alyadara

Sekitar pukul 2 tadi malam, Olivia terbangun dari tidurnya dan tidak dapat kembali terlelap meski telah berusaha mencoba. Olivia terjaga di malam hari karena suhu tubuhnya yang terasa lebih tinggi dari suhu normal. Olivia berakhir hanya bisa mendapatkan waktu selama dua jam untuk kembali tertidur.

Keesokan paginya ketika mencoba bangun dri ranjang, tubuh Olivia terasa lemas sekali.

Olivia berakhir memutuskan untuk tidak berangkat ke butik. Ia akan beristirahat di apartemennya dan merasa bahwa besok tubuhnya bisa kembali fit, sehingga ia bisa bekerja.

Olivia berusaha merawat dirinya di saat tubuhnya terasa kehilangan separuh tenaganya. Olivia tidak bernapsu untuk makan. Olivia hanya menikmati selembar roti tawar dengan selai coklat, kemudian ia meminum obat seadanya. Mungkin nanti saat kondisinya lebih baik, Olivia baru akan keluar untuk membeli obat.

Setelah menghubungi karyawannya bahwa ia tidak bisa datang ke butik hari ini, Olivia akhirnya memutuskan kembali menuju ranjangnya dan berusaha untuk memejamkan mata.

Sudah 10 menit mencoba, tapi bukannya terpejam, Olivia justru bersin dengan cukup kuat, dan itu terjadi beberapa kali. Sepertinya kondisi Olivia cukup mengkhawatirkan karena ia bukan hanya demam ringan. Demamnya disertai oleh flu dan Olivia merasakan tenggorokannya mengalami radang. Padahal kemarin kondisinya cukup fit, tapi mungkin karena minggu-minggu ini jadwal pekerjaannya terbilang dapat, hari ini Olivia mendapati puncak tumbang tubuhnya.

Saat ini waktu menunjukkan pukul 12 siang. Olivia baru beberapa saat menjamah kasur dan memeluk gulingnya, tiba-tiba rasa pening di kepala menyerangnya, membuat Olivia menitikkan air mata di pelupuk mata. Entah kenapa, kalau sedang sakit seperti ini, Olivia merasa dirinya begitu lemah dan sensitif. Saat seperti ini yang membuat Olivia teringat akan kedua orang tuanya yang telah tiada dan hidupnya yang terasa seperti sebatangkara.

Olivia lantas meringkukkan tubuhnya dan menaikkan bed cover untuk menyelimuti tubuhnya. Kemudian Olivia membenamkan wajahnya di bantal. Sebuah cairan bening yang merembes terus dari hidungnya, pun membuat Olivia tidak nyaman hingga sulit untuk tertidur. Namun Olivia tetap berusaha untuk terlelap dan berharap hari esok datang dengan cepat, serta kondisi tubuhnya sudah kembali sehat seperti semula.

Di tengah-tengah Olivia yang belum juga terpejam, Olivia mendapati ponselnya berbunyi. Olivia mendapati Marcel tengah menelfonnya. Olivia tidak menjawab telfon dari Marcel, lalu hanya membalas pesannya, karena pria itu terus mengirimi pesan dan menanyakan keadaannya.

Marcel mengatakan akan datang ke apartemennya an Olivia mengatakan pada Marcel bahwa pria itu tidak perlu datang. Namun Marcel mengabaikan ucapan Olivia, pria itu bilang akan tetap datang.

Olivia sebenarnya tidak hidup sebatang kara. Olivia masih memiliki sahabat dan juga keluarga dari Papa dan Mamanya ketika ia membutuhkan seseorang untuk bersandar. Olivia sudah menghubungi sahabatnya, tapi mereka tidak bisa datang ketika Olivia minta ditemani. Namun orang yang tidak disangkanya, justru akan datang padanya di saat Olivia membutuhkan seseorang.

Olivia menganggap Marcel bukanlah siapa-siapa baginya, tapi kenapa pria itu peduli padanya?

***

Ketika bel apartemennya berbunyi, Olivia segera beranjak dari kasur dan melangkah menuju pintu.

Olivia memastikan bahwa yang datang adalah Marcel, baru kemudian ia membukakan pintu. Sekitar 1 jam setelah Marcel mengatakan akan datang, pria itu kini telah menampakkan batang hidungnya di depan apartemen Olivia.

Ini adalah yang kedua kalinya Olivia mendapati Marcel. Seperti biasa pria itu terlihat rapi dengan setelan kemeja yang dibalut oleh jas yang tampak mahal dan juga licin. Bedanya adalah kali ini Marcel tidak bersama asistennya, dan sekarang pria jangkung itu tengah membawa sebuah paper bag berukuran cukup besar di satu tangannya.

Olivia lantas mempersilakan Marcel untuk masuk. Tidak mungkin kan Olivia menyuruh pria itu untuk langsung pergi dan ia menerima begitu saja yang Marcel bawakan untuknya.

“Ini apa isinya?” tanya Olivia begitu Marcel menyerahkan paper bag tersebut.

“Ada makanan, obat, buah, sama bye bye fever buat turunin demam,” ujar Marcel.

“Aku belum bilang ke kamu, kalau aku demam,” ujar Olivia.

“Jaga-jaga aja, jadi sekalian aku bawain beberapa obat. Tapi kamu demam nggak?” tanya Marcel.

Olivia kemudian mengangguk menjawab pertanyaan itu.

“Ada sanmol untuk demam sama sakit kepala, terus ada rhinos untuk obat flu. Ada obat batuk juga, aku lupa nama obatnya apa, tapi aturan sama takaran minumnya ada semua di situ, di tulis di kertas.”

Olivia sedikit tercengang mendengar penuturan runtut Marcel. Namun akhirnya Olivia hanya mengangguk dan membawa paper bag yang diberikan Marcel ke dapur apartemennya.

Tidak lama kemudian setelah membereskan benda-benda yang dibawa oleh Marcel, Olivia kembali menemui Marcel di ruang tamu.

“Makasih ya,” ucap Olivia.

“Kamu udah makan?” Marcel bertanya.

“Udah, tadi pagi.”

“Sekarang udah hampir jam 2 siang. Kamu makan ya? Makanan yang aku bawa bisa di microwave sebentar. Habis makan kamu bisa minum obat.”

Olivia hanya mengangguk mengiyakan. Benar adanya bahwa ia harus makan yang cukup lalu meminum obat.

Ketika Olivia akan kembali ke dapur, Marcel menahan gerakannya. “Aku panasin makanannya buat kamu. Kamu tunggu di kamar aja.”

Olivia menatap Marcel sesaat. Tadinya ia menolak, tapi Marcel mengatakan bahwa ia memang ingin melakukannya untuk Olivia. Akhirnya Olivia menurut begitu saja, ia membiarkan Marcel untuk melakukannya.

***

Olivia beranjak dari posisi rebahannya begitu Marcel datang membawa makanan dengan sebuah nampan.

Olivia lantas mendapati makanan dengan menu yang lengkap dan sehat. Ada nasi, 2 jenis lauk, sayuran, serta buah pisang yang telah dipotong-potong kecil.

Pantas Marcel cukup lama di dapur, rupanya pria itu melakukan banyak pekerjaan.

Olivia kemudian mulai menikmati makanannya dan Marcel hanya menontonnya di depannya setelah menarik kursi ke samping ranjangnya.

Setelah beberapa suap, Olivia bertanya pada Marcel. “Kamu bukannya kerja hari ini? Kok bisa ninggalin kerjaan?”

“Iya, aku emang kerja. Tapi masih bisa ditinggal,” ujar Marcel.

Olivia lalu hanya mengangguk. Ketika beberapa suap lagi makanannya habis, Marcel beranjak dari tempatnya dan katanya akan mengambilkan obat untuk Olivia.

Olivia memutuskan membawa piring kotornya ke dapur dan menemukan Marcel di sana.

Marcel berbalik menghadap Olivia. “Kamu minum obat dulu. Sanmol sama rhinos, habis itu pake bye bye fever, ya? Biar panasnya lebih cepet turun, jadi kamu bisa tidur nyenyak.”

“Oke.”

Olivia lalu meminum obat yang telah diambilkan Marcel. 1 obat tablet dan 1 kapsul diteguk Olivia bersama segelas air.

Kemudian Olivia mengambil satu bye bye fever dari beberapa yang dibawakan Marcel. Olivia berpikir bahwa Marcel membeli plester penurun demam itu dalam jumlah yang terlalu banyak.

Sekembalinya Olivia menemui Marcel di ruang tamu, Marcel pamit pulang dan Olivia mengatakan akan mengantar pria itu sampai pintu.

“Maaf udah ngerepotin,” ucap Olivia spontan.

Marcel terdiam selama beberapa detik, lalu pria itu tampak menghembuskan napasnya dan sesaat kemudian berujar, “Liv, kamu butuh orang lain. Jangan selalu coba ngadepin semuanya sendiri, ya?”

Olivia terdiam. Kalimat Marcel bagaikan fakta yang menamparnya. Selama ini Olivia memang merasa bahwa ia bisa melakukan semuanya sendiri, yang berakhir membuatnya merasa kesepian. Namun Olivia terlalu denial, mengatakan bahwa ia tidak kesepian meskipun harus hidup tanpa orang lain di sisinya.

“Aku pamit dulu ya. Kamu jangan telat makan, terus minum obat sesuai jadwal,” ujar Marcel.

“Iya. Kamu hati-hati,” ujar Olivia.

Setelah itu Marcel berlalu dari hadapan Olivia.

Sepeninggalan Marcel, Olivia segera masuk kembali ke dalam apartemennya.

Olivia kemudian menatap kemasan biru bye bye fever di tangannya, ia menatap benda itu selama beberapa detik. Olivia merasa bingung dan kemudian bertanya-tanya. Kenapa Marcel sebegininya padanya? Jika Marcel hanya ingin main-main dengannya, rasanya Marcel yang cukup gila terhadap pekerjaan, tidak mungkin mengorbankan waktu berharganya hanya untuk merawat Olivia yang tengah sakit.

Apakah Marcel benar-benar tulus atau hanya menganggap semua ini sebagai permainan yang harus pria itu menangkan?

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒

Terkadang keputusan yang diambil oleh manusia dalam hidupnya, terjadi secara impulsif, alias terjadi dengan cepat tanpa memikirkan berbagai resiko yang akan menghadang. Begitulah yang terjadi saat Olivia memutuskan menerima tantangan dari Marcel untuk membuatnya jatuh cinta pada pria itu dalam waktu 14 hari. Namun tidak Olivia tidak mentah-mentah menerima tantangan tersebut, ia pun memberi tantangan juga kepada Marcel. Jika Marcel bisa membuatnya bersedia berada di ranjang pria itu, maka Marcel akan menang dan memilikinya.

Hari ini Olivia akan bertemu dengan Marcel, dan pertemuan ini terhitung sebagai hari pertama dalam 14 hari yang keduanya telah sepakati.

Olivia outfit

Olivia turun dari lantai unit apartemennya dan langkahnya pun sampai di lobi. Kedua matanya langsung berpendar, mencari sosok yang sebelumnya telah memiliki janji temu dengannya.

Lobi apartemen yang tidak terlalu ramai, memudahkan Olivia untuk menemukan sosok itu. Tampaknya orang itu belum menyadari kehadirannya, tapi Olivia tidak menunggu apapun untuk berjalan menuju sosok itu.

Marcel berada tidak sendiri di sana, pria itu bersama dengan asistennya. Begitu Olivia tiba di hadapan Marcel, pria yang sedang melakukan meeting online menggunakan ipad-nya itu, segera mematikan sambungannya.

Marcel outfit

Marcel menatap Olivia, lalu pria itu lekas beranjak dari posisi duduknya. Arsen yang sebelumnya berada di dekat Marcel dan Olivia, kemudian sedikit memberi ruang pada keduanya dengan menyingkir dari sana.

“Hai,” sapa Marcel dengan lugasnya. Marcel kemudian menyerahkan ipad di tangannya untuk dipegang oleh Arsen.

Olivia hanya membalas sapaan Marcel dengan sebuah senyuman singkat.

Secara nyata, Olivia mendapati Marcel si workaholic yang super sibuk, tapi masih sempat-sempatnya pria itu memberi waktu untuk seorang gadis.

Dasar playboy, batin Olivia. Olivia lantas memiliki sebuah ide jahil di kepalanya untuk memberi kesan kepada Marcel di pertemuan pertama mereka.

“Kita udah bisa pergi sekarang?” Olivia bertanya.

“Iya, bisa. Ayo,” jawab Marcel.

Keduanya kemudian berjalan bersisian meninggalkan lobi gedung. Arsen mengikuti langkah mereka, berjalan tidak jauh di belakang.

“Oh iya, kamu mau kita ke mana hari ini?” ujar Marcel ketika dirinya dan Olivia telah berada di mobil.

Arsen sudah menyalakan mesin mobil, tapi belum memanuver kendaraan itu untuk meninggalkan parkiran.

“Hmm … aku mau ke Plaza Indonesia,” ujar Olivia sambil menatap Marcel yang berada di sampingnya.

“Oke, kalau gitu kita ke Plaza Indonesia,” tanpa mempertimbangkan apa pun, Marcel dengan cepat mengiyakan permintaan Olivia.

Olivia agak ragu awalnya bahwa Marcel akan mengiyakannya. Namun Olivia akan melihatnya nanti, apakah Marcel akan bisa bertahan dengan permainan yang ia buat, atau justru akan menyerah begitu saja?

***

Plaza Indonesia merupakan pusat perbelanjaan yang terletak cukup jauh dari lokasi apartemen Olivia, serta memiliki rute lalu lintas yang padat. Olivia ingin membuat Marcel jengah dan mungkin kesal karena harus menurutinya yang banyak mau.

Namun yang terjadi sejauh ini, Marcel dengan mudahnya menuruti semua keinginan Olivia. Selama kurang lebih 2 jam, mereka menggunakan waktu yang tidak sebentar tersebut untuk berkeliling mall dan berbelanja.

Berbagai toko merek branded mereka kunjungi. Dari mulai Gucci, Prada, Balenciaga, hingga entah sudah berapa kali Marcel menggesekkan kartu debitnya untuk membelikan semua barang itu untuk Olivia.

Toko terakhir yang kini sedang mereka datangi adalah Dior. Olivia tertarik pada sebuah hand bag limited edition berwarna sage green.

“Satu aja?” tanya Marcel meyakinkan Olivia jika perempuan itu hanya menginginkan sebuah tas yang ada di toko tersebut.

Olivia mengangguk sekali, yakin bahwa ia hanay ingin satu tas. Kemudian Olivia memperhatikan raut wajah Marcel. Sama sekali seperti tidak ada beban bagi pria itu menghamburkan uangnya untuk seorang perempuan yang bahkan baru ia kenal. Ini gila, batin Olivia.

Oh, tapi belum tentu, karena ini baru permulaan. Mungkin setelah ini, sosok pria kaya raya seperti Marcel akan menampakkan wujud aslinya. Olivia sungguh penasaran dengan kelanjutan semua ini. Ini akan menjadi menarik, ucap Olivia di dalam hati.

Setelah membayar tas yang diinginkan Olivia, akhirnya Olivia dan Marcel meninggalakn toko itu. Olivia hanya membawa satu tas belanjaan yakni yang baru saja dibeli, karena sisa belanjaannya sebelumnya dibawakan oleh Arsen. Bahkan ada beberapa yang sudah dimasukkan ke dalam mobil.

“Habis ini kamu kita ke mana?” Marcel bertanya pada Olivia.

“Aku mau dinner di Pasola, di Pacific Place,” ujar Olivia.

“Oke.”

“Beneran? Tapi tempatnya jauh dari sini lho,” ucap Olivia dengan raut wajahnya yang nampak sedikit bingung.

“Nggak papa,” jawab Marcel cepat. Kemudian Marcel kembali berujar, “Kita bisa ke sana. We have so much time to spend,” ucap Marcel dengan lugas.

Olivia sedikit terkejut dengan jawaban yang dilontarkan oleh Marcel. Olivia pun merasa penasaran, sebenarnya pria macam apa yang sedang bersamanya saat ini?

***

Sekitar pukul 9 malam, Olivia dan Marcel telah berada di perjalanan pulang sesuai keduanya menikmati makan malam di restoran berkelas bintang 5 yang memiliki interior super mewah dan elegan.

Jalanan tampak sangat padat, dipenuhi oleh berbagai kendaraan dari berbagai arah. Terang saja, mereka terjebak macet. Ini merupakan hari kerja, dan kota Jakarta semakin malam bukannya semakin lengang, justru semakin macet.

Mobil Marcel tidak bergerak sedikit pun selama 15 menit berjejelan bersama dengan mobil lainnya di jalan itu.

Mereka jadi terjebak macet, dan mau tidak mau Olivia harus lebih lama menghabiskan waktunya dengan Marcel. Padahal Olivia menghindari hal itu. Tujuan Olivia sebeneranya adalah membuat Marcel kesal karena telah membuang waktu berharga pria itu. Namun sepertinya Marcel tampak enjoy dan tidak masalah sama sekali dengan itu. Justru kini Olivia yang jadi kesal sendiri.

Beberapa kali Olivia mencoba menahan kantuknya. Olivia menatap jalanan dari kaca jendela mobil, berusaha mengalihkan fokusnya agar tidak merasa mengantuk. Selang 5 menit kemudian, Olivia rupanya tidak dapat lagi menahan kantuknya.

Kepalanya sekali menubruk sisi kanan mobil. Kemudian Oliva kembali bangun dan malah menubruk sisi kirinya, yakni mengenai lengan Marcel.

Olivia lantas secara tidak sadar menjatuhkan kepalanya di bahu Marcel. Olivia yang sudah kelelahan pun berakhir tertidur dan langsung cepat lelap, dengan posisi kepalanya yang bersandar di lengan Marcel.

Marcel yang mendapati kejadian tidak terduga itu, membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Marcel tidak beranjak dari posisinya atau membenarkan posisi kepala Olivia. Dengan begitu, semuanya akan terlihat natural nanti ketika Olivia terbangun dari tidurnya.

***

Begitu Olivia membuka kelopak matanya dan merasa lebih segar, ia segera mendapati fakta bahwa dirinya tertidur di bahu Marcel.

Sorry, aku ketiduran,” ucap Olivia dengan suaranya yang sedikit serak khas seseorang yang baru bangun dari tidur.

“Kita udah nyampe dari tadi ya? Kenapa nggak bangunin aku?” Olivia berujar lagi setelah sadar bahwa selama dirinya tertidur, Marcel menunggunya terbangun. Rasanya Olivia terlelap lama sekali, sekarang waktu menunjukkan hampir pukul 12 malam.

“Kamu tidurnya nyenyak banget,” terang Marcel. Tanpa sadar, Marcel tersenyum sekilas dan Olivia mendapati senyum yang tampak manis itu.

Olivia sulit dibangunkan dan Marcel menjelaskan, tidak mungkin ia menggendong Olivia ke unit apartemennya karena itu akan terkesan tidak sopan. Lagipula juga, Marcel tidak memiliki key card untuk membuka pintu apartemen Olivia.

“Ehmm .. kalau gitu aku turun dulu. Makasih buat hari ini,” ujar Olivia.

“Kamu bisa bawa belanjaan sendiri?” Marcel bertanya, menghentikan Olivia yang baru akan membuka pintu mobil.

Olivia lantas teringat akan belanjaannya yang begitu banyak. Olivia menatap benda-benda yang diletakkan di jok belakang mobil Marcel. Sepertinya kedua tangannya memang tidak mampu membawa itu semua sendirian.

“Aku bantu bawain sampe ke unit kamu. Gimana?” Marcel menawarkan sebuah solusi pada Olivia.

Olivia mau tidak mau akhirnya menerima usulan tersebut. Olivia turun dari mobil Marcel dan berjalan ke unitnya tanpa membawa satu pun tas belanja di tangannya, karena semuanya dibawakan oleh Marcel dan Arsen.

Sesampainya mereka di depan unit Olivia, Marcel dan Arsen meletakkan belanjaan ke dalam apartemen dan setelahnya pamit. Arsen berlalu lebih dulu sementara Marcel masih berada di sana.

Sorry sekali lagi, tadi aku ketiduran dan jadi bikin kamu nunggu,” ucap Olivia sebelum Marcel berlalu.

Not a problem. Oke kalau gitu, aku pamit dulu ya. Makasih juga buat hari ini,” ujar Marcel.

Olivia hanya mengangguk sekali dan kemudian membiarkan Marcel berlalu dari hadapannya.

Olivia masih berdiri di ambang pintu apartemennya. Hingga punggung tegap Marcel tidak terlihat, gadis itu pun lekas enutup pitnunya.

Olivia memasuki apartemennya dan lantas menatap tas-tas belanjaan berlogo brand luxury, yang kini tampak memenuhi apartemennya. Apartemennya cukup besar, dan kini hampir setengah bagian ruang tamu penuh dengan belanjaan itu.

Olivia kemudian memutuskan mengganti pakaiannya dan beranjak untuk tidur setelah sedikit berbersih diri. Olivia merasa cukup lelah hari ini dan ia benar-benar butuh istirahat.

Ketika Olivia akan meletakkan dress yang tadi dikenakannya ke tempat pakaian kotor, Olivia mendapati wangi berbeda yang melekat di dress itu. Jelas aroma ini bukan parfum miliknya.

Oh astaga, pasti parfum Marcel telah menempel di bajunya. Aroma maskulin berpadu dengan wangi mint yang lembut ini, adalah parfum pria dan Olivia yakin ia tidak memiliki parfum dengan aroma seperti ini.

Lantas Olivia berpikir, berapa lama ia tertidur di bahu Marcel, hingga aroma parfum pria itu melekat kuat di bajunya? Olivia juga tidak tahu bagaimana tadi gaya tidurnya dan pasti Marcel mendapati semua itu secara nyata. Apakah dirinya tampak memalukan di hadapan Marcel?

Olivia pikir bahwa Marcel bukanlah pria biasa. Seperti informasi yang ia dapatkan dari Natasya soal rumor tentang Marcel, Olivia merasa tiba-tiba bahwa rumor itu benar adanya. Mungkin kedepannya, tidak mudah bagi Olivia untuk membuat Marcel kalah dari permainan yang telah mereka buat. Cara Marcel ketika berbicara padanya, serta caranya memperlakukan Olivia, membuat Olivia berpikir sepertinya Marcel memang sangat handal dalam memainkan perannya untuk membuat Olivia terpikat padanya.

Olivia mulai merasa takut bahwa dirinya akan jatuh cinta pada Marcel. Sepertinya Olivia telah melakukan kebodohan karena telah membuat kesepakatan dengan pria itu.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Hidup setiap manusia sesungguhnya dipenuhi oleh kejutan, karena apa yang akan terjadi hakikatnya tidak dapat diprediksi. Namun bagi Arsen, terlalu banyak kejutan di dalam hidupnya, terlebih sejak ia mengabdikan dirinya untuk bekerja menjadi asisten Marcel.

Setelah acara fashion show yang dihadiri oleh Marcel, pria itu memberi sebuah tugas kepada Arsen. Marcel memang memiliki beberapa asisten dan setiap orang yang bekerja dengannya, memiliki spesialisasi mereka masing-masing. Arsen memiliki spesialisasi tugas untuk mengurus apa pun yang berhubungan dengan urusan percintaan Marcel.

Di luar prediksi Arsen, Marcel memerintahkannya untuk mencari tahu tentang perempuan yang ia lihat di acara pameran fashion itu. Namun perempuan itu bukanlah Anneth, melainkan seorang perempuan yang merupakan temannya Anneth.

Segala yang memungkinkan bisa didapat, harus didapatkan, karena Marcel memerlukan informasi tersebut.

Sudah terhitung dua hari Arsen mencari informasi mengenai Olivia, gadis yang sukses membuat Marcel tertarik. Kini Arsen telah mendapatkannya dan akan memberi data tersebut kepada Marcel. Arsen mengumpulkan informasi tentang Olivia di sebuah dokumen berformat PDF yang telah ia kirimkan ke email Marcel.

Begitu Arsen sampai di ruangan Marcel, atasannya itu memintanya untuk membacakan hasil temuannya.

Marcel sedang cukup sibuk dengan pekerjaan di ipad-nya, jadi ia tidak punya waktu untuk membaca dokumen yang diberikan Arsen.

“Oke. Nama lengkapnya Olivia Agatha Christie, umurnya tiga puluh tahun. Dia punya studio, tapi orang-orang lebih sering nyebutnya butik, dan sekarang udah dikenal sama banyak orang. Butik itu jadi tempat buat Olivia merancang gaun pernikahan yang dipesen sama klien. Diperkirakan pendapatan Olivia tiap bisa sampai di angkat 3 digit. Klien-klien Olivia selama ini, nggak cuma di dalam negeri, tapi di luar negeri. Jadi rancangannya bisa dibilang udah mendunia. Hourglass Studio by Olivia Christie, itu nama perusahaannya.”

Arsen menjeda ucapannya sesaat, ia lantas beralih ke halaman berikutnya. “Olivia pernah pacaran sama putra sulung pengusaha otomotif, namanya Rendy Adhiyasa. Terus dia juag pernah pacaran cukup lama sama Erlangga Ganindra, anak pemilik perusahaan start up e-commerce yang logonya warna orange itu. Habis itu ada Vero Aldric Siahaan, pengacara yang usianya 35 tahun, punya firma hukum sendiri dan udah banyak memenangkan kasus-kasus besar di pengadilan. Habis itu ada—”

Wait. Apa sisanya masih orang yang berpengaruh?” Marcel menginterupsi penjelasan Arsen.

“Engga sih. Orang biasa kayaknya, paling banter punya jabatan tinggi di advertising agency sama pengusaha kecil.”

“Oke. Kalau gitu, udah cukup sampai di sana soal mantannya Olivia.” Marcel mengatakan pada Arsen, bahwa deretan mantan kekasih Olivia jika selanjutnya tidak cukup berpengaruh, maka Marcel tidak perlu menegtahuinya. Karena bagi marcel, mereka tidak sebanding dengannya, dan Marcel hanya butuh tau siapa sajas mantan Olivia yang sekiranya dpaat ia jadikan patokan seperti apa lelaki yang disukai Olivia.

“Kalau tentang keluarganya? Ada informasi?” Marcel bertanya.

“Gue nggak nemu informasi tentang keluarganya. Tapi kayaknya sih Olivia tinggal sendiri dan dia punya apartemen di darah Jakarta Selatan.”

“Oke. Gue punya tugas lagi untuk lo. Gue mau lo cari tau, kira-kira di kesempatan atau acara apa, yang memungkinkan gue untuk bisa ketemu sama Olivia.”

Marcel tertarik kepada Olivia dan berencana melihat sosok itu untuk yang kedua kalinya. Jika pertemuan pertama adalah sebuah takdir atau pun kebetulan, maka bagi Marcel pertemuan kedua adalah sebuah rencana yang bisa pria itu atur dengan baik.

***

Marcel telah menerima informasi yang dikirim oleh Arsen ke emailnya. Arsen membuat beberapa rencana yang nantinya akan di seleksi kemabli oleh Marcel. Dari 3 rencana yang dibuat Arsen, Marcel pun akhirnya telah memilih 1 renana. Marcel akan bertemu dengan Olivia di sebuah acara pernikahan. Bagaimana hal tersebut dapat terwujud? Jawaban jelasnya adalah karena adanya uang dan koneksi.

Olivia merancang gaun untuk calon istri sahabatnya dan dipastikan akan menghadiri acara resepsi pernikahan yang diselenggarakan minggu depan.

Marcel akhirnya telah memutuskan menempuh sebuah cara, agar ia bisa hadir di acara tersebut. Namun tentunya seperti bagaimana mestinya, pria itu harus menjaga citranya. Maka Marcel akan datang ke acara tersebut bukan sebagai sosok sebagai tamu biasa.

Marcel telah merencanakan sesuatu dengan tujuan, nantinya Olivia akan mengetahuinya sebagai Marcellio Moeis, yakni seorang pengusaha muda yang memiliki pengaruh besar di dunia bisnis.

***

Satu minggu kemudian.

Pukul 7 di hari Sabtu malam, Marcel telah sampai di tempat tujuannya. Sebuah gedung berkapasitas besar itu, menjadi tempat diadakannya sebuah pernikahan dari putri seorang pengusaha pertambangan minyak.

Seperti yang Marcel inginkan, ia hadir bukan sebagai tamu biasa. Marcel menjalin hubungan bisnis dengan Hari Tanoesudibyo, pengusaha berusia 60 tahunan, yang merupakan orang tua dari orang yang mengadakan resepsi ini.

Pesta di gedung itu tampak berjalan seperti pesta pada umumnya. Para tamu menikmati hidangan yang telah disajikan, sebagian lainnya sedang memberi selamat pada kedua mempelai di atas pelaminan dan melakukan sesi foto.

Marcel baru saja melangkah memasuki ballroom tempat di mana pesta tengah berlangsung. Sebagian pasang mata yang kebetulan berpapasan dan menyadari eksistensi Marcel, seketika menatap ke arahnya selama beberapa detik. Marcel tidak tahu pasti, tapi sepertinya mereka mengenal siapa dirinya.

Terlihat sendirian di tengah banyak orang, tentunya bukan style seorang Marcel. Maka malam ini, Marcel terpaksa mengajak sepupu perempuannya untuk menemaninya datang ke acara ini.

“Cel, demi deh gue males banget sebenernya pergi sama lo berdua gini,” Cassandra berucap pelan di dekat Marcel.

“Kenapa? Lo takut penangkaran buaya lo tutup habis ini?” balas Marcel dengan nada jenaka.

“Iyalah. Kisah cinta lo tuh udah jadi perbincangan banyak orang. Kelakuan lo yang pacaran terus, bikin Om Enrico sama Tante Valerie pusing, tau nggak,” ucap Cassandra panjang lebar.

Marcel hanya tertawa sekilas mendengar ucapan sepupunya itu. Sebenarnya di balik tawa itu, Marcel tengah menertawakan dirinya sendiri. Sebegitu terlihatkah bahwa Marcel hidup dalam aturan orang tuanya? Hingga Cassandra sepertinya paham bahwa kedua orang tuanya kerap kali tidak setuju ketika Marcel menjalin hubungan dengan yang bukan pilihan mereka.

“Kalau besok keluar rumor, tinggal bilang kalo lo sepupu gue, gampang kan. Tenang aja, penangkaran buaya lo bakal aman,” ucap Marcel dengan nada santai.

“Mungkin bakal ada yang percaya, tapi lebih banyak yang nggak percaya, Cel. Secara kita sepupu jauh, nama keluarga kita juga beda. Yang ada nih ya, gue bakal dikira gebetan baru lo setelah lo end up sama Naomi,” ujar Cassandra seperti sudah dapat memprediksi apa yang akan terjadi berkat ia yang malam ini pergi berdua dengan Marcel.

“Lo mau apa dari gue? Porsche keluaran terbaru?” cetus Marcel dengan cepat.

Cassandra meneguk minuman di gelas rampingnya satu tegukan, lalu perempuan bermata sipit itu berujar, “Hmmm .. boleh sih. Sepupu gue emang loyal dan pengertian ya. By the way, pasti lo punya tujuan dateng ke acara ini. Seorang Marcellio Moeis, bukan style-nya banget buat dateng ke acara pernikahan anak kolega bisnisnya, kalau nggak ada tujuan bisnis yang menguntungkan, ya pasti ada tujuan lain.”

Marcel meneguk minuman di gelasnya satu tegukan, lalu pria itu berujar, “Yes. You knew me so well, my cousin.” Marcel masih berada di tempatnya, tapi kedua matanya memindai sebisa mungkin untuk mencari sosok yang menjadi alasannya datang ke acara ini.

Di antara banyaknya orang, tidak terlalu jauh dari posisinya, Marcel mendapati sekumpulan perempuan yang menggunakan pakaian seragam. Mereka pasti adalah bridesmaid yang telah dipilih sang pengantin perempuan.

Marcel menduga bahwa sosok yang ia cari merupakan salah satu dari mereka.

“Cel, hello,” celetuk Cassandra sembari mengibaskan tangannya di depan wajah Marcel.

“Cel, lo liat apa sih?” Cassandra mengikuti arah pandang Marcel, tapi belum juga menemukan jawaban.

“Tepat di arah jam sembilan,” ujar Marcel tanpa mengalihkan tatapannya.

Cassandra yang sungguh penasaran pun akhirnya mencoba mengikuti arah yang diinstruksikan oleh Marcel. Cassandra melihat tepat ke arah jam sembilan dari posisinya saat ini.

Cassandra lantas menemukan sosok perempuan yang kira-kira tingginya tidak jauh berbeda dengannya. Perempuan itu mengenakan sebuah dress berwarna putih gading, dan rambut coklat gelapnya di keriting di bagian bawah. Perempuan tersebut tengah mengobrol bersama teman-temannya, lalu tersenyum ramah pada orang-orang. Dari cara perempuan itu bicara saja, Cassandra kagum pada image anggun yang ditunjukkan perempuan itu.

“Dia siapa Cel?” Cassandra menoleh kembali pada Marcel dan bertanya untuk menjawab rasa penasarannya.

“Lo nggak bisa nebak?” Marcel malah balik melemparkan pertanyaan sambil memainkan gelas bening ramping di tangannya.

Oh, god. Dia .. cewek inceran lo selanjutnya?” cetus Cassandra yang langsung tepat sasaran. Gadis itu yakin bahwa dirinya benar, karena ia tahu tabiat sepupunya, serta gelagat yang Marcel tunjukkan saat ini adalah hanya jika pria itu sedang mengincar seorang perempuan.

“Segininya lo sampe beli saham di perusahaannya Hari Tanoesudibyo buat dateng ke acara ini karena cewek itu juga dateng? Padahal kan lo bisa dateng tanpa beli saham, Cel. Why? Gue nggak paham deh sama lo. Lo bener-bener kebanyakan uang ya?”

Kinda,” ujar Marcel menjawab pertanyaan terakhir Cassandra.

Damn. Terus sekarang lo mau ngapain? Lo mau samperin tu cewek terus ngajak kenalan?”

Nope,” ujar Marcel.

Cassandra bodoh, batin Cassandra memaki dirinya sendiri. Gaya tersebut jelas-jelas tidak cocok untuk seorang Marcel.

I want to make sure that I really have interest on her, before I get her. Karena waktu gue liat dia pertama kali, gue nggak punya banyak waktu dan kesempatan untuk mastiin,” terang Marcel.

So, sekarang lo udah dapet jawabannya?” Cassandra bertanya.

“Hmm,” gumam Marcel. “I will get her,” lanjutnya dengan nada tanpa keraguan.

Marcel lantas meneguk minumannya sekali lagi, lalu ia kembali berujar, “Kalau sekarang gue secara langsung ngajak dia kenalan, I would definitely lost her. Perempuan itu hakikatnya punya rasa ingin tau yang tinggi, jadi gue punya cara sendiri untuk bikin dia penasaran dan akhirnya tertarik.”

Setelah penjelasan yang Marcel paparkan itu, Cassandra benar-benar dibuat speechless oleh pemikiran cerdas sepupunya itu.

Marcel selalu memiliki caranya sendiri dalam mendapatkan apa yang ia mau, termasuk soal perempuan. Cassandra tidak dapat memungkiri, bahwa sepupunya itu memang sangat handal dalam urusan memenangkan hati para perempuan.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Marcel telah kembali dari Dubai beberapa hari yang lalu. Ketika bertemu waktu akhir pekan, di mana ia libur dari bekerja di kantor, Marcel pergi untuk bermain golf bersama teman-teman yang merangkap juga sebagai kolega bisnisnya. Kebetulan mereka menggemari olahraga yang sama dan memiliki waktu di tengah kegilaan pekerjaan di kantor. Mereka pergi berempat dan berangkat menggunakan pesawat yang take off kemarin malam dari Jakarta menuju Kepulauan Riau.

Marcel dan teman-temannya memilih Ria Bintan Ocean Golf Resort yang terletak di Bintan, Kepulauan Riau, sebagai destinasi mereka untuk menikmati waktu akhir pekan.

Sebagai tempat menginap, mereka menyewa sebuah resort tepi laut dengan kamar modern, ditambah dua lapangan golf, spa, ruang karaoke, serta toko alat golf.

Lapangan Golf

Meski mereka hanya memiliki waktu 2 hari untuk berada di sana, bagi mereka tidak masalah merogoh kocek untuk kesenangan tersebut. Jika biasanya mereka liburan bersama dengan mengajak kekasih masing-masing, semacam kolaborasi pasangan, berbeda dengan kali ini. Saat ini hanya para pria itu sedang ingin menghabiskan waktu mereka tanpa direpoti oleh para wanita.

Pagi ini cuaca nampak cukup cerah, angin berhembus pelan, cocok sekali untuk bermain golf.

Marcel beberapa kali telah memasukkan bola putih kecil itu ke dalam sebuah lubang yang sama. Marcel berhasil mengalahkan skor milik Ravell, lagi dan lagi.

Alex dan Keenan masih asik bermain golf, mereka berada tidak jauh dari Marcel dan Ravell.

Ravell kemudian mengatakan bahwa ia ingin istirahat sejenak, baru setelah ini akan kembali bermain dan mengalahkan skor Marcel.

“Denger-denger kemarin sebelum ke Dubai lo ke Paris dulu? Terus Naomi ikut lo bisnis trip?” tanya Ravell pada Marcel.

Marcel hanya mengangguk sekali menjawab pertanyaan Ravell, tampaknya pria itu tidak bersemangat untuk membahas kekasihnya.

Marcel dan Ravell kini tengah duduk-duduk di sebuah gazebo yang tidak jauh dari lapangan golf. Pemandangan di depan mereka adalah hamparan hijau lapangan golf yang berpadu dengan luasnya laut biru, sungguh tampak cantik dan menawan.

Ravell diam saja akhirnya, tapi tidak lama kemudian Marcel malah yang berujar. “Gue cekcok lagi sama Naomi.”

“Apa masalahnya?” Ravell bertanya.

“Dia banyak nuntut,” ujar Marcel.

Ah, Ravell langsung paham maksud dari ucapan Marcel tanpa perlu sahabatnya bicara lebih jauh. Ravell jelas mengerti bahwa definisi ‘banyak nuntut’ yang disebutkan oleh Marcel tentang kekasihnya pasti sudah keterlaluan. Ravell cukup mengenal Marcel, karena mereka telah berteman selama kurang lebih 8 tahun. Ravell tahu, Marcel memperlakukan kekasihnya dengan begitu baik. Marcel membuat dunia yang sempurna untuk mereka, membuat mereka serasa tinggal di dalam buku cerita dongeng, di mana Marcel bisa mewujudkan kisah asmara yang indah untuk kekasihnya. Menjadi seorang kekasih Marcellio Moeis, adalah hal yang didambakan oleh kebanyakan wanita, itulah faktanya.

I want to break up with her,” ujar Marcel tiba-tiba.

Ravell tampak tidak heran dengan sikap sahabatnya itu. Dalam 3 tahun belakangan, lebih tepatnya setelah Marcel gagal kembali mendapatkan mantan kekasihnya, sudah berapa banyak perempuan yang Marcel pacari. Ravell menduga bahwa Marcel masih berusaha mencari sosok yang benar-benar cocok untuknya.

Then do it. You can find another girl and have fun,” ujar Ravell.

I will,” cetus Marcel.

Marcel berpacaran dengan beberapa perempuan hingga jumlahnya sulit terhitung, tidak peduli kerap kali orang tuanya menggunakan segala cara untuk menjauhkan kekasihnya dari Marcel. Hingga kini, Marcel merasa bahwa ia belum menemukan seseorang yang benar-benar membuatnya jatuh cinta dan menginginkan hidup bersama untuk selamanya.

“Kalau lo butuh bantuan buat cari kenalan, gue bakal bantu,” tambah Ravell.

Marcel mengangguk mengiyakan.

“Tapi kayaknya lo nggak butuh bantuan gue deh,” ucap Ravell.

Marcel kemudian hanya tertawa mendapati ucapan Ravell yang satu itu. Namun sepertinya yang dikatakan Ravell memang benar adanya. Marcel tidak membutuhkan bantuan dalam hal itu. Jelas karena wanita yang datang pada Marcel, bukan ia yang harus mencari dan mengejar.

“Yaudah, apa pun itu, kabarin kalau lo udah dapet cewek. Biar kita bisa liburan bareng lagi,” ujar Ravell.

“Oke. Nanti gue kabarin.”

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Marcel

Jika kamu menganggap bahwa sosok sempurna bos kaya raya yang digambarkan dalam cerita fiksi romansa hanyalah karangan belaka yang hadirnya tidak nyata, mungkin kamu hanya belum bertemu, atau bahkan sekedar berpapasan dengan sosok seperti itu.

Sosok nyaris sempurna, karismatik, pintar, dan juga menawan, sebenarnya sungguhan ada. Jika kamu diberi kesempatan untuk berjumpa, maka pertanyaannya, akankah kamu bersedia atau justru menolak?

Kamu mungkin akan menolak, karena lebih baik tidak bertemu sama sekali, dari pada harus jatuh cinta dan berakhir hanya bisa berharap dia akan menjadi milikmu.

Menjadi sukses dan mapan di usia muda, mungkin rasanya cukup mustahil. Jelas, itu jika kamu tidak memiliki privilege. Namun bagi beberapa orang, mereka memiliki privilege tersebut, bahkan sejak mereka lahir. Rasanya hal tersebut memang tidak adil, tapi begitulah adanya.

Jika kamu penasaran apakah benar ada sosok bos muda, tampan, dan kaya raya seperti di dalam cerita fiksi romansa, maka kamu harus mengetahui seorang pria bernama Marcellio Moeis.

Hanya untuk sekedar berkenalan dengannya, tentu tidak masalah, bukan?

Jika kamu nantinya jatuh cinta dan tidak bisa berpaling, maka maaf sekali, aku juga tidak bisa bertanggung jawab untuk itu.

***

Marcel's House

Sebuah rumah megah bergaya modern minimalis, 3 tahun belakangan telah menjadi kediaman Marcellio Moeis.

Marcel memutuskan tinggal terpisah dengan orang tuanya, dan hanya tinggal bersama dengan putrinya yang tahun ini genap berusia 5 tahun. Keputusan yang Marcel ambil tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan, dan tekadnya sudah sangat bulat. Marcel kerap kali cekcok dengan orang tuanya, jadi untuk menghindari pertikaian yang terus terjadi, Marcel memutuskan membeli rumah untuk tempat tinggalnya dan tinggal mandiri di sana.

Pagi ini seperti biasa, sebelum pukul 8, Marcel sudah harus bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Pria bertubuh jangkung itu telah tampak rapi dengan setelan kemeja putih dibalut jas hitamnya yang tampak licin. Sebelum berangkat, Marcel terlebih dulu menghampiri putrinya yang sedang berada di ruang makan. Marcel melihat putrinya baru selesai menata rambut dibantu oleh seorang maid yang bekerja di rumahnya.

“Hei, Princess,” panggil Marcel.

Yes, Daddy?” Mikayla segera menyahuti panggilan Marcel dan segera berjalan menghampiri sang Papa. Mikayla sudah rapi dengan seragam Taman Kanak-Kanaknya, rambut panjangnya tampak cantik dengan style di kepang dua.

Marcel lantas berlutut di depan Mikayla untuk menyamai tinggi tubuhnya dengan anaknya, “Daddy berangkat kerja dulu ya,” ucapnya.

“Nanti Daddy pulangnya jam berapa?” Mikayla lantas bertanya. Mata gadis cantik itu berbinar penuh harap menatap Marcel. Mikayla ingin Marcel pulang cepat, meski mungkin harapannya tidak dapat disanggupi oleh sang Papa.

Daddy pulang kayak biasa, jam 7 atau jam 8. Maaf ya, Daddy nggak bisa pulang lebih cepet, Princess. Kerjaan di kantor lagi lumayan banyak,” terang Marcel apa adanya.

“Hmm .. *alright. It’s oke, Daddy. I love you. Hati-hati di jalan ya,” ujar Mikayla, berusaha menampilkan senyuman manisnya di hadapan Marcel.

I love you too, Princess. Kamu belajar yang rajin ya di sekolah.” Setelah menecup puncak kepala Mikayla, Marcel berlalu dari hadapan anaknya.

***

Sebuah BMW berwarna hitam keluaran terbaru, tampak berhenti di sebuah main entrance gedung pencakar langit. Kemudian seseorang keluar dari mobil setelah pintu dibukakan.

Orang tersebut tampak familiar bagi dua petugas keamanan di depan gedung, dan tentunya beberapa orang yang mendapati kehadiran sosok itu di sana.

Begitu sosok jangkung itu melewati beberapa orang, mereka menyapa dengan sopan atau sedikit membungkukkan badan, sebagai bentuk hormat mereka pada sang atasan di kantor itu.

Sosok yang seketika menjadi perhatian semua pasang mata di lobi gedung itu adalah Marcellio Moeis.

Marcel adalah CEO PT. Permata Tambangraya TBK, perusahaan yang merupakan milik Papanya. CEO sendiri merupakan posisi tertinggi di sebuah perusahaan. CEO merupakan pembuat keputusan manajerial tertinggi, termasuk manajemen hubungan dengan pelanggan, yakni melakukan pemantauan menyeluruh terhadap aktivitas dengan klien melalui sistem terintegrasi.

Di usianya yang menginjak angka 30, Marcel telah memiliki total kekayaan pribadi senilai 1,6 miliar dollar AS atau setara dengan 22,92 triliun rupiah dan akan terus bertambah setiap harinya.

Marcel baru saja sampai di ruangan kerjanya yang terletak di lantai 10. Marcel jarang sekali menyetir sendiri mobilnya, jadi ia tampak selalu bersama asistennya, yakni Arsen. Marcel membutuhkan seorang asisten pribadi, karena selain urusan pekerjaan, ada urusan yang kerap kali meminta perhatiannya.

“Besok gue ada jadwal apa selain urusan kerjaan?” Marcel bertanya kepada Arsen.

Biasanya sebelum berlalu dari ruangannya, Arsen memang harus melakukan laporan pagi kepada Marcel, yang tentu itu adalah tanggung jawab dari pekerjaannya.

“Besok jadwal lo dinner sama Naomi. Dia minta reservasi private dining di Le’ Village Russe,” Arsen tampak tidak yakin kala menyebutkan nama restoran khas Prancis yang diinginkan Naomi.

“Terus dah reservasi?”

“Belum. Nggak bisa. Untuk besok, semua table udah full booked. Gue udah coba chat Naomi kemarin. Masalahnya, dia udah kalau yang bales chat-nya tuh bukan lo, tapi gue. Jadi dia marah-marah,” Arsen menghela napas panjangnya.

Beginilah pekerjaan yang dilakukan Arsen, ia menjadi juru chat bagi bosnya dan kekasihnya, terlebih jika itu dibutuhkan

“Oke. Nanti gue coba telfon dia,” ujar Marcel akhirnya.

“Kalau nggak bisa reservasi, katanya dia minta ke Paris. Dia mau restoran yang di Paris langsung. Soalnya lo udah ingkar janji sama dia, jadi kayaknya dia bener-bener ngambek sama lo.”

Kini giliran Marcel yang menghela napas panjang.

***

Jadwal pertama Marcel di kantor pagi itu adalah menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham. Sebagai seorang CEO, Marcel memiliki kewajiban untuk memimpin rapat tersebut. Keputusan penting mengenai perusahaan penting diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham beserta segenap kewenangan yang ada di dalamnya.

Pada rapat tersebut, dilaporkan laporan keuangan yang terdiri atas laporan perubahan modal, neraca akhir tahun buku baru dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, serta catatan atas laporan keuangan.

Setelah rapat selesai sekitar pukul 11 siang, Marcel pun kembali ke ruangannya. Marcel duduk di kursinya dan kemudian menyesap kopi yang telah disiapkan oleh sekretarisnya.

Setelah dua tegukan menikmati minumannya, Marcel meletakkan cangkirnya di meja. Kemudian Marcel menegakkan punggungnya dan membenarkan posisi duduknya. Marcel kemudian membuka sebuah ipad dan mulai memeriksa pekerjaannya, juga jadwal apa saja yang harus ia lakukan hari ini.

Seringkali Marcel merasa lelah dengan segala urusan pekerjaannya. Rutinitas yang harus dilaluinya, membuatnya tidak hanya letih fisik, tapi juga lelah batin.

Sejak kecil, Marcel telah dididik oleh dari kedua orang tuanya agar ia mampu mengemban tugas sebagai pewaris tunggal yang meneruskan bisnis orang tuanya. Marcel merupakan putra semata wayang dari Enrico Moeis, pemilik perusahaan tambang kedua terbesar Se-Asia Tenggara, PT. Permata Tambangraya TBK. Marcel hidup sebagai putra tunggal orang kaya raya dan itu bukanlah hal yang mudah. Kebanyakan orang berpikir bahwa tidak ada yang perlu ia khawatirkan dalam hidupnya. Namun tanpa orang-orang tau, selama ini yang terjadi di hidup Marcel merupakan pilihan orang tuanya, bukan sepenuhnya apa yang ia inginkan. Termasuk pernikahannya dengan almarhum istrinya.

Marcel berhenti sejenak dari kegiatannya, pria itu meletakkan ipad di tangannya. Marcel memperhatikan meja kerjanya, lalu matanya berpendar menatap sekeliling ruang kerjanya. Tidak ada satu pun kenangan berupa foto tentang mendiang istrinya, itu karena Marcel tidak mencintai perempuan yang ia nikahi, meski ia telah mencoba. Mungkin orang-orang bahwa berpikir Marcel mencintai almarhum istrinya, toh mereka bisa sampai memiliki seorang anak. Namun siapa yang tahu, seorang anak bisa hadir tanpa adanya rasa cinta. Membuat anak tidak selamanya berarti membuat cinta, bukan?

Setelah istrinya meninggal, Marcel ingin kembali mendapatkan seseorang yang masih memenuhi hatinya, yakni mantan kekasihnya. Namun rupanya ia telah terlambat berjuang. Pada akhirnya, Marcel benar-benar kehilangan sosok perempuan yang ia cintai. Sudah 3 tahun berlalu, Marcel mencoba melupakan orang itu. Marcel berpacaran dengan banyak gadis, hingga jumlahnya tidak terhitung.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu ruangan yang seketika membuat lamunan Marcel buyar.

“Masuk,” ujar Marcel.

Detik berikutnya pintu terbuka dan menampakkan sosok perempuan yang familiar bagi Marcel. Sosok itu seperti biasa tampak cantik, rambutnya coklat sebahu, hidungnya bangir, dan mata bulatnya berwarna coklat gelap yang alami tanpa perku menggunakan contact lens.

“Hai,” sapa perempuan berparas blasteran Asia Inggris yang masih berdiri di ambang pintu.

“Hai,” balas Marcel.

Baby, I missed you so bad. Udah 3 hari kita nggak ketemu. Aku kerja, kamu juga kerja terus.”

Perempuan itu adalah Naomi Bachdim, kekasih Marcel saat ini.

Naomi lantas melangkahkan kakinya memasuki ruang kerja Marcel setelah menutup pintu.

“Kamu bukannya masih marah sama aku?” Marcel bertanya, atampak kerutan di keningnya. Marcel merasa bingung, Naomi yang biasanya keras kepala, kini berubah menjadi perempuan manis dan penurut dalam waktu singkat.

“Aku nggak marah sama kamu, Sayang,” ujar Naomi yang kini sudah berada tepat di hadapan Marcel.

Naomi mendekat pada Marcel, lalu perempuan itu meraih kedua lengan Marcel untuk melingkar di pinggangnya. Marcel lantas sedikit mendongak untuk menatap Naomi tepat di iris matanya.

“Besok kita take off pesawat jam 8 pagi ke Paris, ya,” ujar Naomi.

Oh, pantas saja, batin Marcel. Rupanya Arsen telah melakukan pekerjaannya dengan cukup baik.

Kemudian Naomi berujar lagi, “Arsen udah beli tiket buat kita. Katanya kamu ada urusan bisnis di Dubai tanggal 25. Jadi kita di Parisnya dua hari aja, habis itu aku ikut kamu ke Dubai. Gimana?”

Okey,” jawab Marcel dengan nada suara yang terdengar kurang antusias.

“Kamu kayak nggak semangat gitu deh mau pergi sama aku,” ujar Naomi yang segera sadar akan sikap Marcel.

“Nggak gitu, Sayang,” ucap Marcel sambil berusaha menampilkan senyumnya. “Aku seneng bisa pergi sama kamu. Udah lama kita nggak spend time bareng, right?”

Naomi lantas mengangguk cepat dan tampak antusias. Naomi merasa bahwa ia hidup di dalam negeri dongeng, tepatnya setelah ia menjadi kekasih seorang Marcellio Moeis.

Rasanya Naomi bisa mendapatkan semua yang dirinya inginkan, dengan memiliki seorang pacar yang kekayaannya cukup untuk menghidupi 7 keturunan atau mungkin bisa lebih dari itu.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Terkadang keputusan yang diambil oleh manusia dalam hidupnya, terjadi secara impulsif, alias terjadi dengan cepat tanpa memikirkan berbagai resiko yang akan menghadang. Begitulah yang terjadi saat Olivia memutuskan menerima tantangan dari Marcel untuk membuatnya jatuh cinta pada pria itu dalam waktu 14 hari. Namun tidak Olivia tidak mentah-mentah menerima tantangan tersebut, ia pun memberi tantangan juga kepada Marcel. Jika Marcel bisa membuatnya bersedia berada di ranjang pria itu, maka Marcel akan menang dan memilikinya.

Hari ini Olivia akan bertemu dengan Marcel, dan pertemuan ini terhitung sebagai hari pertama dalam 14 hari yang keduanya telah sepakati.

Olivia outfit

Olivia turun dari lantai unit apartemennya dan langkahnya pun sampai di lobi. Kedua matanya langsung berpendar, mencari sosok yang sebelumnya telah memiliki janji temu dengannya.

Lobi apartemen yang tidak terlalu ramai, memudahkan Olivia untuk menemukan sosok itu. Tampaknya orang itu belum menyadari kehadirannya, tapi Olivia tidak menunggu apapun untuk berjalan menuju sosok itu.

Marcel berada tidak sendiri di sana, pria itu bersama dengan asistennya. Begitu Olivia tiba di hadapan Marcel, pria yang sedang melakukan meeting online menggunakan ipad-nya itu, segera mematikan sambungannya.

Marcel outfit

Marcel menatap Olivia, lalu pria itu lekas beranjak dari posisi duduknya. Arsen yang sebelumnya berada di dekat Marcel dan Olivia, kemudian sedikit memberi ruang pada keduanya dengan menyingkir dari sana.

“Hai,” sapa Marcel dengan lugasnya. Marcel kemudian menyerahkan ipad di tangannya untuk dipegang oleh Arsen.

Olivia hanya membalas sapaan Marcel dengan sebuah senyuman singkat.

Secara nyata, Olivia mendapati Marcel si workaholic yang super sibuk, tapi masih sempat-sempatnya pria itu memberi waktu untuk seorang gadis.

Dasar playboy, batin Olivia. Olivia lantas memiliki sebuah ide jahil di kepalanya untuk memberi kesan kepada Marcel di pertemuan pertama mereka.

“Kita udah bisa pergi sekarang?” Olivia bertanya.

“Iya, bisa. Ayo,” jawab Marcel.

Keduanya kemudian berjalan bersisian meninggalkan lobi gedung. Arsen mengikuti langkah mereka, berjalan tidak jauh di belakang.

“Oh iya, kamu mau kita ke mana hari ini?” ujar Marcel ketika dirinya dan Olivia telah berada di mobil.

Arsen sudah menyalakan mesin mobil, tapi belum memanuver kendaraan itu untuk meninggalkan parkiran.

“Hmm … aku mau ke Plaza Indonesia,” ujar Olivia sambil menatap Marcel yang berada di sampingnya.

“Oke, kalau gitu kita ke Plaza Indonesia,” tanpa mempertimbangkan apa pun, Marcel dengan cepat mengiyakan permintaan Olivia.

Olivia agak ragu awalnya bahwa Marcel akan mengiyakannya. Namun Olivia akan melihatnya nanti, apakah Marcel akan bisa bertahan dengan permainan yang ia buat, atau justru akan menyerah begitu saja?

***

Plaza Indonesia merupakan pusat perbelanjaan yang terletak cukup jauh dari lokasi apartemen Olivia, serta memiliki rute lalu lintas yang padat. Olivia ingin membuat Marcel jengah dan mungkin kesal karena harus menurutinya yang banyak mau.

Namun yang terjadi sejauh ini, Marcel dengan mudahnya menuruti semua keinginan Olivia. Selama kurang lebih 2 jam, mereka menggunakan waktu yang tidak sebentar tersebut untuk berkeliling mall dan berbelanja.

Berbagai toko merek branded mereka kunjungi. Dari mulai Gucci, Prada, Balenciaga, hingga entah sudah berapa kali Marcel menggesekkan kartu debitnya untuk membelikan semua barang itu untuk Olivia.

Toko terakhir yang kini sedang mereka datangi adalah Dior. Olivia tertarik pada sebuah hand bag limited edition berwarna sage green.

“Satu aja?” tanya Marcel meyakinkan Olivia jika perempuan itu hanya menginginkan sebuah tas yang ada di toko tersebut.

Olivia mengangguk sekali, yakin bahwa ia hanay ingin satu tas. Kemudian Olivia memperhatikan raut wajah Marcel. Sama sekali seperti tidak ada beban bagi pria itu menghamburkan uangnya untuk seorang perempuan yang bahkan baru ia kenal. Ini gila, batin Olivia.

Oh, tapi belum tentu, karena ini baru permulaan. Mungkin setelah ini, sosok pria kaya raya seperti Marcel akan menampakkan wujud aslinya. Olivia sungguh penasaran dengan kelanjutan semua ini. Ini akan menjadi menarik, ucap Olivia di dalam hati.

Setelah membayar tas yang diinginkan Olivia, akhirnya Olivia dan Marcel meninggalakn toko itu. Olivia hanya membawa satu tas belanjaan yakni yang baru saja dibeli, karena sisa belanjaannya sebelumnya dibawakan oleh Arsen. Bahkan ada beberapa yang sudah dimasukkan ke dalam mobil.

“Habis ini kamu kita ke mana?” Marcel bertanya pada Olivia.

“Aku mau dinner di Pasola, di Pacific Place,” ujar Olivia.

“Oke.”

“Beneran? Tapi tempatnya jauh dari sini lho,” ucap Olivia dengan raut wajahnya yang nampak sedikit bingung.

“Nggak papa,” jawab Marcel cepat. Kemudian Marcel kembali berujar, “Kita bisa ke sana. We have so much time to spend,” ucap Marcel dengan lugas.

Olivia sedikit terkejut dengan jawaban yang dilontarkan oleh Marcel. Olivia pun merasa penasaran, sebenarnya pria macam apa yang sedang bersamanya saat ini?

***

Sekitar pukul 9 malam, Olivia dan Marcel telah berada di perjalanan pulang sesuai keduanya menikmati makan malam di restoran berkelas bintang 5 yang memiliki interior super mewah dan elegan.

Jalanan tampak sangat padat, dipenuhi oleh berbagai kendaraan dari berbagai arah. Terang saja, mereka terjebak macet. Ini merupakan hari kerja, dan kota Jakarta semakin malam bukannya semakin lengang, justru semakin macet.

Mobil Marcel tidak bergerak sedikit pun selama 15 menit berjejelan bersama dengan mobil lainnya di jalan itu.

Mereka jadi terjebak macet, dan mau tidak mau Olivia harus lebih lama menghabiskan waktunya dengan Marcel. Padahal Olivia menghindari hal itu. Tujuan Olivia sebeneranya adalah membuat Marcel kesal karena telah membuang waktu berharga pria itu. Namun sepertinya Marcel tampak enjoy dan tidak masalah sama sekali dengan itu. Justru kini Olivia yang jadi kesal sendiri.

Beberapa kali Olivia mencoba menahan kantuknya. Olivia menatap jalanan dari kaca jendela mobil, berusaha mengalihkan fokusnya agar tidak merasa mengantuk. Selang 5 menit kemudian, Olivia rupanya tidak dapat lagi menahan kantuknya.

Kepalanya sekali menubruk sisi kanan mobil. Kemudian Oliva kembali bangun dan malah menubruk sisi kirinya, yakni mengenai lengan Marcel.

Olivia lantas secara tidak sadar menjatuhkan kepalanya di bahu Marcel. Olivia yang sudah kelelahan pun berakhir tertidur dan langsung cepat lelap, dengan posisi kepalanya yang bersandar di lengan Marcel.

Marcel yang mendapati kejadian tidak terduga itu, membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Marcel tidak beranjak dari posisinya atau membenarkan posisi kepala Olivia. Dengan begitu, semuanya akan terlihat natural nanti ketika Olivia terbangun dari tidurnya.

***

Begitu Olivia membuka kelopak matanya dan merasa lebih segar, ia segera mendapati fakta bahwa dirinya tertidur di bahu Marcel.

Sorry, aku ketiduran,” ucap Olivia dengan suaranya yang sedikit serak khas seseorang yang baru bangun dari tidur.

“Kita udah nyampe dari tadi ya? Kenapa nggak bangunin aku?” Olivia berujar lagi setelah sadar bahwa selama dirinya tertidur, Marcel menunggunya terbangun. Rasanya Olivia terlelap lama sekali, sekarang waktu menunjukkan hampir pukul 12 malam.

“Kamu tidurnya nyenyak banget,” terang Marcel. Tanpa sadar, Marcel tersenyum sekilas dan Olivia mendapati senyum yang tampak manis itu.

Olivia sulit dibangunkan dan Marcel menjelaskan, tidak mungkin ia menggendong Olivia ke unit apartemennya karena itu akan terkesan tidak sopan. Lagipula juga, Marcel tidak memiliki key card untuk membuka pintu apartemen Olivia.

“Ehmm .. kalau gitu aku turun dulu. Makasih buat hari ini,” ujar Olivia.

“Kamu bisa bawa belanjaan sendiri?” Marcel bertanya, menghentikan Olivia yang baru akan membuka pintu mobil.

Olivia lantas teringat akan belanjaannya yang begitu banyak. Olivia menatap benda-benda yang diletakkan di jok belakang mobil Marcel. Sepertinya kedua tangannya memang tidak mampu membawa itu semua sendirian.

“Aku bantu bawain sampe ke unit kamu. Gimana?” Marcel menawarkan sebuah solusi pada Olivia.

Olivia mau tidak mau akhirnya menerima usulan tersebut. Olivia turun dari mobil Marcel dan berjalan ke unitnya tanpa membawa satu pun tas belanja di tangannya, karena semuanya dibawakan oleh Marcel dan Arsen.

Sesampainya mereka di depan unit Olivia, Marcel dan Arsen meletakkan belanjaan ke dalam apartemen dan setelahnya pamit. Arsen berlalu lebih dulu sementara Marcel masih berada di sana.

Sorry sekali lagi, tadi aku ketiduran dan jadi bikin kamu nunggu,” ucap Olivia sebelum Marcel berlalu.

Not a problem. Oke kalau gitu, aku pamit dulu ya. Makasih juga buat hari ini,” ujar Marcel.

Olivia hanya mengangguk sekali dan kemudian membiarkan Marcel berlalu dari hadapannya.

Olivia masih berdiri di ambang pintu apartemennya. Hingga punggung tegap Marcel tidak terlihat, gadis itu pun lekas enutup pitnunya.

Olivia memasuki apartemennya dan lantas menatap tas-tas belanjaan berlogo brand luxury, yang kini tampak memenuhi apartemennya. Apartemennya cukup besar, dan kini hampir setengah bagian ruang tamu penuh dengan belanjaan itu.

Olivia kemudian memutuskan mengganti pakaiannya dan beranjak untuk tidur setelah sedikit berbersih diri. Olivia merasa cukup lelah hari ini dan ia benar-benar butuh istirahat.

Ketika Olivia akan meletakkan dress yang tadi dikenakannya ke tempat pakaian kotor, Olivia mendapati wangi berbeda yang melekat di dress itu. Jelas aroma ini bukan parfum miliknya.

Oh astaga, pasti parfum Marcel telah menempel di bajunya. Aroma maskulin berpadu dengan wangi mint yang lembut ini, adalah parfum pria dan Olivia yakin ia tidak memiliki parfum dengan aroma seperti ini.

Lantas Olivia berpikir, berapa lama ia tertidur di bahu Marcel, hingga aroma parfum pria itu melekat kuat di bajunya? Olivia juga tidak tahu bagaimana tadi gaya tidurnya dan pasti Marcel mendapati semua itu secara nyata. Apakah dirinya tampak memalukan di hadapan Marcel?

Olivia pikir bahwa Marcel bukanlah pria biasa. Seperti informasi yang ia dapatkan dari Natasya soal rumor tentang Marcel, Olivia merasa tiba-tiba bahwa rumor itu benar adanya. Mungkin kedepannya, tidak mudah bagi Olivia untuk membuat Marcel kalah dari permainan yang telah mereka buat. Cara Marcel ketika berbicara padanya, serta caranya memperlakukan Olivia, membuat Olivia berpikir sepertinya Marcel memang sangat handal dalam memainkan perannya untuk membuat Olivia terpikat padanya.

Olivia mulai merasa takut bahwa dirinya akan jatuh cinta pada Marcel. Sepertinya Olivia telah melakukan kebodohan karena telah membuat kesepakatan dengan pria itu.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Hidup setiap manusia sesungguhnya dipenuhi oleh kejutan, karena apa yang akan terjadi hakikatnya tidak dapat diprediksi. Namun bagi Arsen, terlalu banyak kejutan di dalam hidupnya, terlebih sejak ia mengabdikan dirinya untuk bekerja menjadi asisten Marcel.

Setelah acara fashion show yang dihadiri oleh Marcel, pria itu memberi sebuah tugas kepada Arsen. Marcel memang memiliki beberapa asisten dan setiap orang yang bekerja dengannya, memiliki spesialisasi mereka masing-masing. Arsen memiliki spesialisasi tugas untuk mengurus apa pun yang berhubungan dengan urusan percintaan Marcel.

Di luar prediksi Arsen, Marcel memerintahkannya untuk mencari tahu tentang perempuan yang ia lihat di acara pameran fashion itu. Namun perempuan itu bukanlah Anneth, melainkan seorang perempuan yang merupakan temannya Anneth.

Segala yang memungkinkan bisa didapat, harus didapatkan, karena Marcel memerlukan informasi tersebut.

Sudah terhitung dua hari Arsen mencari informasi mengenai Olivia, gadis yang sukses membuat Marcel tertarik. Kini Arsen telah mendapatkannya dan akan memberi data tersebut kepada Marcel. Arsen mengumpulkan informasi tentang Olivia di sebuah dokumen berformat PDF yang telah ia kirimkan ke email Marcel.

Begitu Arsen sampai di ruangan Marcel, atasannya itu memintanya untuk membacakan hasil temuannya.

Marcel sedang cukup sibuk dengan pekerjaan di ipad-nya, jadi ia tidak punya waktu untuk membaca dokumen yang diberikan Arsen.

“Oke. Nama lengkapnya Olivia Agatha Christie, umurnya tiga puluh tahun. Dia punya studio, tapi orang-orang lebih sering nyebutnya butik, dan sekarang udah dikenal sama banyak orang. Butik itu jadi tempat buat Olivia merancang gaun pernikahan yang dipesen sama klien. Diperkirakan pendapatan Olivia tiap bisa sampai di angkat 3 digit. Klien-klien Olivia selama ini, nggak cuma di dalam negeri, tapi di luar negeri. Jadi rancangannya bisa dibilang udah mendunia. Hourglass Studio by Olivia Christie, itu nama perusahaannya.”

Arsen menjeda ucapannya sesaat, ia lantas beralih ke halaman berikutnya. “Olivia pernah pacaran sama putra sulung pengusaha otomotif, namanya Rendy Adhiyasa. Terus dia juag pernah pacaran cukup lama sama Erlangga Ganindra, anak pemilik perusahaan start up e-commerce yang logonya warna orange itu. Habis itu ada Vero Aldric Siahaan, pengacara yang usianya 35 tahun, punya firma hukum sendiri dan udah banyak memenangkan kasus-kasus besar di pengadilan. Habis itu ada—”

Wait. Apa sisanya masih orang yang berpengaruh?” Marcel menginterupsi penjelasan Arsen.

“Engga sih. Orang biasa kayaknya, paling banter punya jabatan tinggi di advertising agency sama pengusaha kecil.”

“Oke. Kalau gitu, udah cukup sampai di sana soal mantannya Olivia.” Marcel mengatakan pada Arsen, bahwa deretan mantan kekasih Olivia jika selanjutnya tidak cukup berpengaruh, maka Marcel tidak perlu menegtahuinya. Karena bagi marcel, mereka tidak sebanding dengannya, dan Marcel hanya butuh tau siapa sajas mantan Olivia yang sekiranya dpaat ia jadikan patokan seperti apa lelaki yang disukai Olivia.

“Kalau tentang keluarganya? Ada informasi?” Marcel bertanya.

“Gue nggak nemu informasi tentang keluarganya. Tapi kayaknya sih Olivia tinggal sendiri dan dia punya apartemen di darah Jakarta Selatan.”

“Oke. Gue punya tugas lagi untuk lo. Gue mau lo cari tau, kira-kira di kesempatan atau acara apa, yang memungkinkan gue untuk bisa ketemu sama Olivia.”

Marcel tertarik kepada Olivia dan berencana melihat sosok itu untuk yang kedua kalinya. Jika pertemuan pertama adalah sebuah takdir atau pun kebetulan, maka bagi Marcel pertemuan kedua adalah sebuah rencana yang bisa pria itu atur dengan baik.

***

Marcel telah menerima informasi yang dikirim oleh Arsen ke emailnya. Arsen membuat beberapa rencana yang nantinya akan di seleksi kemabli oleh Marcel. Dari 3 rencana yang dibuat Arsen, Marcel pun akhirnya telah memilih 1 renana. Marcel akan bertemu dengan Olivia di sebuah acara pernikahan. Bagaimana hal tersebut dapat terwujud? Jawaban jelasnya adalah karena adanya uang dan koneksi.

Olivia merancang gaun untuk calon istri sahabatnya dan dipastikan akan menghadiri acara resepsi pernikahan yang diselenggarakan minggu depan.

Marcel akhirnya telah memutuskan menempuh sebuah cara, agar ia bisa hadir di acara tersebut. Namun tentunya seperti bagaimana mestinya, pria itu harus menjaga citranya. Maka Marcel akan datang ke acara tersebut bukan sebagai sosok sebagai tamu biasa.

Marcel telah merencanakan sesuatu dengan tujuan, nantinya Olivia akan mengetahuinya sebagai Marcellio Moeis, yakni seorang pengusaha muda yang memiliki pengaruh besar di dunia bisnis.

***

Satu minggu kemudian.

Pukul 7 di hari Sabtu malam, Marcel telah sampai di tempat tujuannya. Sebuah gedung berkapasitas besar itu, menjadi tempat diadakannya sebuah pernikahan dari putri seorang pengusaha pertambangan minyak.

Seperti yang Marcel inginkan, ia hadir bukan sebagai tamu biasa. Marcel menjalin hubungan bisnis dengan Hari Tanoesudibyo, pengusaha berusia 60 tahunan, yang merupakan orang tua dari orang yang mengadakan resepsi ini.

Pesta di gedung itu tampak berjalan seperti pesta pada umumnya. Para tamu menikmati hidangan yang telah disajikan, sebagian lainnya sedang memberi selamat pada kedua mempelai di atas pelaminan dan melakukan sesi foto.

Marcel baru saja melangkah memasuki ballroom tempat di mana pesta tengah berlangsung. Sebagian pasang mata yang kebetulan berpapasan dan menyadari eksistensi Marcel, seketika menatap ke arahnya selama beberapa detik. Marcel tidak tahu pasti, tapi sepertinya mereka mengenal siapa dirinya.

Terlihat sendirian di tengah banyak orang, tentunya bukan style seorang Marcel. Maka malam ini, Marcel terpaksa mengajak sepupu perempuannya untuk menemaninya datang ke acara ini.

“Cel, demi deh gue males banget sebenernya pergi sama lo berdua gini,” Cassandra berucap pelan di dekat Marcel.

“Kenapa? Lo takut penangkaran buaya lo tutup habis ini?” balas Marcel dengan nada jenaka.

“Iyalah. Kisah cinta lo tuh udah jadi perbincangan banyak orang. Kelakuan lo yang pacaran terus, bikin Om Enrico sama Tante Valerie pusing, tau nggak,” ucap Cassandra panjang lebar.

Marcel hanya tertawa sekilas mendengar ucapan sepupunya itu. Sebenarnya di balik tawa itu, Marcel tengah menertawakan dirinya sendiri. Sebegitu terlihatkah bahwa Marcel hidup dalam aturan orang tuanya? Hingga Cassandra sepertinya paham bahwa kedua orang tuanya kerap kali tidak setuju ketika Marcel menjalin hubungan dengan yang bukan pilihan mereka.

“Kalau besok keluar rumor, tinggal bilang kalo lo sepupu gue, gampang kan. Tenang aja, penangkaran buaya lo bakal aman,” ucap Marcel dengan nada santai.

“Mungkin bakal ada yang percaya, tapi lebih banyak yang nggak percaya, Cel. Secara kita sepupu jauh, nama keluarga kita juga beda. Yang ada nih ya, gue bakal dikira gebetan baru lo setelah lo end up sama Naomi,” ujar Cassandra seperti sudah dapat memprediksi apa yang akan terjadi berkat ia yang malam ini pergi berdua dengan Marcel.

“Lo mau apa dari gue? Porsche keluaran terbaru?” cetus Marcel dengan cepat.

Cassandra meneguk minuman di gelas rampingnya satu tegukan, lalu perempuan bermata sipit itu berujar, “Hmmm .. boleh sih. Sepupu gue emang loyal dan pengertian ya. By the way, pasti lo punya tujuan dateng ke acara ini. Seorang Marcellio Moeis, bukan style-nya banget buat dateng ke acara pernikahan anak kolega bisnisnya, kalau nggak ada tujuan bisnis yang menguntungkan, ya pasti ada tujuan lain.”

Marcel meneguk minuman di gelasnya satu tegukan, lalu pria itu berujar, “Yes. You knew me so well, my cousin.” Marcel masih berada di tempatnya, tapi kedua matanya memindai sebisa mungkin untuk mencari sosok yang menjadi alasannya datang ke acara ini.

Di antara banyaknya orang, tidak terlalu jauh dari posisinya, Marcel mendapati sekumpulan perempuan yang menggunakan pakaian seragam. Mereka pasti adalah bridesmaid yang telah dipilih sang pengantin perempuan.

Marcel menduga bahwa sosok yang ia cari merupakan salah satu dari mereka.

“Cel, hello,” celetuk Cassandra sembari mengibaskan tangannya di depan wajah Marcel.

“Cel, lo liat apa sih?” Cassandra mengikuti arah pandang Marcel, tapi belum juga menemukan jawaban.

“Tepat di arah jam sembilan,” ujar Marcel tanpa mengalihkan tatapannya.

Cassandra yang sungguh penasaran pun akhirnya mencoba mengikuti arah yang diinstruksikan oleh Marcel. Cassandra melihat tepat ke arah jam sembilan dari posisinya saat ini.

Cassandra lantas menemukan sosok perempuan yang kira-kira tingginya tidak jauh berbeda dengannya. Perempuan itu mengenakan sebuah dress berwarna putih gading, dan rambut coklat gelapnya di keriting di bagian bawah. Perempuan tersebut tengah mengobrol bersama teman-temannya, lalu tersenyum ramah pada orang-orang. Dari cara perempuan itu bicara saja, Cassandra kagum pada image anggun yang ditunjukkan perempuan itu.

“Dia siapa Cel?” Cassandra menoleh kembali pada Marcel dan bertanya untuk menjawab rasa penasarannya.

“Lo nggak bisa nebak?” Marcel malah balik melemparkan pertanyaan sambil memainkan gelas bening ramping di tangannya.

Oh, god. Dia .. cewek inceran lo selanjutnya?” cetus Cassandra yang langsung tepat sasaran. Gadis itu yakin bahwa dirinya benar, karena ia tahu tabiat sepupunya, serta gelagat yang Marcel tunjukkan saat ini adalah hanya jika pria itu sedang mengincar seorang perempuan.

“Segininya lo sampe beli saham di perusahaannya Hari Tanoesudibyo buat dateng ke acara ini karena cewek itu juga dateng? Padahal kan lo bisa dateng tanpa beli saham, Cel. Why? Gue nggak paham deh sama lo. Lo bener-bener kebanyakan uang ya?”

Kinda,” ujar Marcel menjawab pertanyaan terakhir Cassandra.

Damn. Terus sekarang lo mau ngapain? Lo mau samperin tu cewek terus ngajak kenalan?”

Nope,” ujar Marcel.

Cassandra bodoh, batin Cassandra memaki dirinya sendiri. Gaya tersebut jelas-jelas tidak cocok untuk seorang Marcel.

I want to make sure that I really have interest on her, before I get her. Karena waktu gue liat dia pertama kali, gue nggak punya banyak waktu dan kesempatan untuk mastiin,” terang Marcel.

So, sekarang lo udah dapet jawabannya?” Cassandra bertanya.

“Hmm,” gumam Marcel. “I will get her,” lanjutnya dengan nada tanpa keraguan.

Marcel lantas meneguk minumannya sekali lagi, lalu ia kembali berujar, “Kalau sekarang gue secara langsung ngajak dia kenalan, I would definitely lost her. Perempuan itu hakikatnya punya rasa ingin tau yang tinggi, jadi gue punya cara sendiri untuk bikin dia penasaran dan akhirnya tertarik.”

Setelah penjelasan yang Marcel paparkan itu, Cassandra benar-benar dibuat speechless oleh pemikiran cerdas sepupunya itu.

Marcel selalu memiliki caranya sendiri dalam mendapatkan apa yang ia mau, termasuk soal perempuan. Cassandra tidak dapat memungkiri, bahwa sepupunya itu memang sangat handal dalam urusan memenangkan hati para perempuan.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Acara telah di mulai sekitar 10 menit yang lalu. Sesi pertama di mulai dengan sebuah fashion show. Para model berjalan di atas catwalk untuk memamerkan hasil rancangan dari desainer desainer profesional.

Dari sisi panggung sebelah kanan, Naomi dan Ghani melihat Marcel yang berada di salah satu deretan kursi untuk tamu penting. Marcel tampak begitu menikmati jalannya acara, bahkan mengobrol dengan beberapa wanita yang juga merupakan tamu penting.

Naomi pun merasa kesal, keputusannya mengundang Marcel dan berniat memamerkan ia telah bahagia bersama kekasih barunya, rupanya adalah sebuah kesalahan besar.

Ghani yang berada di samping Naomi tiba-tiba berujar pada perempuan itu, “Habis acara selesai, kita perlu bicara.”

“Kamu mau ngomongin apa?” tanya Naomi.

“Kamu bakal tau nanti. Yang jelas, aku nggak bisa ngelanjutin hubungan sama kamu,” telak Ghani sebelum begitu saja berlalu dari hadapan Naomi.

***

Di sisi lain, tepatnya di salah satu deretan kursi untuk tamu spesial yang di tempati oleh Marcel, pria itu terlihat menikmati jalannya acara. Beberapa orang menyapanya denga ramah. Mereka memiliki pengetahuan yang bagus tentang Marcel. Terang saja, ketika para orang penting menghadiri sebuah acara, mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang siapa saja orang penting yang hadir di acara itu.

“Pak Marcel, kalau saya boleh tau nih, Bapak sekarang masih single, kah?” tanya seorang wanita yang duduk di samping Marcel dengan sedikit memelankan suaranya.

Marcel lantas sedikit mencondongkan tubuhnya untuk mendekat pada perempuan itu, kemudian berujar dengan suara pelan juga, “Santai aja kalau ngomong sama saya. Lagian umur kita cuma beda dua tahun.”

“Oh iya, Pak. Maaf, jadi saya panggil apa nih enaknya ya?” balas perempuan bernama Anneth itu.

“Panggil nama aja,” ujar Marcel.

“Oke. Tapi saya bukan bermaksud nggak sopan lho.”

“Iya, tenang aja,” ujar Marcel.

“Ngomong-ngomong, kamu belum jawab pertanyaan aku yang tadi,” Anneth kembali berujar. Nada bicaranya sudah terdengar lebih santai ketika bicara dengan Marcel.

“Sekarang aku lagi single,” jawab Marcel.

Setelah percakapan tersebut, Marcel dan Anneth sampingnya tidak bicara lagi. Keduanya pun berusaha fokus pada jalannya acara, karena terdapat banyak kamera di sana. Jelas saja, sebagai tamu penting di event itu, baik Marcel maupun Anneth, perlu menjaga image dan wibawa mereka.

Nama perempuan yang baru dikenal Marcel itu adalah Anneth Putri Latuconsina. Anneth merupakan seorang pebisnis muda berusia 28 tahun yang telah sukses dan mandiri berkat mendirikan sebuah agensi untuk para model. Hampir semua model yang hari ini tampil di catwalk, berasal dari agensi milik Anneth. Anneth menjadi sponsor dengan membawa model-modelnya untuk tampil di fashion show hari ini.

Acara fashion show hampir selesai setelah berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Ada total 20 orang model yang berjalan di catwalk.

Begitu akhirnya acara catwalk selesai, seorang pembawa acara naik ke atas panggung untuk memberi tahu bahwa acara selanjutnya adalah pameran baju, yang diadakan di bagian sisi barat venue. Jadi para pengunjung diperbolehkan untuk melihat-lihat pakaian yang dipasangkan pada manekin-manekin.

Anneth berpikir bahwa ia akan berpisah dengan Marcel, tidak memiliki kesempatan untuk bisa mengobrol dengan pria itu, tapi rupanya ia salah menduga. Marcel mengajaknya untuk menemani pria itu berkeliling melihat pakaian-pakaian.

Marcel dan Anneth tidak pergi berdua saja, tapi seorang asisten Marcel yakni Arsen, berjalan tidak jauh di belakang mereka. Di dalam hatinya, Arsen membatin sambil tidak sadar geleng-geleng kepala, itu berkat kelakuan bosnya hari ini. Arsen bertugas membawakan belanjaan milik Marcel dan Anneth, karena mereka memborong cukup banyak pakaian.

Mati satu, tumbuh seribu, batin Arsen dan itu tertuju untuk Marcel perihal peringai bosnya itu menggaet perempuan.

Anneth memilih beberapa pakaian dan menyarankannya untuk Marcel. Sebenarnya pakaian apa pun tampak bagus untuk Marcel, jadi Anneth tampak kesulitan memilih yang paling bagus.

Sebuah jaket denim akhirnya dipilih oleh Anneth dan Marcel juga menyukai pilihan perempuan itu. Namun ukurannya ternyata kurang pas, jadi Anneth akhirnya berpamitan pada Marcel untuk mencari karyawan bisa mengambilkan ukuran yang pas.

Marcel berada di tempatnya untuk menunggu Anneth kembali. Di antara banyaknya orang yang ada di tempat itu, Marcel yang sedang menyapukan pandanganya, tiba-tiba terpaku ketika melihat sosok yang dengan cepat mencuri perhatiannya.

Tatapan Marcel tertuju pada seorang perempuan cantik dengan rambut panjang coklat gelap yang bagian bawahnya di styling membentuk gelombang halus yang tampak alami. Perempuan itu menyapa beberapa desainer dan juga para model, lalu mengobrol dengan mereka, dan terlihat memiliki hubungan yang akrab satu sama lain.

Perempuan itu menampilkan senyum lembutnya setiap bertemu dengan orang yang dikenalnya, bahkan beberapa orang meminta untuk berfoto bersama dengannya.

Marcel sungguh dibuat penasaran akan sosok perempuan itu. Sejak acara dimulai, mengapa ia belum melihat sosok tersebut? Marcel merasa dirinya akan kehilangan sesuatu yang bernilai besar, jika ia tidak segera mengetahui sosok itu.

Marcel masih menatap ke arah yang sama ketika perempuan itu berjalan ke arahnya. Kemudian langkah perempuan itu berhenti tepat ketika berpapasan dengan Anneth yang tiba-tiba muncul sambil membawakan jaket untuk Marcel di lengan kirinya.

“Hai,” sapa perempuan itu pada Anneth sambil mengulaskan senyum ramahnya.

“Hai. Udah lama kita nggak event bareng, lho. Gimana kabar kamu? Aku liat gaun pengantin buatan kamu bagus-bagus banget. Pokoknya kalau nanti aku nikah, aku mau bikin gaunnya sama kamu. Ingetin ya,” tutur Anneth.

Marcel mendengar semua pembicaraan antara Anneth dan perempuan itu. Namun dari percakapan itu, tidak terucap nama si perempuan yang berhasil membuat Marcel tertarik.

Akhirnya setelah beberapa detik Anneth dan perempuan itu selesai berbincang, perempuan itu akhirnya berlalu.

Anneth pun kembali menemui Marcel dan mereka akan membayar pakaian hasil belanjaan mereka.

“Anneth, boleh aku nanya sesuatu?” ujar Marcel.

Anneth lantas mengangguk. “Boleh. Kamu mau nanya apa emangnya?”

“Temen kamu yang tadi ketemu sama kamu, dia siapa?”

Anneth dengan lugas lantas segera menjawab pertanyaan Marcel, “Ohhh dia itu desainer, namanya Olivia. Dia spesialis rancang gaun pengantin. Banyak orang di bidang ini yang udah kenal sama dia, yaa karena hasil rancangannya keren-keren.”

Marcel memang sedang mendengarkan penurutan Anneth dengan seksama, tapi antara pikiran dan matanya bisa berfungsi maksimal dengan bersamaan. Marcel mendapati sosok perempuan itu lagi, perempuan yang telah ia ketahui bernama Olivia, yang berhasil menarik seluruh atensinya untuk fokus menatap pada sosok itu.

Kemudian secara tidak sengaja, tiba-tiba pandangan Marcel dan Olivia bertemu. Namun dengan cepat Marcel mengalihkan tatapannya ke arah lain ; seolah ia memang tidak tengah menatap Olivia.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Marcel at Event

Hari ini Marcel menghadiri pameran fashion di mana Naomi mengundangnya untuk datang. Naomi merupakan pengusaha yang berkolaborasi dengan brand pakaian yang mengadakan pameran.

Marcel datang ke acara tersebut ditemani oleh Andra, sekretarisnya yang bekerja padanya untuk membantu segala urusan mengenai bisnisnya.

Di antara banyaknya orang yang memenuhi venue itu, tanpa Marcel repot-repot menemukan seseorang, orang itu telah datang sendiri padanya.

Marcel baru saja sampai dan menempati kursi yang telah diperuntukkan untuknya.

“Pak Marcel, kenalkan ini Pak Ghani, salah satu sponsor acara ini,” ujar Andra kepada Marcel. Marcel menoleh dan mendapati seorang pria yang tidak terlalu tinggi di hadapannya. Marcel lantas beranjak dari duduknya.

Pria di hadapannya itu mengulurkan tangan padanya, yang kemudian disambut oleh Marcel. Mereka berjabat tangan dan pria bernama Ghani itu mengulaskan senyum ramah pada Marcel.

“Selamat datang di acara pameran kami, Pak. Senang rasanya bisa memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan Pak Marcel,” ujar Ghani.

Marcel hanya mengangguk sekali menanggapi ucapan Ghani.

“Saya sudah dengar banyak tentang Pak Marcel dan bisnis Bapak,” Ghani berujar lagi dan masih setia berada di sana.

“Secara langsung saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak bekerja sama dengan kami. Kami akan berusaha memberikan yang terbaik untuk event promotion ini dan mungkin kerja sama kita selanjutnya,” Ghani melanjutkan lagi perkataannya.

Marcel tidak mengatakan apa pun untuk menanggapi ucapan Ghani. Hingga seseorang yang familiar menghampiri mereka dan menginterupsi situasi tersebut.

Orang itu adalah Naomi. Dengan sebuah senyuman tipis, Naomi menatap Marcel selama beberapa detik, lalu perempuan itu berujar, “Hai, Cel. Aku kira kamu nggak dateng lho. Gimana? Kabar kamu baik, kan?”

Ghani tampak terkejut mendapati aksi Naomi tepat di depan matanya. Ghani lekas meminta maaf pada Marcel atas situasi yang mungkin tidak nyaman bagi Marcel.

“Pak Marcel, saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” ujar Ghani.

“Oh, tidak apa-apa Pak Ghani. Saya dan Naomi saling mengenal,” ucap Marcel. Pria itu tampak tidak terganggu dan justru mengulaskan senyuman penuh makna kepada Naomi.

Setelah kejadian tersebut, Ghani berpamitan pada Marcel untuk berlalu. Ghani membawa Naomi bersamanya dan keduanya pun menghilang dari pandangan Marcel.

***

Ghani mengajak Naomi untuk berbicara empat mata backstage. Beberapa saat lagi acara pameran akan di mulai, semua orang tampak sibuk mempersiapkan model yang akan melakukan fashion show, tapi ada yang lebih penting bagi Ghani.

“Kamu kenal sama Pak Marcel?” Ghani langsung mengajukan pertanyaan tersebut kepada Naomi.

“Yaa kenal lah. Marcel itu mantan aku, Ghan.”

“Pak Marcel mantan kamu? Naomi, kamu nggak pernah kasih tau aku kalau kamu ngundang mantan kamu ke acara ini. Kamu punya tujuan apa ngundang dia ke sini?”

“Dia harus liat kalau aku udah bahagia sama kamu,” ucap Naomi dengan enteng. Sebuah senyum terlukis di wajah cantik perempuan blasteran itu.

“Oh, damn, Naomi. Kamu tau tadi kamu habis ngomong santai sama siapa?”

“Sama Marcel, kan. Lagian bener kata dia kok, kita kan saling kenal. Marcel juga santai aja kali perasaan, kenapa kamu reaksinya kayak gitu banget deh?”

Ghani menatap nyalang pada Naomi, seolah perempuan itu telah melakukan kesalahan yang fatal. “Maksud aku, apa kamu nggak cari tau dulu siapa Marcel. Asal kamu tau, dia itu pengusaha yang ngebeli perusahaan ini, perusahaan yang kolaborasi sama company kamu. Kamu liat, tadi dia dapet kursi di deretan khuses eksekutif, dia bukan golongan tamu biasa yang dateng ke acara ini.”

You must be joking to me,” ujar Naomi.

“Kamu lebih baik cek dan cari tau dulu sebelum bertindak. Kelakuan kamu barusan berpotensi ngancurin bisnis kamu sendiri, juga bisnis aku,” pungkas Ghani sebelum berlalu dari hadapan Naomi begitu saja.

Setelah Ghani berlalu dari hadapannya, Naomi lantas tidak diam begitu saja. Naomi memang masih tercengang dengan fakta yang dibeberkan Ghani, tapi ia harus segera mengecek kebenaran fakta tersebut.

Naomi lantas pada seorang di sana yang merupakan manager perusahan clothing line yang hari ini melakukan kolaborasi dengan clothing line miliknya.

Zefanya kemudian membeberkan fakta tersebut dan menerangkan pada Naomi. Apa yang Zefanya katakan pada Naomi, selaras dengan apa yang Ghani jelaskan padanya barusan.

Marcel membeli perusahaan clothing line tempat Zefanya bekerja dengan harga yang fantastis.

Naomi kemudian kembali menemui Ghani dan bicara dengannya. Ghani tampak suntuk dan juga kesal terhadap Naomi. Terlebih lelaki itu juga merasa ciut, begitu tahu fakta bahwa Marcel merupakan mantan kekasih Naomi.

Sebelumnya Naomi berniat memamerkan kekasihnya kepada Marcel, tapi justru kekasihnya merasa rendah diri berkat peringai mantan pacarnya.

***

Acara pameran belum dimulai, ketika tiba-tiba Marcel mendapati Naomi menemuinya dan meminta bicara dengannya secara pribadi.

Maka di sinilah keduanya sekarang, tempat yang jauh dari keramaian, tepatnya di backstage. Marcel menuruti permainan yang dijalankan Naomi. Biarkan nanti di masa depan, Naomi akan merasakan akibat dari perbuatannya yang telah bermain di belakang Marcel.

“Cel, aku minta maaf sama kamu,” ucap Naomi.

Ucapan Naomi segera mengundang kerutan di dahi Marcel. Marcel memicingkan matanya dan menatap tepat ke iris coklat Naomi. Marcel masih mempertahankan diamnya, ia belum memberi respon dengan mengeluarkan kata-kata.

Hingga beberapa detik kemudian, Naomi pun kembali berujar, “Aku minta maaf untuk semua sikap aku selama kita berhubungan. Aku sadar aku salah dan terlalu banyak nuntut ke kamu. Cel, aku masih sayang sama kamu. Aku pengen kita bareng lagi. Kita bisa mulai dari awal untuk yang hubungan yang lebih baik.”

Rentetan kalimat Naomi itu segera membuat menghadirkan sebuah senyum tipis di wajah Marcel.

You said you could find another man who better than me. He's better than me?” ucap Marcel.

No one is better than you. Cel, Aku masih sayang sama aku,” ujar Naomi.

But I’m not, Naomi. You cheated on me,” ucap Marcel.

Secara tegas Marcel mengucapkannya, bahwa ia sudah kehilangan cintanya pada Naomi.

Naomi secara enteng kemudian berucap, “Cel, aku nggak maksud selingkuh dari kamu. Saat kamu nggak punya waktu untuk aku, aku ketemu Ghani. Aku akuin aku salah. Tapi tolong, kasih kesempatan aku untuk berubah jadi yang lebih baik buat kamu. Aku sadar aku cintanya cuma sama kamu, bukan siapa pun.”

You're totally fine and perfect. Look at you. You are independent, smart, and pretty. Why you begging to me to come back with you?

Naomi seketika terdiam di tempatnya tanpa bisa membalas lagi perkataan sarkastik yang dilontarkan Marcel. Dua detik berikutnya, Marcel memutuskan berbalik dan hendak pergi dari hadapan Naomi. Namun lengannya ditahan oleh Naomi.

You can’t leave me, Cel. I’m still love you,” ujar Naomi yang tampak keras kepala.

No, you’re not. You only care about yourself,” balas Marcel dengan menekankan setiap kata-katanya. Memang benar adanya jika selama mereka berhubungan, Naomi hanya mementingkan diri sendiri dan kesenangannya, tanpa mau mengerti keadaan Marcel. Apakah itu bisa disebut dengan cinta?

Naomi masih mencoba mempertahankan Marcel di sana. Naomi menatap Marcel dengan tatapan lekat dan memiliki niat melakukan sebuah hal nekat di luar nalar. Naomi lantas mencondongkan tubuhnya untuk mencium Marcel, tapi dengan gerakan cepat Marcel segera mengantisipasi aksi gila perempuan itu.

Marcel menghempas Naomi, hingga tubuh Naomi menjauh otomatis. Seketika Naomi membeliak menatap Marcel.

Marcel menatap pada Naomi seolah perempuan itu tidak berarti apa pun baginya. “Shame on you,” ujar Marcel sebelum menghilang dari hadapan Naomi.

***

Marcel telah meminta Andra untuk melakukan sebuah tugas, yakni menyuruh seseorang menemuinya. Tidak memerlukan waktu lama, seseorang yang ingin Marcel temui akhirnya datang kepadanya. Di sebuah ruangan kosong masih di gedung venue itu, di sana lah Ghani menemui Marcel. Benar, orang yang ingin Marcel temui adalah Ghani.

You need to check something. It’s relate to your girlfriend,” ucap Marcel sambil lurus-lurus menatap Ghani yang tampak tidak paham akan maksud Marcel.

Lantas Marcel kembali berujar, “CCTV di backstage.”

Kata-kata Marcel terdengar aneh bagi Ghani. Namun justru itu sukses membuat Ghani penasaran. Gaya bicara serta tatapan Marcel, berhasil membuat Ghani seperti robot yang menurut akan sebuah perintah dengan begitu mudahnya.

Ghani lantas meminta seorang karyawan untuk memberikan hasil rekaman CCTV di backstage kepadanya. Marcel membiarkan Ghani menonton rekaman itu seorang diri.

Setelah selesai menonton tayangan yang berdurasi kurang lebih 3 menit tersebut, Ghani kembali menemui Marcel.

Marcel tidak mengatakan apa pun, ia membiarkan Ghani untuk membuka mulut lebih dulu.

“Pak Marcel, saya mohon maaf atas apa yang terjadi yang membuat Bapak merasa tidak nyaman,” ujar Ghani akhirnay setelah beberapa detik hanya mampu diam.

Gotcha.

Tepat sekali seperti dugaannya, kini dua targetnya, yakni Naomi dan Ghani, telah masuk ke dalam rencana yang Marcel buat.

Rekaman CCTV di backstage jelas menampakkan Naomi yang terlebih dulu berniat mencium Marcel, kemudian Marcel dengan cepat menghindar. Tindakan Naomi terang saja merupakan sebuah pelecehan. Terlebih Naomi melakukannya kepada Marcel, seorang yang telah membeli perusahaan brand fashion yang bekerja sama dengan company miliknya dan juga Ghani.

“Karena kejadian ini, saya akan mempertimbangkan kembali untuk menyetujui kerja sama dengan perusahaan Anda maupun perusahaan Naomi. Saya sudah tau semuanya, soal kamu dan Naomi di Bali,” ucap Marcel.

Seketika Ghani membeliakkan matanya. Ini adalah kabar buruk. Hanya karena kelakuan memalukan seorang oknum, dapat berpotensi menghancurkan banyak pihak sekaligus.

Marcel telah selesai dengan urusannya di sana. Pria itu melangkah pergi begitu saja diikuti oleh Andra.

Saat Marcel dan Andra benar-benar menghilang dari pandangan Ghani, pria itu mengumpat sebanyak dua kali.

Ghani tampak kesal, tapi ia sadar bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa pun. Tindakan Naomi yang akan mencium Marcel telah melukai harga dirinya dan mungkin juga nasib perusahaannya di masa depan.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒

Sudah satu minggu berlalu sejak Marcel resmi mengakhiri hubungannya dengan Naomi. Marcel yang mengakhirinya lebih dulu, karena merasa sudah tidak tahan menjalin hubungan dengan Naomi.

Naomi tidak terima Marcel memutus hubungan dan mengatakan bahwa sikap Naomi lah yang membuat Marcel ingin mengakhiri jalinan asmara mereka. Naomi membalikkan fakta bahwa Marcel tidak bersungguh-sungguh dengan hubungan mereka. Marcel jarang punya waktu untuknya. Bahkan Marcel meminta asistennya untuk membalas pesan Naomi, berpura-pura bahwa yang membalas adalah Marcel. Namun Marcel bukan tanpa sebab melakukannya. Marcel merasa jengah dengan sikap Naomi yang kekanak-kanakan. Marcel mengatakan, Naomi bukanlah seorang putri kerajaan dan Marcel bukanlah seorang pangeran yang harus menuruti segala keinginannya.

Hakikatnya manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki di dalam hidupnya. Naomi hampir memiliki segalanya, tapi perempuan tidak nampak puas.

Naomi Bachdim merupakan seorang pengusaha yang memiliki pendapat perbulan sekitar 1M di usianya yang masih terbilang cukup muda. Di usianya yang menginjak 29 tahun, Naomi telah berhasil menjadi pengusaha yang sukses di bidang fashion. Clothing line yang dibangun Naomi telah memiliki 12 cabang store yang tersebar di kota-kota besar. Naomi menjadi perempuan yang sukses dan mandiri secara finansial. Namun seperti tidak cukup dengan semua itu. Ketika berpacaran dengan Marcel, Naomi menganggap bahwa ia bisa mendapatkan segalanya lebih dari apa yang telah ia miliki sebelumnya.

Kini Marcel telah terlepas dari segala tetek bengek yang berhubungan dengan Naomi. Marcel pun merasa lega dan bebas.

Siang ini Marcel tengah berada di kantornya dan baru saja selesai menikmati waktu istirahat siangnya, ketika Arsen datang ke ruangannya untuk mengantarkan sebuah undangan padanya.

“Naomi ngirim undangan buat acara pameran fashion clothing line punya dia kolaborasi sama brand penyelenggaranya,” terang Arsen.

Marcel lantas melirik undangan yang diletakkan Arsen di mejanya, lalu detik berikutnya ia mengambil benda tersebut dan membaca tulisan yang tertera di sana.

Arsen berpikir mungkin ia akan mendapat tugas dari Marcel setelah perihal Naomi yang mengirim undangan. Entah apa tugas tersebut, Arsen tidak dapat menebaknya, karena bosnya itu sering kali bertindak di luar dugaannya.

“Ada tugas lanjutan buat gue?” Arsen lantas berinisiatif bertanya.

“Jelas ada,” ujar Marcel, lalu sebuah senyum tipis terulas di wajahnya. Marcel berdeham sekali, kemudian ia kembali berujar, “Cari tau semua yang berhubungan sama acara pameran itu. Yang paling penting, kontak perusahaan yang ngadain acaranya. Gue mau secepatnya lo bisa dapetin info yang gue minta.”

“Lo punya rencana apa?” Arsen bertanya.

“Kemarin Naomi nge-chat gue buat ngasih tau dia akan ngirim undangan. Dia bilang kalau gue nggak dateng, artinya gue belum moved on dari dia. Gue akan dateng ke acara itu, tapi gue nggak mau dateng sebagai tamu biasa. I will prove her that I already moved on.”

“Oke. Gue usahain besok infonya udah ada di lo,” ucap Arsen sebelum akhirnya berlalu dari ruangan Marcel.

Seumur hidup Arsen bekerja dengan seseorang, baru ketika ia bekerja dengan Marcel, kecerdasan otaknya terus berusaha dipacu untuk dapat mengikuti standar otak cerdas bosnya itu.

Arsen memang belum bisa menebak secara pasti apa yang akan dilakukan oleh Marcel. Namun yang pasti, Arsen yakin bahwa rencana yang disiapkan bosnya bukanlah suatu hal yang biasa.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~🍒