aku nggak bisa ninggalin kantor. Aku jadinya nggak bisa ke butik kamu. Kita nggak bsia ketemu. Kerjaanku lagi padet banget.”

“Kalau gitu aku aja yang ke kantor kamu pas jam makan siang. Gimana?” Olivia menyarankan sebuah solusi.

“Is it oke?” Marcel bertanya.

“That’s totally oke.”

“Alright then. Thank you, Love,” ujar Marcel seraya menampakkan senyum lebarnya.

Mendapati senyum manis itu di dengan netranya, Olivia seketika merasa hidupnya tengah diberkati oleh Tuhan. Pertemuannya dengan Marcel dan perasaan mereka yang kini telah selaras, membuat Olivia merasa bahwa Tuhan telah begitu baik kepadanya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Sebuah restoran steik bintang lima terkenal yang terletak di tengah kota metropolitan Jakarta, malam ini telah menyiapkan area private VVIP mereka untuk sebuah reservasi yang telah dibuat atas nama Marcellio Moeis.

Semua telah dipersiapkan dengan apik dan matang. Dari mulai tatanan meja, dekorasi ruangan, hingga bunga mawar merah segar.

Sekitar pukul 7, sebuah BMW putih milik Marcel tengah berhenti di lobi restoran itu. Marcel menyetir mobilnya sendiri malam ini, setelah cukup lama ia tidak menyetir.

Marcel turun lebih dulu, kemudian Olivia menyusulnya. Setelah Marcel menyerahkan kunci mobilnya pada seorang petugas, ia lekas mengajak Olivia untuk berjalan bersama.

Seorang yang diketahui adalah manajer restoran mengantar Marcel dan Olivia untuk sampai ke tempat yang telah disiapkan untuk mereka.

Mereka menaiki lift dan kini telah sampai di lantai 6, tempat di mana area tujuan mereka berada.

“Silakan,” ujar manajer itu setelah membuka sebuah pintu ruangan.

Marcel membiarkan Oliva melangkah masuk lebih dulu, baru setelahnya pria itu menyusul. Di sana lah akhirnya Marcel dan Olivia berada. di ruangan itu terdapat sebuah meja dengan dua buah kursi. Tempat itu telah didekorasi dengan begitu cantik dan menamakkan kesan yang mewah.

Olivia menarik kursi lebih dulu dan ia duduk di sana. Marcel kemudian melakukan hal yang sama dengannya.

Olivia tengah mengamati area private ini. Ruagan itu memiliki dinding kaca yang menampakkan pemandangan luar yakni gedung-gedung kota yang indah dan gemerlap.

Dekorasi meja makan di hadapan Olivia sungguh cantik, ada sebuah mawar merah segar yang diletakkan di vas di atas meja. Terdapat lampu ruangan yang tidak terlalu terang, tapi masih cukup menerangi, serta terdapat dua buah lilin di meja yang menambah kesan romantis juga intimate.

Netra Olivia seketika bertubrukan dengan netra Marcel yang rupanya juga tengah menatap lekat padanya.

“Permisi,” ucap seorang pelayan yang seketika menginterupsi momen tersebut. Marcel maupun Olivia sama-sama menoleh dan kemudian menerima buku menu yang diberikan oleh pelayan.

Tidak lama setelah Marcel dan Olivia menentukan pesanan mereka, pelayan tadi membawa kembali buku menu dan akan membawakan pesanan sekitar 20 menit lagi.

Sepeninggalan pelayan itu, Marcel kembali menatap Olivia. Sebuah senyum kemudian terulas di wajah Marcel.

Olivia kemudian secara tidak sadar ikut mengulaskan senyumnya. Justru setelah aksi Olivia itu, Marcel yang dibuat agak gugup dan tidak siap karena mendapati senyuman cantik Olivia.

“Olivia,” ujar Marcel.

“Hmm?”

“Kamu cantik banget malam ini,” ucap Marcel, nadanya terdengar lembut dan tulus. Meskipun mungkin Olivia tidak menyadari bahwa Marcel tengah gugup karena terpesona dengan kecantikan Olivia.

Malam ini Olivia tampak anggun dan menawan dengan balutan gaun merah yang bagian bahu dan punggungnya terekspos. Rambut panjang Olivia di style dengan cepol sederhana dan beberapa helaian rambutnya dibiarkan terjatuh di kedua sisi wajahnya.

Olivia dress

Olivia tampak sempurna di hari ulang tahunnya, terlebih terlihat raut bahagia tercetak di wajah mungil itu.

Setelah pesanan Marcel dan Olivia datang, mereka mulai menyantap hidangan masing-masing. Olivia memotong daging di piringnya dengan pisau, lalu mengambilnya dengan garpu dan memasukkan ke dalam mulut. Olivia merasakan daging yang empuk dan cita rasa yang tidak perlu diragukan lagi, seketika memanjakan mulut dan rasanya melengkapi hari ulang tahun Olivia. Menikmati makanan enak di hari ulang tahun, siapa yang tidak menginginkannya?

“Are you happy this night?” Marcel bertanya.

Pertanyaan Marcel tersebut membuat Olivia langsung memfokuskan atensinya pada pria itu.

Olivia baru saja memikirkannya. Kemudian Olivia segera menjawab pertanyaan itu dengan sebuah anggukan. Marcel senang mengetahuinya ia ikut merasa bahagia.

Olivia lantas terpikirkan sesuatu, ia lupa kapan terakhir kali ada orang yang begitu mempedulikannya. Ulang tahun adalah hal yang kelihatannya sepele, tapi mungkin berarti besar bagi sebagian orang. Bagi Olivia, ulang tahun adalah momen yang sangat berarti. Namun itu belasan tahun yang lalu, sebelum akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.

Olivia tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya yang akan kembali memotong daging.

Marcel yang mendapati perubahan ekspresi di wajah Olivia lekas menyadarinya, lalu pria itu segera bertanya, “Liv, kenapa?”

Olivia kemudian menatap tepat di manik mata Marcel. Pria itu terlihat khawatir padanya, jelas terpancar dari tatapannya.

“Nggak papa,” cepat-cepat Olivia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Perubahan gelagat dan mood Olivia sedikit masih membuat Marcel khawatir. Merasa bahwa suasananya jadi tidak sebagus sebelumnya, Olivia pun berucap lagi. “Nggak ada yang perlu dikhawatirin, Cel.” Kemudian Olivia menampakkan senyumannya, ia ingin meyakinkan Marcel bahwa segalanya baik-baik saja.

“Oke,” ucap Marcel akhirnya. Marcel kemudian kembali menyantap makanan di piringnya, demikian juga Olivia.

Sesekali di tengah kegiatan itu, keduanya mengobrol ringan. Marcel menceritakan beberapa hal tentang dirinya, Olivia mendengarkan dengan seksama sembari beberapa kali menanggapi.

Olivia juga ingin membagi cerita tentang dirinya setelah Marcel selesai, tapi perempuan itu tampak bingung harus memulainya dari mana.

Makanan di piring Marcel maupun Marcel telah bersih, kini mereka tengah menikmati hidangan penutup yang manis dan memanjakan mulut.

Marcel sesuap menyendok pudding pannacota di piringnya, tapi pandangannya tidak sedikitpun lepas menatap Olivia.

“Dulu waktu kecil aku suka banget ngerayain ulang tahun. Tapi ada sesuatu yang akhirnya bikin aku nggak excited lagi sama ulang tahun,” ujar Olivia memulai ceritanya.

Marcel sedikit tertegun mendengar ujaran itu.

Dari pancaran mata Olivia, tampak kesedihan yang sepertinya tidak dapat gadis itu tutupi dan terasa begitu sensitif.

Olivia menyantap dessert-nya satu suapan, lalu sesaat kemudian perempuan itu kembali berujar, “Aku lupa kapan terakhir kali ada yang mikirin dan peduli buat ngerayain ulang tahunku. Orang-orang terdekatku lama-lama mengabaikan itu, tapi mereka ngelakuin itu bukan tanpa alasan. Aku yang bilang sama mereka kalau aku nggak suka ulang tahunku dirayain.”

Olivia menjeda ucapannya. Rasanya seperti membuka luka lama baginya, tapi Olivia telah bersedia untuk membaginya pada Marcel, jadi itu tidak masalah.

“Sejak Papaku sama Mamaku mutusin buat pisah, aku nggak suka sama hari ulang tahunku,” ujar Olivia lagi. Olivia mencoba biasa saja saat mengatakannya, tapi Marcel bisa merasakan bahwa luka tersebut sepertinya begitu dalam bagi Olivia.

Sejak orang tuanya bercerai, Olivia tidak menyukai hari ulang tahunnya, karena dirinya akan teringat bahwa orang tuanya telah berpisah dan tidak ada lagi yang namanya perayaan ulang tahun bersama kedua orang tersayangnya. Papanya hanya mengirim hadiah kepada Olivia, tapi enggan untuk datang ke rumah Mamanya, meski Olivia telah memohon pada beliau untuk datang.

Olivia telah selesai menceritakannya pada Marcel. Tidak lama berselang, dessert dan minuman mereka juga telah habis. Olivia mengulaskan senyumnya sekilas, berusaha nampak baik-baik saja.

“Liv,” ujar Marcel.

“Iya?”

“Kamu bisa bilang sama aku harusnya, kalau kamu nggak mau ngerayain ulang tahun. It’s oke, kita bisa dinner tanpa harus ada momen spesial,” tutur Marcel.

Olivia lantas tertawa pelan, suara perempuan itu terdengar lembut dan renyah. “Nggak papa, Cel. Aku seneng malam ini, makasih ya. Aku sadar kok kalau aku juga nggak bisa terus-terusan lari dari masa lalu dan aku emang harus hadapin. Mungkin malam ini bisa jadi cara buat aku hadapin yang selama ini aku coba hindarin.”

Marcel yang mendengar penuturan itu perlahan mengulaskan senyumnya, bahkan kedua ujung bibirnya kemudian saling menarik membentuk senyum yang lebar. Mendapati malam ini Olivia tampak bahagia, perasaan Marcel dengan mudahnya ikut merasa senang.

Olivia pun perlahan sadar bahwa alasan bahagianya adalah sosok yang kini berada di hadapannya, sosok yang selama beberapa jam tadi mendengarkan ceritanya sembari menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut.

Olivia merasa dirinya bahagia, dengan bagaimana cara Marcel mempedulikan dan memperlakukannya. Rasanya perilaku pria itu begitu tulus terhadapnya dan hati Olivia menghangat dengan sempurna.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒